2. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 – 59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)
Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan
dapat dibagi menjadi 4 bagian:
Tipe-tipe Lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada
tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:
1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai
kegiatan.
3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan
yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, jabatan, teman.
4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, pasif, dan kaget.
Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi atas
dua bagian. Pertama,faktor genetik, yang melibatkan perbaikan DNA, respon
terhadap stres, dan pertahanan terhadap antioksidan. Kedua, faktor lingkungan,
yang meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit, dan stres dari luar,
misalnya radiasi atau bahan-bahan kimia. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi aktivitas metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya
stress oksidai sehingga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya
proses penuaan. (Sunaryo, 2016).
3. Teori Psikologi
Dengan ini dikembangkan oleh Birren dan Jenner (1977), teori ini
menjelaskan bagaimana seseorang merespon pada tugas perkembangannya.
Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang
tersebut telah menua. Teori Psikologi terdiri dari Teori Hierarki Kebutuhan
Manusia Maslow (Maslow’s Hierarchy of Human Needs) Teori Individualism
Jung (Jungs Theory of Individulism), Teori Delapan Tingkat Perkembangan
Erikson (Erikson’s Eight Stages of Life), dan Optimalisasi Selektif dengan
Kompensasi (Selective Optimization with Compensation)
a. Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow/Maslow’s Hierarchy of
Human Needs (1960). Dalam teori hierarki menurut maslow, kebutuhan
dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan dari mulai yang terrendah, yaitu
kebutuhan biologis/fisiologi/seks, rasa aman, kasih saying, harga diri,
sampai pada yang paling tinggi, yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah
menuju ketingkat yang paling tinggi. Menurut Maslow, semakin tua usai
individu maka individu tersebut akan mulai berusaha mencapai aktualisasi
dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka individu tersebut
telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada
didalamnya, yaitu otonomi, kreatif, mandiri, dan hubungan interpersonal
yang positif.
b. Teori Individualism jung (Jung’s Theory of Individualism). Teori ini
dikemukakan oleh Carl Gustaf Jung (2009). Menurut Carl Gustaf Jung,
sifat dasar manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstover dan introvert.
Individu yang telah mencapai lansia akan cenderung introvert. Dia lebih
suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang
sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antara sis introvernya dengan
sisi ekstrvernya, namun lebih condong kea rah introvert. Meski demikian,
dia tidak selalu hanya senang dengan dunianya sendiri, tetapi juga
terkadang dia ekstrover juga.
c. Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Erikson’s Eighht Stages of
Life), sebagaimana dikemukakan oleh Erik Erikson (1950). Menurut
Erikson, tugas perkembanga terakhir yang harus dicapai individu adalah
ego integrity vs disappear. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini
maka dia akan berkembang menjadi invidu yang arif dan bijaksana
(menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lanisa
yang bertanggung jawab, dan kehidupannya berhasil). Namun, jika
individu tersebut gagal mencapai tahap ini, dia kana hidup penuh dengan
keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan kegetiran, dan
merasa terlambat untuk memperbaiki diri). Optimalisasi selektif dengan
kompensasi (Selective Optimization with Compensation). Menurut teori
ini, keompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3 elemen, yaitu : seleksi,
optimalsasi, dan kompensasi. Seleksi yaitu adanya penururnan fungsi tubuh
karena proses penuaan maka mau tidak mau haru ada peningkatan
pembatasan terhadap aktivitas lanisa sehari-hari. Sedangkan yang
dimaksud optimalisasi adalah lansia tetap mengoptimalkan kemampuan
yang masih dia punya guna meningkatkan kehidupannya. Kemudian
kompensasi adalah aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan
karena proses penuaan diganti dengan aktivitas-aktivitas lain yang mungkin
bisa dilakuakn dan bermanfaat bagi lansia.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e. Lingkungan
4. Perubahan Spiritual
Ada beberapa pendapat tentang perubahan spiritual pada lansia. Menurut
maslow (dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk., 2006), bahwa agama dan
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Selanjutnya menurut
Muray & Zentner (dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk., 2006), bahwa kehidupan
keagamaan lansia makin matang. Hal ini terlihat dalam cara berpikir dan
bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun, antara lain
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini sehingga lansia bisa berpikir dan
bertindak dengan member contoh cara mencintai dan member keadilan. Pada
lansia terjadi juga perubahan-perubahan yang menuntut dirinya menyesuaikan
diri secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya kurang berhasil, timbullah berbagai masalah.
Diagnosa Keperawatan :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
b. Keterbatasan mobilitas fisik
Penurunan berbagai fungsi sistem
c. Gangguan rasa nyaman ; Nyeri
dan organ tubuh ; paru, jantung,
d. Gangguan pemenuhan aktivita sehari-hari
e. Resiko terjadinya infeksi ginjal, pencernaan, penglihatan,
f. Resiko terjadinya cedera musculuskletal, dll
2. Tujuan
Tujuan asuhan keperawatan kelompok khusus terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum asuhan keperawatan kelompok khusus adalah
meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat
menolong diri mereka sendiri (self care) dan tidak terlalu tergantung kepada
pihak lain.
Sedangkan tujuan khususnya adalah agar kelompok khusus mampu :
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperaawatan kelompok khusus
sesuai dengan macam, jenis, dan tipe kelompok.
b. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan yang mereka hadapi
berdasarkan permasalahan yang terdapat pada kelompok.
c. Menanggulangi masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi
berdasarkan rencana yang telah disusun bersama.
d. Meningkatkan kemampuan kelompok khusus dalam memelihara
kesehatannya.
e. Mengurangi ketergantungan kelompok khusus dari pihak lain dalam
pemeliharaan dan perawatan diri sendiri.
f. Meningkatkan produktifitas kelompok khusus lebih banyak berbuat
dalam rangka meningkatkan kemampuannya sendiri.
g. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan dan keperawatan dalam
menunjang fungsi puskesmas dalam rangka pengembangan pelayanan
kesehatan masyarakat.
3. Sasaran Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus
Ada dua sasaran pokok pembinaan kelompok khusus yaitu melalui institusi
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap kelompok khusus dan
pelayanan kelompok khusus yang ada dimasyarakat yang telah diorganisir
secara baik atau melalui posyandu, kelompok khusus dengan ciri khas
tertentu, misal kelompok lansia, kelompok penderita kusta, TBC, dan lain-
lain.
4. Ruang Lingkup Kegiatan Asuahan Keperawatan
Kelompok Khusus
Kegiatan asuhan keperawatan kelompok khusus mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabiltasi dan resosialitatif melalui kegiatan-kegiatan yang
terorganisasi sebagi berikut :
a. Pelayanan kesehatan dan keperawatan
b. Penyuluhan kesehatan
c. Bimbingan dan penyelesaian masalah terhadap anggota kelompok, kader
kesehatan dan petugas panti.
d. Penemuan kasus secara dini
e. Melakukan rujukan medic dan kesehatan
f. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan masyarakat, kader dan
petugas panti atau pusat-pusat rehabilitasi kelompok khusus.
g. Alih teknologi dalam bidang kesehatan dan keperawatan kepada petugas
panti dan kader kesehatan.
B. Etiologi
Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:
a. Trauma
b. Terpapar substansi toksik
c. Penyakit predisposisi
d. Genetik dan gangguan perkembangan
e. Iinfeksi virus di masa pertumbuhan janin
f. Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 % disebsbkan
kerusakan congenital, trauma,keracunan atau penyakjit sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi dan densitas
( kepadatan) dari kekeruhan selain karena umur ,pekerjaan gaya hidup dan tempat
tinggal seseorang.
Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1. katarak seni.le ( 95 %) .
katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun).
Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65– 74
tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat ktarak diduga terjadi pada
semua orang pada usia 70 tahun.
Ada 4 stadium antara lain :
a. Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian lensa
yang masih jernih.
b. Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratip menyerap air.
c. Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa. Katarak ini
dapat diopperasi.
d. Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar dari kapsul
lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf sertya terdapat lipatan
kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut diserrtai kapsul yang tebal
menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar sehingga
berbentuk seperti sekantong susu dengan nucleus yang terbenam yang disebut katarak
Morgageeeni.
2. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3 bulan).
Katarak congenital digolongkan dalam :
a. Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
b. Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3 bln
sampai 9 tahun katarak juvenil .
3. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma
tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang berlebihan atau bahan
radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam
sampai tahun.
4. Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu
( korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk pengobatan glaucoma).
5. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid,Downs sindrom
dan dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk perkembangan
katarak.
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat mengurangi
alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap gula,alcohol
dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat
osmolaritas yang normal lensa diletakan pada air (newell, 1986).
6. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain
(kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa,
glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.
C. Patofisiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia diatas 70
tahun, dapat diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun katarak
dapat juga diakibatkan oleh kelainan konginental, atau penyulit penyakit mata lokal
menahun. Secara kimiawi, pembentukan katarak ditandai oleh berkurangnya ambilan
oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti dengan dehidrasi.
Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kandungan kalium, asam
askorbat, dan protein berkurang. Lensa yang mengalami katarak tidak mengandung
glutation. Usaha mempercepat atau memperlambat perubahan kimiawi ini dengan
cara pengobatan belum berhasil dan penyebab maupun implikasinya tidak diketahui.
Akhir – akhir ini, peran radiasi sinar ultraviolet sebagai salah satu faktor dalam
pembentukan katarak senil, tampak lebih nyata. Penyelidikan epidemiologi
mennjukan bahwa di daerah – daerah yang spanjan g tahun selalu ada sinar matahari
yang kuat, insiden kataraknya meningkat pada usia 65 tahun atau lebih. Pada
penelitian lebih lanjut, ternyata sinar ultraviolet memang mempengaruhi efek
terhadap lensa. Pengobatan katarak adalah dengan tindakan pembedahan, lensa
diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokular. ( Anas
Tamsuri, 2011 : 55 – 56 .
PATHWAY KATARAK
D. Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan
objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi
opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup,
mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam
hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
F. Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu
dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau
kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan
operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan
operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan
penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan
sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak
terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah
peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa
fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada
objek jauh
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf
optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang
terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan
retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau
atas indikasi medis lainnya
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
a. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam
melakukan rutinitas pekerjaan.
b. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
c. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m
didapatkan hasil visus 3/60
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
ICCE yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir
tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan jenis ini lensa
diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan proses ini
dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi mengalami retinal
detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa intraokuler.
Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan
probe super dingin dan kemudian diangkat.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)
Terdiri dari 2 macam yakni:
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehingga penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri
pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan
sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi)
kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur
kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan
sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang
lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah
sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat
dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka
pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular
multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata
lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%,
dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah
menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk
membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan
maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa
Glaukoma dan Uveitis.
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn.A.K DENGAN
SULAWESI UTARA
DISUSUN OLEH :
NIM : 711430115072
DISUSUN OLEH :
NIM : 711430115071
DISUSUN OLEH :
NIM : 711430115013