ISI
ISI
- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo digugat oleh salah satu pasiennya karena
diduga melakukan malpraktek. Kasus ini bermula saat pasien yang bernama Harun,
35 tahun, warga Bogor, Jawa Barat, melakukan operasi pengangkatan pen di RSCM
Kencana pada 1 April 2014 lalu. "Dokter yang menangani Harun diduga tidak
melakukan operasi hingga tuntas karena masih ada sisa pen di paha dia," kata
Zentoni, pengacara Harun, saat dihubungi pada Jumat, 30 Mei 2014.
Harun menjalani operasi di RSCM pada 1 April 2014 dan langsung diperbolehkan
pulang pada keesokan harinya. Waktu itu, Zentoni menjelaskan, dokter Wahyu
Widodo yang menangani Harun menyebut operasi sudah berhasil. "Tapi klien saya
merasa ada yang tidak beres, lalu dia periksa di Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada
Bogor." Alangkah terkejutnya Harun karena setelah dironsen di rumah sakit itu
terlihat ada sisa besi sepanjang sekitar 5 cm tertinggal di dalam paha kanannya yang
telah dioperasi.
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7
"Pada intinya, klien saya merasa dibohongi pihak RSCM Kencana karena operasi
yang dianggap sudah selesai ternyata tidak beres," kata Zentoni. "Padahal, biaya yang
dikeluarkan klien saya untuk operasi itu cukup besar, mencapai Rp 22,8 juta." Tidak
hanya itu, akibat operasi pengangkatan pen yang tidak sempurna, saat ini Harun
belum bisa berjalan secara normal dan harus menggunakan bantuan tongkat.
Nasib malang juga menimpa Harun. Gara-gara belum pulih benar, dia dipecat tanpa
pesangon oleh kantornya. "Klien saya tidak bisa bekerja sehingga dia dipecat," ujar
Zentoni. Merasa diperlakukan tak adil, Harun mengadu ke Zentoni di LBH Bogor
pada 11 April 2014. "Saya lalu berusaha melakukan mediasi dengan pihak RSCM
Kencana terkait kerugian yang diderita klien saya." Dia juga telah bukti foto ronsen
dari Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada. "Tapi respon dari RSCM kurang
memuaskan dan belum ada kesepakatan," ujarnya.
Kesal karena merasa tidak ada tanggapan serius, Harun melalui Zentoni akhirnya
mengirimkan surat somasi pada Jumat, 30 Mei 2014 kepada pihak RSCM. "Suratnya
sudah saya kirimkan barusan, mungkin baru akan mereka jawab Senin." Dalam surat
somasi itu, Harun menuntut RSCM mengganti kerugian yang dideritanya sebesar Rp
1 miliar.
Pihak RSCM sendiri belum bisa mengkonfirmasi terkait somasi dari salah satu
pasiennya itu. Pihak hubungan masyarakat RSCM menyatakan masalah ini tengah
dibicarakan dengan manajemen rumah sakit. "Kalau mau wawancara silakan berkirim
surat terlebih dahulu," ujar Staf Pemasaran dan Humas RSCM.
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7
REFLEKSI
Dalam kasus ini, penulis akan mengkritik dan mengkaji tindakan dokter
wahyu widodo yang menangani Bapak harun 35 tahun terkait operasi pengangkatan
pen yang masih tertinggal. Hingga menyebabkan Bapak harun tidak bisa berjalan
normal dan kehilangan pekerjaannya. Penulis sendiri hanya mengetahui dalam kasus
tersebut, bahwa masih terdapat sisa pen 5cm yang tidak diangkat. Namun tidak bisa
memastikan penyebab secara terperinci.
Pelaksanaan informed consent pre-operasi secara lisan maupun tertulis, yang tidak
hanya meliputi:
Dokter tersebut juga menutupi kondisi akhir pasca operasi. Dimana seharusnya
Menurut Hanafiah&Amir(1999), Salah satu kewajban dokter atas rekam medis pasien
rawat inap adalah membuat resume akhir atau evaluasi pengobatan. Resume ini
dibuat segera setelah pasien dipulangkan. Isinya antara lain menjelaskan:
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7
Menurut soetodjo (2011), hak atas rahasia kedokteran adalah hak pasien bukan
dokter, oleh karenanya segala sesuatu yang diketahui dokter dalam menjalankan
profesinya berkewajiban disampaikan semua informasi tentang penyakitnya dan
menjaganya untuk mempertahankan kepercayaan pasien.
Seperti telah diatur dalam KUHP pasal 350: Barang siapa karena kesalahannya
menyebabkan orang lain mendapat luka berat atau luka sedemikian, sehingga
berakibat penyakit atau halangan sementara untuk menjalankan jabatan atau
pekerjaannya, dihukum dengan hukuman penjara selama;lamanya 5 tahun.
KUHP pasal 304: Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan
sesorang dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan dan
pemeliharaan berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau karena suatu perjanjian,
dihukum dengan penjara selama-lamnya 2 tahun atau 8 bulan denda sebanyak-
banyaknya Rp.4.500,(Hanafiah & Amir, 1999).
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7
Segi moral, dalam pandangan saya dokter tersebut telah melakukan kelalaian
medik dalam tindakan operasi sehingga mengakibatkan pak harun tidak bisa berjalan
dengan normal. Menurut Arthani&Citra(2013) kelalaian medik biasanya digunakan
untuk tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja (culpa), kurang hati-hati,
dan akibat yang ditimbulkannya bukanlah merupakan tujuannya, tetapi yang
terjadi di luar kehendaknya. Akibat kelalaian medis mempunyai dampak yang
sangat merugikan, Selain mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi
kedokteran juga menimbulkan kerugian pada pasien.
SITI FITIAH/14711054/KELOMPOK 7
Daftar Pustaka
Semarang, Indonesia.
Dalam Rangka Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Pena Justisia, Volume VII:
97-118.
Sadikin, Z.D., 2008, Profesionalisme bagi Profesi Dokter, Badan Pengembangan dan
Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) Ikatan Dokter Indonesia.
Arthani, N.L.G.Y., dan Citra, M.E.A., 2013, Perlindungan Hukum Bagi Pasien
Selaku Konsumen Jasa Pelayanan Kesehatan Yang Mengalami Malpraktek,
Jurnal Advokasi FH UNHAS, Vol 3(2):119-127.
Hanafiah, M.J., dan Amir, A., 1999, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.