Proses Adaptasi Dewasa Awal

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

TUGAS RESUME

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan

Oleh Dosen Pembimbing Rahajeng Siti Nur Rahmawati, M.Keb.

Disusun Oleh :

1. Palupi Endah Pramestiwi P17321195010


2. Dian Asih Ning Utami P17321195011
3. Nur laili Niswa P17321195019
4. Anggun Sheila P17321195026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D-IV ALIH JENJANG KEBIDANAN KEDIRI
2019
Proses Adaptasi Psikologis pada Wanita

A. Proses Adaptasi Masa Dewasa Awal (Early Adulthood)


Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai
dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi
sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental age-nya, Berbagai masalah juga muncul
dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari
ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri,
dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.
Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik.
Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit,
mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah
masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik
yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa
awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam
menyelesaikan suatu masalah. Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari
perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan
egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang
peranan penting. 
Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan
dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga,
mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat
hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa
awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim
dengan lawan jenisnya.
Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal
dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian
diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.
1. Hasil Penelitian Psikologi Dewasa Awal
Hasil penelitian dewasa awal lebih banyak mengarah pada hubungan sosial, dan
perkembangan intelektual, pekerjaan dan perkawinan di usia dewasa awal, dan
pengoptimalan perkembangan dewasa awal serta perilaku penghayatan keagamaan. Beberapa
hasil penelitian, diantaranya:
2. Persepsi seks maya pada dewasa awal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita memiliki sikap yang
negatif terhadap seks maya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor kebudayaan Indonesia yang
masih memegang teguh adat dan istiadat budaya timur, dimana manusia harus
memperhatikan aturan dan nilai budaya di dalam bersikap dan berperilaku. Menurut Ida Ayu
dari Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma) pada jurnal  “Perbedaan Sikap Terhadap
Perilaku Seks Maya Berdasarkan Jenis Kelamin pada Dewasa Awal” Fakultas Psikologi,
Universitas Gunadarma)  kebudayaan yang berkembang dimana seseorang hidup dan
dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap, tanpa disadari
kebudayaan telah menanamkan pengaruh yang kuat dalam sikap seseorang terhadap berbagai
macam hal.
3. Penundaan usia perkawinan dengan Intensi Penundaan Usia Perkwaninan
Dari jurnal “Hubungan Sikap Terhadap Penundaan Perkawinan Dengan Intensi
Penundaan Usia Perkawinan” oleh  Elok Halimatus Sa`diyah, dosen Fakultas Psikologi UIN
Malang didapatkan hubungan yang positif dan sangat signifikan antara sikap terhadap
penundaan usia perkawinan dengan intensi penundaan usia. Hal ini berarti mereka memiliki
keyakinan yang tinggi bahwa penundaan usia perkawinan akan memberikan keuntungan bagi
mereka, baik keuntungan dari segi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Penundaan
perkawinan akan memberikan waktu lebih banyak bagi mereka untuk membentuk identitas
pribadi sebagai individu yang matang secara biologis, psikologis, sosial dan ekonomi.
4. Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja
Dalam jurnal ”Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja”oleh Ika
Sari Dewi pada tahun 2006, adanya ketakutan menghadapi krisis pernikahan dan berujung
perceraian merupakan hal atau kondisi yang membuat wanita bekerja ragu tentang kesiapan
menikah mereka. Ditambah lagi maraknya perceraian yang dipublikasikan di
media massa saat ini sehingga dianggap menjadi menjadi fenomena biasa. Salah satu
penyebab wanita yang bekerja memutuskan untuk menunda pernikahan adalah keraguan
dapat berbagi secara mental dan emosional dengan pasangannya. Ketidaksiapan menikah
yang dimiliki wanita bekerja termanifestasi dengan adanya ketakutan menghadapi krisis
perkawinan serta ragu tentang kemampuan mereka berbagi secar mosional dengan
pasangannya kelak. Selain kesiapan psikis juga ketidak siapan fisik. Individu yang merasa
memiliki kondisi kesehatan yang tidak prima (sakit, misal Diabetes Militus) cenderung ragu
melangkah menuju jenjang pernikahan.
Untuk mengetahui apakah seseorang siap menikah atau tidak, ada beberapa kriteria
yang perlu diperhatikan:
a) Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.
b) Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.
c) Bersedia dan mampu menjadi pasangan menjadi pasangan dalam hubungan seksual.
d) Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim.
e) Memiliki kelembutan dan kasih saying kepada orang lain.
f) Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.
g) Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan.
h) Bersedia berbagi rencana dengan orang lain.
i) Bersedia menerima keterbatasan orang lain.
j) Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan
dengan ekonomi.
k) Bersedia menjadi suami isteri yang bertanggung jawab.
Individu yang memiliki kematangan emosi akan memiliki kesiapan menikah yang lebih
baik, artinya mereka mampu mengatasi perubahan-perubahan dan beradaptasi setelah
memasuki pernikahan.
5. Kemandirian Dewasa Awal
Adapun dalam jurnal yang berjudul “Kemandirian Mahasiswi UIN Suska Ditinjau dari
Kesadaran Gender” Oleh Hirmaningsih, S.Psi.  ini, membuktikan bahwa bahwa perbedaan
perlakuan yang diterima anak laki-laki dan perempuan sejak lahir akan mempengaruhi tingkat
kemandirian. Semakin tinggi kesadaran gender maka semakin tinggi kemandirian manusia
tersebut. Dengan makin tingginya kesadaran gender yang dimiliki seorang pria tentang
konsep mandiri dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki kesadaran gender atau
memiliki kesadaran gender yang rendah. Wanita yang memiliki kemandirian tinggi akan lebih
mudah menghadapi kehidupan, tantangan yang dihadapinya, serta menjalin hubungan yang
mantap dalam kehidupan sosialnya.

B. Proses Adaptasi Masa Kehamilan


1. Hamil yang tidak dikehendaki/diharapkan
a. Kalangan remaja
Kehamilan yang tidak direncanakan sebelumnya bisa merampas “kenikmatan” masa
remaja yang seharusnya dinikmati oleh setiap remaja lelaki maupun perempuan.
Walaupun kehamilan itu sendiri dirasakan langsung oleh perempuan, tetapi remaja
pria juga akan merasakan dampaknya karena harus bertanggung jawab. Ada dua hal
yang bisa dilakukan remaja jika mengalami KTD:
b. Mempertahankan Kehamilan
Bila kehamilan dipertahankan resiko psikis yang timbul yaitu ada kemungkinan
pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau menikahinya atau
tidak mau bertanggung jawab. Kalau mereka menikah,hal ini juga bisa
mengakibatkan perkawinan bermasalah yang penuh konflik karena sama-sama
belum dewasa dan siap memikul tanggung jawab sebagai orang tua.
c. Mengakhiri kehamilan (aborsi)
Bila kehamilan diakhiri dengan (aborsi) bisa mengakibatkan dampak negatif. Secara
psikis pelaku aborsi seringkali mengalami perasaan-perasaan takut, panik, tertekan
atau stress, terutama mengingat proses aborsi dan kesakitan, kecemasan karena rasa
bersalah atau dosa akibat aborsi.
d. Wanita dewasa/ Ibu yang sudah menikah
Seorang ibu yang tidak menghendaki kehadiran anak disebabkan karena mereka
merasa akan mengganggu karirnya, karena membuatnya terikat atau karena ia sudah
terlampau sibuk merawat anak-anak yang lain. Selain itu mereka merasa tak dapat
membagi waktu antara kesibukan pekerjaan dengan merawat anak. Penyebab
terjadinya KDT pada wanita / ibu yang telah menikah antara lain karena kegagalan
alat kontrasepsi yang dipakai.
2. Hamil dengan janin mati
Ibu dari bayi yang meninggal pada periode perinatal mengalami penderitaan. Selama
kehamilan mereka telah memulai untuk mengenali dan merasa dekat dengan janinnya.
Ibu yang mengalami proses kehilangan/kematian janin dalam kandungan akan merasa
kehilangan. Pada proses berduka ibu memperlihatkan perilaku yang khas dan merasakan
emosional tertentu. Hal ini dikelompokan ke dalam berbagai tahapan, meliputi:
a) Syok dan menyangkal
b) Marah dan bargaining
c) Disorientasi dan depresi
d) Reorganisasi dan penerimaan
3. Hamil dengan ketergantungan obat
Pemakaian obat-obatan oleh wanita hamil dapat menyebabkan masalah baik pada
ibu maupun janinnya. Janin akan mengalami cacat fisik, dan emosional. Wanita hamil
dengan ketergantungan obat umumnya takut melahirkan bayi cacat dan mencoba sebisa
mungkin untuk menghindari zat-zat berbahaya yang mungkin membahayakan
perkembangan bayinya. Banyak kebingungan dan kegelisahan tentang apa yang
menyebabkan bayi cacat karena pengaruh obat-obatan. Kalau terjadi keguguran dan
ketidaknormalan pada bayi ibu merasa takut berlebihan, panik, gelisah dan sebagainya.
4. Kemandulan
Pengalaman membuktikan bahwa ketakutan serta kecemasan yang berkaitan dengan
fungsi reproduksi akan menimbulkan dampak yang merintangi tercapainya orgasme pada
coitus. Pendapat yang keliru tentang reproduksi akan diinternalisasikan (dicernakan
dalam pribadinya) oleh wanita yang bersangkutan dan lambat laun akan menjadi
pengaruh psikis. Pengaruh psikisnya adalah:
a. Ketakutan-ketakutan yang tidak disadari (dibawah alam sadar)
b. Ketakutan yang bersifat inflantile (kekanak-kanakan)
5. Hamil diluar nikah
Kehamilan diluar nikah biasanya diakibatkan oleh pergaulan bebas yang diakibatkan
oleh didikan keluarga berupa:
a. Kurangnya kasih sayang yang diberikan oleh keluarga terhadap anak perempuannya
akibat orang tua sibuk kerja, perceraian dan broken home.
b. Keluarga yang terlalu disiplin sehingga anak tersebut memberontak untuk
menunjukan kedewasaannya.
Reaksi wanita yang hamil diluar nikah dapat terjadi:
1) Melarikan dari tanggung jawab, melakukan abortus, membuang anaknya, menitipkan
ke orang lain atau panti asuhan.
2) Berusaha melakukan aborsi dan bunuh duri.
3) Melakukan pekerjaan menjadi seorang ibu walau dengan keterpaksaan atau sukarela
dan akhirnya dapat menerima anaknya.
6. Pseudosiesis
Pseudosiesis adalah kehamilan imaginer atau palsu. Gejala kehamilan palsu ini
secara psikis lebih berat gangguannya daripada peristiwa abortus.Pada kehamilan
Pseudosiesis secara psikologis ada sikap yang ambivalen terhadap kehamilannya yaitu
ingin sekali menjadi hamil, sekaligus dibarengi ketakutan untuk mereakisir keinginan
punya anak, sehingga terjadi proses inhibisi.
7. Keguguran
Reaksi wanita terhadap keguguran kandungannya itu sangat tergantung pada
konstitusi psikisnya sendiri. Maka tak bisa dipungkiri, bahwa janin atau bayi yang
dikandungnya itu dirasakan sebagai bagian dari jasmani dan rohaninya sendiri. Dan
berkepentingan terhadap ego wanita yang mengandung embrio tersebut
( Kusmiran,2011)
C. Proses Adaptasi Masa Bersalin
Pada saat menjelang proses persalinan seorang wanita akan mengalami perasaan yang
bercampur baur. Perasaan bahagia penuh harapan diselingi gelisah, takut dan ngeri pada
proses persalinan. Ada perasaan kuat dan berani mengambil resiko tapi disisi lain juga merasa
lemah dan pasrah. Ada keyakinan kuat akan melampaui semuanya dengan baik tetapi juga
ada keraguan. Semua itu akan semakin dirasakan mendekati kelahiran bayinya. Hal-hal yang
menyebabkan seorang wanita gelisah dan takut menghadapi proses persalinan diantaranya:
1. Trauma
2. Ada perasaan takut mati
3. Rasa bersalah
4. Takut bayi mendapat kelainan misal cacat bawaan
5. Takut kehilangan bayi yang sudah ada di kandungannya berbulan-bulan.
Untuk mengurangi kegelisahan dan ketakutan diperlukan dukungan mental dari
lingkungan baik dari tenaga kesehatan atau dari keluarga dan suami.oleh sebab itu banyak
wanita merasa lebih trengang ketika ada keluarga yang mendampingi terutama suami atau
ibunya (nenek si bayi). Peran pendamping akan sangat penting bagi kondisi psikis wanita.
Pendamping persalinan akan sangat mendukung mental ibu sehingga dapat membantu tenaga
kesehatan saat bp;roses persalinan. Tugas tenaga kesehatan dalam hal dukungan psikis dapat
digantikan oleh suami atau keluarga lain sehingga tenaga kesehatan tinggal mengarahkan saja
apa yang harus dilakukan.

D. Proses Adaptasi Masa Nifas dan Menyusui


Gangguan yang sering terjadi pada masa nifas dapat berupa gangguan psikologis seperti
post partum blues, post partum syndrome (PPS), depresi post partum dan post partum
psikosis.
Menurut Reva Rubin ada 3 fase adaptasi psikologis selama periode nifas, yaitu.
a. Periode Taking-in
1) Periode ini terjadi sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung
pehatiannnya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya
2) Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamnya waktu melahirkan
3) Tidur tanpa ganggguan sangat penting untuk mengurangib gangguan kesehatan
akibat kurang istirahat.
4) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan
luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat menfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada
tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik serta ibu menceritakan pengalamanya.
Berika juga dukungan mental serta apresiasi atas hasil perjuangn ibu sehingga dapat berhasil
melahirkan bayinya. bidan harus menciptakan perasaan yang nyaman bagi ibu sehingga ibu
dapat laluasa terbuka mengemukakan permasalahan yang dihadapi pada bidan.
b. Periode taking hold
1) Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
2) Ibu mnejdi perhatian pada ibunya menjadi orang tua yang sukses dan maningkatkan
tanggung jawab terhadap bayi.
3) Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, Mobilisasi serta
kekuatan dan ketahan tunuhnya.
4) Ibu berusaha keras untuk menguasai asuhan keperawatan bayinya.
5) Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan
hal-hal tersebut.
6) Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
7) Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan
cara perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan
sampai menyinggung perasaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia
sangat sensitive.
c. Periode Letting Go
1) Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah, periode ini sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
2) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi
dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung kepadanya. Hal ini
menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
3) Depresi post partum umunya terjadi pada periode ini.
4) Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang
tua pada saat post partum, antara lain:
1. Respon dan dukungan keluarga dan teman Bagi ibu post partum, apalagi pada
ibu yang baru pertama kali melahirkan akan sangatmembutuhkan dukungan
orang-orang terdekat karena ibu belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil,
baik fisik maupun psikologisnya. Dengan respon positif dari lingkungan, akan
mempercepat proses adaptasi peran ini sehingga akan mempermudahkan bagi
bidan untuk memberikan asuhan yang sehat.
2. Hubungan pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu. Walaupun
bukan pengalaman pertama untuk melahirkan bayinya, namun kebutuhan untuk
mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya tidak berbeda adalah teknik
penyampaian dukungan yang diberikan lebih kepada support dan apresiassi dari
keberhasilan dalam meewati saat-saat sulit pada persalinan yang lalu.
3. Pengaruh budaya Adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan
keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasian ibu dalam melewati
saat transisi ini.

E. Wanita Masa Dewasa Madya


Pada umumnya usia dewasa madya atau usia setengah baya dipandang sebagai usia
antara 40 tahun – 60 tahun. Pada akhirnya, masa ini ditandai oleh perubahan fisik dan mental.
Pada usia 60 tahun seringkali seseorang mengalami penurunan fisik disertai dengan
penurunan daya ingat. Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang
kehidupan manusia, membuatnya seringkali dibagi lagi menjadi sub bagian yaitu usia madya
dini (40 – 50 tahun) dan usia madya lanjut (50 – 60 tahun).
Karakteristik usia madya, sebagai berikut :
a. Usia madya adalah periode yang sangat ditakuti
b. Usia madya adalah masa transisi
c. Usia madya adalah masa stress
d. Usia madya adalah usia yang paling berbahaya
e. Usia madya adalah usia canggung
f. Usia madya adalah masa berprestasi
g. Usia madya adalah masa evaluasi
h. Usia madya adalah masa sepi
i. Usia madya adalah masa jenuh
Perkembangan Keribadian Menurut Jung pada Masa Dewasa Madya
Puncak perkembangan sudah lewat, tetapi periode ini justru ditandai dengan aktualisasi
potensi yang sangat bervariasi. Pada usia ini orang yang ingin tetap memakai nilai- nilai
sosial dan moral usia pemuda, menjadi kaku dan fanatik dalam mempertahankan postur dan
kelenturan fisiknya, mereka mungkin berjuang habis-habisan untuk mempertahankan
tampang dan gaya hidup masa mudanya.
Menurut Jung, kebanyakan orang tidak siap melangkah menuju usia pertengahan, orang
berada di usia pertengahan dengan menganggap nilai-nilai mudanya masih bisa berlaku
sampai sekarang. Sesuatu yang mustahil karena orang tidak dapat hidup di masa pertengahan
dengan aturan anak-anak, apa yang bagus pada masa anak-anak menjadi buruk pada masa
pertengahan, apa yang dulu dianggap benar kini menjadi penipuan.
Menurut Jung, tahap ini ditandai dengan munculnya kebutuhan nilai spiritual, kebutuhan
yang selalu menjadi bagian dari jiwa, tetapi pada usia muda dikesampingkan karena pada usia
itu orang lebih tertarik dengan nilai materialistik. Pada usia pertengahan orang sudah berhasil
menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki pekerjaan mantap, kawin, punya anak, ikut
serta dalam kegiatan sosial. Tiba-tiba mereka menemukan dirinya kehilangan tidak tahu
makna dan tujuan hidupnya sendiri. Mereka tidak lagi berminat kepribadiannya menjadi
kosong. Mereka membutuhkan nilai-nilai baru yang dapat memperluas pandangan hidup yang
materialistik.
Usia pertengahan adalah usia realisasi diri. Mereka ingin memahami makna kehidupan
dirinya, ingin memahami kehidupan di dalam diri mereka sendiri.

F. Wanita Masa Usia Lanjut (Later Adulthood)


1. Pengertian Wanita Usia Lanjut
Menurut Erikson tahap dewasa akhir memasuki tahap integrity vs despair yaitu
kemampuan perkembangan lansia mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif
dan negatif yang mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam
menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada hubungan sosial
dan produktivitasnya yang puas. Lawannya adalah despair yaitu rasa takut mati dan hidup
terlalu singkat, rasa kekecewaan. Beberapa cara hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap
produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat, dan kesehatan fisik.
Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi
orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia.
Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah
berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau
sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih
dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia
maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia
lanjut dini yang berkisar antara usia 60-70 tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia 70
tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74
tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan orang tua lanjut (85
tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda.
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok
yakni :
a. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, lanjut usia merupakan periode
di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah
menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai
dari usia 55 tahun sampai meninggal.
2. Masalah Psikologis dan Kesehatan Mental
a. Depresi
Para peneliti menemukan bahwa gejala depresi bervariasi, mulai dari yang
lebih jarang dialami hingga lebih sering dialami dimasa dewasa akhir dibandingkan
dimasa dewasa awal (Fiske, Wetherel, & Gatz, 2009). Lebihg dari setengah kasus
depresi pada orang dewasa lanjut usia mempresentasikan pertama kalinya individu-
individu ini mengalami depresi dalam hidup mereka (Fiske, Wetherel, & Gatz,
2009).
Simtom depresi meningkat di kelompok tua sekali, dan peningkatan ini
berhubungan dengan presentase wanita yang lebih tinggi dalam kelompok tersebut,
lebih banyaknya di fabilitas fisik, lebih banyak kerusakan kognitif, dan status sosial
ekonomi yang lebih rendah (Hybels & Blazer, 2004)
Sayangnya, 80 persen orang lanjut usia yang memiliki gejala depresi tidak
ditangani sama sekali. Kombinasi dari pemberian obat dan psiko terapi dapat
menghasilkan kemajuan yang berarti pada sekitar empat diantara lima orang-orang
lanjut usia yang mengalami depresi (Fiske, Wetherel, & Gatz, 2009).
b. Demensia, Penyakit Alzheimer, dan Penyakit-Penyakit Lainnya
Demensia adalah istilah umum untuk semua gangguan neurologis yang gejala
utamanya meliputi kemunduran fungsi mental. Individu \-individu yang mengalami
demensia sering kali kehilangan kemampuan untuk merawat dirinya sendiri dan
dapat kehilangan kemampuan untuk mengenali dunia sekitar dan orang-orang yang
sudah biasa dikenalnya (Mast & Healy, 2009)
Alzheimer adalah salah satu bentuk dari demensia, kerusakan otak yang
bersifat progresif, tidak dapat dipulihkan kembali, yang ditandai oleh memburuknya
memori, penalaran, bahasa, dan bahkan fungsi-fungsi fisik, secara bertahap. Penyakit
alzheimer lebih rentan kepada orang-orang pada masa dewasa lanjut usia
(Alzheimer,s Association, 2010).
Membedakan individu yang mengalami penurunan memori terkait usia dengan
mereka yang menderita MCI adalah hal yang sulit, sebagaimana memprediksi
individu mana yang menderita MCI kemudian kemudian akan menderita penyakit
alzheimer (Schwam & Su, 2010).obat-obatan yang digunakan untuk menangani
penyakit alzheimer hanya berfungsi untuk memperlambat proses kemunduran yang
diakibatkan oleh penyakit ini; obat-obatan ini tidak menyembuhkan penyebabnya
(Raffi & Aisen, 2009)
Para profesional di bidang perawatan kesehatan berpendapat bahwa keluarga
dapat bertindak sebagai sistem pendukung yang penting bagi pasien alzheimer;
namun dukungan ini dapat merugikan keluarga, yang secara emosional dan secara
fisik terkuras ketika memberikan perawatan yang begitu besar bagi penderita
penyakit alzheimer (Ferrara dkk, 2008).
Multi infarct dementia adalah hilangnya fungsi –fungsi intelektual yang
berlangsung secara sporadis dan progresif yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah temporer dan berulang di arteri-arteri otak (Solans-Laque dkk, 2008). Secara
khusus individu-individu ini disarankan untuk berolahraga, memperbaiki diet,
mengkonsumsi obat-obatan yang sesuai karena hal ini dapat memperlambat atau
menghentikan perkembangan dari penyakit vaskuler yang mendasarinya (Craft,
2009).
Jenis penyakit demensia lainnya adalah penyakit pakinson, yaitu penyakit
kronis dan progresif yang ditandai oleh gemetar pada otot, gerakan yang melambat,
dan kelumpuhan sebagian dari wajah. Penyakit ini dipicu oleh degenerasi dari
neuron-neuron di otak yang menghasilkan dopamin (Swanson, Sesso, & Emborg,
2009). Transplantasi sel batang dan terapi gen juga memberikan harapan di masa
depan dalam mengobati penyakit ini (Fricker-Gates & Gates, 2010).
c. Ketakutan Menjadi Korban, Kejahatan, dan Perlakuan Yang Salah Terhadap Orang
Lanjut Usia
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang lanjut usia sering berupa
serangan yang serius, seperti perampokan bersenjata (Cohn & Harlow, 1993). Para
orang lanjut usia menjadi korban kejahatan tanpa kekerasan seperti penipuan,
vandalisme, penjambretan, dan pelecehan (Fulmer, Guadagno, & Bolton, 2004).
Ulasan riset terbaru mengindikasikan bahwa 6 persen orang lanjut usia
melaporkan bahwa mereka mengalami kekerasan yang signifikan (Cooper dkk,
2008). Perlakuan yang salah terhadap lansia bisa saja dilakukan oleh semua orang,
tetapi hal tersebut terutama dilakukan oleh anggota keluarga mereka (Dakin &
Pearlmutter, 2009).
Orang dewasa lanjut usia mengalami kekerasan institusional, yang meliputi
perlakuan yang salah terhadap orang dewasa lanjut usia yang tinggal di fasilitas
seperti rumah perawatan, rumah sakit, atau dalam perawatan jangka panjang
(McDonald, 2007).
3. Berbagai Perubahan Ketika pada Penuaan
a. Perubahan Fisik Wanita usia Lanjut
Berkurangnya tingkat metabolisme dan menurunnya kekuatan otot-otot juga
mengakibatkan pengaturan suhu badan menjadi sulit. Selain itu, pada usia lanjut
terjadi penurunan dalam jumlah waktu tidur yang diperlukan dan kenyenyakan
tidurnya. Orang usia lanjut pada umumnya menderita gangguan susah tidur
(insomnia). Lalu, perubahan dalam pencernaan mungkin merupakan perubahan yang
paling kelihatan dalam fungsi pengaturan pencernaan. Kesulitan dalam makan
sebagian diakibatkan pada gigi yang tanggal yang merupakan gejala umum bagi
orang usia lanjut dan juga karena daya penciman dan perasa yang menjadi kurang
tajam. Sehingga menyebabkan jenis makanan yang paling lezat menjadi terasa tidak
enak. Menurut Hurlock (1980) terjadi perubahan fisik berupa penampilan pada usia
dewasa akhir, diantanya adalah : Daerah kepala, Daerah Tubuh, Daerah persendian.
Dengan semakin menuanya sel-sel, semakin sulit juga untuk membuang sisa-
sisa. Akhirnya “sampah” ini menempati lebih dari 20% bagian sel. Dengan
menuanya sel, molekul-molekulnya dapat saling terhubung dan melekat sedemikian
rupa sehingga dapat menghentikan siklus vital biokimia dan menciptakan bentuk-
bentuk kerusakan lain pada saat mereka mengganggu fungsi sel. (Bruce, 1991; Ivy,
dkk, 1992; Pacivity and Davies, 1991).
1. Otak Menjadi Tua
Rata-rata, antara usia 20 hingga 90 tahun, otak kehilangan beratnya sebesar 5
hingga 10 persen. Volume otak juga berkurang (Bondare, 2007). Sebuah studi
menemukan bahwa pada orang lanjut usia, volume otak adalah 15 persen lebih
sedikit dibandinglkan orang muda (shan & kawan-kawan, 2005).
Beberapa peneliti berpendapat bahwa menurunnya aseltikolin berperan
terhadap menurunnya fungsi memori dalam taraf kecil dan bahkan kehilangan
memori yang parah seperti pada penyakit alsheimer (Bentley, driver, & Dolan,
2009 ; Daulatzai, 2010)
Meskipun tidak seperti komputer, otak mempunyai kapasitas untuk
memperbaiki secara nyata (Jessberger & Gage, 2010; Prakash, Snook, &
Kramer). Bahkan Otak hanya kehilangan sebagian dari kemampuan untuk
berfungsi, dan aktivitas yang dilakukan orang dewasa lanjut usia bisa
mempengaruhi perkembangan otak. Dalam studi fMRI, tinglkat kebugaran
aerobik yang lebih tinggi dikaitkan dengan volume hippocampus yang lebih
besar, yang diterjemahkan kedalam memori yang lebih baik (Erickson & kawan-
kawan, 2009)
2. Sistem Kekeblan Tubuh
Menderita stres yang berkepanjangan dan kurangnya proses penyembuhan pada
orang-orang lanjut usia dapat mempercepat efek penuaan terhadap kekebalan
(Zitrogel, Kepp, & Kroemer, 2010). Kekurangang nutrisi yang berkaitan dengan
rendahnya kadar protein berkaitan dengan menurunnya sel T yang
menghancurkan sel-sel yang terinfeksi, sehingga kekebalan bertambah buruk
(Hughes & Kawan-kawan, 2010). Karena penurunan fungsi kekebalan,
vaksinasi terhadap influenza secara khusus penting untuk orang lanjut usia
(Maggi, 2010 ; Michel, 2010).
3. Penampilan Fisik dan Pergerakan
Diamasa dewasa akhir, pria dan wanita menjadi lebih pendek karena tulang
belakang mengalami penyusutan (Hoyer & Roodin 2003). Berat tubuh biasanya
menurun setelah usia 60 tahun. Hal ini disebabkan oleh penyusutan otot, dimana
hal ini membuat tubuh kita terlihat kendur (Evans, 2010).
Gerakan orang lanjut usia lebih lambat dibandingkan dewasa awal ini disertai
dengan tingkat kesulitan yang bervariasi. Orang lanjut usia cenderung semakin
lama semakin melambat dibandingkan ketika mereka masih muda (Mollenkpf,
2007)
4. Perkembangan Sensoris
Melihat, mendengar dan aspek-aspek sensori lainnya berkaitan dengan
kemampuan kita untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Kaitan ini
didokumentasikam dalam studi yang melibatkan lebih dari 500 orang dewasa,
berusia antara 70-102 tahun, dimana ketajaman sensori, khususnya penglihatan
terkait dengan apakah dan seberapa baik orang lanjut usia mampu mandi dan
merawat dirinya, membereskan urusan rumah tangga, terlibat dalam aktifitas
intelektual, dan menonton tv (Marsiske, klumb & Baltes, 1997)
5. Sistem Peredaran Darah Dan Paru-Paru
Kapasitas Paru-paru menurun 40 persen antara usia usia 20-80 tahun, bahkan
tanpa penyakit (Fozard, 1992). Paru-paru kehilangan elastisitasnya, dada
menyusut, diafragma melemah (Cherniack, 2007). Orang lanjut usia dapat
meningkatkan kapasitas paru-paru dengan melakukan latihan memperkuat
diafragma. Kerusakan fungsi paru-paru yang parah dan kematian disebabkan
oelh merokok (Whincup & Kawan-kawan, 2006)
Sebagian ahli bidang proses penuaan bahkan merekomendasikan tekanan darah
yang konsisten 120/80 sebaiknya ditangani untuk menurunkan resiko terkena
serangan jantung, stroke, atau penyakit ginjal (Krakoff, 2008). Meningktakna
proses tekanan darah seiring dengan meningkatnya usia dapat berkaitan dengan
sakit, obesitas, kecemasan, mengerasnya pembuluh darah atau kurang olah raga
(Shizukuda, plummer, & Harrelson, 2010)
6. Seksualitas
Dalam dua kondisi, tidak ada penyakit dan keyakinan bahwa orang lanjut usia
seharusnya aseksual, seksualitas dapat berlangsung seumur hidup (Woloski
wruble & kawan-kawan, 2010). Proses penuaan dapat menyebabkan beberapa
perubahan dalam performa seksual, khususnya pada pria (Bauman, 2008).
Studi skala besar tentang individu berusia 57 hingga 85 tahun mengungkapkan
bahwa aktivitas seksual, kualitas kehidupan seksual baik, dan minat terhadap
seks secara positif berkaitan dengan kesehatan dimasa dewasa menengah dan
akhir (Lindau & gavrilova, 2010).
b. kesehatan masa dewasa usia lanjut
Ketika usia bertambah maka kemungkinan kita akan terkena penyakit juga
akan meningkat(Ferruci & Koh, 2007). Mayoritas orang dewasa yang masih hidup
hingga 80 tahun atau lebih, cenderung menderita semacam gangguan. Penyakit
kronis yang jarang dialami di masa dewasa awal, meningkat dimasa dewasa
menengah, dan menjadi lebih umum dimasa dewasa akhir (Kane, 2007).
1. Penyebab Kematian Pada Orang Lanjut Usia
Hampir 60 persen orang di Amerika serikat yang berusia 65 sampai 74tahun
meninggal dunia karena kanker atau penyakit kardiovaskular (Pusat Nasional
Untuk Statistik Kesehatan, 2008). Seiring berjalannya individu melewati tahun-
tahun dewasa akhir, semakin tua mereka, semakin besar kemungkinan mereka
meninggal karena penyakit kardiovaskular dibanding meninggal karena kanker
(Pusat Nasional Untuk Statistik Kesehatan, 2010d)
2. Artsitits
Artsitits adalah peradangan sendi yang disertai rasa sakit, kaku, dan masalah
dalam pergerakan. Artritis khususnya banyak dialami oleh orang lanjut usia
(Baker, 2009 ; Villeneuve & Haraoui, 2010). Gejala dari atritis dapat dikurangi
dengan menggunakan obat-obatan seperti aspirin, olahraga untuk penyakit
persendian, pengurangan berat badan, dan dalam kasus yang ekstrim,
menggantikan sendi yang lumpuh dengan protesis (Kokkalis, Schmidt, &
Sotoreanos, 2009).
3. Osteoporosis
Osteoporosis adalah hal utama yang menyebabkan orang lanjut usia berjalan
bungkuk (Ishikawa & Kawan-kawan, 2009). Secara khusus wanita rentan
terkena osteoporosis; osteoporosis adalah penyebab utama patah tulang pada
wanita (Bessette & kawan-kawan, 2009). Untuk mencegah osteoporosis wanita
muda dan usia pertengahan sebaiknya mengonsumsi makanan yang banyak
mengandung kalsium, lebih banyak berolahraga, dan tidak merokok (Cashman,
2008)
4. Kecelakaan
Kecelakaan adalah penyebab terbesar nomor enam pada orang lanjut usia (Pusat
Nasional Untuk Statistik Kesehatan, 2010d). Cedera akibat jatuh dari lantai atas
di rumah atau kecelakaan lalu lintas dimana seorang lanjut usia sedang
mngendarai mobil atau ditabrak kendaraan ketika sedang berjalan merupakan
kasus yang umum terjadi (Verghese & Kawan-kawan,2010)
5. Penyalah Gunaan Obat
Karena terjadinya peningkatan yang dramatis jumlah orang dewasa lanjut usia
yang di antisipasi selama abad ke-21, penyalah gunaan obat sering dicirikan
meningkatnya jumlah orang dewasa lanjut usia. (Atkinson, Ryan, & Turner,
2001). Sebuah studi mengungkapkan kesehatan fisik dan mental yang lebih
baik, dan memanjangnya usia hidup pada orang dewasa lanjut usia yang
meminum minuman beralkohol dalam kadar sedang dibandingkan mereka yang
peminum berat atau tidak minum sama sekali (Rozzini, Ranhof, & Trabucchi,
2007). Penjelasan tentang manfaat anggur merah berpusat pada koneksinya pada
menurunkan stres dan mengurangi penyakit jantung koroner (Angelone &
Kawan-kawan, 2010).
c. Perkembangan Kognitif Dewasa Usia Lanjut
Issue mengenai penurunan intelektual selama tahun-tahun masa dewasa
merupakan suatu hal yang provokatif (Santrock, 2004). David Wechsler (1972),
yang mengembangkan skala inteligensi, menyimpulkan bahwa masa dewasa
dicirikan dengan penurunan intelektual, karena adanya proses penuaan yang dialami
setiap orang.
Sementara, John Horn (1980) berpendapat bahwa beberapa kemampuan
memang menurun, sementara kemampuan lainnya tidak. Horn menyatakan bahwa
kecerdasan yang mengkristal (crystallized intelligence = yaitu sekumpulan
informasi dan kemampuan-kemampuan verbal yang dimiliki individu) meningkat,
seiring dengan peningkatan usia. Sedangkan kecerdasan yang mengalir (fluid
intelligence = yaitu kemampuan seseorang untuk berpikir abstrak) menurun secara
pasti sejak masa dewasa madya.
Dari banyak penelitian (Baltes, Smith & Staudinger, in press;; Dobson, dkk,
1993; Salthouse,1992, 1993, in press; Salthouse & Coon, 1993; Sternbern &
McGrane, 1993), diterima secara luas bahwa kecepatan memproses informasi
mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Penelitian lain membuktikan bahwa
orang-orang dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang
telah disimpan dalam ingatannya. Kecepatan memproses informasi secara pelan-
pelan memang akan mengalami penurunan pada masa dewasa akhir, namun factor
individual differences juga berperan dalam hal ini.
d. Fungsi Kognitif pada Orang lanjut Usia
1. Multi Dimensionalitas dan Multidireksionalitas
Ketika kita memikirkan perubahan kognitif dimasa dewasa, kita perlu
mempertimbangkan bahwa kognisi merupakan suatu konsep yang bersifat
multidimensional (Margrett & Deshpande-kamat, 2009). Karena pengaruh kuat
dari biologi, keturunan, dan kesehatan, kemunduran mekanika kognitif
cenderung berlangsung sejalan dengan bertambahnya usia. Beberapa peneliti
berkesimpulan bahwa kemunduran mekanika kognitif dapat dimulai di awal usia
paruh baya (Finch, 2009).
Faktor apa saja yang paling mungkin berkontribusi terhadap penurunan fluid
mechanics dimasa dewasa akhir? Kemungkinan besar adalah penurunan
kecepatan, pemrosesan, kapasitas working memory, dan menekan informasi
yang tidak relevan (Lovden & Lindenberg, 2007). Menurunnya kecepatan
pemrosesan informasi yang dialami orang lanjut usia cenderung berkaitan
dengan penurunan fungsi otak dan sistem saraf pusat (Finch, 2009).
Para peneliti menemukan bahwa orang-orang lanjut usia menampilkan
performa sama baiknya dengan orang-orang paruhg baya maupun dewasa muda
dalam pengukuran ini, tapi untuk tugas kewaspadaan yang kompleks perform
orang dewasa lanjut usia biasanya menurun (Bucur & Madden, 2007)
2. Pendidikan, Pekerjaan, dan kesehatan
Pengalaman-pengalaman di dunia pendidikan berkolerasi positif dengan skor
pada tes-tes intelegensi dan tugas-tugas pengolahan informasi, seperti memori
(Aiken morgan, Sims, & Whitfield, 2010). Orang-orang lanjut usia mungkin
berusaha mencapai pendidikan yang lebih tinggi dengan sejumlah alasan
(Manheimer, 2007).
Generasi saat ini telah memiliki pengalaman-pengalaman pekerjaan yang
menekankan pada orientasi kognitif (Elias & Wagster, 2007). Dalam studi,
pekerjaan yang kompleks berkaitan dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi
pada orang-orang lanjut usia (Schooler, Mulatu & Oates, 1999)
Generasi kini juga lebih sehat pada masa lanjut usia dengan semakin baiknya
perawatan untuk berbagi penyakit yang terus mengalami perkembangan.
Beberapa penyakit ini memiliki dampak negatif terhadap kemampuan intelektual
(Dahle, Jacobs, & Raz, 2009).meskipun sejumlah penyakit seperti hipertensi dan
diabetes berkaitan dengan tyurunnya fungsi kognitif, penyakit-penyakit tersebut
tidak secara langsung mempengaruhi kemunduran mental (Schaie, 1994).
3. Gunakan Atau Kehilangan
Perubahan-perubahan dalam pola aktivitas kognitif mengakibatkan adanya
keterampilan-keterampilan yang tidak terpakai dan mengalami atropi (Hughes,
2010). “Gunakanlah atau anda akan kehilangan” juga merupakan komponen
signifikan dari model keterlibatan optimasi kognitif yang menekankan tentang
bagaimana keterlibatan intelektual dan sosial bisa memperlambat penurunan
terkait usia untuk perkembangan intelektual (La Rue, 2010)
e. Perkembangan Bahasa
Sebagian besar penelitian mengenai perkembangan bahasa berfokus pada masa
bayi dan masa anak-anak. Pada umumnya orang beranggapan bahwa sebagian
individu yang berada di masa dewasa mempertahankan keterampilan-keterampilan
bahasanya (Thornton & Light, 2006). Perbendaharaan kata individu sering kali terus
bertambah hingga usia dewasa, paling tidak hingga masa dewasa akhir (Willis &
Schaie, 2005).
Secara umum, apabila sehat, orang-orang lanjut usia hanya mengalami sedikit
kemunduran dalam keterampilan bahasanya (Clark-Cotton dkk, 2007). Kesulitan
memahami pembicaraan bisa jadi akibat dari kehilangan pendengarannya (Gordon-
salant dkk, 2006).
Satu aspek dari cara berbicara dimana perbedaan usia ditemukan mencakup
menceritakan kembali sebuah kisah atau memberikan intruksi untuk menyelesaikan
sebuah tugas. Ketika terlibat dalam cara berbicara jenis ini, orang dewasa lanjut usia
cenderung menghilangkan elemen kunci, menciptakan percakapan yang kurang
lancar dan lebih sulit untuk disimak (Clark-cotton dkk, 2007)
4. Menopause/Klimakterium
Menurut Prawirohardjo (2008), menopause merupakan suatu akhir proses biologis
dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan hormon estrogen yang dihasilkan
ovarium. Menopause mulai pada umur yang berbeda umumnya adalah sekitar umur 50
tahun.
Menopause adalah berhentinya secara fisiologis siklus menstruasi yang berkaitan
dengan tingkat lanjut usia perempuan. Seorang wanita yang mengalami menopause
alamiah sama sekali tidak dapat mengetahui apakah saat menstruasi tertentu benar-benar
merupakan menstruasinya yang terakhir sampai satu tahun berlalu (Wijayanti, 2009).
Sedangkan menurut Kuncara (2007), Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai
penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium.
Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut, periode menstruasi terakhir secara retrospektif
ditetapkan sebagai saat menopause.
Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dengan masa senium
yang bersifat fisiologis dan terjadi sekitar usia 40 tahun keatas. Klimakterium juga
disebut sebagai masa peri-menopause. Masa ini berlangsung beberapa tahun sebelum dan
sesudah menepause. Pada kenyataannya, masih sulit untuk menentukan awal dan akhir
masa klimakterium, akan tetapi berdasarkan keadaan endokrin dan gejalah klinis dapat
dikataan bawha klimakterium dimulai kira-kira 6 tahun sebelum menopause dan berakhir
kira-kira 6 sampai 7 tahun setelah menopause (lestari dkk, 2011).
5. Perilaku aneh pada periode klimakterium
Klimakterium merupakan mirip dengan masa pubertas, dimana pada pubertas kedua
muncul tingkah laku yang lucu-lucu, aneh-aneh, janggal dan tidak pada tempatnya.
Mislanya, wanita usia lebih dari 50 tahun pada siang hari menggunakan rok panjang
merah, dengan perhiasan emas warna-warni, make up berlebihan. Kemudian,
meningkatkan rangsangan seksual yang menimbulkan nafsu yang besar untuk
berhubungan seksual dan kegairahan yang menyala-nyala. Mengingkari ketuaannya agar
tampak masih remaja.
Manifestasi individual periode klimakterium di pengaruhi oleh kepribadian masing-
masing individu. Struktur kepribadian yang terintegrasi dengan baik akan memapu
mengkompensasi gangguan fisiologis dan psikis dalam bentuk perbuatan-perbuatan ynag
intelek yaitu mampu mengendalikan diri dan mampu mengatasi gangguan psikosomatis
dengan menyalurkan pada perbuatan yang inteligen, produktif dan kreatif. Masa ini
ditandai dengan berbagai macam keluhan endokrinologis dan vegetatif yaitu terjadi
perubahan pada ovarium seperti sclerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel
dan menurunnya sintesis steroid seks. Lalu henti haid. Dan ditandai dengan
turunnyakadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Gangguan pada
klimakterium antara lain :
a. Gangguan neurovegetatif, yang disebut juga gangguan vasomotorik dapat muncul
sebagai gejolak panas (hot flushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala,
desing dalam telinga, tekanan darah yang goyah, berdebar-debar, susah bernafas, jari-
jari atrofi dan gangguan usus.
b. Gangguan psikis muncul dalam bentuk mudah tersinggung, depresi, kelelahan,
semangat berkurang, dan susahtidur.
c. Gangguan somatic, selain gangguan haid atau amenorea, mencakup pulakolpitis
atrofikans, ektropium treter, osteoporosis, atritis, aterosklerosis,sclerosis koroner, dan
adipositas.
d. Gangguan organik: infark miokard aterosklerosis, osteosklerosis, osteoporosi,
afipositas, kolpitis, disuria, dispareumia artritis, gejala endokrinium berupa
hipertirosis defeminisasi, virilasi dan gangguan libido
6. Kondisi psikis wanita setengah baya
Selain perubahan fisik, perubahan-perubahan psikologis juga sangat mempengaruhi
kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause. Perubahan yang terjadi
pada wanita menopause adalah perubahan mood, iritabilitas, keccemasan, labilitas emosi,
merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil
keputusan dan merasa tidak berharga (Glasier dan Gebbi 2005).
Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amat penting
peranan dalam kehidupan sosial lansia terutama dalam menghadapi masalah-masalah
yang berkaitan dengan pensiun, hilangnya jabatan atau pekerjaan yang sebelumnya
sangat mejadi kebanggaan sang lansia tersebut.beberapa gejala psikologis yang menonjol
ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian,
tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga
diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan
oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan feminitas karena fungsi
reproduksi yang hilang (Kunjoro, 2002).
Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala dari menopause
(Kuntjoro, 2002), yaitu:
a. Ingatan Menurun
Ingatan menurun adalah gejala yang terlihat bahwa sebelum menopause wanita dapat
mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi
kemunduran dalam meningat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang sederhana,
padahal sebelumnya secara otomatis langsung ingat.
b. Kecemasan
Kecemasan adalah banyak wanita yang mengeluh setelah menopause dan lansia
merasa menjadi pencemas. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan
adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah
dikhawatirkan. Misalnya kalau dulu biasanya pergi sendirian keluar kota sendiri,
namun sekarang merasa cemas dan khawatir, hal itu sering juga diperkuat oleh
larangan dari anak-anaknya.
c. Mudah tersinggung
Mudah tersinggung adalah gejala yang lebih mudah terlihat dibandingkan
kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan arah terhadap sesuatu yang
sebelumnya dianggap tidak mengganggu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya
menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang
berlangsung dalam dirinya. Perasaaan menjadi sangat sensitive terhadap sikap dan
perilaku orang-orang disekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut
dipersepsikan sebagai proses penerimaan yang sedang terjadi.
d. Stress
Stres adalah tidak ada orang yang bisa lepas ssama sekali dari was- was dan cemas,
termasuk para lansia menopause. Ketegangan perasaan atau stres terlalu beredar
dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga dan bahkan
menyelusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stres dapat menyita energi,
mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit,
artinya kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam.
e. Depresi
Depresi adalah wanita yang mengalami depresi sering sedih, karena kehilangan
kemampuan untuk berproduksi, karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak,
sedih karena kehilangan daya tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan
seluruh perannya sebagai wanita dan harus menghadapi masa tuanya.
7. Masa nenek-nenek
Berkaitan dengan hilangnya peran sosial dari kegiatan formal, maka sebenarnya orang
lanjut usia tersebut tidak benar-benar kehilangan peran. Orang Ianjut usia merasa tidak
berguna karena tidak lagi berperan sebagai pencari nafkah setelah pensiun atau tidak lagi
aktif berpartisipasi dalam lingkungan pekerjaan pasangan hidupnya. Padahal sebenarnya
mereka dapat menjalankan peran lain yaitu di dalam lingkungan keluarganya. Bagi orang
lanjut usia, hubungan dengan keluarga tetap merupakan sumber kepuasan baginya.
Mereka merasa bahwa hidupnya sudah Iengkap dan merasa bahagia apabila berhasil
menjadi orang tua, dapat berfungsi bagi anak cucu dan menjadi bagian dari keluarga
(Duvall & Miller, 1985).
Peran yang dapat dilakukan orang lanjut usia di dalam keluarga sehubungan dengan
adanya cucu adalah sebagai nenek. Peran yang dijalankan dapat berbentuk formal,
mencari kesenangan sebagai orang tua pengganti, sumber kebijaksanaan keluarga serta
figur berjarak (Neugarten & Weinstein, 1964 dalam Perlmutter & Hall, 1992).
Pada sebuah jurnal yang diterbitkan oleh universitas Indonesia Library, memaparkan
bahwasanya secara formal, nenek menyerahkan tanggung jawab pengasuhan cucu kepada
orang tua cucu dan bertindak sebagai pihak yang mengawasi dan mengingatkan dengan
rnenganut prinsip Tut Wuri Handayani. Dalam peran mencari kesenangan, nenek
melakukan kegiatan bersama-sama cucu yang memberikan kesenangan bagi kedua belah
pihak, misalnya melakukan suatu pemainan bersama-sama, jalan-jalan atau ngobrol-
ngobrol dengan cucu.
Sebagai orang tua pengganti, nenek ikut berperan membentuk disiplin kepada cucu
untuk mematuhi aturan waktu-waktu makan, belajar, tidur serta membaca doa. Beberapa
nenek juga ikut mengajarkan pelajaran sekolah pada cucu. Sedangkan sebagai sumber
kebijaksanaan keluarga, nenek rnengajarkan tata krama dalarn kehidupan sehari-hari
kepada cucu serta memberikan nasehat, baik kepada cucu maupun orang tua cucu. Selain
gambaran tentang peran yang dijalankan nenek tersebut, juga diketahui bahwa kehadiran
cucu memberikan perasaan bahagia kepada nenek. Perasaan nenek seakan-akan lebih
sayang kepada cucu daripada kepada anak dan nenek ikut merasa sedih dan tidak tega
apabila cucu dimarahi oleh orang tuanya, dimana hal ini rnenunjukkan adanya ikatan
emosional yang erat antara nenek dengan cucu. Sebagai orang Jawa, nenek juga
menginginkan agar cucunya sudah mulai mengenal berbagai tradisi dalam kebudayaan
Jawa, yang disampaikan melalui dongeng, lagu serta bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Hirmaningsih. (2005). Kemandirian Mahasiswa UIN Suska Ditinjau Dari Kesetaraan


Gender. Jurnal. UIN Suska Riau.

http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20286835.pdf

Ika sari dewi. 2006. kesiapana menikah pada wanita dewasa awal yang bekerja :usu
reposotory

Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandar Maju.

Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi remaja dan Wanita. Bandung : Salemba Medika
Mapiare. 1984. Psikologi Masa Remaja. Surabaya : Usaha Nasional

Muchlis, Hirmaningsih. 2010. Teori-Teori psikologi Perkembangan. Pekanbaru: Psikologi


Press.

Anda mungkin juga menyukai