Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP LANJUT USIA (LANSIA)


1. Definisi Lansia
55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia
yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal
ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu
(Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang
terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami
pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

2. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 – 59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)
Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan
dapat dibagi menjadi 4 bagian:

1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun


2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia

Tipe-tipe Lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada
tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:
1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai
kegiatan.
3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan
yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, jabatan, teman.
4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, pasif, dan kaget.

3. Proses Menua (Aging Process)


Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur seseorang.
Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur tersebut.
Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Hal ini
dapat kita lihat dari perbandingan struktur dan fungsi organ antara manusia yang
berumur 70 tahun dengan mereka yang berumur 30 tahun, yaitu berat otak pada
lansia 56%, aliran darah ke otak 80%, cardiac output 70%, jumlah glomerulus
56%, glemerular filtration rate 69%, vital capacity 56%, asupan O 2 selama
olahraga 40%, jumlah jumlah dari axon pada saraf spinal 63%, kecepatan
pengantar inpuls saraf 90%, dan berat badan 88%. Banyak faktor yang
mempengaruhi proses penuaan tersebut, sehingga muncul lah teori-teori yang
menjelaskan mngenai faktor penyebab proses penuaan ini. Di antara teori yang
terkenal adalah teori telomere dan teori radikal bebas, yang dikemukakan oleh
J.M. McCord dan I.Fridovich dan Denham Harman (1956).

Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi atas
dua bagian. Pertama,faktor genetik, yang melibatkan perbaikan DNA, respon
terhadap stres, dan pertahanan terhadap antioksidan. Kedua, faktor lingkungan,
yang meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit, dan stres dari luar,
misalnya radiasi atau bahan-bahan kimia. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi aktivitas metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya
stress oksidai sehingga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya
proses penuaan. (Sunaryo, 2016).

4. Teori Proses Menua


1. Teori-Teori Biologi
a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi.Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel –
sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
b. Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak).
c. Reaksi dari Kekebalan Sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “Immunology Slow Virus” (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
e. Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.
f. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein.Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen.Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Kejiwaan Sosial


a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada
penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan
bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
3) Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke
lanjut usia.
b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss),
yakni :
1) Kehilangan Peran
2) Hambatan Kontak Sosial
3) Berkurangnya Kontak Komitmen

3. Teori Psikologi
Dengan ini dikembangkan oleh Birren dan Jenner (1977), teori ini
menjelaskan bagaimana seseorang merespon pada tugas perkembangannya.
Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang
tersebut telah menua. Teori Psikologi terdiri dari Teori Hierarki Kebutuhan
Manusia Maslow (Maslow’s Hierarchy of Human Needs) Teori Individualism
Jung (Jungs Theory of Individulism), Teori Delapan Tingkat Perkembangan
Erikson (Erikson’s Eight Stages of Life), dan Optimalisasi Selektif dengan
Kompensasi (Selective Optimization with Compensation)
a. Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow/Maslow’s Hierarchy of
Human Needs (1960). Dalam teori hierarki menurut maslow, kebutuhan
dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan dari mulai yang terrendah, yaitu
kebutuhan biologis/fisiologi/seks, rasa aman, kasih saying, harga diri,
sampai pada yang paling tinggi, yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah
menuju ketingkat yang paling tinggi. Menurut Maslow, semakin tua usai
individu maka individu tersebut akan mulai berusaha mencapai aktualisasi
dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka individu tersebut
telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada
didalamnya, yaitu otonomi, kreatif, mandiri, dan hubungan interpersonal
yang positif.
b. Teori Individualism jung (Jung’s Theory of Individualism). Teori ini
dikemukakan oleh Carl Gustaf Jung (2009). Menurut Carl Gustaf Jung,
sifat dasar manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstover dan introvert.
Individu yang telah mencapai lansia akan cenderung introvert. Dia lebih
suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang
sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antara sis introvernya dengan
sisi ekstrvernya, namun lebih condong kea rah introvert. Meski demikian,
dia tidak selalu hanya senang dengan dunianya sendiri, tetapi juga
terkadang dia ekstrover juga.
c. Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Erikson’s Eighht Stages of
Life), sebagaimana dikemukakan oleh Erik Erikson (1950). Menurut
Erikson, tugas perkembanga terakhir yang harus dicapai individu adalah
ego integrity vs disappear. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini
maka dia akan berkembang menjadi invidu yang arif dan bijaksana
(menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lanisa
yang bertanggung jawab, dan kehidupannya berhasil). Namun, jika
individu tersebut gagal mencapai tahap ini, dia kana hidup penuh dengan
keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan kegetiran, dan
merasa terlambat untuk memperbaiki diri). Optimalisasi selektif dengan
kompensasi (Selective Optimization with Compensation). Menurut teori
ini, keompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3 elemen, yaitu : seleksi,
optimalsasi, dan kompensasi. Seleksi yaitu adanya penururnan fungsi tubuh
karena proses penuaan maka mau tidak mau haru ada peningkatan
pembatasan terhadap aktivitas lanisa sehari-hari. Sedangkan yang
dimaksud optimalisasi adalah lansia tetap mengoptimalkan kemampuan
yang masih dia punya guna meningkatkan kehidupannya. Kemudian
kompensasi adalah aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan
karena proses penuaan diganti dengan aktivitas-aktivitas lain yang mungkin
bisa dilakuakn dan bermanfaat bagi lansia.

5. Permasalahan yang Terjadi pada Lansia


Menurut Hardiwinoto dan Setiabudi (2005), berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain :
1) Permasalahan umum
a. Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industry.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional
pelayanan lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2) Permasalahan khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental, maupun social.
b. Berkurangnya integritas social lanjut usia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan catat.
e. Berubahnya nilai social masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistic.
f. Adanya dampak negative dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.

6. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Ketuaan


1. Hereditas atau ketuaan genetik
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan dan tres

7. Perubahan – Perubahan yang Terjadi pada Lansia


1. Perubahan Fisik
a. Sel: jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan ekstra seluler
b. Persarafan: cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon
waktu untuk mereaksi, mengecilnya saraf panca indra sistem pendengaran,
presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya pengumpulan serum
karena meningkatnya keratin
c. Sistem penglihatan: spinkter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatnya
ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang.
d. Sistem Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun setelah
berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
e. Sistem respirasi: otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan
menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga
kapasitas residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.
f. Sistem gastrointestinal: kehilangan gigi, sehingga menyebkan gizi buruk,
indera pengecap menurun karena adanya iritasi selaput lendir dan atropi
indera pengecap sampai 80%, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin.
g. Sistem genitourinaria: ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, GFR menurun sampai 50%.
Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria,
otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200cc
sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan
berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75% dialami oleh pria diatas
55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir
kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
h. Sistem endokrin: pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon
menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate
(BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti: progesteron, estrogen dan
testosteron.
i. Sistem integumen: pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, kulit kepala dan rambut menipis menjadi kelabu, sedangkan rambut
dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal: tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh
menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut - serabut otot,
sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kram dan tremor.
k. Sistem Reproduksi: Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita
meliputi penipisan dinding vagina dengan pengecilan ukuran dan hilangnya
elastisitas, penurunan sekresi vagina, atropi uterus dan ovarium, serta
penurunan tonus muskulus pubokoksigeus. Pada pria lanjut usia, penis dan
testis menurun ukurannya dan kadar androgen berkurang.

2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e. Lingkungan

3. Perubahan Perubahan Psikososial


a. Pensiun: nilai seorang diukur oleh produktifitasnya, identits
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan
b. Merasakan atau sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah
perawatan bergerak lebih sempit.
1) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
2) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
3) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.

4. Perubahan Spiritual
Ada beberapa pendapat tentang perubahan spiritual pada lansia. Menurut
maslow (dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk., 2006), bahwa agama dan
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Selanjutnya menurut
Muray & Zentner (dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk., 2006), bahwa kehidupan
keagamaan lansia makin matang. Hal ini terlihat dalam cara berpikir dan
bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun, antara lain
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini sehingga lansia bisa berpikir dan
bertindak dengan member contoh cara mencintai dan member keadilan. Pada
lansia terjadi juga perubahan-perubahan yang menuntut dirinya menyesuaikan
diri secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya kurang berhasil, timbullah berbagai masalah.

Diperlukan penyesuaian dalam menghadapi perubahan. Cirri penyesuaian diri


lansia yang baik antara lain minat yang kuat, ketidaktergantungan secara
ekonomi, kontak sosail luas, menikmati kerja dan hasil kerja, serta menikmati
kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal terhadap
diri dan orang lain. Sedangkan cirri-ciri penyesuaian diri kedalam dunia
fantasi, selalu mengingat kembali ke masa lalu, selalu khawatir karena
pengangguran, kurang ada motivasi, rasa kesendirian karena hubungan dengan
keluarga kurang baik, dan tempat tinggal yang tidak diinginkan.
8. Patofisiologi Proses Penuaan
Berbagai teori ttg.proses menua :
A.Faktor Biologi
- Teori Kesalahan.
- Teori Keterbatasan Perubahan-perubahan yg terjadi:
- Teori Pakai Dan Usang - Terganggunya pembentukan
- Teori Imunitas sel-sel baru
- Teori Radikal Bebas - Penurunan fungsi imunitas
- Teori Ikatan Silang - Penurunan semua fungsi organ
B. Faktor Psikologis tubuh.
- T.Tugas perkembangan - Tidak stabilnya keadaan
- T.Delapan tingkat kehidupan psikologis
- T. Jung - Memasuki group / kelompok
C. Faktor Sosial. lansia dalam komunitas
- Teori Stratifikasi
- Teori Aktifitas
- Teori Kontinyuitas

Diagnosa Keperawatan :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
b. Keterbatasan mobilitas fisik
Penurunan berbagai fungsi sistem
c. Gangguan rasa nyaman ; Nyeri
dan organ tubuh ; paru, jantung,
d. Gangguan pemenuhan aktivita sehari-hari
e. Resiko terjadinya infeksi ginjal, pencernaan, penglihatan,
f. Resiko terjadinya cedera musculuskletal, dll

9. Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus Lansia


Pada bab ini akan diuraikan tentang pengertian kelompok khusus dan asuhan
keperawatan kelompok khusus, tujuan, sasaran, ruang lingkup kegiatan, prinsip
dasar serta tahapan asuhan keperawatan kelompok.
1. Pengertian
Menurut Efendi, 2008 bahwa kelompok khusus adalah sekelompok
masyarakat atauu individu yang keadaan fisik, mental maupun sosial budaya
dan ekonominya perlu mendapat bantuan, bimbingan dan pelayanan kesehatan
dan asuhan keperawatan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka
dalam memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya.
Sedangkan asuhan keperawatan kelompok khusus adalah suatu upaya
dibidang keperawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada
kelompok-kelompok individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin,
umur, permasalahan kesehatan serta rawan terhadap masalah kesehatan, yang
dilaksanakan secara terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kemampuan
kelompok dan derajat kesehatannya, mengutamakan upaya promotif dan
prefentif dengan tidak melupakan upaya kuratif dan rehabilitative yang
ditujukan kepada mereka yang tinggal dipanti dan kelompok-kelompok yang
ada dimasyarakat, diberikan oleh tenaga keperawatan dengan pendekatan
pemecahan masalah melalui proses keperawatan.

2. Tujuan
Tujuan asuhan keperawatan kelompok khusus terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum asuhan keperawatan kelompok khusus adalah
meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat
menolong diri mereka sendiri (self care) dan tidak terlalu tergantung kepada
pihak lain.
Sedangkan tujuan khususnya adalah agar kelompok khusus mampu :
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperaawatan kelompok khusus
sesuai dengan macam, jenis, dan tipe kelompok.
b. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan yang mereka hadapi
berdasarkan permasalahan yang terdapat pada kelompok.
c. Menanggulangi masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi
berdasarkan rencana yang telah disusun bersama.
d. Meningkatkan kemampuan kelompok khusus dalam memelihara
kesehatannya.
e. Mengurangi ketergantungan kelompok khusus dari pihak lain dalam
pemeliharaan dan perawatan diri sendiri.
f. Meningkatkan produktifitas kelompok khusus lebih banyak berbuat
dalam rangka meningkatkan kemampuannya sendiri.
g. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan dan keperawatan dalam
menunjang fungsi puskesmas dalam rangka pengembangan pelayanan
kesehatan masyarakat.
3. Sasaran Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus
Ada dua sasaran pokok pembinaan kelompok khusus yaitu melalui institusi
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap kelompok khusus dan
pelayanan kelompok khusus yang ada dimasyarakat yang telah diorganisir
secara baik atau melalui posyandu, kelompok khusus dengan ciri khas
tertentu, misal kelompok lansia, kelompok penderita kusta, TBC, dan lain-
lain.
4. Ruang Lingkup Kegiatan Asuahan Keperawatan
Kelompok Khusus
Kegiatan asuhan keperawatan kelompok khusus mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabiltasi dan resosialitatif melalui kegiatan-kegiatan yang
terorganisasi sebagi berikut :
a. Pelayanan kesehatan dan keperawatan
b. Penyuluhan kesehatan
c. Bimbingan dan penyelesaian masalah terhadap anggota kelompok, kader
kesehatan dan petugas panti.
d. Penemuan kasus secara dini
e. Melakukan rujukan medic dan kesehatan
f. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan masyarakat, kader dan
petugas panti atau pusat-pusat rehabilitasi kelompok khusus.
g. Alih teknologi dalam bidang kesehatan dan keperawatan kepada petugas
panti dan kader kesehatan.

5. Prinsip Dasar Asuhan Keperawatan Kelompok


Khusus
Prinsip dasar asuhan keperawatan kelompok khusus yaitu
a. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian kelompok khusus dalam
meningkatkan kesehatan mereka sendiri
b. Menekankan kepada upaya preventif dan promotif dengan tidak
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative.
c. Pendekatan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan
adalah proses keperawatan yang dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan
d. Melibatkan peran serta masyarakt khusus petugas panti, kader kesehatan
dan kelompok sebagai sasaran pelayanan.
e. Dilakukan di intitusi pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan kelompok khusus di masyarakat terhadap kelompok khusus
yang mempunyai masalah yang sama.
f. Ditekankan pada pembinaan perilaku penghuni panti, petugas panti,
lingkungan panti bagi yang d intitusi dan masyarakat yang mempunyai
masalah yang sama ke arah perilaku hidup sehat.

6. Proses Keperawatan Kelompok Khusus


Dalam memberikan asuha keperawatan kelompok pendekatan yang
digunakan adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan eveluasi.
a. Pengkajian data yang perlu dikaji pada kelompok khusus mencakup
identitas kelompok, masalah kesehatan, pemanfaatan fasilitas kesehatan,
keikutsertaan dalam upaya kesehtan, status kesehatan kelompok dan
kondisi sanitasi lingkungan tempat tinggal anggota kelompok.
b. Diagnosa, setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data
untuk menentukan masalah keperawatan kelompok. Diagnosa
keperawatan kelompok didasarkan pada masalah kesehatan yang dijumpai
pada kelompok dengan mempertimbangkan faktor resiko dan potensial
terjadinya masalah. Selain itu juga didasarkan pada kemampuan
kelompok dalam menyelesaikan masalah dapat dilihat dari segi sumber
daya kelompok yang diberkaitan dengan finansial, pengetahuan dukungan
keluarga, masing-masing anggota kelompok dan sebagianya.
c. Perencanaan, setelah masalah teridentifikasi dilanjutkan dengan
penentuan prioritas masalah dan rencana keperawatan. Dalam
memprioritaskan masalah, hal yang perlu dipertimbangkan adalah sifat
masalah yang dihadapi kelompok, tingkat bahaya yang mengancam
kelompok, kemungkinan masalah dapat diatasi, berat ringannya masalah
yang dihadapi kelompok, kemungkinan masalah dapat diatasi, berat
ringanya masalah yang dihadapi kelompok dan sumber daya yang
tersedia dalam kelompok.

Selanjutnya menyusun rencana keperawatan kelompok mencakup tujuan


keperawatan yang ingin dicapai, rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan dan kriteria hasil. Dalam menyusun rencana tindakan ada
beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :
1) Keterlibatan pengurus dan anggota kelompok dalam menyusun
rencana keperawatan
2) Keterpaduan dengan pelayanan kesehatan lainnya, baik berupa biaya,
tenaga, sarana maupun waktu.
3) Kerjasama lintas program dan lintas sektoral sehingga program
pelayanan bersifat menyeluruh.

d. Pelaksanaan, dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kelompok khusus


hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh tenaga keperawatan,
yang diberikan
2) Dilakukan dalam rangka alih teknologi dan keterampilan
keperawatan
3) Di institusi lebih ditekankan kepada penghuni panti,
pengelola/pengurus panti dan lingkungan panti
4) Di masyarakat lebih ditekankan kepada anggota kelompok, kader
kesehatan, pengurus kelompok dan keluarga.
5) Bila ada masalah yang tidak dapat ditanggulangi, maka dilakukan
rujukan medis dan tujukan kesehatan.
6) Adanya keterpaduan pelayanan dengan sektor lain.
7) Dicatat dalam catatan keperawatan yang telah ditetapkan

e. Evaluasi, dilakukan berdasarkan criteria yang telah ditetapkan dalam


perencanaan dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh setelah
dilakukan tindakan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Mengevaluasi
efektifitas asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan mulai dari
pengkajian sampai dengan pelaksanaan. Evaluasi dilakukan bersama-
sama kelompok, dan merupakan respon kelompok terhadap program
kesehatan. Adapu jenis evaluasi terdiri dari evaluasi formatif untuk
menilai aktifitas program tiap hari, dan evaluasi sumatif dilakukan
untuk menilai aktifitas program jangka panjang atau akhir program.
B. KATARAK
A.    Definisi
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor
usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut.
Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air
terjuan akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau akibat keduanya ( Ilyas,1999 cit Anas Tamsuri, 2011 : 54 ).

B.     Etiologi
Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:
a.       Trauma
b.      Terpapar substansi toksik
c.       Penyakit predisposisi
d.      Genetik dan gangguan perkembangan
e.       Iinfeksi virus di masa pertumbuhan janin
f.       Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 % disebsbkan
kerusakan congenital, trauma,keracunan atau penyakjit sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi dan densitas
( kepadatan) dari kekeruhan selain karena umur ,pekerjaan gaya hidup dan tempat
tinggal seseorang.
Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1.      katarak seni.le ( 95 %) .
katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun).
Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65– 74
tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat ktarak diduga terjadi pada
semua orang pada usia 70 tahun.
Ada 4 stadium antara lain :
a.       Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian lensa
yang masih jernih.
b.      Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratip menyerap air.
c.       Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa. Katarak ini
dapat diopperasi.
d.      Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar dari kapsul
lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf sertya terdapat lipatan
kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut diserrtai kapsul yang tebal
menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar sehingga
berbentuk seperti sekantong susu dengan nucleus yang terbenam yang disebut katarak
Morgageeeni.
2.      Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3 bulan).
Katarak congenital digolongkan dalam :
a.       Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
b.      Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3 bln
sampai 9 tahun katarak juvenil .
3.      Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma
tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang berlebihan atau bahan
radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam
sampai tahun.
4.      Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu
( korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk pengobatan glaucoma).
5.      Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid,Downs sindrom
dan dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk perkembangan
katarak.
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat mengurangi
alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap gula,alcohol
dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat
osmolaritas yang normal lensa diletakan pada air (newell, 1986).
6.      Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain
(kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa,
glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.

C.     Patofisiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia diatas 70
tahun, dapat diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun katarak
dapat juga diakibatkan oleh kelainan konginental, atau penyulit penyakit mata lokal
menahun. Secara kimiawi, pembentukan katarak ditandai oleh berkurangnya ambilan
oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti dengan dehidrasi.
Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kandungan kalium, asam
askorbat, dan protein berkurang. Lensa yang mengalami katarak tidak mengandung
glutation. Usaha mempercepat atau memperlambat perubahan kimiawi ini dengan
cara pengobatan belum berhasil dan penyebab maupun implikasinya tidak diketahui.
Akhir – akhir ini, peran radiasi sinar ultraviolet sebagai salah satu faktor dalam
pembentukan katarak senil, tampak lebih nyata. Penyelidikan epidemiologi
mennjukan bahwa di daerah – daerah yang spanjan g tahun selalu ada sinar matahari
yang kuat, insiden kataraknya meningkat pada usia 65 tahun atau lebih. Pada
penelitian lebih lanjut, ternyata sinar ultraviolet memang mempengaruhi efek
terhadap lensa. Pengobatan katarak adalah dengan tindakan pembedahan, lensa
diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokular. ( Anas
Tamsuri, 2011 : 55 – 56 .
PATHWAY KATARAK
D.     Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.  Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.  Temuan
objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.  Ketika lensa sudah menjadi
opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus pada retina.  Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup,
mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam
hari.  Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

E.      Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah
sebagai berikut:
1.      Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
2.      Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3.      Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4.      Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5.      Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6.      Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
7.      Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8.      EKG, kolesterol serum, lipid
9.      Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10.  Keratometri.
11.  Pemeriksaan lampu slit.
12.  A-scan ultrasound (echography).
13.  Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14.  USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

F.    Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu
dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau
kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan
operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan
operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan
penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan
sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak
terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah
peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1.      Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2.      Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa
fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada
objek jauh
3.      Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf
optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang
terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan
retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau
atas indikasi medis lainnya
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
a.       Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam
melakukan rutinitas pekerjaan.
b.      Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
c.       Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m
didapatkan hasil visus 3/60
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.      ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
ICCE yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir
tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan jenis ini lensa
diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan proses ini
dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi mengalami retinal
detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa intraokuler.
Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan
probe super dingin dan kemudian diangkat.
2.      ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)
Terdiri dari 2 macam yakni:
a.       Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehingga penyembuhan lebih lama.
b.      Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri
pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan
sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi)
kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur
kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan
sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang
lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah
sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat
dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka
pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular
multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata
lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%,
dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah
menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk
membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

G.    Komplikasi
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan
maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa
Glaukoma dan Uveitis.
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn.A.K DENGAN

KATARAK DI WISMA PROKLAMASI BPLU SENJA CERAH PROVINSI

SULAWESI UTARA

DISUSUN OLEH :

NAMA : KEZYA RUMENGAN

NIM : 711430115072

SEMESTER / TINGKAT : VI/ IIIb

POLTEKKES KESEHATAN KEMENKES MANADO

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN


TAHUN 2018

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny. C.S DENGAN

KATARAK POST OP DI WISMA RATULANGI BPLU SENJA CERAH

PROVINSI SULAWESI UTARA

DISUSUN OLEH :

NAMA : MARIA GORETI DHEY

NIM : 711430115071

SEMESTER / TINGKAT : VI/ IIIb

POLTEKKES KESEHATAN KEMENKES MANADO

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN


TAHUN 2018

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny. C.S DENGAN

KATARAK POST OP DI WISMA RATULANGI BPLU SENJA CERAH

PROVINSI SULAWESI UTARA

DISUSUN OLEH :

NAMA : ELGITA N. RONDONUWU

NIM : 711430115013

SEMESTER / TINGKAT : VI/ IIIb

POLTEKKES KESEHATAN KEMENKES MANADO

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN


TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai