Anda di halaman 1dari 16

HASIL OBSERVASI DAN REFLEKSI

A. Pemeriksaan Vital Sign


 Profil Pemeriksa
Perawat H
 Identitas Pasien
Nama pasien : E
Jenis kelamin : laki-laki
Nomor RM : 91.05.03645
Keluhan : cacar, panas, batuk kering semenjak 2 hari yang lalu
 Hasil Observasi Pemeriksaan Vital Sign

Pasien dipanggil namanya, lalu dipersilahkan masuk dan duduk.


Pemeriksa mengkonfirmasi identitas dan menanyakan keluhan yang
dirasakan oleh pasien. Setelah mengetahui keluhan yang diderita,
pemeriksa meminta pasien menempatkan sendiri ujung thermometer di
apex fossa aksilaris. Sambil menunggu 3-5menit, diikuti pemeriksaan
tekanan darah dengan posisi pemeriksa disebelah kanan pasien.

Pada pemeriksaan tekanan darah, pemeriksa menempatkan pasien


dengan duduk rileks dan siku sedikit menekuk serta meminta pasien
meninggikan lengan pakain . Tensimeter sudah dalam keadaan terbuka
sebelumnya, pemasangan manset rapih, tidak ketat dan sejajar dengan
jantung. Pemeriksa meraba pulsasi arteri brachialis, memasukkan
earpieces ke telinga dan mendengarkan melalui sisi membrane. Pompa
tensimeter dinaikkan dengan cepat, kemudian diturunkan perlahan-
lahan sampai diperoleh hasil tensi tekanan darah 90/60.

1
Sekitar 3-5menit thermometer diambil dan mendapatkan hasil
pemeriksaan suhunya yaitu 37,1 derajat. Pmeriksa mempersilahkan
pasien duduk di kursi tunggu sampai dipanggil dokter.

 Analisis profesionalisme
1. Informed consent
Informed consent berarti pernyataan setuju dari pasien yang
diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan
informasi dari dokter dan sudah mengerti oleh pasien. Selain
bertujuan memberikan penjelasan tentang tatacara, tujuan tindakan
dan resiko yang tidak terhindarkan,, informed consent juga
bertujuan melindungi secara hukum, baik pasien maupun dokter
dari tindakan dokter yang sewenang-wenang, sedang dokter juga
dilindungi dari tuntutan tidak wajar. Karena tercapainya
kesepaktan antara dokter-pasien merupakan dasar dari proses
tentang informed consent (Achaidot & guwandi, 2004)
Informed consent dapat dibagi tiga fase:
- Fase pertama adalah fase dimana seorang pasien datang ke
tempat praktek dokter. Dengan datangnya pasien ke tempat
dokter, berarti pasien sudah setuju dengan sukarela untuk
dilakukan berbagai pemeriksaan secara umum.
- Fase kedua adalah fase dokter dan pasien duduk
berhadapan. Dokter mennayakan keluhan dan berbagai
pertanyaan terkait dan pasien mengungkapkan rahasinya ke
dokter.
- Fase ketiga adalah saat dimana dokter mulai melakukan
pemeriksaan dan mungkin tambahan lainnya, seperti
pemeriksaan tambahan berupa EKG. Dokter juga
memberikan anjuran larangan hal-hal yang dapat
menghambat penyembuhannya.(Guwandi, 2004)

2
Dalam observasi ini, pemeriksa tidak memberikan kesempatan
pasien untuk memberikan persetujuan tindakan, yaitu pemeriksa
langsung meminta pasien menempatkan termometer ke fossa aksila.
Pemeriksa tidak menanyakan berapakah Tensi tekanan darah
biasanya, dan langsung memompa tekanan darah. Dalam hal ini,
meskipun pemeriksaan tekanan darah adalah pemeriksaan yang umum,
pemeriksa sewajarnya berkata “ ibu, saya akan mengukur tensi darah
ibu”, sehingga pasien mengerti dan berusaha bersikap kooperatif.

2. Prosedur pemeriksaan
Dalam buku panduan keterampilan medik FK UII blok 1.4
bahwa prosedur pemeriksaan vital sign yaitu, informed consent,
persiapan pasien, persiapan alat, cuci tangan WHO, tindakan
pemeriksaan dan melaporkan hasilnya.
Pasien dipersilahkan berbaring dengan nyaman, sehingga
hasilnya lebih akurat. Dalam persiapan alat tensimeter di cek katup
terbuka dan aliran raksa normal, stetoskop dicek baik membrane
atau corong, thermometer dikibaskan sampai menunjuk di bawah
35 derajat Celsius.
Cuci tangan WHO dilakukan sebelum dan sesuduah tindakan
untuk melindungi pemeriksa maupun pasien dari kontaminasi
penyebar penyakit. Sebelum pemeriksaan alangkah baiknya
pemeriksa mengucapkan basmallah.
Teknik pemeriksaannya yaitu pemeriksaan temperatur, denyut
nadi dan laju pernafasan selama 1 menit, dan tekanan darah,
dengan tidak dilaporkan hasil laju pernafasan kepada pasien. Pada
pemeriksaan temperatur, thermometer ditempatkan pada apex
fossa aksilaris dengan sendi bahu adduksi maksimal. Pada
pemeriksaan tekanan darah, pemasangan manset secara rapi, tidak
terlalu ketat dan sejajar jantung, meraba pulsasi arteri brakialis,

3
memompa tensimeter dengan menentukan systolic palpatoir,
kemudian baru menggunakan stetoskop pada sisi
corong/membrane, dipompa diatas 30mmHg systolic palpatoir,
turunkan sampai terdengar bunyi sistolic dan diastolic. Lalu
melaporkan hasilnya dan sebaiknya mengucapkan hamdalah serta
ucapan terima kasih.
Dalam observasi ini, pemeriksa tidak cuci tangan WHO
sebelum ataupun sesudah pemeriksaan, padahal pasien yang
sedang di periksa sedang sakit cacar, lalu pemeriksa tidak secara
jelas mengucapkan basmalah sebelum memeriksa.. Disini juga
tidak dilakukan pemeriksaan laju pernafasan dan denyut nadi. Pada
pemeriksaan tekanan darah menggunakan sisi membrane, tidak
melakukan systolic palaptoir terlebih dulu, pemeriksa menuturkan
bahwa pemeriksaan laju pernafasan dan denyut nadi hanya
dilakukan pada keluhan sakit tertentu.
3. Etika

Menurut kamus besar bahasa Indonesia dari departemen


pendidikan dan kebudayaan(1998), etika adalah ilmu tentang baik
buruk, dan seperangkat nilai yang berkenaan dengan akhlak.

Menurut achadiat (2004), etika kedokteran terdapat dalam


Kode Etik Kedokteran yang pada hakikatnya melaksanakan 4
kewajiban pokok yakni kewajiban umum, kewajiban terhadap
pasien, kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap
diri sendiri. Dalam pasal 8 KODEKI yang berbunyi: dalam
melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek
pelayanan kesehatan yang menyeluruh(preventif, promotif, kuratif
dan rehabilitasi), baik fifik maupun psiko-sosial, serta berusaha

4
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-
benarnya.

Dalam hal ini, pemeriksa bersikap menghormati pasien dengan


menyapanya, berbicara dengan sopan dan ramah-tamah. Namun
pemeriksa cenderung mengabaikan kesehatannya sendiri dengan
kurang hati-hati dan tidak melindungi diri, seperti tidak mencuci
tangan dan memakai masker. Meskipun pemeriksa seorang
perawat namun dia berkewajiban memberi pelayanan yang
kompeten kepada pasien, dan dokter berhak mengoreksi apabila
terdapat keganjalan dalam hasil pemeriksaan perawat.

4. Moral
Moral dalah standar yang dianggap masyarakat tentang benar
dan salah serta berisi nilai-nilai dan norma. Terdapat 4 kaidah
dasar moral, yang pertama prinsip autonomy, dimana seorang
dokter harus menghormati hak pasien. Kedua yaitu prinsip
beneficience, seorang dokter harus mengutamakan tindakan yang
ditujukan kepada kebaikan pasien. Ketiga yaitu prinsip
nonmaleficience, seorang dokter harus menghindari tindakan yang
dpat memperburuk pasien. Keempat yaitu prinsip justice, bersikap
adil tidak membeda-bedakan pasien.(Guwandi, 2008)
Pemeriksa yang seorang perawat bersikap adil tanpa membeda-
bedakan pasien baik tua atau muda, dan memeriksa yang sesuai
dengan keluhan pasien, yaitu saat pasien mengeluh demam,
perawat memeriksa dengan thermometer.
 Hasil Observasi komunikasi
Pemeriksa menyapa dengan ekspresi wajah cukup baik,
mengkonfirmasi identitas pasien menanyakan nama lengkap dengan
intonasi sopan.

5
Komunikasi verbal yang dilakukan dengan suara jelas, tidak
terlalu cepat dan menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari yang
saling dipahami satu sama lain. Pemeriksa menggunakan pertanyaan
terbuka tentang bagaimana keluhan yang dirasakan pasien, dan
beberapa pertanyaan tertutup seperti “sudah berapa hari batuknya
mas??”. Pemeriksa dalam komunikasi nonverbal berupa duduk
dengan tidak bersandar ke kursi dan tangannya tidak menyilang.
Sikap pemeriksa dalam mendengarkan keluhan pasien terlihat
serius tidak cenderung mengacuhkan pembicaraan pasien, tidak
memotong pembicaraan pasien, dan memparafrase informasi yang
disampaikan.
 Analisis Komunikasi
Menurut liliweri (2009), komunikasi kesehatan adalah studi yang
mempelajari bagaimana cara menggunakan strategi komunikasi untuk
menyebarluaskan informasi yang dapat mempengaruhi individu dapat
membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan pengelolaan
kesehatan.
Pada dasarnya komunikasi kesehatan bertujuan mengatasi masalah
kesehatan meliputi informasi yang berkaitan dengan kondisi kesehatan
individu, bagaimana memaksimalkan perawatan, pemberian terapi,
dan pendekatan alternatif. Selain itu, komunikasi bertujuan khusus
menciptakan kepercayaan publik, membentuk sikap komunikasi yang
menyenangkan dan empati.
Dalam pengamatan ini, beberapa aspek yang dinilai, yakni:
1. Active listening
Pemeriksa mendengarkan dengan baik yaitu duduk tenang
tidak mondar-mandir sambil mencatat keluhan yang dirasakan
pasien.
2. Empati

6
Pemeriksa menyapa hanya mengkonfirmasi nama asli tanpa
memberi salam yang baik, karena memang saat itu konteksnya
sedang padat pasien yang mengantri, sehingga terkesan buru-buru,
dan sambung rasa empatinya kurang terjalin.
3. Komunikasi verbal & nonverbal
Pemeriksa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia sehari-hari.
Cenderung sering menanyakan pertanyaan tertutup dan merespon
dengan sedikit pernyataan, antusias mendorong pasien bicara ke
pasien kurang karena suasana ruangan yang tidak kondusif, ramai
pasien.
Kontak mata yang terjalin juga kurang karena pemeriksa sibuk
mencatat keluhan pasien, dan melakukan tindakan pemeriksaan
tekanan darah dengan sangat cepat.
B. Pemeriksaan fisik thorax
 Profil Pemeriksa
dr. F
 Identitas pasien
Nama Pasien : A
Jenis kelamin : perempuan
Umur :7 th
Nomor RM : 010500291
Keluhan : panas 1 minggu, pusing, tidak mau makan

 Hasil Observasi Pemeriksaan Thorax


Pasien dipanggil dokter ke ruangan pemeriksaan, mempersilahkan
duduk pasien dan pengantarnya. Dokter menanyakan keluhan dll,
kemudian meminta pasien berbaring di tempat tidur dengan posisi
pemeriksa di sebelah kanan pasien.

7
Pemeriksa melakukan palpasi di bagian abdomen dan daerah
sekitar arteri karotis. Palpasi bagian abdomen dengan ujung-ujung
kedua jari untuk memastikan ada nyeri atau tidak dengan menanyakan
ke pasien.
Selanjutnya tindakan perkusi dan auskultasi dengan sangat cepat.
Perkusi dilakukan dibagian abdomen daerah sekitar lambung juga,
dengan posisi jari tengah terfiksasi ke abdomen dan ketukan dengan
jari tengah tangan kanan. Auskultasi dilakukan daerah apeks,
trikuspudal, mitral, pulmonal, aorta, dengan memasang earpieces
diluar kerudung dan mendengarkan pada sisi membrane(diafragma).
 Analisis profesionalisme
1. Informed consent
Menurut Guwandi (2004), nformasi yang seorang dokter wajib
beritahukan kepada pasien sebelum tindakan dilakukan adalah:
- Diagnosa yang ditegakkan.
- Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
- Manfaat dan resiko.
- Konsekwensi apabila tidak dilakukan tindakan.

Secara umum yang memberi persetujuan adlah pasien itu


sendiri, jika pasien berakal sehat, sudah dewasa. Dalam KUHP
perdata, seseorang dianggap dewasa secara umum membuat
perjanjian termasuk perjanjian terapeutik, adalah mereka yang
berumur 21 tahun atau sudah menikah sebelumnya. Untuk mereka
yang belum dianggap dewasa di wakili anggota keluarga atau
walinya.

Pemeriksa lebih banyak melakukan informed consent dengan


wali daripada pasien, karena pasien belum dewasa dan terlihat
malu/takut menyampaikan keluhannya. Pemeriksa berusaha
memberi penjelasan agar wali dari pasien mengerti. Pemeriksa

8
sempat meminta persetujuan mengenai pemeriksaan pengambilan
sampel cairan/darah, karena ditakutkan terjadi infeksi, namun
pasien sendiri tidak bersedia, sehingga pemeriksa hanya
memberikan resep obat dan meminta untuk kembali control 3hari
kemudian.

2. Prosedur pemeriksaan
Dalam buku panduan keterampilan medik FK UII blok 1.4
bahwa prosedur pemeriksaan fisik thorax meliputi, informed
consent, persiapan pasien, persiapan alat, cuci tangan WHO
sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan, serta 4 pemeriksaan
diantaranya inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Cuci tangan WHO dilakukan sebelum dan sesuduah tindakan
untuk melindungi pemeriksa maupun pasien dari kontaminasi
penyebar penyakit. Sebelum pemeriksaan alangkah baiknya
pemeriksa mengucapkan basmallah.
Teknik pemeriksaan yang pertama yaitu, inspeksi dengan
melihat secara umum dari luar kondisi pasien apakah terdapat
kelainan pada dada dan punggung. Pemeriksaan kedua yaitu,
Palpasi yang dilakukan meliputi, identifikasi ada tidaknya nyeri,
masa, krepitasi dengan menggunakan ujung-ujung jari, fremitus
suara paru kanan-kiri, pulsasi area precordial(apeks, trikuspidal,
septal, pulmonal, dan aorta). Pemeriksaan ketiga yaitu perkusi,
meliputi paru bagian belakang, paru bagian depan dan
menentukaan batas jantung. Pemeriksaan keempat yaitu,
auskultasi bagian precordial dan arteri karotis.
Setelah selesai pemeriksaan, pemeriksa mengucapkan
hamdalah dan terimakasih.
Dalam observasi ini, pemeriksa tidak melakukan cuci tangan
WHO sebelum maupun sesudah pemeriksaan, dan tidak terdengar

9
mengucapkan basmalah dan hamdalah. Pemeriksaan fisik dada
depan tidak melakukan palpasi(gerakan nafas, fremitus, pulsasi
area precordial), tidak melakukan perkusi area jantung dan paru.
Yang dilakukan hanya perkusi bagian abdomen dan auskultasi area
precordial, itupun perkusi yang dilakukan sangat singkat dan
memakai earpieces di luar kerudung, tidak dimasukkan langsung
ke telinga. Pemeriksaan fisik punggung belakang yang meliputi
inspeksi, perkusi, dan auskultasi tidak dilakukan.
3. Etika
Disamping seorang dokter melaksanakan kewajiban dan
haknya yang tertera dalam KODEKI, Upaya memenuhi harapan
pasien, bagi dokter penting untuk memberikan contoh nilai-nilai
pengobatan terutama belas kasih, kompeten, dan otonomi.
Belas kasih, pasien akan merespon lebih baik jika seorang
dokter tidak hanya mampu melakukan pengobatan terhadap
penyakitnya, namun menghargai masalah mereka dengan
merespon dengan lebih baik.
Kompetensi, dengan cepatnya perkembangan pengetahuan
medis, seorang dokter harus bisa mempertahankan kompetensinya.
Tidak hanya pengetahuan medis yg dijaga, namun keterampilan
dan tingkah laku harus dijaga.
Otonomi, dokter secara kolektif menentukan bagaimana
menangani pasien mereka dan praktek pengobatannya. Pada saat
yang sama juga, terjadi penerimaan oleh dokter untuk menerima
otonomi dari pasien, yang berarti pasien menjadi pembuat
keputusan tertinggi maslah yang menyangkut diri mereka sendiri.
(Williams, 2006).
Pemeriksa terlihat sangat cepat dan melakukan pemeriksaan
dengan seefektif mungkin karena keterbatasan waktu, dimana
masih banyak pasien lain yang mengantri. Sehingga dalam waktu

10
yang sesingkat itu dokter berusah tetap kompeten. Dia melakukan
dengan hati-hati, terlebih pasien yang ditangani masih kanak-
kanak. Namun dokter tersebut terlihat tidak menunjukkan belas
kasih yang berarti, seharusnya lebih bersikap ramah karena
pasiennya anak kecil, sehingga tidak merasa takut atau malu-malu.
4. Moral
Empat kaidah dasar moral, yang pertama prinsip autonomy,
dimana seorang dokter harus menghormati hak pasien. Kedua yaitu
prinsip beneficience, seorang dokter harus mengutamakan tindakan
yang ditujukan kepada kebaikan pasien. Ketiga yaitu prinsip
nonmaleficience, seorang dokter harus menghindari tindakan yang
dpat memperburuk pasien. Keempat yaitu prinsip justice, bersikap
adil tidak membeda-bedakan pasien.(Guwandi, 2008).
Saat pasien enggan melakukan pemriksaan pengambilan
smapel darah/cairan, pemeriksa menghormati hak otonomi pasien.
Pemeriksa juga bersikap adil, bertindak dalam menunjang
kebaikan pasien.

 Hasil Observasi komunikasi


Ekspresi wajah pemeriksa ramah tidak terlihat marah, menyapa
nama pasien. Bahasa yang digunakan saling dipahami satu sama lain,
suaranya jelas tidak terlalu cepat, serta intonasinya cukup tidak terlalu
keras atau pelan.
komunikasi verbal menggunakan beberapa pertanyaan terbuka
dan tertutup. komunikasi nonverbal pun pemeriksa duduk tidak
bersandar ke kursi dan tangan tidak menyilang. Kontak mata terlihat
kurang karena pemeriksa cenderung serius berfikir dengan solusi dari
keluhan yang disampaikan pengantar pasien, dimana pasiennya
seorang anak 7th.

11
Setiap keluhan yang dilontarkan pengantar pasien , pemeriksa
terlihat penuh perhatian, tidak memotong pembicaraan lawan bicara,
serta memparafrasekan ulang apa yang disampaikan pengantar pasien.
Pemeriksa juga menyarankan berbagai hal seperti meminta persetujuan
control kembali setelah 3hari, ditakutkan ada infeksi.
 Analisis Komunikasi
komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien adalah
apabila tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun dokter

bersama pasien pada setiap langkah penyelesaian masalah pasien.

Untuk sampai pada tahap tersebut, diperlukan berbagai


pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan,
tulisan/verbal, non-verbal), menjadi pendengar yang baik (active
listener), pemilihan alat penyampai pikiran atau informasi yang tepat
(channel), dan mengekspresikan perasaan dan emosi.
Dalam komunikasi terdapat elemen penting yaitu
sumber(pengirim pesan), penerima pesan, dan saluran(channel).
Pengirim pesan bertanggung jawab terhadap pesan yang disampaikan
apakah jelas dan bisa diterima dengan baik oleh penerima pesan.
Namun penerima pesan juga harus berkonsentrasi penuh sehingga
dapat memberi umpan balik(feedback). Dalam komunikasi dokter-
pasien, kedua-duanya bisa menjadi sumber pesan dan penerima pesan.
Pasien yang didampingi oleh wali, dokter harus memastikan
bahwa pendamping tersebut benar-benar memahami pesan dari dokter
sehingga tidak terjadi salah interpretasi.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang
Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter (2002), empati
disusun dalam empat batasan definisi:

12
- Kemampuan kognitif dokter dalam menanggapi kebutuhan
pasien.
- Menunjukkan afektivitas/sensitivitas dokter terhadap
pasien.
- Kemampuan perilaku dokter dalam menyampaikan
empatinya.
(Wasisto, Sudjana, dkk., 2006)
1. Active listening
Pemeriksa mendengarkan dengan baik, yaitu duduk tenang
dangan posisi badan tidak bersandar ke kursi dan tangan tidak
menyilang, tidak memotong pembicaraan wali pasien dan
mendorongnya untuk mengungkapkan semua keluhan yang pernah
dialami pasien.
2. Empati
Pemeriksa menyapa dengan baik yaitu menanyakan identitas
lawan bicara dan selama proses pemeriksaan terlihat suasana
komunikasi tidak tegang. Saat pasien enggan dilakukan
pemeriksaan pengambilan cairan/darah, pemeriksa menghormati
dan menghargai keputusan pasien, namun pemeriksa meminta
untuk mengontrol kembali 3hari kemudian, karena dokter khawatir
penyaktnya semakin parah.
3. Komunikasi verbal & nonverbal

Komunikasi nonverbal yang dilakukan pemeriksa yakni


dengan mengamati ekspresi lawan bicara dengan sesekali sambil
mencatat keluhan dan bersikap cepat dalam mengmbil keputusan.
Pemeriksa bertanya dengan sopan, menggunakan kalimat yang
dipahami lawan bicara. Interaksi komunikasi terjalin baik dan
seimbang, Ada saatnya pemeriksa berperan sebagai penerima
pesan, mendengarkan keluhan pasien. ada saatnya pemeriksa

13
berperan sebagai sumber pesan berupa menyampaikan penjelasan
penyakit, pengobatan, dan hal-hal yang perlu ditindak lebih lanjut.

14
PENUTUP

KESIMPULAN

 Lingkungan puskesmas Depok 1 terlihat sederhana, halaman luar bersih dan


tersusun rapi. Ruangan bagian pemeriksaan umum sempit sehingga terlihat
kurang nyaman baik bagi pasien maupun tenaga medinya.
 Pelayanan yang dilakukan tenaga medis sangat cepat, dikarenakan masih
banyak pasien yang mengantri, sehingga terlihat kurang kondusif.
 Tenga medis:
- Dokter: bersikap sopan dan ramah terhadap pasien, dan
tetap berusaha kompeten memeriksa pasien, dalam waktu
yang singkat dan jumlah pasien yang terbilang banyak.
- Tenaga medis lain: tanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya, namun hanya beberapa tenaga medis yang
bersikap ramah-tamah.

SARAN

 Ruangan pemeriksaan agar dibuat lebih nyaman, dan kondusif sehingga


pasien maupun tenaga medis lainnya tetap merasa nyaman dan tugas yang
dilakukan lebih baik.
 Tenaga medis:
- Dokter dan tenaga medis yang berkontak dengan pasien
secara langsung agar mencuci tangan sebelum/sesudah
pemeriksaan dan memakai masker, sehingga terhindar dari
penyebaran penyakit.
- Meningkatkan kemampuan menjalin komunikasi dengan
pasien, sehingga pasien lebih merasa dihargai dan nyaman
menyampaikan semua keluhannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, C.M, 2004, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dalam Tantangan
Zaman, EGC, Jakarta.

FK UII, 2015, Panduan Keterampilan Medik Blok Kardiovaskuler dan Respirasi 1.4,

Yogyakarta.

Guwandi, J., , Informed Consent & Informed Refusal(edisi 4), FK UI, Jakarta.

Guwandi, J., Informed Consent, FK UI, Jakarta.

Hanafiah, M.J., Amir, A., 2007, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan(edisi 4),

EGC, Jakarta.

Liliweri, A., 2009, Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Williams, J.R, 2006, Medical Ethics Manual. Sagiran, 2006, (alih bahasa), PSKI FK
UMY, Yogyakarta.

Wasisto, B., Sudjana, G., 2006, Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, Konsil

Kedokteran Indonesia, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai