Anda di halaman 1dari 4

Ketika Para Punggawa Keuangan Negara Menjadi Pasukan Penjaga Perbatasan Negara

Apa yang pertama kali terlintas di kepala Anda jika mendengar nama “Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara (STAN)” atau “Politeknik Keuangan Negara STAN” ? Sepenggal pertanyaan
tersebut menjadi sebuah pertanyaan yang jika dinyatakan dalam prosentase, masyarakat akan
menjawab dengan statement yang hampir sama.
Tentu saja hal itu dapat ditebak. Memang benar, sejatinya sebagian besar masyarakat di
negeri ini mengetahui bahwa STAN adalah sebuah program perkuliahan tanpa biaya yang
dipayungi langsung oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk mendidik dan
melatih calon Aparatur Sipil Negara sebelum diterjunkan langsung memikul tanggung jawab
sebagai punggawa keuangan negara.
Perkuliahan di STAN sendiri cenderung bersifat praktis mengingat sejatinya kampus ini
adalah sebuah “terminal keberangkatan” untuk pengabdian sesungguhnya kepada negeri.
Tidak hanya teorema praktis tentang hal-hal yang berkaitan tentang keuangan negara, kampus
Ali Wardhana (STAN –red) juga membimbing dan mendidik mahasiswanya doktrin tentang Nilai
– Nilai Kementerian Keuangan. Salah satu nilai yang amat digaungkan adalah Integritas.
Jika diibaratkan sebuah tubuh, maka integritas adalah sebuah nyawa bagi Kementerian
Keuangan. Yang dikatakan nyawa memang hanya satu, namun sangat berarti bagi
kelangsungan hidup suatu organisme. Tanpa nyawa, tidak mungkin setiap sistem dalam tubuh
dapat bergerak. Darah pun menjadi mampat dan terhambat. Hanya dapat dikatakan sebuah
bangkai yang pastinya akan terurai dengan sendirinya oleh mikroorganisme dengan bantuan
sang waktu. Oleh karena itu, setiap mahasiswa kampus STAN dibekali dengan semangat
integritas agar nantinya dapat bekerja dan mengabdi bagi bumi pertiwi.
Salah satu integritas yang sudah diterapkan di awal masuk adalah adanya sebuah
perjanjian bahwa ketika sudah lulus, sang calon Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut sanggup
ditempatkan di mana saja tergantung dimana negara membutuhkan. Berangkat dari hal
tersebut, penulis beserta rekan-rekan, senior dan junior lainnya yang berasal dari background
pendidikan Program Diploma I Kepabeanan dan Cukai STAN benar-benar merasakan arti
sebuah integritas dimana kita tentunya akan ditempatkan di kantor mana saja di seluruh
Nusantara. Termasuk di posisi apa kita akan bekerja.
Di sebuah pulau kecil di Selat Malaka sana, berdiri kokoh sebuah kantor di atas lautan
dengan gagahnya. Kantor tersebut adalah salah satu andalan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai untuk menumpas para penyamun keuangan negara di lautan. Dengan armada laut
berupa kapal-kapal patroli dari yang kecil sampai yang super power dan dengan jumlahnya
memberikan kesan solid dan garang – 31 kapal patroli aktif – kantor ini menjadi salah satu
garda terdepan dalam melindungi masyarakat Indonesia dari barang-barang illegal, larangan
dan pembatasan.
Masyarakat luas mengetahui bahwa Bea Cukai memiliki tugas berkaitan barang impor,
ekspor serta melakukan tugasnya sebagai pemungut pendapatan negara. Akan tetapi, jika kita
melihat dari sudut pandang yang lain ternyata Bea Cukai sendiri memiliki peran dalam
pengawasan dan pencegahan dalam penyelundupan. Salah satu peran nyatanya adalah
adanya patroli laut.
Ketika itu pengumuman penempatan definitif (BC UP.9) turun. Kami melihat nama kami
terpilih untuk mendedikasikan diri di Pangkalan Sarana Operasi Tipe A Tanjung Balai Karimun.
Saat itu, terbayang bahwa di sana kami tidak akan menemui perihal apa yang telah dipelajari di
bangku kuliah. Benar saja, di sini kami benar-benar harus menyimpan sedikit pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang kepabeanan dan cukai dan memulai suatu pekerjaan yang benar-
benar berbeda. Di bumi berazam Karimun, di bumi Marine Customs, para punggawa keuangan
negara harus bertransformasi menjadi pasukan perbatasan negara. Menjaga perbatasan laut
negara khususnya di Selat Malaka dari ancaman penyelundup yang tak kenal takut. Kami mulai
belajar sedikit demi sedikit tentang ilmu maritim, ilmu kelautan, permesinan dan pergerakan
kapal, serta alat komunikasi dan informasi di atas kapal.
Tidak mudah memang untuk beradaptasi di lingkungan yang berbeda dan dengan
pekerjaan yang berbeda pula dengan apa yang diajarkan dahulu. Akan tetapi, kami semua
percaya bahwa tidak ada hal yang mudah serta tidak ada hal yang sulit, hanya ada pribadi yang
tidak mau untuk belajar dan kembali bangkit. Kami juga percaya, bahwa negara memanggil
kami kesini karena membutuhkan kami.
Bukan hanya masalah mekanisme pekerjaan yang menuntut kami untuk beradaptasi.
Kondisi geografis yang berada di sebuah pulau kecil di tengah selat Malaka, keadaan sosial
budaya dan cita rasa masakan yang berbeda dari tempat kelahiran kami yang sebagian besar
di Pulau Jawa pun mengharuskan kami untuk membiasakan diri berbaur dan menikmati
kehidupan bersama para penduduk Pulau Karimun. Bahasa yang dipakai oleh sebagian besar
masyarakat di pulau ini adalah bahasa melayu. Oleh sebab itu, kami pun dapat belajar sedikit
demi sedikit berbahasa melayu.
Bagi lulusan STAN seperti kami, agaknya sewaktu pertama kali menjejakkan kaki di bumi
Marine Customs merasa bingung tentang bagaimana dan sebagai apa kita nantinya akan
berkarya. Karena kami semua bukan berasal dari pendidikan tentang kelautan dan perkapalan.
Karenanya kami sering bertanya dan meminta bimbingan kepada senior-senior dalam
pekerjaan sehari-hari.
Waktu terus berlalu, membawa kami semua melewati kehidupan berkarya sebagai
bagian dari pasukan marine customs. Seiring bergantinya hari ke hari, kami telah sedikit demi
sedikit memahami tugas sesungguhnya. Ternyata sebuah Pangkalan Sarana Operasi memiliki
fungsi yang vital bagi Bea Cukai. Berkat itu, Bea Cukai menjadi salah satu institusi yang
disegani oleh masyarakat umum, rekan satu profesi ASN serta sesama rekan di jajaran
Kementerian Keuangan sendiri.
Pekerjaan kami sendiri tidak jauh berbeda dengan rekan-rekan lain dari penerimaan
umum. Pada dasarnya pekerjaan dibagi menjadi 2, yaitu di daratan dan di kapal. Pun, kita
semua bahu membahu untuk mencegah tindak penyelundupan. Jika rekan-rekan di laut
bertugas langsung untuk melawan para penjahat, maka rekan-rekan di daratan pun turut bahu
membahu membuat persiapan agar dapat melakukan patroli tersebut. Persiapan tersebut
berupa penyediaan awak kapal, persediaan kapal, dan juga sarana yang berupa kapal patroli
harus disiapkan. Ada kalanya kapal yang butuh perbaikan, kami pun bahu membahu
memperbaikinya agar dapat digunakan kembali untuk mengarungi lautan, menahan terjangan
ombak dan membekuk para penjahat.
Semua hal yang telah, sedang dan akan kami lalui haruslah kami sikapi dengan niat tulus
dan ikhlas. Bahwa kami sudah berjanji akan berintegritas dalam setiap pelaksanaan tugas,
Bahwa kami akan terus berintegritas tanpa batas. Meskipun kami harus sejenak menyimpan
pengetahuan mengenai Kepabeanan dan Cukai serta belajar hal baru tentang perkapalan, kami
tidak akan menyerah begitu saja. Pengetahuan yang telah kami dapatkan kami simpan dahulu
untuk bekal nantinya, sementara ilmu baru harus kami cari. Karena terlepas dari pekerjaan
sebagai seorang abdi negara, hakikat manusia adalah seorang pencari ilmu yang telah Dia
sebar ke seluruh jagat raya ini.
Terakhir, ada sebuah quotes dari salah seorang presiden termashyur di Amerika Serikat,
John F. Kennedy berkata, “Jangan lihat apa yang negara telah beri kepadamu, tetapi lihat apa
yang telah kamu berikan kepada negara.” Tentu saja kalimat tersebut dilontarkan untuk
membakar semangat para pejuang agar mampu memberikan yang terbaik untuk negaranya.
Sama halnya seperti kami, para punggawa keuangan negara yang didaulat menjadi pasukan
penjaga perbatasan negara, adalah suatu kebaikan untuk mengingat kalimat tersebut agar
selalu mengamalkan nilai Integritas. Negara memang memiliki batas, tapi integritas harus
melewati semua yang kita sebut sebagai “batas”.
Sekian,

Anggit Ponco Widiatmoko

Anda mungkin juga menyukai