Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PATOFISIOLOGI

Dosen Pengampu:

dr. Sri Daryani

Di Susun Oleh:

Intan Putri Waluyaningsih (PO71200190042)

Tingkat : 1B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PRODI DIII KEPERAWATAN

TA. 2019/2020
ADAPTASI DAN JEJAS SEL

Adaptasi Sel
Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon
terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan adaptasi
selular.
Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu:
a) Hipertrofi
Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada organ.
Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu
sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar
struktur dalam sel.
Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel
permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis contohnya
adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja jantung jadi lebih berat.
b) Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia biasanya terjadi
sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan kronis pada
jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu bertahan terhadap iritasi dan
peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel
kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok jangka
panjang. Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada perubahan sel kolumnar
endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap wanita yang
disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-
karsinogen, proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis.
Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas.
Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja karena pasti
akan ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi patologis.
contoh kasus peradangan kronis pada jaringan
Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu
peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi terjadinya
gastritis adalah Helycobacter pylory ( pada gastritis kronis ).
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan
gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronispada gaster
yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti
sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel squamosa lebih kuat
maka elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan
peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada
akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada
lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa.
Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.
Gastritis akut
gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi lokal,
gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut / tegang juga
dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat terjadi peningkatan
yang dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini
ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa gaster.
c) Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim dalam
organ tubuh (Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum
membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi
agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan
atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat
mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika alat
tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu, malah
akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan
(aging process) dimana glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas
ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat
resorpsi. Penyebab proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus
endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya
rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab
tersebut terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi
patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi
local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi
local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk dalam atofi
umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi patologis karena proses
aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses aging merupakan atropi fisiologis.
Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). Starvation
atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat
terjadi pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa),
orang yang memang tidak mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang
pasir). Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan
(striktura) esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai
makanan yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena
makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-
jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus kering.
2. Atrofi Lokal
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.
3. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot mengakibatkan
otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi kelumpuhan otot akibat
hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls
trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring
lamaocclusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik.
Namun, pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan ke dalam
darah tidak mengalami atrofi. mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi
berlubang-lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan
baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini
misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan (
4. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang lama dan yang
mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi akibat desakan
gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi desakan patologik
misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal
biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum
menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat desakan terus-
menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya terjadi akibat
obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh
kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin membesar ( Saleh,
1973).
5. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu. Atrofi akan
terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang atau terhenti sama
sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif
sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.
1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang
2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
4. Kekurangan nutrisi
5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan organ
tersebut).
Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut.
Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke arah atropi)
memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran ukuran sel menjadi lebih kecil.
Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup. Walupun sel yang atropi
mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut tidak mati.
Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang mengalami atropi
hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula dengan komponen yang lain
seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada peningkatan jumlah vakuola autofagi
yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.
d) Hiperplasia
Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena pembentukan
atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat dua jenis
hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita temukan pada kasus
hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika memasuki masa pubertas.
Sedangkan hyperplasia patologis sering kita temukan pada serviks uterus yang dapat mengakibatkan
kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia
ini diakibatkan oleh sekresi hormonal yang berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar.
Artrofi
Definisi : Mengecilnya ukuran sel atau berkurangnya sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Etiologi : Disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut.
Atrofi fisiologis : beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan atau pertumbuhan ( Saleh, 1973).
Artrofi patologis : jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah
mencapai usia tertentu ( Saleh, 1973).
Contoh : Salah satu contoh penyebab atrofi adalah kurangnya nutrisi dalam tubuh.
Mekanisme : kekurangan nutrisi yang sebagian besar (nutrisi tersebut) berasal dari protein saat
proses sintesis protein pada ribosom. Saat terjadi kekurangan nutrisi maka akan mengakibatkan
terganggunya proses sintesis protein yang terjadi di ribosom dalam sel tubuh. Terganggunya proses
sintesis protein mengakibatkan ribosom tidak berfungsi pula, saat dirobosom tidak berfungsi maka
lama-kelamaan ribosom akan semakin sedikit dan jumlah volume sel semakin sedikit atau bahkan
hilang.
Ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi dalam tubuhnya maka berisiko mengalami
komplikasi dari penyakit seperti campak, pneumonia, dan diare lebih tinggi. Lalu dapat terjadi
depresi, berisiko hipotermia, imunitas menurun sehingga meningkatkan risiko terjadi infeksi,
penyembuhan penyakit dan luka lebih lama serta masalah terhadap kesuburan. Untuk mengetahui
seseorang kekurangan gizi dapat diperiksa dengan menghitung indeks massa tubuh, yaitu dengan
menghitung berat badan (dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). Nilai
normal pada wanita adalah 19-24, dan pria adalah 20-25. Di bawah nilai tersebut dikatakan
kekurangan gizi dan diatas nilai tersebut dikatakan kelebihan gizi.
Atrofi pada Testis
Testis mengalami atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan, atrofi testis diawali dengan orkitis yaitu
peradangan pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai dengan
gejala pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah pada korda
spermatic (saluran yang berisi pembuluh darah, persarafan, kelenjar getah bening, dan saluran
sperma) yang dapat menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut mengalami kegagalan
fungsi untuk memproduksi sperma. Sehingga akan terjadi gangguan dalam menghasilkan keturunan.
Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer
Alzheimer termasuk salah satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya pikir dan
kecerdasan seseorang. Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran fungsi intelektual
dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari
(Quartilosia, 2010). Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi, yaitu girus serebrum menjadi lebih
kecil/menciut sedangkan sulkusnya melebar.
Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang.
Orang-orang di sekitar penderita, biasanya akan mengalami kekhawatiran terhadap penderita
alzheimer. Ini merupakan akibat atrofi otak yang sangat mematikan, karena sel-sel saraf pada
otaknya mati.
Atrofi pada Otot Bisep
Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya, kondisi ini
disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut jarang digunakan untuk
mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja sehingga mengalami penyusutan. Atrofi ini
disebut atrofi inaktivitas patologik.
Seseorang yang mengalami atrofi otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan yang lebih fatal
yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan. Namun, ada cara-cara mengatasinya diantaranya yaitu,
dilakukannya program olah raga rutin dengan pengontrolan terapis, perawat, atau dokter; latihan
dalam air untuk mengurangi beban kerja otot; dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang (obat-
penyakit.com, 2010).
Penyebab terjadinya atrofi
Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahasannya lebih spesifik.
Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat
mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan. Contohnya
yaitu proses penuaan yaitu penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis
dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi.
Penyebabnya macam-macam, misal berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat
menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh, berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya
perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri.
Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Lalu seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya bisa kita
identifikasi menurut jenisnya.
Hiperplasia dan Hipertrofi
Perbedaan
*Hiperplasi : jumlah sel bertambah sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya payudara pada wanita saat memasuki masa pubertas, Patologis :
Hipertensi.
*Hipertrofi : bertambahnya isi/volume suatu jaringan sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya uterus Ibu hamil, Patologis : Membesarnya kelenjar prostat.

Jejas Sel
Terdapat beberapa penyebab cedera (jejas) sel. Lima (5) dari beberapa penyebab umum jejas sel
antara lain:
a) kekurangan oksigen
b) kekurangan nutrisi
c) infeksi sel
d) respon imun yang abnormal
e) Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia
(bahan-bahan kimia beracun).
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu p) jejas
reversible (degenerasi sel) dan q) jejas irreversible (kematian sel).
Apakah penyebab cedera (jejas) sel yang paling sering terjadi ?
Hipokisa atau defisiensi oksigen,mengganggu respirasi oksidatif aerobic merupakan penyebab jejas
sel yang paling sering dan terpenting, serta menyebabkan kematian.
selain hipoksia terdapat pula penyebeb yang lain yaitu: Iskemiamerupakan penyebab tersering dari
hipoksia. Selain itu, disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak adekuat (seperti pada pneumonia),
berkurangnya kemampuan pengangkutan oksigen darah (seperti pada anemia atau keracunan CO
Sehingga menghalau pengikatan oksigen)
tanda-tanda kerusakan jejas
mekanisme jejas sel : respon seluler terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe
cedera, durasi, dan keparahannya. jadi toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat dapat
menimbulkan jejas sel yang reversible. begitu pula sebaliknya..
jadi jejas tersebut bisa terlihat atau tidak itu tergantung pada durasi iskemia dan kadar toksin yang
terkandung didalam jejas tersebut.
Respon imun yang abnormal
respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh terhadap suatu keadaan yang
dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh dalam Skleroderma terjadi pada fase vaskuler. pada
fase tersebut dari respon imun yang abnormal mengakibatkan akumulasi lokal faktor-faktor
pertumbuhan yang menggerakkan proliferasi fibroblas dan menstimulasi sisntesis kolagen.
Kekurangan imun dapat menyebabkan jejas
kekurangan nutrisi yang dimaksud adalah kekuarangan suatu zat yang sanagt diperlukan untuk sel
tersebut.
misalnya terjadi defisiensi protein. defisiensi protein ini akan menyebabkan terganggunya
pertumbuhan dan pemeliharaan pada jaringan, sehingga akan timbul jejas yang akan merugikan bagi
tubuh.

Anda mungkin juga menyukai