Anda di halaman 1dari 15

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

NEW EMERGING DISIASE : AVIAN INFLUENZA

DI SUSUN OLEH :
NAMA : MOH AGUNG
STAMBUK : P101 18 090

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan karunia Nya penulis diberikan kesehatan dan kesempatan dalam meyelesaikan makalah
Epidemiologi penyakit menular mengenai penyakit new emerging disease yakni Avian influenza.
Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Di dalam makalah ini penulis menyadari banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar menjadikan makalah ini lebih
baik lagi.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

30 Juli 2020

Moh. Agung

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………....ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………1

A. Latar belakang……………………………………………………………………………1
B. Rumusan masalah………………………………………………………………………...1
C. Tujuan……………………………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………..3

A. Pengertian Avian Infuenza………………………………………………………………3


B. Etiologi Avian Infuenza …………………………………………………………….....3
C. Epidemiologi Avian Infuenza………………………………………………………….4
D. Strutur dan komposisi virus……………………………………………………………4
E. Patogenesis virus Avian Influenza…………………………………………………….5
F. Cara penyebaran/penularan Avian Influenza………………………………………...6
G. Gejala klinis dari penyakit Avian Influenza………………………………………….7
H. Mendiagnosis penyakit Avian Influenza……………………………………………..8
I. Pengendalian dan pencegahan Avian Influenza……………………………………..9

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..11

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...11
B. Saran…………………………………………………………………………………….11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam bidang kedokteran hewan penyakit zoonosis seperti Avian Influenza atau
biasa dikenal dengan penyakit Flu Burung merupakan masalah serius yang harus
ditangani dengan tepat. Avian Influenza itu sendiri merupakan suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas baik berupa
burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang lain seperti babi. Data lain menunjukkan
penyakit ini dapat juga mengena pada puyuh dan burung unta. Penyakit flu burung yang
disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah
terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China,
Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi
unggas yang terinfeksi.
Selain menyebabkan banyak kematian pada unggas maupun hewan-hewan
lainnyam Avian Influenza (H5N1) menyebabkan gejala klinis yang berat bahkan
kematian pada manusia telah menjadi pusat perhatian badan-badan kesehatan dunia karna
dapat berkembang dari masa ke masa dan menjadi wabah yang mematikan. Diawali pada
tahun 1918 dunia dikejutkan oleh wabah pandemic yang disebabkan virus influenza,yang
telah membunuh lebih dari 40.000 orang,dimana subtipe yang mewabah saat itu adalah
virus H1N1 yang dikenal dengan “Spanish flu”. Tahun 1957 kembali dunia dilanda
wabah global yang disebabkan oleh kerabat dekat virus yang bermutasi menjadi H2N2
atau dikenal dengan “äsian flu’’ yang telah merenngut 100.000 jiwa meninggal. Pada
tahun 1968,virus flu burung kembali menyebabkan wabah pandemik dengan merubah
dirinya menjadi H3N2. Mutan virus yang dikenal dengan ‘’hongkong flu’’ ini telah
menyebabkan 700.000 orang meninggal dunia.(Radji, 2012). Hal tersebut telah menjadi
catatan bahwa jika kita mempelajari seluk beluk Avian Influenza maka virus tersebut
akan menyebar dan tak terkendali yang menyebabkan ancaman bagi kelangsungan hidup
manusia.
B. Rumsan masalah
a) Apa itu Avian Influenza?
b) Apa penyebab/etiologi dari Avian Influenza?
1
c) Bagaimana epidemiologi dari penyakit Avian Influenza?
d) Bagaimana struktur dan komposisi virus Avian Influenza?
e) Bagaimana patogenesis virus Avian Influenza?
f) Bagaimana cara penyebaran/penularan Avian Influenza?
g) Bagaimana gejala klinis dari penyakit Avian Influenza pada unggas?
h) Bagaimana mendiagnosis penyakit Avian Influenza pada hewan?
i) Bagaimana cara pencegahan dan pengendalian dari penyakit Avian Influenza?

C. Tujuan
a) Untuk mengetahui pengertian dari Avian Influenza.
b) Untuk mengetahui penyebab/etiologi dari Avian Influenza.
c) Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit Avian Influenza.
d) Untuk mengetahui struktur dan komposisi virus Avian Influenza.
e) Untuk mengetahui patogenesis virus Avian Influenza.
f) Untuk mengetahui cara penyebaran/penularan Avian Influenza.
g) Untuk mengetahui gejala klinis dari penyakit Avian Influenza pada unggas.
h) Untuk mengetahui mendiagnosis penyakit Avian Influenza pada hewan.
i) Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengendalian dari penyakit Avian Influenza.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Avian Influenza


Avian Influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan
bersifat zoonosis (jenis penyakit dari hewan yang bisa menulari manusia). Patogenitas
virusnya (kemampuan parasit menimbulkan penyakit pada inangnya) bervariasi. Biasanya
menimbulkan gangguan saluran pernapasan ringan hingga wabah merugikan yang berkaitan
dengan infeksi yang bersifat akut menyerang organ pencernaan (viserotropik) dan menyebar
ke dalam tubuh unggas melalui aliran darah (pansistemik)
Flu burung adalah penyakit influenza pada unggas, baim burung, bebek, ayam, serta
beberapa binatang seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini juga dapat pula mengena
pada burung puyuh dan burung onta. Penyakit pada binatang ini telah ditemukan sejak 100
tahun lalu di Italia, tepatnya 1878. Pada tahun 1924-1925 wabah ini merebak di Amerika
Serikat
Avian Influenza disebabkan oleh virus influenza tipe A dari famili Orthomyxoviridae.
Virus ini paling umum menjangkiti unggas (misalnya ayam peliharaan, kalkun, Itik, puyuh,
dan angsa) juga berbagai jenis burung liar. Beberapa virus flu burung juga diketahui bisa
menyerang mamalia, termasuk manusia
Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin
(H) dan Neuramidase (N). Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe
H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3–5 hari. Virus ini dapat menular melalui udara
ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Perilaku hidup bersih dan sehat
misalnya mencuci tangan dengan antiseptik, kebersihan tubuh dan pakaian, dan memakai alat
pelindung diri (APD) waktu kontak langsung dengan unggas dapat mencegah penularan virus
AI
B. Etiologi
Flu Burung adalah influenza pada unggas yang disebabkan oleh virus Avian Influenza
(AI) dari famili Orthomyxoviridae. Virus AI terdiri atas 3 tipe antigenik yang berbeda, yaitu
A, B dan C, juga mempunyai sub-tipe yang dibagi berdasarkan permukaannya yaitu
Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA), yang terbagi menjadi 16 sub-tipe H dan 9 sub-

3
tipe N. Virion menciri dari virus influenza A adalah membulat dan berdiameter 100 nm tetapi
lebih sering ditemukan bentuk yang lebih besar dan tidak beraturan. Terdapat 8 protein virion,
lima darinya merupakan protein struktural dan 3 berkaitan dengan polimerase RNA. Terdapat
2 jenis polimer, molekul hemaglutinin (H) bentuk batang, yang merupakan trimer dan
molekul neuramidase (N) bentuk jamur yang merupakan tetramer. Kedua molekul H dan N
itu merupakan lipoprotein dan membawa epitop khusus-subtipe.
Virus Avian Influenza bdari famili Orthomyxoviridaeyang termasuk tipe A subtipe H 5,
H 7, dan H 9. Virus H9N2 tidaklah menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak
seperti H5 dan H7. Virus flu burung atau avian influenza hanya ditemukan pada binatang
seperti burung, bebek dan ayam, namun sejak 1997 sudah mulai dilaporkan “terbang” pula ke
manusia. Subtipe virus yang terakhir ditemukan yang ada di Indonesia adalah jenis H5N1
C. Epidemiologi
Penyakit flu burung mulai merebak di indonesia untuk pertama kalinya pada ayam
muncul pada tahun 2004. Departemen Pertanian secara resmi menggonfirmasikan adanya
penyakit flu burung pada bulan januari 2004 dan menyatakan penyakit disebabkan oleh virus
influenza subtipe H5N1. Serangan flu burung mencapai puncaknya pada kuartal pertama
tahun 2004. Setelah itu serangan virus mematikan tampaknya mereda dan pada tahun 2005
kembali mewabah. Virus tidak hanya menyerang ayam, tetapi juga babi, kalkun, dan manusia.
Berdasarkan pemeriksaan labolatorium, Departemen Pertanian bahwa virus avian influenza
yang menyerang tidak mengalami perubahan, yaitu subtipe H5N1
D. Strutur dan komposisi virus
Genom virus influenza A dan B terdiri dari 8 segmen terpisah ditutupi oleh protein
nukleokapsid. Bersama-sama membuat ribonukleoprotein (RNP), dan tiap segmen memiliki
kode untuk protein fungsional yang penting:
1. Polymerase protein B2 (PB2)
2. Polymerase Protein B1 (PB1)
3. Polymerase protein (PA)
4. Haemagglutinin (H atau HA)
5. Protein nukleokapsid (NP)
6. Neuraminidase (N atau NA)

4
7. Protein matriks (M); M1 memebangun matriks hanya dalam virus influenza A, M2
berfungsi sebagai pompa saluran ion untuk menurunkan atau mempertahankan endosome
8. Protein non-struktural (NS); Fungsi NS2 adalah hipotetis
Polymerase RNA-RNA aktif, yang bertanggung jawab untuk replikasi dan transkripsi,
dibentuk dari PB2, PB1, dan PA. polymerase tersebut memiliki aktivitas endonuklease dan
diikat RNP. Protein NS1 dan NS2 memiliki fungsi pengaturan untuk mendorong sintesis
komponen-komponen virus dalam sel terinfeksi
Selubung virus memiliki dua lapis membran lemak yang berasal dari sel produksi
virus yang mengandung penonjolan yang jelas dibentuk oleh H dan N, juga protein M2.
Lapisan lemak menutupi matriks yang dibentuk oleh protein M1. Virus influenza C
mengandung tujuh segmen genom, pemrukaannya hanya mempunyai satu glikoprotein
E. Patogenesis
Mutasi genetik virus avian influenza seringkali terjadi sesuai dengan kondisi dan
lingkungan replikasinya. Mutasi gen ini tidak saja untuk mempertahankan diri akan tetapi
juga dapat meningkatkan sifat patogenisitasnya. Penelitian terhadap virus H5N1 yang
diisolasi dari pasien yang terinfeksi pada tahun 1997, menunjukkan bahwa mutasi genetik
pada posisi 627 dari gen PB2 yang mengkode ekspresi polymesase basic protein (Glu627Lys)
telah menghasilkan highly cleavable hemagglutinin glycoprotein yang merupakan faktor
virulensi yang dapat meningkatkan aktivitas replikasi virus H5N1 dalam sel hospesnya.
Disamping itu adanya substitusi pada nonstructural protein (Asp92Glu), menyebabkan H5N1
resisten terhadap interferon dan tumor necrosis factor α (TNF-α) secara invitro
Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi
penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan sel hospesnya.
Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan materi genetiknya di
dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus
dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi
kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang
diambil dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel
nasofaring (Peiris JS,et.al. 2004), dan di dalam sel gastrointestinal (de Jong MD, 2005,
Uiprasertkul M,et.al. 2005). Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan
serebrospinal, dan tinja pasien

5
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa
masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza A
melalui spikeshemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic
acid(SA) yang ada pada permukaan sel hospesnya. Ada perbedaan penting antara molekul
reseptor yang ada pada manusia dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada
virus flu burung, mereka dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada
jenis unggas yang terdiri dari oligosakharida yang mengandung N-acethylneuraminic acid α-
2,3-galactose (SA α-2,3-Gal), dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada
manusia. Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA α-2,6-galactose (SA α-
2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena
perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian, dengan perubahan hanya 1 asam amino
saja konfigurasi reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh
HPAI-H5N1. Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan
sehingga virus dapat membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar
manusia ke manusia
F. Cara penularan atau penyebaran
Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah unggas air antara lain
itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua subtipe yang ada dan dapat bersembunyi pada
saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan menyebar ke unggas lain melalui inhalasi.
Penyebaran flu burung dapat melalui induk semang, virus dapat menginfeksi segala jenis
unggas, sumber penularan terutama pada waktu unggas air yang bermigrasi dan tingkat
patogennya tergantung dari subtipe virus, spesies unggas dan faktor lingkungan. Penularan
avian influenza dapat terjadi melalui kontak langsung antara ayam sakit dengan ayam yang
peka. Ayam yang terinfeksi mengeluarkan virus dari saluran pernapasan konjungtiva dan
feses
Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui udara yang
tercemar oleh material/debu yang mengandung virus influenza, makanan/minuman,
alat/perlengkapan peternakan, kandang, pakaian, kendaraan, peti telur, nampan telur, burung
dan mamalia yang tercemar virus influenza Lalat juga mempunyai peranan dalam
menyebarkan virus AI. Tinja yang mengandung virus avian influenza dalam 1 gram dapat
menginfeksi ayam sebanyak satu juta ekor

6
a) Mula- mula virion menempel pada reseptor sel tropisma melalui protein hemaglutinin.
b) Proses endositosis ini akan berlangsung beberapa waktu, berdasarkan pengamatan sekitar
10 menit, proses endositosis dan pelepasan selubung telah mencapai 50 %, proses ini
sampai semua segmen RNA ke luar ke dalam sitoplasma.
c) Segmen- segmen tersebut masuk ke dalam nukleus dan mengalami transkripsi, untuk
merubah bentuk (-)RNA menjadi (+)RNA.
d) Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan protein selubung
untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan. Protein yang dimaksud adalah HA,
NA, M dan NS.
e) Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA yang masih
tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaiu perbanyakan RNA. Virus RNA lain,
replikasi di luar inri. Selama di dalam inti, AI menggunakan bahan- bahan yamg
diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses ini yang memudahkan terjadi proses Antigen
drift dan Antigen shift.
f) Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma untuk dibungkus
dengan protein HA, NA, M, serta NS, menjadi anak AI yang siap dilepas dari sel hospes.
Untuk bisa keluar, virus ini harus menempel pada reseptor dalam sel hospes. Penempelan
ini dilakukan oleh protein neuroaminidase, berlangsung selama 2 jam sejak infeksi

G. Gejala klinis
Masa inkubasi virus avian influenza bervariasi antara 1-3 hari, masa inkubasi tersebut
tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas yang diserang. Gejala penyakit
sangat bervariasi dan tergantung pada spesies unggas terinfeksi, subtipe virus dan faktor
lingkungan
Gejala yang terlihat dapat berbentuk gangguan pada saluran pernapasan, pencernaan,
reproduksi dan sistem saraf. Gejala awal yang dilaporkan adalah penurunan nafsu makan,
emasiasi, penurunan produksi telur, gejala pernapasan seperti batuk, bersin, menjulurkan
leher, hiperlakrimasi, bulu kusam, pembengkakan (oedema) muka dan kaki, sianosis pada
daerah kulit yang tidak berbulu, gangguan saraf dan diare. Gejala tersebut dapat berdiri
sendiri atau dalam bentuk kombinasi

7
Faktor predisposisi seperti lingkungan yang jelek, penggunaan vaksin virus hidup dan
infeksi sekunder oleh virus, bakteri serta mikoplasma dapat memperparah gejala klinis

a) Perubahan Makroskopik
Perubahan Makroskopik yang ditemukan pada unggas sangat bervariasi menurut
lokasi tempat lesi itu ditemukan, derajat keparahan, spesies unggas, dan patogenesitas
dari virus.
 Bentuk ringan (Low Pathogenic Avian Influenza)
Pada sinus mungkin ditemukan adanya salah satu atau campuran eksudat
kataralis, fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus. Edema disertai eksudat dari
serous sampai kaseus pada trakhea. Kantong udara menebal mengandung eksudat
fibrinus atau kaseus. Pada peritoneum tampak adanya peritonitis fibrinus dan egg
peritonitis. Pada sekum dan usus ditemukan adanya enteritis kataralis sampai fibrinous
 Bentuk akut (Highly Pathogenic Avian Influenza)
Apabila unggas mati dalam waktu yang singkat, maka biasanya tidak ditemukan
adanya perubahan mikroskopik tertentu oleh karena lesi pada jaringan belum sempat
berkembang Pada sejumlah kasus dapat ditemukan kongesti, hemoragi, transudasi dan
nekrosis. Jika penyakit ini melanjut, maka kerap kali akan ditemukan adanya foki
neurotik pada hati, limpa, ginjal dan paru
b) Perubahan mikroskopik
Lesi yang ditimbulkan oleh fowl plaque ditandai adanya edema, hyperemia,
hemoragik dan perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada miokardium, limpa, paru,
otak, balung dan dengan frekuensi yang lebih rendah pada hati dan ginjal. Perubahan
degenerasi dan nekrosis pada hati, limpa dan ginjal. Lesi pada otak adanya foci
nekrosis, perivascular cuffing sel limfoid, gliosis, proliferasi pembuluh darah dan
nekrosis neuron. Beberapa virus avian influenza
H. Diagnosis
Koleksi sampel diambil dari saluran pernapasan (trakea, paru, kantong udara,
eksudat sinus) dan saluran pencernaan. Infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus
highly pathogenic dimana terjadi viremia, setiap organ dapat digunakan untuk isolasi
virus. Hewan laboratorium yang sering digunakan untuk penelitian adalah ayam, kalkun,

8
dan itik. Virus ini juga bereplikasi pada musang, kucing, hamster, tikus, kera dan babi.
Isolasi virus dapat dilakukan pada telur ayam berembrio yang SPF (Specific Pathogen
Free) umur 10-11 hari, menggunakan jaringan trachea, paru-paru, limpa, otak, dan atau
usapan kloaka ayam sakit atau mati karena virus bereplikasi di dalam saluran respirasi
dan atau saluran pencernaan, hingga embrio mati dalam 42-72 jam
Pemeriksaan serologis dapat digunakan untuk mengetahui adanya pembentukan
antibodi terhadap virus avian influenza A, yang dapat diamati pada hari ke-7 sampai ke-
10 pasca infeksi. Uji serologi yang sering digunakan adalah uji hemaglutinasi inhibisi
(HI) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap hemaglutinin (H) dan agar gel
presipitasi (AGP) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap neuramidase (N). Uji lain
untuk mengetahui adanya pembentukan antibodi adalah netralisasi virus (VN),
neuraminidase-inhibition (NI), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi
monoklonal, dan hibridisasi in situ. Pada kasus-kasus di lapangan sering menggunakan
teknik immunoflourescence untuk mengetahui adanya virus influenza dengan cepat
I. Pengendalian dan pencegahan
Avian influenza tidak dapat diobati, pemberian antibiotik/antibakteri hanya untuk
mengobati infeksi sekunder oleh bakteri atau mycoplasma. Pengobatan suportif dengan
multivitamin perlu juga dilakukan untuk proses rehabilitasi jaringan yang rusak.
Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah mencegah kontak antara unggas
dengan burung liar atau unggas liar, depopulasi atau pemusnahan terbatas di daerah
tertular, pengendalian limbah peternakan unggas, surveilans dan penelusuran, pengisian
kandang kembali atau peremajaan, penerapan kebersihan kandang, penempatan satu
umur dalam peternakan, manajemen flock all-in/all-out, penyemprotan dengan
desinfektan terhadap kandang sebelum pemasukan unggas atau ayam baru, penerapan
stamping out atau pemusnahan menyeluruh di daerah tertular baru dalam menangani
wabah HPAI untuk menghindari resiko terjadinya penularan kepada manusia, karena
bersifat zoonosis, peningkatan kesadaran masyarakat, serta monitoring dan evaluasi
Pencegahan yang lain adalah mencuci tangan dengan sabun cair pada air yang
mengalir sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan, Tiap orang yang berhubungan
dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan pelindung
(masker, kacamata khusus), Mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak dengan

9
suhu 800 C selama satu menit, telur unggas dipanaskan dengan suhu 640 C selama lima
menit

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Flu Burung (Avian Influenza - AI) adalah penyakit unggas yang menular
disebabkan virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus ini paling
umum menjangkiti unggas (misalnya ayam peliharaan, Kalkun, Itik, Puyuh, dan Angsa)
juga berbagai jenis burung liar.
Flu burung termasuk jenis penyakit yang sangat menular, menular dengan sangat
cepat dan dapat menyebabkan kematian. Penanggulangan penyakit ini harus cepat, tepat,
dan cermat karena dapat menyebabkan kematian pada unggas dengan cepat. Selain pada
unggas, penyakit ini juga dapat menyerang pada manusia. Penanggulangan pada penyakit
ini dengan menjaga kebersihan, hindari kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi
dan memasak hewan unggas untuk konsumsi secara matang.
B. Saran
Dalam penulisan makalah Penyakit Flu Burung ini masih banyak kekurangan
yang perlu diperbaiki. Saya sebagai penulis membuka kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan makalah ini. Informasi-informasi seputar flu burung dalam makalah
ini tidak saya sebutkan semua, namun hanya beberapa yang dapat menunjang
penyusunan makalah. Dan pada akhirnya makalah ini diharapkan dapat membuat kita
tahu akan pentingnya pencegahan dan pemberantasan penyakit flu burung yang terjadi di
negara Indonesia.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darrell Withworth, dkk. 2008. Burung Liar Dan Flu Burung. Jakarta: FAO

Horimoto T, Kawaoka Y. Pandemic threat posed by avian influenza A viruses. Clin Microbiol
Rev. 2001. 14(1) : 129-149.

Ririh Y, Sudarmaji. 2006. Mengenal Flu Burung dan Bagimana Kita Menyikapinya. Forum
Penelitian, 1 (2): 183-196
Soejoedono, Retno D. dan Ekowati Handharyani, 2005. Flu Burung Seri Agriwawasan. Depok ;
Penebar Swadaya.
Yoga A, Tjandra. 2005. Flu Burung di Manusia. Jakarta: UI-PRESS

12

Anda mungkin juga menyukai