ABSTRAK
Insomnia dapat terjadi akibat adanya masalah fisik dan psikologis seperti, ansietas, depresi,
dan ketidaknyamanan fisik sehingga insomnia pada lansia memerlukan perhatian khusus.
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara ansietas, depresi, dan ketidaknyamanan
fisik dengan kejadian insomnia pada lansia. Desain penelitian yang digunakan adalah
deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah
52 responden dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Alat ukur berupa kuesioner.
Analisa data menggunakan univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mayoritas usia lansia adalah 62 tahun, mengalami ansietas, banyak yang tidak depresi,
mengalami ketidaknyamanan fisik, mengalami insomnia, ada hubungan antara ansietas
dengan kejadian insomnia dengan nilai p-value 0,000, tidak ada hubungan antara depresi
dengan kejadian insomnia dengan nilai p-value 0,322. terdapat hubungan antara
ketidaknyamanan fisik dengan kejadian insomnia dengan nilai p-value 0,001. Diharapkan
lansia dapat mengetahui beberapa fakor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya insomnia .
ABSTRACT
Insomnia can occur due to physical and psychological problems such as anxiety, depression,
and physical discomfort, so insomnia in the elderly requires special attention. The purpose of
this study was to determine the relationship between anxiety, depression, and physical
discomfort with the incidence of insomnia in the elderly. The research design used is
descriptive correlation with cross sectional approach. The sample in this study amounted to
52 respondents with a total sampling technique. Measuring instruments in the form of a
questionnaire. Data analysis uses univariate and bivariate. The results showed that the
majority of elderly people were 62 years old, experienced anxiety, many were not depressed,
experienced physical discomfort, experienced insomnia, there was a relationship between
anxiety and the incidence of insomnia with a p-value of 0,000, there was no relationship
between depression and insomnia events with values p-value of 0.322. there is a relationship
between physical discomfort with the incidence of insomnia with a p-value of 0.001. It is
expected that the elderly can find out some trigger factors that can cause insomnia.
1
PENDAHULUAN
Seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun Masalah psikologis depresi merupakan
disebut lanjut usia (elderly) (World Health masalah yang sudah sangat luas di masyarakat
Organization, 2016). Menurut data dari WHO dan masih banyak lanjut usia yang terabaikan
(World Health Organization) tahun 2014 keberadaannya karena masalah depresi (Nofus
diseluruh dunia jumlah orang dengan lanjut & Sutanta, 2018). Angka prevalensi depresi
usia diperkirakan sebanyak 629 juta dengan pada lanjut usia diseluruh dunia pada tahun
usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada 2014 berkisar 13,5% dari seluruh jumlah lanjut
tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. usia dengan perbandingan wanita sebanyak
JawaTengah menempati posisi ketiga yaitu 8,4% dan pria sebanyak 5,1% (WHO, 2014).
dengan jumlah (10,34%). Diperingkat pertama Berdasarkan data Depkes RI tahun 2014 di
yang menduduki jumlah lansia tertinggi adalah Indonesia prevalensi lanjut usia sebanyak
DIY yakni (13,02%), dan diurutan kedua 20.893.000 jiwa dengan jumlah lanjut usia
adalah Jawa Timur (10,40%) (BPS,2015). yang mengalami depresi ringan sampai berat
sebanyak 32% (Depkes RI, 2014). Penelitian
Lansia sangat rentan mengalami penurunan yang dilakukan oleh Hatmanti dan Muzdalifah
status kesehatan. Penurunan status kesehatan (2019) menunjukkan bahwa tingkat depresi
pada lansia dapat mengganggu kualitas tidur berpengaruh secara signifikan terhadap
pada lansia. Sehingga dapat menyebabkan kejadian insomnia pada lansia yang dilakukan
terjadinya masalah gangguan tidur atau di Griya Werdha Jambangan Surabaya. Hal ini
insomnia. Gangguan tidur (Insomnia) adalah terjadi ketika lansia mengalami penurunan
kesulitan untuk memulai tidur atau kesulitan fisik dan masalah psikologis cenderung akan
untuk tetap tidur, atau gangguan tidur yang mengalami susah tidur yang dapat
membuat penderita merasa belum cukup tidur mengakibatkan terjadinya insomnia ( Hatmanti
pada saat terbangun (Yuli, 2014). Di dunia, & Muzdalifah, 2019). Hasil lain dari Nofus dan
angka prevalensi insomnia pada lansia Sutanta (2018) menunjukan adanya hubungan
diperkirakan sebesar 13-47% dengan proporsi antara depresi dengan insomnia pada lansia
sekitar 50-70% terjadi pada usia diatas 65 yang dilakukan di Panti Werdha Budhi
tahun. Di Indonesia, angka prevalensi Dharma Ponggalan Umbulharjo Yogyakarta.
insomnia pada lansia sekitar 67% (Suastari, Hal ini dikarenakan meningkatnya tingkat
Tirtayasa, Aryana, & Kusumawardhani, 2014). depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi
Dharma Ponggalan Umbulharjo Yogyakarta,
Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur antara Yang akan berakibat pada semakin beratnya
lain : usia, status kesehatan fisik, lingkungan, tingkat insomnia yang dialami lansia.
stres psikologis. Stres Psikologis seperti
cemas, dapat disebabkan karena kondisi cemas Masalah psikologis Ansietas dapat
sendiri akan meningkatkan norepinefrin darah mempengaruhi tidur pada lansia. Ansietas
melalui sistem saraf simpatis (Yuli, 2014). merupakan perasaan tidak nyaman atau
Penyebab kekhawatiran yang samar disertai respon
insomnia yang lain diantaranya masalah perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
penggunaan obat- obatan (seperti alkohol, terhadap bahaya (Nanda, 2018-2020). Hal ini
banyak mengkonsumsi kafein), dan sosial didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
(seperti gangguan kecemasan, nyeri fisik atau oleh Fatmasari dan Sudyasih (2018). Diketahui
ketidaknyaman, gangguan bipolar atau depresi) adanya hubungan antara Tingkat Kecemasan
(Bhasin, 2016; Shrestha, Roka, Shrestha, & dengan Kualitas Tidur pada lansia di Dusun
Shakya, 2017). Gangguan insomnia pada lansia Celungan Sumberagung Moyudan Sleman
tidak boleh dianggap penyakit yang ringan. Yogyakarta. Responden yang memiliki tingkat
Karena insomnia pada lansia dapat kecemasan panik, paling banyak mengalami
mengakibatkan dampak yang cukup berat kualitas tidur sedang sebanyak 20 respoden
seperti, merasa kelelahan, pusing, gangguan (87,0%) dan kualitas tidur ringan sebanyak 3
emosi, sulit berkonsentrasi dll. Bahkan hal ini responden (16,7%). Hal ini dikarenakan
sering berakibat menimbulkan resiko jatuh semakin tingkat kecemasan yang dialami
pada lansia. (Mehmet dan Roizen, 2009 dalam lansia maka lansia tersebut akan
Hanisa, 2014)
2
mengalami gangguan kualitas tidur. Begitupula mengatakan terbangun dimalam hari rata-rata
sebaliknya semakin rendah tingkat ansietas 3-4 kali. 6 dari 10 orang lansia mengatakan
yang dialami lansia maka semakin berkurang sulit untuk tertidur kembali. Lama waktu tidur
resiko gangguan tidur yang dialami oleh lansia. lansia yang mengalami gangguan tidur akibat
nyeri rata-rata 3-4 jam. 4 lansia yang lain
Ketidaknyamanan fisik dapat mempengaruhi mengeluhkan sering merasa kurang segar dan
kualitas tidur pada lansia. Ketidaknyamanan merasa kurang terpenuhi akan kebutuhan
fisik yang sering ditemukan pada klien tidurnya.
penderita insomnia adalah nyeri kronik atau
penyakit fisik (Hartono dkk, 2017). Menurut Studi pendahuluan lain, 8 dari 10 lansia juga
Dewi (2014) gambaran penyakit fisik yang mengatakan penyebab terjadinya gangguan
sering terjadi pada lansia yaitu hipertensi, tidur lain yang dialaminya karena sering
CHF, PPOM, osteoarthritis, dan penyakit sendi merasa cemas. Cemas akan adanya proses
degenaratif. Penelitian yang dilakukan oleh penuaan, cemas dengan mulai menurunya
Hartono, Februanti, Cahyati (2017) pada status kesehatan, dan cemas akan datangnya
lansia, terdapat hubungan antara penyakit fisik suatu kematian yang akan dialaminya. Rata-
dengan kejadian insomnia pada lansia di rata lama waktu tidur lansia yang mengalami
RPTSW Garut. Hal ini dikarenakan lansia yang cemas 3-4 jam. Dengan waktu pergi tidur
memiliki penyakit fisik beresiko terkena diatas jam 10 malam. Sering terbangun
masalah gangguan tidur baik gangguan tidur dimalam hari sebanyak 3-4 kali. Sering
sedang maupun gangguan tidur berat. Hal ini terbangun lebih awal sekitar jam 4 pagi. 8 dari
dikarenakan nyeri kronik atau penyakit fisik 10 lansia yang mengalami cemas juga
merupakan keluhan yang cukup sering mengatakan sering sulit tertidur kembali jika
ditemukan pada pasien insomnia dan sudah terbangun atau membutuhkan waktu
berhubungan dengan kondisi yang tidak kurang lebih 1 jam untuk memulai tidur
nyaman akibat nyeri. Penelitian lain yang kembali. 7 dari 10 lansia mengatakan jarang
dilakukan oleh Rusmilawaty dan Darmayanti tidur di siang hari, dan 3 lansia yang lain sering
(2014), menunjukan adanya hubungan nyeri tidur di siang hari dengan rata-rata lama waktu
kepala dengan gangguan tidur pada lansia di tidur kurang lebih 1 jam. Berdasarkan
panti sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera fenomena diatas perlu dilakukan penelitian
Banjarbaru. Hal ini dikarenakan faktor nyeri lebih lanjut. Tentang penelitian yang terkait
kepala secara langsung dapat mempengaruhi dengan “Hubungan Ansietas, Depresi, dan
tidur lansia. Rasa tidak nyaman pada seluruh Ketidaknyamanan fisik dengan kejadian
area kepala dengan batas dari dagu sampai ke insomnia pada lansia di Kelurahan Balok Kec.
daerah belakang kepala yang membuat lansia Kendal.
mengalami tidur yang tidak adekuat baik
kuantitas maupun kualitas tidurnya. Berdasarkan fenomena dan latar belakang
diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang
Studi pendahuluan yang dilakukan di “Hubungan Antara Ansietas, Depresi dan
Kelurahan Balok Kec. Kendal terhadap 10 ketidaknyamanan Fisik dengan Kejadian
orang lansia. Mengatakan sering mengalami Insomnia di Kelurahan Balok Kecamatan
masalah gangguan tidur. Waktu pergi tidur Kendal”
lansia rata-rata pada jam 9-10 malam. 6 orang
lansia mengatakan cukup membutuhkan waktu METODE
kurang lebih 20 menit untuk memulai tidur, Desain penelitian yang digunakan peneliti
dan 4 lansia membutuhkan waktu tidur kurang adalah deskriptif korelasi dengan
lebih 1 jam. Penyebab gangguan tidur lansia pendekatan cross sectional. Sampel dalam
berbeda-beda pada setiap individunya. 6 orang penelitian ini adalah semua lansia yang ada
dari 10 lansia mengatakan mengalami susah di Desa Balok Kecamatan Kendal
tidur dimalam hari karena sering mengalami
Kabupaten Kendal karena terdapat 27
nyeri di kepala dan 4 orang yang lain
mengatakan sulit mengalami tidur dimalam lansia yang tidak memenuhi kriteria inklusi
hari karena sering mengalami nyeri pada lutut sehingga sampel menjadi 52 lansia. Teknik
dan badannya terasa pegal-pegal. Semua lansia sampling dalam penelitian ini adalah
3
menggunakan total sampling. Alat penelitian responden yang nilainya kurang dari 10 yaitu
ini menggunakan kuesioner Ansietas, Depresi sebanyak 21 responden (40,4%), dengan nilai yang
dan Ketidaknyamanan fisik serta kuesiober 10 sebanyak 24 responden (46,2%), dan nilai yang
lebih dari 10 yaitu 7 responden (13,4%). Dengan
insomnia. Analisis data menggunakan
nilai Maksimumnya 14 dan nilai minimumnya 7.
univariat dan bivariat.
Tabel 4
HASIL Tendensi sentral Ketidaknyamanan Fisik, di
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Kelurahan Balok Kecamatan Kendal, Januari
2020 (n=52)
Tabel 1
Hasil Distribusi Frekuensi Karakteristik Variabel Median SD min max
Responden Berdasarkan Usia di Kelurahan Ketidaknya 1,00 0,670 1 3
Balok Kecamatan Kendal (n=52) manan Fisik
Varia Mean Media SD min max Tabel 4 menunjukkan bahwa Hasil tendensi
bel n sentral ketidaknyamanan fisik di Kelurahan
Balok Kecamatan kendal didapatkan hasil nilai
Usia 62, 96 62,00 60 72 median 1,00. Dengan nilai 1 sebanyak 29
responden (55,8) dan nilai yang lebih dari 1
Tabel 1 menunjukkan bahwa Hasil sebanyak 23 respoden (44,2%). Nilai nya 1 dan
distribusi frekuensi Responden Berdasarkan maksimumnya 3.
Usia di Kelurahan Balok Kecamatan Kendal,
menunjukkan bahwa dari 52 responden rata- Tabel 5
rata berusia 62 tahun, usia termuda 60 tahun Tendensi Sentral Insomnia, di Kelurahan
dan usia tertua yaitu 72 tahun. Balok Kecamatan Kendal, Januari 2020 (n=52)