Anda di halaman 1dari 17

A.

KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN

Yang dimaksud dengan kerjasama adalah suatu pekerjaan yang di


kerjakan oleh dua orang ataupun lebih untuk mencapai tujuan atau target
yang sebelumnya telah direncanakan dan disepakati bersama. Atau
kerjasama dapat diartikan sebagai tindakan-tindakan dalam pekerjaan yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan dan demi
keuntungan bersama.
Kerja sama merupakan salah satu fitrah manusia sebagai mahluk
sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sangat luas dalam kehidupan
manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif.
Dalam hal apa, bagaima- na, kapan dan di mana seseorang harus
bekerjasama dengan orang lain tergantung pada kompleksitas dan tingkat
kemajuan peradaban orang terse- but.
Semakin modern seseorang, maka ia akan semakin banyak bekerja
sama dengan orang lain, bahkan seakan tanpa dibatasi oleh ruang dan
waktu tentunya dengan bantuan perangkat teknologi yang modern pula.
Bentuk kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok orang dan
usia. Sejak masa kanak-kanak, kebiasaan bekerjasama sudah diajarkan di
dalam kehidupan keluarga. Setelah dewasa, kerjasama akan semakin
berkembang dengan banyak orang untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidupnya.
Pada taraf ini, kerjasama tidak hanya didasarkan hubungan
kekeluargaan, tetapi semakin kompleks. Dasar utama dalam kerja sama ini
adalah keahlian, di mana masing-masing orang yang memiliki keahlian
berbeda, bekerja bersama menjadi satu kelompok/tim dalam
menyeleseaikan sebuah pekerjaan.
Kerja sama tersebut adakalanya harus dilakukan dengan orang yang
sama sekali belum dikenal, dan begitu berjumpa langsung harus bekerja
bersama dalam sebuah kolempok. Oleh karena itu selain keahlian juga
dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri dalam setiap lingkungan atau
bersama segala mitra yang dijumpai.

Dari sudut pandang sosiologis, pelaksanaan kerjasama antar kelompok


masyarakat ada tiga bentuk (Soekanto, 1986: 60-63) yaitu:

(a) bargaining yaitu kerjasama antara orang per orang dan atau
antarkelompok untuk mencapai tujuan tertentu dengan suatu
perjanjian saling menukar barang, jasa, kekuasaan, atau jabatan
tertentu,
(b) cooptation yaitu kerjasama dengan cara rela menerima unsur-unsur
baru dari pihak lain dalam organisasi sebagai salah satu cara untuk
menghindari terjadinya keguncangan stabilitas organisasi, dan
(c) coalition yaitu kerjasama antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan yang sama. Di antara oganisasi yang berkoalisi
memiliki batas-batas tertentu dalam kerjasama sehingga jati diri dari
masing-masing organisasi yang berkoalisi masih ada. Bentuk-bentuk
kerjasama di atas biasanya terjadai dalam dunia politik.

Dalam bersosialisasi dan berorganisasi, bekerjasama memiliki kedu-


dukan yang sentral karena esensi dari kehidupan sosial dan berorganisasi
adalah kesepakatan bekerjasama. Tidak ada organisasi tanpa kerjasama.
Bahkan dalam pemberdayaan organisasi, kerjasama adalah tujuan akhir
dari setiap program pemberdayaan. Manajer akan ditakar keberhasilannya
dari seberapa mampu ia menciptakan kerjasama di dalam organisasi
(intern), dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak di luar organisasi
(ekstern).

Prinsip-prinsip berorganisasi termasuk bernegara pada hakikatnya


merupakan perwujudan bentuk kerja sama yang dilembagakan, di mana
setiap orang dalam organisasi atau negara tersebut mengakui dan tunduk
terhadap organisasi/negara. Prinsip-prinsip tersebut tentunya merupakan
hasil penelaahan yang lama dan mendalam tentang interaksi manusia dalam
organisasi, sehingga dinyatakan sebagai sesuatu yang hampir niscaya
keberadaannya, yaitu:

1. Adanya pembagian kerja (division of work). Pembagian kerja atau


penempatan karyawan, secara normatif harus menggunakan prinsip the
right man on the right place . Paling tidak ada dua dasar berpikir
mengenai hal ini, yaitu
(a) pekerjaan dalam organisasi volume dan/atau ragamnya cukup
banyak sehingga tidak bisa ditangani oleh satu atau dua orang
saja, dan
(b) setiap orang memiliki minat, kecakapan, keahlian atau spesialisasi
tertentu.

2. Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab (authority and


responsibility). Dalam tugas pekerjaannya, setiap staf dilengkapi oleh
wewenang dalam melakukan pekerjaan tertentu dan setiap wewenang
itu melekat suatu pertanggungjawaban. Agar staf dapat menjalankan
kewenangan dan memenuhi tanggungjawabnya, perlu diberi peluang
untuk saling bekerjasama antar sesama staf dan antara dirinya dengan
manajer terkait.

3. Adanya kesatuan perintah (unity of command) dan pengarahan (unity of


direction). Dalam melakasanakan pekerjaan, karya- wan yang baik akan
memperhatikan prinsip kesatuan perintah pada bidangnya sehingga
pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan juga harus
tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab. Perintah yang datang
dari manajer bagian yang lain kepada seorang karyawan kadankala bisa
mengacaukan kejelasan wewenang, tanggung jawab, dan pembagian
kerja. Untuk memastikan adanya kesatuan perintah, perlu dijalin
komunikasi dan kerjasama. Dalam pelaksanaan kerja, bisa saja terjadi
adanya dua perintah yang bertentangan. Untuk keserasian perintah,
sekali lagi diperlukan komunikasi, konsensus, dan kerjasama.

4. Adanya ketertiban (order) organisasi. Ketertiban dalam organisasi dapat


terlaksana dengan aturan yang ketat atau dapat pula karena telah tercip-
tanya budaya kerja yang sangat kuat. Ketertiban dalam suatu pekerjaan
dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan
mempunyai disiplin yang tinggi dari masing-masing anggota organisasi.

5. Adanya semangat kesatuan (semangat korp). Setiap staf harus memiliki


rasa kesatuan, atau senasib sepenanggungan sehingga menimbulkan
semangat kerjasama yang baik. Semangat kesatuan akan lahir apabila
setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa setiap karyawan sangat
berarti bagi karyawan lain. Setiap bagian dibutuhkan oleh bagian lainnya.
Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan
semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan manajer yang suka
memaksakan kehendak dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan
friction de corp (perpecahan dalam korp).

Kelima prinsip di atas merupakan perwujudan kerja sama antarindividu,


yang telah dibingkai dalam organisasi/negara.
Chester I. Barnard mengemukakan bahwa organisasi adalah sistem
kerjasama antara dua orang atau lebih (Djatmiko, 2002; 1).
James D. Mooney juga berpendapat bahwa organisasi adalah setiap
bentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama.
1. KERJASAMA ANTARUMAT BERAGAMA

Kerjasama antarumat beragama di Indonesia dilandasi Pancasila


terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan pasal 29 ayat (1) dan (2).
Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 29 Ayat (1) menyatakan: “Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat ini menyatakan bahwa
bangsa Indonesia berdasar atas kepercayaan dan keyakinan terhadap
Tuhan. Sedangkan pada Pasal 29 Ayat (2) menyatakan: “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Dalam ayat
ini, negara memberi kebebasan kepada setiap warga negara Indonesia
untuk memeluk salah satu agama dan menjalankan ibadah menurut
kepercayaan serta keyakinannya tersebut. Agama merupakan salah satu
hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan
beragama itu langsung bersumber kepada mertabat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama itu bukan pemberian
negara dan bukan pemberian golongan. Oleh kerenanya, agama tidak dapat
dipaksakan atau dalam menganut suatu agama tertentu itu tidak dapat
dipaksakan kepada dan oleh seseorang. Agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan atas keyakinan, karena menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan yang dipercayai dan diyakininya.

Kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha


Esa semakin berkembang sehingga terbina hidup rukun dan kerjasama di
antara sesama umat beragama dan penganut aliran kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Kerjasama ini akan memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa dan negara. Di dalam hubungan kerjasama sesuai dengan
norma dan nilai-nilai yang tersurat dan tersirat di dalam Pancasila,
khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu kerjasama yang
didasari:

a. Toleransi hidup beragama, kepercayaan dan keyakinannya masing-


masing.
b. Menghormati orang yang sedang melaksanakan ibadah.
c. Bekerja sama dan tolong menolong tanpa membeda-bedakan agama.
d. Tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain.

Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan


sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam semua ajaran agama.
Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun
budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang
lingkup kebaikan. Dari sudut pandang itulah kita sebagai umat manusia yang
menganut agama yang berbeda dapat membentuk suatu kerjasama yang
baik untuk masyakarat, bangsa dan negara.

Kerjasama di antara umat beragama merupakan bagian yang sangat


penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan kerjasama yang erat di antara mereka, kehidupan dalam
masyarakat akan menjadi aman, tenteram, tertib, dan damai. Bentuk
kerjasama antar umat beragama di antaranya sebagai berikut:
a. Adanya dialog antar pemimpin agama
b. Adanya kesepakatan di antara pemimpin agama untuk membina
agamanya masing-masing.
c. Saling memberikan bantuan bila terkena musibah bencana alam.

Setiap umat beragama diharapkan selalu membina kerjasama dan


kerukunan antar umat beragama. Dialog antar-umat beragama merupakan
salah satu cara untuk memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan
agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa. Para tokoh
dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara
jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama
guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan
kebodohan. Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu
maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu
negara,

Setiap orang yang menjadi warga Negara Indonesia hendaknya


menerapkan budaya saling bekerjasama antar satu sama lain walaupun
berbeda agama. Dalam hubungan sosial, perbedaan agama bukanlah
sebuah alasan untuk kita menghindari kerjasama dengan orang lain. Salah
satu cara untuk mempertahankan keberadaan negara Indonesia memiliki
beragam suku, ras dan agama adalah dengan membangun kerjasama,
saling menghargai, menghormati dan saling tengang rasa terhadap agama
dan kepercayaan yang berbeda.

Dengan demikian, kerja sama antar umat bergama merupakan bagian


dari hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran
agama. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik,
maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam
ruang lingkup kebaikan. Melalui kerja sama antara umat beragama akan
timbul proses asimilasi yaitu suatu proses yang ditandai dengan adanya
usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga berusaha untuk mempertinggi
kesatuan tindakan, sikap dan proses mental dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama. Sehingga dengan adanya
kerjasama antar umat beragama kita dapat menghindari berbagai konflik
yang bisa saja terjadi di antara kita dan menghindari sikap ketidak adilan
terhadap mereka yang lain agamanya.

2. KERJASAMA DALAM BIDANG KEHIDUPAN SOSIAL POLITIK

Kerjasama dalam kehidupan sosial politik dapat kita lihat dari nilai-nilai
gotong royong yang sudah menjadi salah satu ciri kehidupan sehari-hari
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sejak dulu dalam kehidupan
sosialnya sudah terbiasa hidup dalam suasana gotong royong. Masyarakat
akan saling bantu dan hampir semua kepentingan masyarakat di desa
dibangun oleh masyarakat itu sendiri secara bergotong royong.

Dalam bidang sosial kerjasama dalam bentuk gotong-royong ini hampir


ditemui di kelompok-kelompok masyarakat Indonesia atau suku-suku
bangsa Indonesia. Misalnya hasil penelitian Koentjaraningrat (dalam
Budimansyah, 2000) di wilayah Bagelen Jawa Tengah kegiatan gotong
royong itu terlihat dalam kegiatan-kegiatan sebagaiberikut:
1. Waktu ada peristiwa kematian atau kecelakaan, dimana orang dating
untuk memberi pertolongan ataupun layadan.
2. Waktu seluruh penduduk desa turun untuk mengerjakan pekerjaan yang
sifatnya untuk kepentingan umum (desa) yang lajim disebut
gugurgunung, seperti memperbaiki jalandesa,lumbungdesa dan lain-
lain.
3. Waktu seorang warga desa mengadakan pesta dan tetangga
berdatangan untuk membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan atau
njurungan
4. Waktu-waktu tertentu dimana makam nenek moyang desa perlu
dibersihkan, kegiatan ini dinamakanrerukun alur waris.
5. Waktu seorang penduduk perlu mengerjakan sesuatu untuk tempat
tinggal (membongkar atap, mendirikan rumah baru) dan tetangga
berdatangan membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan.
6. Waktu kegiatan yang berhubungan dengan pertanian, baik
membetulkan saluran air maupun panenan. Kegiatan ini dinamakan
kerubutan tau grojogan
7. Waktu ada keperluan desa yang sifatnya tidak langsung berhubungan
dengan kepentingan umum, misalnya pekerjaan yang menjadi tugas
kepala desa namun penduduk turun membantunya. Kegiatan ini disebut
keregan

Dalam bidang politik, kerjasama juga dapat ditemui di kelompok-


kelompok masyarakat Indonesia seperti tingginya partisipasi masyarakat
dalam pemilihan kepala desa, pemilihan DPR, pemilihan presiden dan
kepala daerah. Partisipasi dalam pemilihan tersebut tidak hanya sebatas
memberikan suara, tetapi tak sedikit anggota masyarakat yang bergotong
royong mendirikan tempat pengumutan suara, membantu mengamankan
jalannya pengumutan suara, dan lainnya

Perlu dipahami bahwa dasar kerjasama dalam kehidupan sosial politik


adalah sila keempat Pancasila menempatkan begitu pentingnya nilai
kerjasama/gotong royong dijadikan landasan kehidupan politik. Pancasila
sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Perilaku politik harus
didasari nilai hikmat, kebijaksanaan, permusyawaratan dan perwakilan.
Nilai-nilai tersebut merupakan inti dari Kerjasama dalam kehidupan sosial
politik.

Sila keempat Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa


Indonesia akan terus memelihara dan mengembangkan semangat
bermusyawarah dalam perwakilan. Konsep musyawarah dan perwakilan
mengandung makna perlunya kerjasama. Lihat bagaimana pembentukan
sebuah Undang-Undang? Tanpa kerjasama dan musyawarah pembentuk
Undang-undang yang dibutuhkan masyarakat sulit diwujudkan.

Permusyawaratan memancarkan kehendak untuk menghadirkan


negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan dan
golongan, sebagai pantulan dari semangat kekeluargaan dari pluralitas
kebangsaan Indonesia dengan mengakui adanya
“kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”.

Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia


untuk merumuskan dan/atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak
rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat
atau mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara
(prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui badan-badan
perwakilan.

Hikmat kebijaksanaan merefleksikan tujuan sebagaimana dikehendaki


oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan,
persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.

Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dikatakan


benar jika memenuhi setidaknya empat prasyarat. Pertama, harus
didasarkan pada asas rasionalisme dan keadilan bukan hanya berdasarkan
subjektivitas dan kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan
banyak orang, bukan demi kepentingan perseorangan dan golongan. Ketiga,
berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui
akomodasi transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negatif).
Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan
pendapat semua pihak.

Sila Keempat ini juga merupakan suatu asas, bahwa tata pemerintahan
Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat, sebagaimana
ditegaskan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Atas dasar tersebut, disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat

3. KERJASAMA DALAM BIDANG KEHIDUPAN EKONOMI

Landasan kehidupan ekonomi bangsa Indonesia adalah Pasal 33 ayat


1 UUD Negara Republik Indonesa tahun 1945 menyatakan “Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Hal ini
berarti dalam kegiatan usaha ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling
membantu dalam suasana demokrasi ekonomi untuk mencapai
kesejahteraan bersama secara adil. Pasal 33 ayat (2) dan (3) menyatakan :
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan Pasal 33 ayat (2) dan (3)
diatas menegaskan bahwa perekonomian di Indonesia sebesar-besarnya
ditujukan untuk kemakmuran rakyat.

Mari kita cermati isi pasal 33 ayat 1 UUD 1945 di atas! Berdasarkan
pasal tersebut sesungguhnya perekonomian Indonesia harus disusun
berdasarkan asas kekeluargaan. Salah satu wujud nyata asas kekeluargaan
adalah adanya kerjasama atau gotong royong dalam membangun
perekonomian bangsa.

Mengapa manusia perlu bekerjama di bidang ekonomi? Untuk


memahaminya marilah kita cermati pendapat Charles H. Cooley yang
menyatakan bahwa timbulnya kerjasama apabila orang menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan
mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri
sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut melalui
kerjasama. Pada masyarakat Indonesia terdapat bentuk kerjasama yang
disebut gotong-royong.

Koentjaraningrat membedakan antara gotong-royong tolong-


menolong dan gotong-royong kerja bakti. Aktivitas tolong-menolong juga
tampak pada aktivitas kehidupan masyarakat yang lain, yaitu:
1. Aktivitas tolong-menolong antara tetangga yang tinggal berdekatan untuk
pekerjaan-pekerjaan kecil sekitar rumah dan pekarangan, seperti
menggali sumur, mengganti dinding bilik rumah, membersihkan rumah
dan atap rumah dari hama tikus, dan sebagainya.
2. Aktivitas tolong-menolong antara kaum kerabat (dan kadang-kadang
beberapa tetangga yang paling dekat) untuk menyelenggarakan pesta
sunat, perkawinan atau upacara adat lain sekitar titik-titik peralihan pada
lingkaran hidup individu (hamil, tujuh bulan, kelahiran, melepas tali pusat,
kontak pertama dari bayi dengan tanah, pemberian nama, pemotongan
rambut untuk pertama kali, pengasahan gigi, dan sebagainya).
3. Aktivitas spontan tanpa permintaan dan tanpa pamrih untuk membantu
secara spontan pada waktu seseorang penduduk desa mengalami
kematian atau bencana. Menurut Koentjaraningrat, gotong-royong kerja
bakti sebaiknya dibedakan antara gotong-royong kerja bakti untuk proyek-
proyek yang timbul dari inisiatif atau swadaya warga sendiri dan gotong-
royong kerja bakti untuk proyek-proyek yang dipaksakan dari atas.
Gotong-royong kerjabakti yang pertama, sebagai kerja bakti yang berasal
dari masyarakat, misalnya hasil keputusan rapat desa yang benar-benar
sesuai dan dibutuhkan oleh masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan
gotong-royong kerja bakti yang kedua seringkali tidak dipahami
manfaatnya oleh warga desa dan dirasakan lebih sebagai sebuah
kewajiban daripada sebagai sebuah kesadaran.

Menurut Soekanto (1978 ) gotong-royong diartikan sebagai bentuk


kerjasama yang spontan yang sudah terlembagakan yang mengandung
unsur timbal-balik yang sukarela antara warga desa dengan warga desa
lainnya dan dengan Kepala Desa serta musyawarah desa untuk memenuhi
kebutuhan desa, baik yang insindental maupun yang rutin dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan bersama.

Menurut Ter Haar dari sudut hukum adat, gotong-royong dibedakan


antara ordeling hulpbetoon dengan wederkering hulpbetoon. Yang dimaksud
dengan ordeling hulpbetoon wajib dilakukan dan secara langsung
didasarkan pada aturan hukum adat dan tidak didasarkan pada prestasi di
masa kini atau mendatang. Sedangkan wederkering hulpbetoon ada
misalnya apabila terjadi tolong-menolong kalau orang membuka tanah milik
yang sebelumnya telah dipilih. Didalam bahasa Jawa kegiatan yang pertama
disebut dengan istilah gugur gunung, sedangkan yang kedua disebut
sambat-sinambat

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini wujud


kerjasama atau gotong royong dalam membangun perekonomian Indonesia
yang sesuai pasal 33 UUD 1945 adalah koperasi. Namun karena kurangnya
masyarakat memahami dan ikut serta secara aktif membentuk dan
mengelola koperasi, keberadaan koperasi belum mampu bersaing dengan
lembaga perekonomian yang lain baik perusahaan swasta maupun BUMN.

Pahamilah bahwa sesungguh koperasi merupakan Soko Guru


Perekonomian Indonesia. Mengapa? karena koperasi merupakan suatu
badan usaha yang melaksanakan usahanya didasarkan atas azas
kekeluargaan. Mari kita cermati keunggulan koperasi dibandingkan dengan
badan usaha lainnya adalah

1. Dasar persamaan artinya setiap anggota dalam koperasi mempunyai hak


suara yang sama;
2. Persatuan, artinya dalam koperasi setiap orang dapat diterima menjadi
anggota, tanpa membedakan, agama, suku bangsa dan jenis kelamin;
3. Pendidikan, artinya koperasi mendidik anggotanya untuk hidup
sederhana, tidak boros dan suka menabung;
4. Demokrasi ekonomi, artinya imbalan jasa yang disesuaikan dengan jasa
masing-masing anggota berdasarkan keuntungan yang diperoleh; dan
5. Demokrasi kooperatif artinya koperasi dibentuk oleh para anggota
dijalankan oleh anggota dan hasilnya untuk kepentingan anggota.

Berdasarkan keunggulan ini koperasi sangat baik dikembangkan


dengan sungguh-sungguh, jujur, dan baik, sebagai wahana yang ampuh
untuk mencapai suatu masyarakat yang adil dan makmur.

4. KERJASAMA DALAM BIDANG KEHIDUPAN PERTAHANAN DAN


KEAMANAN NEGARA

Pertahanan dan Keamanan Negara erat kaitannya dengan bela


Negara. Dilihat dari perundang-undangan, kewajiban membela
negara dapat ditelusuri dari ketentuan dalam UUD l945 dan undang-undang
nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dalam UUD 1945 Pasal
30 ayat (1) ditegaskan bahwa “ tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Sedangkan dalam
Pasal 30 ayat (2) disebutkan bahwa “usaha pertahanan dan keamanan
negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai
kekuatanpendukung”.

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) dan (2) tersebut, ada
beberapa hal yang mesti kita pahami yaitu 1) keikutsertaan warga negara
dalam pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban;
2) pertahanan dan keamanan negara menggunakan sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta; 3) kekuatan utama dalam sistem pertahanan
adalah TNI, sedangkan dalam sistem keamanan adalah POLRI; 4)
kedudukan rakyat dalam pertahanan dan keamanan sebagai kekuatan
pendukung. Ketentuan hak dan kewajiban warga negara dalam usaha
pembelaan negara dan sebagai kekuatan pendukung.

Konsep yang diatur dalam Pasal 30 tersebut adalah konsep pertahanan


dan kemanan negara. Sedangkan konsep bela negara diatur dalam UUD
1945 Pasal 27 ayat (3) bahwa “ Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara”. Ikut serta pembelaan negara
tersebut diwujudkan dalam kegiatan penyelenggaraan pertahanan negara,
sebagaimana ditegaskan dalam UURI Nomor 3 tahun 2002 , Pasal 9 ayat
(1) bahwa “ Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan
negara”. Kemudian dalam UU RI Nomor 3 tahun 2002 bagian menimbang
huruf (c) ditegaskan antara lain ”dalam penyelenggaraan pertahanan negara
setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam
upaya pembelaan negara...”.

Pertahanan negara adalah segala usaha untuk memepertahankan


kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara (Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 3 tahun 2002).
Dengan demikian, jelaslah bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya
bela negara diwujudkan dalam keikutsertaannya pada segala usaha untuk
memepertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Kata “wajib” yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (3) dan UURI
Nomor 3 tahun 2002 Pasal 9 ayat (1) mengandung makna, bahwa setiap
warga negara, dalam keadaan tertentu dapat dipaksakan oleh negara untuk
ikut serta dalam pembelaan negara. Namun demikian, di negara kita sampai
saat ini belum ada keharusan untuk mengikuti wajib militer (secara masal)
bagi segenap warga negara Indonesia seperti diberlakukan di beberapa
negara lain. Sekalipun demikian, adakalanya orang-orang yang memiliki
keahlian tertentu (biasanya sarjana) yang dibutuhkan negara dapat diminta
oleh negara untuk mengikuti tes seleksi penerimaan anggota TNI sekalipun
orang tersebut tidak pernah mendaftarkan diri.

Secara spesifik Pertahanan dan Keamanan Negara dapat dilihat dalam


UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Istilah yang
digunakan dalam undang-undang tersebut bukan ”usaha pembelaan
negara” tetapi digunakan istilah lain yang mempunyai makna sama yaitu
”upaya bela negara”. Dalam penjelasan tersebut ditegas-kan, bahwa upaya
bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan negara.

Berdasarkan pengertian upaya bela negara, apakah kalian pernah ikut


serta dalam usaha pembelaan negara? Apabila kalian pernah ikut serta
menjaga wilayah negara termasuk wilayah lingkungan sekitar dari gangguan
atau ancaman yang membahayakan kesela-matan bangsa dan negara
berarti kalian sudah berpartisipasi dalam usaha pembelaan negara. Sikap
hormat terhadap bendera, lagu kebangsaan, dan menolak campur tangan
pihak asing terhadap kedaulatan NKRI juga menunjukkan suatu sikap dalam
usaha pembelaan negara.

Dengan demikian pengertian usaha pembelaan negara tidak terbatas


memanggul senjata, tetapi meliputi berbagai sikap dan tindakan untuk
meningkatkan kesejahteraan warga negara. Untuk meningkatkan
kesejahteraan warga negara, misalnya dengan usaha untuk mewujudkan
keamanan lingkungan, keamanan pangan, keamanan energi, keamanan
ekonomi.

UURI Nomor 3 Tahun 2002 menegaskan, bahwa pertahanan negara


berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan (Pasal 5) Sedangkan
yang dimaksud dengan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan, bahwa ancaman terhadap
sebagian wilayah merupakan ancaman terhadap seluruh wilayah dan
menjadi tanggung jawab segenap bangsa.

Atas dasar tersebut, maka kerjasama segenap warga negara dalam


upaya pembelaan negara bukan hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga
dalam lingkungan terdekat di mana kita berdomisili. Artinya menjaga
keutuhan wilayah lingkungan kita tidak dapat dipisahkan dari keutuhan
wilayah negara secara keseluruhan. (ingat konsep/prinsip Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional).

Setiap orang mempunyai kewajiban untuk bekerjama menjaga


keutuhan dan keamanan serta ketertiban wilayah sekitarnya mulai dari
lingkungan rumah sendiri, lingkungan masyarakat sekitar,
sampai lingkungan wilayah yang lebih luas. Adapun bentuk kerjasama
warga masyarakat dalam menjaga lingkungannya antara lain melalui
kegiatan sistem keamanan lingkungan (Siskamling), ikut serta
menanggulangi akibat bencana alam, ikut serta mengatasi kerusuhan
masal, dan konflik komunal. Bencana alam terutama banjir tampak telah
menjadi bencana nasional, karena hampir seluruh wilayah nusantara
terkena bencana tersebut. Oleh karena itu, perlu ada gerakan bersama
untuk menguranginya. Misalnya dengan gerakan membuat serapan air
sebanyak mungkin di lingkungan kita masing – masing. Membuat serapan
air dengan teknologi sederhana biopori ternyata mudah, murah dan dapat
dilakukan oleh siapa saja. Lokasi untuk membuat serapan juga tidak
membutuhkan tanah yang luas

Kerjasama dalam penyelenggaraan pertahanan negara dapat


diwujudkan dalam tindakan upaya bela negara. Salah satu sasaran yang
mesti dibela oleh setiap warga negara adalah wilayah negara. Wilayah
negara (teritorial) merupakan wadah, alat, dan kondisi juang bagi
berlangsungnya penyelenggaraan upaya bela negara. Setiap warga negara
mempunyai kewajiban untuk bekerja sama menjaga keutuhan wilayah
negara sesuai dengan posisi dan kemampuannya masing-masing. Kalian
sebagai siswa SMP berkewajiban untuk bekerjamsa menjaga keamanan
lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya masing-masing dari berbagai
ancaman dan gangguan yang dihadapi.

B. ARTI PENTING KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG


KEHIDUPAN

Kerjasama (cooperation) dimaksudkan sebagai usaha bersama antara


orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau
beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai
pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap
demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau
kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu anak tersebut akan
menggambarkan bermacam-macam pola kerjasama setelah dia menjadi
dewasa. Bentuk kerjasama tersebut berkembang apabila orang dapat
digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran
bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.

Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai


kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan
mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan
faktor-faktor yang penting dalam kerjasama yang berguna. (Soekanto, 2002
: 73).

Seperti diketahui masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang


majemuk baik dilihat dari aspek bahasa, budaya, agama, maupun kelompok-
kelompok sosial. Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, Kerjasama
ini bukan saja sebagai sebuah kewajiban, tetapi lebih sebuah kebutuhan
bagi seseorang. Untuk dapat bekerjasama setiap orang sebagai anggota
masyarakat harus mengembangkan sikap-sikap yang mendukung terjadinya
kerjasama dalam masyarakat.

Arti penting kerja sama dalam berbagai bidang kehidupan


bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara akan memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa. Oleh karena itu, kita harus menyadari adanya keberagaman
dalam kehidupan di masyarakat. Adanya keberagaman itu, justru
mendorong setiap warga negara mengembangkan persatuan dan kesatuan
bangsa. Oleh karena itu, dalam pergaulan di masyarakat, setiap warga
negara harus menjauhkan diri dari perilaku eksklusivisme.
Sikap eksklusivisme dapat memecah belah
persatuan dan kesatuan bangsa karena membuat kelompok sendiri ta
npa mau melakukan kerja sama dengan
warga negara lainnya dalam berbagai bidang kehidupan untuk
memajukan bangsa dan negara Indonesia.

Lalu apa manfaat kerjasama untuk kepentingan pribadi manusia itu


sendiri? Kusnadi (2003) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian
kerjasama mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut:

1. Kerja sama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan dan


peningkatan produktivitas.
2. Kerja sama mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih
produktif, efektif, dan efisien.
3. Kerja sama mendorong terciptanya sinergi sehingga biaya
operasionalisasi akan menjadi semakin rendah yang menyebabkan
kemampuan bersaing meningkat.
4. Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antarpihak
terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.
5. Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta meningkatkan
semangat kelompok.
6. Kerja sama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang
terjadi dilingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga
dan melestarikan situasi dan kondisi yang telah baik.
C. MEWUJUDKAN KERJASAMA DALAM BERBAGAI LINGKUNGAN
KEHIDUPAN

Sikap positif Mewujudkan Kerjasama dalam Berbagai Lingkungan


Kehidupan dapat dilihat sebagai berikut.

a. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan lingkungan yang paling efektif
untuk menaaamkan nilai-nilai, baik nilai agama, sopan santun, disiplin,
termasuk nilai-nilai Pancasila. Dalam keluarga, setiap orang mempunyai
kedudukan dan peran masing-masing. Misalnya, Ayah adalah kepala
keluarga, ia bertugas mencari nafkah. Selain itu, Ayah juga adalah pemimpin
keluarga yang bertugas mengarahkan semua anggota keluarga agar
menjadi baik. Dalam menjalankan tugasnya, Ayah di bantu oleh Ibu. Ibu
bertugas mengatur rumah dan menjaga serta mendidik anak-anak. Dalam
mengatur rumah, tentu ibu tidak bekerja sendirian, melainkan di bantu oleh
anakanak. Anak-anak harus membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah,
seperti menyapu, menyiram tanaman dan sebagainya. Dengan demikian,
perwujudan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan
cara bersama-sama membersihkan rumah tempat tinggal, bekerja sama
antaranggota keluarga, kedisiplinan dalam berbagai hal, musyawarah dalam
menyelesaikan masalah keluarga, tolong-menolong, kasih sayang dengan
anggota keluarga, dan berbagai sikap serta perilaku positif lainnya

b. Lingkungan Sekolah
Kehidupan di sekolah merupakan bentuk miniatur dalam kehidupan
bermasyarakat, oleh sebab itu nilai-nilai yang berkembang di sekolah pun
banyak yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Kerjasama di sekolah tentu
sangat diperlukan karena kegiatan di sekolah tidak akan berjalan jika
komponen-komponen yang berada di sekolah tidak bekerjasama antara satu
dan yang lainnya. Misalnya, kepala sekolah bertugas memimpin sekolah dan
membuat program-program sekolah. Guru bertugas mendidik anak-anak
dan menjalankan program-program yang telah ditetapkan. Penjaga sekolah
bertanggung jawab menjaga kebersihan dan bersama-sama satpam
menjaga keamanan sekolah. Adapaun para siswa selain berkewajiban
belajar dengan sungguh-sungguh, juga harus ikut serta memelihara
lingkungan sekolah dan mentaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di
sekolah. Contoh lain kerjasama siswa di sekolah diwujudkan melalui
partisipasi katif dalam pembentukan pengurus kelas yang terdiri dari ketua
kelas, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksinya.
c. Lingkungan Masyarakat, Bangsa, dan Negara
Dalam lingkungan masyarakat banyak sekali kegiatan yang memerlukan
kerjasama agar kegiatan itu dapat berjalan lancar, terasa lebih mudah serta
berhasil. Kerjasama di lingkungan kelurahan misalnya, dapat berupa kerja
bakti membersihkan selokan dan lingkungan sekitarnya. Contoh lainnya
yaitu bersama membangun jembatan, membersihkan lingkungan, dan
sebagainya.

Dalam masalah penyimpangan sosial, seperti mengganggu ketertiban,


masyarakat dapat bekerja sama untuk mencari penyelesaian secara
mandiri. Begitu pula, jika terjadi masalah, seperti bencana alam atau
minimnya sarana sosial (dalam bidang pendidikan, perhubungan, ekonomi,
dan sebagainya) masyarakat dapat bekerja sama mengupayakan berbagai
bantuan. Berbagai persoalan tersebut dapat diupayakan penyelesaiannya
melalui bentuk- bentuk kerja sama yang menjadi tradisi dalam masyarakat
kita, seperti musyawarah atau gotong royong. Masyarakat yang demikian
merupakan cermin masyarakat madani. Mereka tidak hanya mandiri dalam
mengupayakan kemajuan bersama, tetapi juga turut terlibat secara aktif
untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial.

Anda mungkin juga menyukai