Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker serviks uteri merupakan kanker pada perempuan yang menduduki
urutan teratas di Indonesia, sedangkan dinegara maju kejadian kanker serviks
mengalami penurunan. Perjalanan penyakit kanker serviks sudah diketahui dengan
baik. Infeksi HPV (Human Papillomavirus) risiko tinggi merupakan awal dari
patogenesis kanker serviks. HPV risiko tinggi merupakan karsinogen kanker
serviks, dan awal dari proses karsinogenesis kanker serviks uteri.
Proses karsinogenesis melalui tahap lesi prakanker yang terdiri dari
Neoplasia intraepitelial serviks (NIS) I, II, dan III. Lesi prakanker NIS I sebagian
besar akan mengalami regresi, sebagian kecil yang berlanjut menjadi NIS II, dan
kemudian berlanjut menjadi kanker invasif serviks uterus.
Penemuan dan pengobatan lesi prakanker akan mencegah terjadinya
kanker serviks. Penurunan kejadian kanker serviks di Negara maju disebabkan
karena pencegahan sekunder kanker serviks berjalan dengan baik; meliputi deteksi
dini dengan pap smear yang dilanjutkan dengan terapi lesi prakanker akan
menurunkan kejadian kanker serviks.
Pencegahan primer kanker serviks adalah upaya mencegah terjadinya
infeksi HPV risiko tinggi. Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah
memberikan vaksin HPV, pemberian vaksinasi HPV akan mengeliminasi infeksi
HPV. Tujuan tulisan ini adalah membahas pencegahan kanker serviks uteri,
terutama memperkenalkan pencegahan primer dengan pemberian vaksin HPV
risiko tinggi.
Penemuan vaksin ini merupakan salah satu terobosan yang sangat besar
dalam bidang ilmu kedokteran khususnya bidang onkologi ginekologi.
Diharapkan pada tahun-tahun mendatang dengan semakin disebarluaskannya
informasi dan penggunaan vaksin Human Papilloma Virus, angka kejadian kanker
mulut rahim dapat ditekan dan mungkin dieradikasi terutama pada negara
berkembang seperti negara kita ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kanker serviks?
2. Apa yang dimaksud vaksin HPV?
3. Bagaimana pengembangan vaksin HPV?
4. Bagaimana Pembuatan Vaksin dengan Rekayasa Genetika? Serta contoh
vaksin HPV?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang kanker serviks
2. Menjelaskan vaksin HPV
3. Menjelaskan pengembangan vaksin HPV
4. Menjelaskan pembuatan vaksin dengan rekayasa genetka
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kanker Serviks
Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi sel-sel
baru (neoplastic cells) yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Kanker
leher rahim merupakan proses keganasan/kanker yang berasal dari sel-sel leher
rahim yang tidak normal akibat pertumbuhan yang tidak terkendali.

B. Vaksin Human Papilloma Virus (HPV)


Vaksin adalah suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan,
yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit-penyakit
menular. Imunitas dihasilkan dari produksi antibodi seseorang atau sel T sebagai
hasil infeksi atau pajanan alami suatu antigen. Pada beberapa kasus, suntikan
ulangan diberikan untuk menstimulasi ulang memori imun dan mempertahankan
tingkat perlindungan yang tinggi. Vaksinasi adalah memasukkan vaksin kedalam
tubuh dengan tujuan menginduksi kekebalan.
Vaksin HPV adalah vaksin kedua di dunia yang dapat mencegah
terjadinya kanker. Sebelumnya, terdapat vaksin hepatitis B untuk mencegah
kanker hati. Di Indonesia, vaksinasi HPV telah masuk kedalam program
imunisasi yang dianjurkan.
Vaksin kanker pada awal perkembangannya dimulai dari lisan tumor
sendiri, kemudian berkembang dengan sasaran tumor associated antigen, yaitu
molekul yang diekspresikan oleh tumor dan tidak oleh sel normal. Selanjutnya
digunakan peptida atau DNA sebagai antigen. Antigen DNA biasanya lemah dan
untuk memperkuat potensi imunogeniknya dilakukan dengan berbagai rekayasa.
Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like
protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang
mempunyai sifat imunogenik kuat. Dengan diketahuinya infeksi HPV sebagai
penyebab kanker serviks, maka terbuka peluang untuk menciptakan vaksin dalam
upaya pencegahan kanker serviks. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel
yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang
kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat
melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibody
humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising
antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro maupun
invivo. Kadar serum neutralizing hanya setelah fase seroconversion dan kemudian
menurun. Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus.
HPV yang bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di
darah pada infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi
produktif dari virus HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada
permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak
terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel
virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan
limpa, di mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam
proses kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut
bersifat protektif terhadap infeksi virus HPV, sehingga dikembangkan suatu
vaksin yang didasarkan pada mekanisme kerja virus neuralising antibodi terhadap
protein kapsid yang bersifat mencegah terhadap infeksi HPV.
Imunodominant neutralising epitopes terlokalisasi pada protein kapsid L1,
yang kemudian bergabung menjadi suatu kapsid yang kosong atau virus like
particle yang secara bentuk dan antigenic sangat identik dengan virion aslinya.
Kemudian dengan bantuan teknologi yang canggih, dikembangkan suatu HPV L1
VLP subunit vaksin.

C. Pengembangan Vaksin HPV


Menurut Pradipta & Sungkar (2007), teknologi untuk memproduksi vaksin
HPV adalah dengan rekombinan DNA. Terdapat 3 jenis teknologi yang digunakan
untuk memproduksi vaksin HPV, yaitu:
a. Viral Like Particles Vaccines (VLP)
Vaksin dibentuk dengan protein virus, L1, yang bertanggung jawab dalam
membentuk kapsid virus. Protein tersebut memiliki fungsi untuk membentuk
dirinya sendiri menjadi partikel yang menyerupai virus. Partikel tersebut tidak
mengandung DNA virus sehingga tidak bersifat infeksius dan dapat
menghilangkan risiko seseorang terkena infeksi dari vaksin itu sendiri. Partikel
tersebut dapat menstimulasi produksi antibodi yang dapat mengikat dan
menetralkan virus yang bersifat infeksius. Saat ini penelitian mengenai
penambahan polipeptid nonstruktural dari protein virus ke protein minor L1 dan
L2 sedang dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan sifat proteksi vaksin.
b. Recombinant Fusion Proteins and Peptides
Teknologi ini merupakan gabungan ekspresi antigen dengan peptida
sintetik yang dapat berespons terhadap epitop imunogenik protein virus. Pada
binatang percobaan vaksin ini memiliki kapasitas untuk menginduksi respons
antitumor. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan efek terapeutik terhadap
subyek yang sudah terinfeksi.
c. Live Recombinant Vectors.
Vaksin berasal dari virus hidup yang direkombinan dengan virus vaccinia
untuk mengekspresikan gen HPV tipe 16 dan 18.
Pengembangan vaksin saat ini lebih menitikberatkan pada penggunaan
teknologi VLP dengan tujuan utama melindungi manusia terhadap infeksi HPV
tipe 16 dan 18. Terdapat dua jenis vaksin yang telah dipasarkan dan sudah
melewati uji klinis yakni vaksin bivalen (untuk HPV tipe 16 dan 18) dan vaksin
quadrivalen (untuk HPV tipe 6, 11, 16, dan 18). Pemikiran terbaru adalah
penambahan VLP dari HPV tipe lain. Meskipun demikian, penambahan VLP pada
satu vaksin tunggal ditakutkan akan memberikan persoalan teknis dalam produksi
vaksin.
Pada tanggal 8 Juni 2006, FDA (The U.S. Food and Drug Administration)
telah mengesahkan vaksin HPV dan sudah mendapat izin edar dari BPOM RI di
Indonesia.
Pada awalnya vaksin ditujukan bagi remaja wanita ini, namun saat ini
pemberian vaksin diupayakan dapat diperluas untuk remaja pria (Depkes RI).
Pemberian vaksin HPV sebagai pencegahan kutil kelamin pada pria telah
disahkan oleh FDA pada tanggal 16 Oktober 2009.

D. Pembuatan Vaksin dengan Rekayasa Genetika


Kebanyakan vaksin yang dikenal saat ini dapat dikelompokkan ke dalam
tiga grup yaitu vaksin hidup yang dilemahkan, vaksin dimatikan (killed vaccine)
dan vaksin subunit. Pembuatan vaksin dengan cara melemahkan organisme
penyebab infeksi untuk memperoleh strain yang virulerisinya sangat berkurang,
sudah diakui keampuhannya. Namun demikian vaksin ini masih banyak
kelemahannya, vaksin hidup mempunyai potensi untuk berubah menjadi virulen,
sehingga dapat membahayakan pemakainya. Beberapa virus mungkin sukar atau
tidak dapat dilemahkan sehingga menjadi kendala pembuatan vaksin ham.
Sebelum vaksin hidup digunakan sediaan vaksin yang dimatikan telah digunakan
sebagai vaksin. Inaktivasi virus biasanya dengan merusak kemampuan replikasi
tetapi antigen yang berkaitan dengan penyebab penyakit masih terpelihara sifat
antigeniknya. Vaksin yang diperoleh dengan inaktivasi ini juga mempunyai
beberapa masalah. Vaksinasi memerlukan jumlah antigen lebih besar dan jumlah
fragmen sel (yang tidak bersifat antigenik) selain antigen juga besar, sehingga jika
ada substansi toksik dalam fragmen tersebut akan dapat menimbulkan masalah
toksisitas. Untuk inaktivasi, organisme tersebut memerlukan perlakuan relatif
keras supaya inaktivasi dapat sempurna; kondisi tersebut dapat merusak antigen.
Aplikasi vaksin ini juga biasanya lebih rumit daripada vaksin hidup,
karena harus diberikan dengan injeksi, sedangkan vaksin hidup dapat diberikan
peroral atau intranasal. Selain itu kekebalan yang diinduksi oleh vaksin yang
dimatikan biasanya berlangsung dalam waktu relatif singkat. Kondisi
penyimpanan kadang-kadang juga menjadi masalah, misalnya pada foot & mouth
disease. Vaksin ini biasanya di-peroleh dengan menginaktivasi virus yang
dibiakkan dalam baby hamster kidney atau bovine tongue epithelial cells. Vaksin
ini efektif tetapi perlu disimpan pada temperatur dingin, sehingga kurang sesuai
untuk negara tropis.
Prinsip yang penting pada pembuatan vaksin ialah metode inaktivasi harus
memusnahkan infektivitas organisme, tetapi sifat antigeniknya harus tidak
berubah. Untuk mengurangi beberapa masalah yang terdapat pada kedua cara
pembuatan vaksin tersebut, kemudian dikembangkan pembuatan vaksin subunit.
Cara ini hasilnya relatif kurang efektif dalam memacu reaksi kekebalan.
Dalam perkembangan selanjutnya inovasi dalam bidang rekayasa genetika
diharapkan dapat menutup kekurangan yang telah ada. Salah satu keuntungan dari
kemajuan rekayasa genetika adalah kemampuannya menganalisa gen secara
terperinci, sehingga memungkinkan melakukan cloning atau substitusi gen yang
tak diinginkan dengan gen yang dikehendaki. Informasi ini sangat penting dalam
pengembangan vaksin sub unit, karena dengan demikian dapat dilakukan cloning
bagian DNA pengkode protein antigenik sehingga antigen tersebut dapat di-
produksi oleh bakteri atau yeast dalam jumlah besar. Cara ini sangat efektif untuk
memproduksi vaksin subunit dari ber-bagai agen infeksi.
Vektor untuk mengekspresikan antigen bisa bervariasi seperti E. coli,
yeast atau sel mamalia. Pendekatan pembuatan vaksin subunit sedang
dikembangkan oleh beberapa perusahaan bioteknologi baik untuk vaksin manusia
maupun veteriner. Namun produksi vaksin subunit menggunakan cara
rekombinan masih mempunyai masalah yang sama dengan produksi vaksin
subunit konvensionil yaitu vaksin ini kurang efektif dalam menginduksi respon
kekebalan host dibandingkan dengan vaksin sel utuh (whole cells). Untuk
menutupi kekurangan ini telah dikembangkan cara baru menghasilkan vaksin
hidup whole cells menggunakan virus vaccinia sebagai vektor.
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka
kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk
melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia
merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping cytomegalovirus
sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia sudah lama dikenal dan digunakan
untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi
keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pem-beriannya. Virus
vaccinia mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai
vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA,
manipulasi genetik dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome yang
dapat menerima banyak DNA asing, mudah di-tumbuhkan dan dimurnikan serta
mempunyai range host yang lebar pada manusia dan hewan.
Sifat virus vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan
mampu mengekspresikan informasi antigen asing dari berbagai patogen. Bila
vaksin hidup hasil rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka
binatang tersebut akan memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen
patogenik yang dimaksud. Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan
vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan berhasil melindungi
binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan. Beberapa laporan telah
mengekspresikan berbagai penyakit, seperti herpes simplex virus glycoprotein,
influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen, rabies virus
glycoprotein, plasmodium know-lesi sporozoite antigen dan sebagainya.
Rekombinan ini telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap patogen-patogen
tersebut.
Prinsipnya dalam pembuatan vaksin ini yaitu memasukkan gen pengkode
antigen spesifik kedalam virus vaccinia sehingga antigen ditimbulkan oleh virus
tersebut. Teknik ini memungkinkan pembuatan vaksin hidup untuk berbagai
penyakit virus, bakteri dan parasit pada manusia & binatang. Selain itu dengan
cara ini dapat di-produksi vaksin hidup yang dapat merangsang reaksi kekebalan
dengan efektif seperti halnya infeksi alami.

E. Contoh Vaksin HPV


1. Vaksin Bivalen
Vaksin bivalen adalah vaksin yang mengandung protein L1 dari VLP HPV
tipe 16 dan 18 yang diekspresikan oleh rekombinan vektor baculovirus. Tiap 0,5
ml vaksin mengandung 20 µg protein HPV 16 L1, 20 µg protein HPV 18 L1, 50
µg 3-O-desacyl-4’-monophosphoryl lipid A, 0,5 mg aluminium hydroxide, 4,4
mg NaCl, 0,624 mg sodium dihydrogen phosphate dehydrate, residu dari sel
serangga, protein viral (<40 ng) dan protein bakteri (<150 ng). Vaksin ini tidak
mengandung bahan pengawet dan harus disimpan pada suhu 2°-8°C.
Vaksin bivalen diberikan pada wanita berusia 10-25 tahun. Vaksin ini
diberikan secara intramuskular pada daerah deltoid sebanyak 0,5 ml dan diberikan
3 kali. Pemberian kedua dilakukan 1 bulan setelah pemberian pertama dan
pemberian ketiga dilakukan 6 bulan setelah pemberian yang pertama.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan Diana M Harper, didapatkan
bahwa vaksin bivalen sangat efektif dalam menurunkan angka kejadian infeksi
HPV dan infeksi menetap HPV tipe 16 dan 18 pada individu yang sudah
mendapatkan vaksinasi HPV lengkap. Efektivitas vaksin juga sangat tinggi pada
wanita yang tidak mendapatkan protokol vaksin secara lengkap.
2. Vaksin Quadrivalen
Vaksin quadrivalen adalah vaksin yang mengandung protein L1 dari VLP
HPV tipe 6, 11, 16,dan 18 yang diekspresikan melalui suatu rekombinan vektor
Saccharomyces cerevisiae. Tiap 0,5 ml vaksin mengandung 20 µg protein HPV 6
LI, 40 µg protein HPV 11 L1, 40 µg protein HPV 16 L1, dan 20 µg protein HPV
18 L1. Tiap 0,5 ml vaksin mengandung 225 µg Amorphous Aluminium
Hidroxyphosphatase Sulfate, 9,56 mg NaCl, 0,78 mg L-Histidine, 50 µg
polysorbate 80, 35 µg sodium borat, dan <7 µg protein ragi. Vaksin ini tidak
mengandung bahan pengawet atau antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan
pada suhu 2°-8°C.
Vaksin quadrivalen diberikan pada wanita dan pria yang berusia 9-26
tahun. Vaksin ini diberikan secara intramuskular pada daerah deltoid sebanyak
0,5 ml dan diberikan sebanyak 3 kali. Pemberian kedua dilakukan 2 bulan setelah
pemberian pertama dan pemberian ketiga dilakukan 6 bulan setelah pemberian
yang pertama.
Efektivitas vaksin quadrivalen dalam mencegah kanker leher rahim yang
disebabkan oleh infeksi HPV tipe 16 dan 18 adalah 96%-100%. Sementara itu,
efektivitas vaksin dalam mencegah kutil kelamin yang disebabkan oleh infeksi
HPV tipe 6 dan 11 adalah sekitar 90%.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi sel-sel
baru (neoplastic cells) yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Penyebab
utama terjadinya kanker serviks adalah karena virus HPV. Serta telah ditemukan
cara untuk menangani kanker servik yaitu salah satunya dengan pemberian vaksin
HPV. Vaksin adalah suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan,
yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit-penyakit
menular. Vaksin HPV adalah vaksin kedua di dunia yang dapat mencegah
terjadinya kanker. Sebelumnya, terdapat vaksin hepatitis B untuk mencegah
kanker hati. Di Indonesia, vaksinasi HPV telah masuk kedalam program
imunisasi yang dianjurkan.
Terdapat 3 jenis teknologi yang digunakan untuk memproduksi vaksin
HPV, yaitu: Viral Like Particles Vaccines (VLP), Recombinant Fusion Proteins
and Peptides dan Live Recombinant Vectors.
Pembuatan vaksin dilakukan dengan bebeerapa cara yaitu dengan
pembuatan konvensional, yaitu dikelompokkan ke dalam tiga grup yaitu vaksin
hidup yang dilemahkan, vaksin dimatikan (killed vaccine) dan vaksin subunit.
Serta Pembuatan vaksin kini telah dibantu dengan proses bioteknologi yaitu
dengan Rekombinan DNA dan dengan menggunakan Virus vaccinia.

DAFTAR PUSTAKA
Andrijono. 2007. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks.
Maj Kedokt Indon. 57 (50).
Pradipta, Bram dan Saleha Sungkar. 2007. Penggunaan Vaksin Human Papilloma
Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks. Jurnal Kedokt Indonesia 57(11).
Gondo, Harry Kurniawan. Vaksin Human Papiloma Virus (HPV) untuk
Pencegahan Kanker Serviks Uteri, 8 Maret 2014
Anonym. Bioteknologi [Online]. Tersedia:
https://wijablog.wordpress.com/bioteknologi/ (24 maret 2015, 19.31 WIB)

Anda mungkin juga menyukai