Anda di halaman 1dari 6

SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7

REFLEKSI TINDAKAN DOKTER DARI SISI KOMUNIKASI,


PROFESIONALISME, ETIKA, DAN MORAL

Pen Tertinggal, Pasien Gugat RSCM Rp 1 Miliar

TEMPO.CO, Jakarta Jum'at, 30 Mei 2014 | 14:36 WIB

Diakses pada minggu, 25 januari 2015. 07:00

- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo digugat oleh salah satu pasiennya karena
diduga melakukan malpraktek. Kasus ini bermula saat pasien yang bernama Harun,
35 tahun, warga Bogor, Jawa Barat, melakukan operasi pengangkatan pen di RSCM
Kencana pada 1 April 2014 lalu. "Dokter yang menangani Harun diduga tidak
melakukan operasi hingga tuntas karena masih ada sisa pen di paha dia," kata
Zentoni, pengacara Harun, saat dihubungi pada Jumat, 30 Mei 2014.

Sebelumnya, Zentoni menuturkan, sekitar empat tahun silam Harun mengalami


kecelakaan sepeda motor yang membuat kaki kanannya patah. Dia kemudian
menjalani operasi pemasangan pen sepanjang 30 cm di Rumah Sakit Fatmawati,
Jakarta Selatan. Awal April lalu, dokter menyatakan pen pada paha kanan Harun
sudah bisa diangkat. "Klien saya kemudian mendaftarkan diri ke RSCM Kencana
untuk menjalani operasi pengangkatan pen."

Harun menjalani operasi di RSCM pada 1 April 2014 dan langsung diperbolehkan
pulang pada keesokan harinya. Waktu itu, Zentoni menjelaskan, dokter Wahyu
Widodo yang menangani Harun menyebut operasi sudah berhasil. "Tapi klien saya
merasa ada yang tidak beres, lalu dia periksa di Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada
Bogor." Alangkah terkejutnya Harun karena setelah dironsen di rumah sakit itu
terlihat ada sisa besi sepanjang sekitar 5 cm tertinggal di dalam paha kanannya yang
telah dioperasi.
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7

"Pada intinya, klien saya merasa dibohongi pihak RSCM Kencana karena operasi
yang dianggap sudah selesai ternyata tidak beres," kata Zentoni. "Padahal, biaya yang
dikeluarkan klien saya untuk operasi itu cukup besar, mencapai Rp 22,8 juta." Tidak
hanya itu, akibat operasi pengangkatan pen yang tidak sempurna, saat ini Harun
belum bisa berjalan secara normal dan harus menggunakan bantuan tongkat.

Nasib malang juga menimpa Harun. Gara-gara belum pulih benar, dia dipecat tanpa
pesangon oleh kantornya. "Klien saya tidak bisa bekerja sehingga dia dipecat," ujar
Zentoni. Merasa diperlakukan tak adil, Harun mengadu ke Zentoni di LBH Bogor
pada 11 April 2014. "Saya lalu berusaha melakukan mediasi dengan pihak RSCM
Kencana terkait kerugian yang diderita klien saya." Dia juga telah bukti foto ronsen
dari Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada. "Tapi respon dari RSCM kurang
memuaskan dan belum ada kesepakatan," ujarnya.

Kesal karena merasa tidak ada tanggapan serius, Harun melalui Zentoni akhirnya
mengirimkan surat somasi pada Jumat, 30 Mei 2014 kepada pihak RSCM. "Suratnya
sudah saya kirimkan barusan, mungkin baru akan mereka jawab Senin." Dalam surat
somasi itu, Harun menuntut RSCM mengganti kerugian yang dideritanya sebesar Rp
1 miliar.

Pihak RSCM sendiri belum bisa mengkonfirmasi terkait somasi dari salah satu
pasiennya itu. Pihak hubungan masyarakat RSCM menyatakan masalah ini tengah
dibicarakan dengan manajemen rumah sakit. "Kalau mau wawancara silakan berkirim
surat terlebih dahulu," ujar Staf Pemasaran dan Humas RSCM.
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7

REFLEKSI

Dalam kasus ini, penulis akan mengkritik dan mengkaji tindakan dokter
wahyu widodo yang menangani Bapak harun 35 tahun terkait operasi pengangkatan
pen yang masih tertinggal. Hingga menyebabkan Bapak harun tidak bisa berjalan
normal dan kehilangan pekerjaannya. Penulis sendiri hanya mengetahui dalam kasus
tersebut, bahwa masih terdapat sisa pen 5cm yang tidak diangkat. Namun tidak bisa
memastikan penyebab secara terperinci.

Segi komunikasi, terdapat sambung rasa kepercayaan pasien terhadap dokter,


yakni pak harun mempercayai operasi yang akan dilakukan berjalan lancar. Menurut
Hanafiah&Amir (1999) Pasien menaruh kepercayaan kepada dokter, karena: dokter
mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menyembuhkan penyakit
atau meringankan penderitaan, serta dokter akan bertindak dengan hati-hati dan
teliti

Pelaksanaan informed consent pre-operasi secara lisan maupun tertulis, yang tidak
hanya meliputi:

1) Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan


medis yang dinyatakan secara spesifik .
2) Prosedur medis tentang alat yang digunakan.
3) Kemungkinan yang dapat timbul apabila tidak dilakukan tindakan medis.

Namun risiko atau komplikasi yang mungkin timbul seperti kelumpuhan,


kebutaan karena lokasi yang tidak terhindarkan perlu disampaikan.(soetodjo, 2011:
Hijriwati&wibowo, 2008).

Dokter tersebut juga menutupi kondisi akhir pasca operasi. Dimana seharusnya
Menurut Hanafiah&Amir(1999), Salah satu kewajban dokter atas rekam medis pasien
rawat inap adalah membuat resume akhir atau evaluasi pengobatan. Resume ini
dibuat segera setelah pasien dipulangkan. Isinya antara lain menjelaskan:
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7

1. Mengapa pasien masuk rumah sakit


2. Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostic, laboratorium, rontgen dll.
3. Pengobatan dan operasi yang dilaksanakan
4. Keadaan pasien saat keluar (perlu berobat jalan, mampu untuk bekerja dll)
5. Anjuran pengobatan dan perawatan (nama obat dan dosisnya, tindakan
pengobatan, dirujuk kemana, perjanjian untuk datang lagi dll)

Menurut soetodjo (2011), hak atas rahasia kedokteran adalah hak pasien bukan
dokter, oleh karenanya segala sesuatu yang diketahui dokter dalam menjalankan
profesinya berkewajiban disampaikan semua informasi tentang penyakitnya dan
menjaganya untuk mempertahankan kepercayaan pasien.

Segi profesionalisme, dokter wahyu tidak melaksanakan profesinya sesuai


dengan standar profesi yang tertingi dan mengakibatkan hilangnya kemandirian
profesi pak Harun. Menurut sadikin (2008), Profesionalisme bagi dokter meliputi
kompetensi, etika, altruism, collegiality, dan accountability. Seorang dokter
seharusnya mengutamakan kepentingan pasien(altruism) dengan mengobati pasien
sesuai kompetensi yang tinggi, dan bertanggung jawab(accountability) terhadap
segala tindakannya, karena tindakannya tidak hanya di pertanggung jawabkan di
dunia, namun di akhirat.

Seperti telah diatur dalam KUHP pasal 350: Barang siapa karena kesalahannya
menyebabkan orang lain mendapat luka berat atau luka sedemikian, sehingga
berakibat penyakit atau halangan sementara untuk menjalankan jabatan atau
pekerjaannya, dihukum dengan hukuman penjara selama;lamanya 5 tahun.

KUHP pasal 304: Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan
sesorang dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan dan
pemeliharaan berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau karena suatu perjanjian,
dihukum dengan penjara selama-lamnya 2 tahun atau 8 bulan denda sebanyak-
banyaknya Rp.4.500,(Hanafiah & Amir, 1999).
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7

Segi etika, dokter tidak melaksanakan sepenuhnya kewajiban terhadap pasien.


Seperti tertera dalam KODEKI yaitu, setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien, dalam hal ini
ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan, maka atas persetujuan pasien wajib
merujuk kepada dokter yang mempunyai keahliam dalam penyakit tersebut.
Sedangkan pasien mempunyai hak yaitu: Memperoleh pelayanan kedokteran yang
manusiawi sesuai standar profesi kedokteran, Memperoleh penjelasan tentang
diagnosis dan terapi dari dokter yang mengobatinya, Memperoleh penjelasan tentang
perincian biaya rawat inap, obat, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen,
Ultrasonografi(USG), CT-scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menurut
Soetedjo (2011) seorang dokter seharusnya berpegang pada 6 Azas etik kedokteran,
yaitu: Azas manfaat (kebaikan untuk pasien), Azas tidak merugikan(tindakan tidak
perlu pun harus dihindari), Azas otonomi(tindakan sepersetujuan pasien), Azas
keadilan(keseimbangan tanpa membedakan ras), Azas kejujuran(penjelasan tindakan,
apa yang sebenarnya terjadi, dan resiko), serta Azas kerahasiaan. Dalam kasus ini,
dr.wahyu seharusnya memperhatikan kewajiban-kewajibannya yaitu melakukan
operasi dengan tuntas, apabila ia tidak mampu maka berhak merujuk ke dokter yang
memliki keahlian dalam penyakit tersebut, serta berkata jujur apa yang sebenarnya
terjadi, sehingga tidak menyebabkan kerugian terhadap pasien,

Segi moral, dalam pandangan saya dokter tersebut telah melakukan kelalaian
medik dalam tindakan operasi sehingga mengakibatkan pak harun tidak bisa berjalan
dengan normal. Menurut Arthani&Citra(2013) kelalaian medik biasanya digunakan
untuk tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja (culpa), kurang hati-hati,
dan akibat yang ditimbulkannya bukanlah merupakan tujuannya, tetapi yang
terjadi di luar kehendaknya. Akibat kelalaian medis mempunyai dampak yang
sangat merugikan, Selain mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi
kedokteran juga menimbulkan kerugian pada pasien.
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7

Daftar Pustaka

Soetedjo, 2011, Etikomedikolegal(ed. 1), Badan Penerbit Universitas Dipenogoro

Semarang, Indonesia.

Hijriwati, S.A., dan Wibowo, D.E., 2008, Profesionalisme Dokter

Dalam Rangka Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Pena Justisia, Volume VII:
97-118.

Tempo.co Metro, 2014, Pen Tertinggal, Pasien Gugat RSCM Rp 1 Miliar,


http://www.tempo.co/read/news/2014/05/30/083581235/Pen-Tertinggal-
Pasien-Gugat-RSCM-Rp-1-Miliar

Sadikin, Z.D., 2008, Profesionalisme bagi Profesi Dokter, Badan Pengembangan dan
Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) Ikatan Dokter Indonesia.

Arthani, N.L.G.Y., dan Citra, M.E.A., 2013, Perlindungan Hukum Bagi Pasien
Selaku Konsumen Jasa Pelayanan Kesehatan Yang Mengalami Malpraktek,
Jurnal Advokasi FH UNHAS, Vol 3(2):119-127.

Hanafiah, M.J., dan Amir, A., 1999, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai