Anda di halaman 1dari 9

Lex Et Societatis Vol. VII/No.

2/Feb/2019

KEABSAHAN NIKAH SIRI MENURUT UNDANG- Hukum Perkawinan di Indonesia


UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
PERKAWINAN1 1974, mengatur keabsahan perkawinan dalam
Oleh: Syulsiyana S. P. Rantung2 Pasal 2 ayat (2), yang menyatakan bahwa
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
ABSTRAK menurut hukum masing-masing agamanya dan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk kepercayaan itu.”3 Ketentuan ini diberikan
mengetahui bagaimanakah keabsahan penjelasannya bahwa, dengan perumusan pada
perkawinan nikah siri menurut Hukum dan Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar
bagaimana akibat hukum dari nikah siri. hukum masing-masing agamanya dan
Dengan menggunakan metode penelitian kepercayaanya itu sesuai dengan Undang-
yuridis normatife, disimpulkan: 1. Nikah siri Undang Dasar 1945.
atau nikah dibawah tangan, adalah praktik Syarat sahnya perkawinan dalam Pasal 2
perkawinan yang tidak dilakukan pencatatan ayat (1) tersebut belum jelas oleh karena hanya
perkawinan. Keabsahan perkawinan bagi kedua menekankan dilangsungkannya perkawinan
calon mempelai yang beragama Islam secara berdasarkan hukum masing-masing agama dan
hukum Islam apabila telah dipenuhi rukun dan kepercayaannya itu. Menurut Rosdinar
syarat yang ditentukan sudah dianggap sah, Sembiring,4 syarat-syarat perkawinan dalam
namun perkawinan itu pun perlu dicatat hukum nasional yang diatur dalam Pasal 6
sebagaimana ditentukan dalam peraturan sampai dengan Pasal 12 Undang-Undang
perundang-undangan. Pencatatan perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang didalamnya
merupakan proses guna melengkapi keabsahan meliputi persyaratan materiil maupun
perkawinan dalam rangka perlindungan hukum persyaratan formil.
oleh hukum dan negara terhadap para pihak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga
yang melangsungkan perkawinan. 2. Akibat menentukan dalam Pasal 2 ayat (2), bahwa
hukum nikah siri dengan sendirinya hanya “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
merupakan pernikahan dibawah tangan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
tidak dicatat sesuai ketentuan yang diatur Apabila dikaitkan dengan praktik nikah siri
dalam peraturan perundang-undangan. Akibat berarti perkawinan yang tidak dicatat
hukum yang melemahkan posisi istri, anak-anak sebagaimana diwajibkan untuk dicatat,
dan harta benda dalam perkawinan tersebut, tentunya dipertanyakan apakah nikah siri
karena perkawinan itu tidak memiliki tersebut memiliki keabsahannya.
keabsahannya menurut hukum, karena Penulis berpendapat terdapat beberapa
terutama tidak dicatat menurut ketentuan aspek yang mendasari mengapa terjadinya
peraturan perundang-undangan yang nikah siri atau nikah yang tidak tercatat itu.
berlaku.Konsekuensi dari pernikahan di bawah Aspek Pertama, ialah perkawinan antara kedua
tangan (nikah siri) maka perkawinan tersebut calon mempelai yang masih di bawah umur
tidak sah, dan seakan-akan hidup bersama atau kawin dini; Aspek Kedua, ialah perkawinan
tanpa ikatan hukum.Apabila kemudian kedua calon mempelai yang berbeda agama,
melahirkan seorang anak, yang menurut dan AspekKetiga ialah kawin paksa seperti
Undang-Undang perkawinan hanya memiliki calon istri yang mengandung anak dari calon
hubungan perdata dengan ibunya, ini berkaitan suaminya.
erat dengan hasil putusan Mahkamah Beberapa aspek yang penulis kemukakan
Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. tersebut berkaitan erat dengan timbulnya
Kata kunci: Keabsahan, Nikah Siri, Perkawinan perkawinan yang tidak tercatat (nikah siri), oleh
karena adanya hambatan-hambatan tertentu
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
3
Lihat UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Pasal 2
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing: Yumi Simbala, SH, ayat (1)
4
MH; Presly Prayogo, SH, MH Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga. Harta-Harta Benda
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Dalam Perkawinan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016,
14071101245 hlm. 55

22
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 2/Feb/2019

khususnya yang diatur dalam Undang-Undang metode penelitian yang digunakan ialah
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. penelitian hukum normatif, atau juga disebut
Sesuai ketentuan Kompilasi Hukum Islam sebagai penelitian doctrinal.
pada Buku I tentang Perkawinan dalam Pasal 4,
bahwa “Perkawinan yang sah, apabila dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 A. Keabsahan Nikah Siri
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 10
tentang Perkawinan”.5Ditentukan pula dalam Tahun 2008 tentang Nikah di Bawah Tangan,
Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 6 ayat (2), memutuskan Pertama : Nikah di Bawah Tangan
bahwa “Perkawinan yang dilakukan di luar yang dimaksud dalam fatwa ini adalah
pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak “Pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan
mempunyai kekuatan hukum.”6Dengan syarat yang ditetapkan dalam fiqh(hukum
demikian, tidak memiliki keabsahannya. Islam) namun tanpa pencatatan resmi di
Pencatatan perkawinan penting sekali dalam instansi berwenang sebagaimana diatur dalam
rangka mencapai suatu keabsahan perkawinan peraturan perundang-undangan.” Kedua :
yang juga terkait erat dengan aspek Ketentuan Hukum :
administratif. a. Pernikahan Di Bawah Tangan hukumnya
Mengingat nikah siri tidak tercatat sah karena telah dipenuhi syarat dan
sebagaimana yangditentukan dalam peraturan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat
perundang-undangan, konsekuensi hukumnya madharrat.
adalah perkawinan atau pernikahan tersebut b. Pernikahan harus dicatatkan secara resmi
tidak sah, dan hal ini pun dapat berakibat lain pada instansi berwenang, sebagai
seperti terhadap status hukum anak oleh langkah preventif untuk menolak dampak
karena orangtuanya tidak memiliki legalitas negatif/madharrat(saddanlidz-dzari’ah).8
(keabsahan) dalam perkawinan. Demikian pula
mengenai status harta benda dalam Keabsahan perkawinan bagi kedua calon
perkawinan yang dilakukan tanpa pencatatan mempelai yang beragama Islam secara hukum
(nikah siri) dipertanyakan, oleh karena Islam, apabila telah dipenuhi rukun dan syarat
keabsahan perkawinan itu sendiri tidak tercatat yang ditentukan, sudah dianggap sah.Namun
dan tidak pula mendapat perlindungan hukum perkawinan itu pun perlu dicatat sebagaimana
dari negara.Hukum Perkawinan menentukan ditentukan dalam peraturan perundang-
harta bersama yang mempunyai akibat pada undangan.
nikah siri sebagaimana dijelaskan oleh Rosnidar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
Sembiring bahwa harta bersama adalah harta tentang Perubahan atas Undang-Undang
yang diperoleh sepanjang perkawinan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
berlangsung sejak Perkawinan dilangsungkan Kependudukan, dalam Pasal 34 ayat-ayatnya,
hingga perkawinan berakhir atau putusnya menyatakan sebagai berikut :
perkawinan akibat perceraian, kematian (1) Perkawinan yang sah menurut
maupun putusan pengadilan.7 peraturan perundang-undangan wajib
dilaporkan oleh penduduk kepada
B. Rumusan Masalah Instansi Pelaksana di tempat terjadinya
1. Bagaimanakah keabsahan perkawinan perkawinan paling lambat 60 (enam
nikah siri menurut Hukum ? puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
2. Bagaimana akibat hukum dari nikah siri? (2) Berdasarkan laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pejabat
C. Metodologi Penelitian Pencatatan Sipil mencatat pada
Metode penelitian merupakan suatu sarana Register Akta Perkawinan dan
pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
dan teknologi serta seni. Pada penelitian ini

5
Lihat Kompilasi Hukum Islam (Pasal 4)
6 8
Lihat Kompilasi Hukum Islam (Pasal 6 ayat (2) Lihat Fatwa MUI No. 10 Tahun 2008 Tentang Nikah Di
7
Rosnidar Sembiring, Op Cit, hlm. 91-92 Bawah Tangan

23
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 2/Feb/2019

(3) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana peristiwa hukum dan ditandatangani oleh
dimaksud pada ayat (2) masing-masing pembuatnya.
diberikan kepada suami dan istri. Menurut Salim HS,11 suatu tanda bukti
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada merupakan tulisan yang menyatakan
ayat (1) bagi penduduk yang beragama kebenaran suatu peristiwa atau perbuatan
Islam dilakukan oleh KUAKec. hukum. Isi akta berupa pernyataan resmi
(5) Data hasil pencatatan atas peristiwa artinya bahwa apa yang tertulis dalam akta itu
sebagaimana dimaksu pada ayat (4) dan merupakan pernyataan yang sah dari pejabat
dalam Pasal 8 ayat (2) wajib atau pada pihak. Dibuat menurut peraturan
disampaikan oleh KUAKec, kepada yang berlaku artinya bahwa akta yang dibuat di
Instansi Pelaksana dalam waktu paling muka pejabat atau dibuat oleh para pihak,
lambat 10 (sepuluh) hari setelah didasarkan kepada peraturan perundang-
pencatatan perkawina dilaksanakan. undangan yang berlaku.
(6) Hasil pencatatan data sebagaimana Pembahasan tentang pencatatan
dimaksud pada ayat (5) tidak perkawinan berkenaan dengan suatu Akta
memerlukan penerbitan kutipan Akta Perkawinan, dalam Pasal 67 ayat-ayatnya
Pencatatan Sipil. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
(7) Pada tingkat kecamatan laporan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Tahun 2005 tentang Administrasi
dilakukan pada Unit Pelaksana Teknis Kependudukan, ditentukan bahwa :
Dinas Instansi Pelaksana.9 (1) Register Akta Pencatatan Sipil memuat
Ketentuan tersebut memperjelas dan seluruh data Peristiwa Penting.
mempertegas kewajiban pencatatan (2) Data Peristiwa Penting yang berasal
perkawinan dan pelaporannya, serta dari KUAKec, diintegrasikan ke dalam
menentukan dua instansi yang berwenang database kependudukan dan tidak
yakni KUA Kecamatan (KUAKec), dan Pegawai diterbitkan Kutipan Akta Pencatatan
Pencatatan Sipil. Undang-Undang Nomor 24 Sipil.
Tahun 2013 lebih lanjut menentukan pada (3) Register Akta Pencatatan Sipil disimpan
Pasal 35 bahwa: dan dirawat oleh Instansi Pelaksana.
“Pencatatan Perkawinan sebagaimana (4) Register Akta Pencatatan Sipil memuat :
dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: a. Jenis Peristiwa Penting;
a. Perkawinan yang ditetapkan oleh b. NIK dan status kewarganegaraan;
Pengadilan; dan c. Nama orang yang mengalami
b. Perkawinan Warga Negara Asing yang Peristiwa Penting;
dilakukan di Indonesia atas permintaan d. Nama dan identitas pelapor;
Warga Negara Asing yang bersangkutan.” e. Tempat dan tanggal peristiwa;
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 juga f. Nama dan identitas saksi;
menentukan di dalam Pasal 36 bahwa “Dalam g. Tempat dan tanggal dikeluarkannya
hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta; dan
Akta Perkawinan, pencatatan Perkawinan h. Nama dan tanda tangan Pejabat
dilakukan setelah adanya penetapan yang berwenang.12
Pengadilan.” Ketentuan ini terkait erat dengan
suatu Akta Perkawinan sebagai suatu bentuk Pembahasan tentang pencatatan
Akta yang dalam Kamus Hukum,10 Akta perkawinan yang terkait erat dengan masalah
diartikan sebagai sebuah tulisan yang dibuat administrasi kependudukan tersebut, adalah
dengan unsur kesengajaan menurut peraturan suatu hal dan aspek yang lebih bersifat
yang berlaku dan disaksikan oleh pejabat resmi administratif.Keabsahan perkawinan harus pula
untuk dijadikan sebagai bukti tentang suatu
11
Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis,
Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta),
9
Lihat UU No. 24 Tahun 2013 jo. UU No. 23 Tahun 2006 RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. 6
12
tentang Administrasi Kependudukan (Pasal 34) Lihat UU No. 24 Tahun 2013 jo. UU No. 23 Tahun 2006
10
Charlie Rudyat, Op Cit, hlm. 30 tentang Administrasi Kependudukan (Pasal 67)

24
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 2/Feb/2019

memenuhi ketentuan yang berkaitan dengan penyalahgunaan perkawinan, dapat dilakukan


administrasi kependudukan. dengan menetapkan syarat-syarat agar rencana
Pentingnya aspek administratif dalam perkawinan yang potensial menimbulkan
pencatatan perkawinan terungkap pula pada kerugian dapat dihindari.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- Ketentuan pencatatan perkawinan menjadi
VIII/2010 saat Hakim Konstitusi, Maria Farida syarat perkawinan itu memiliki keabsahannya,
Indrati,13 mengemukakan antara lain, sehingga perkawinan di bawah tangan atau
keberadaan norma agama dan norma hukum suatu perkawinan yang tidak dicatat sesuai
dalam satu peraturan perundang-undangan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang sama, memiliki potensi untuk saling dengan sendirinya tidak sah. Ketiadaan
melemahkan bahkan bertentangan. Dalam pencatatan perkawinan akan berdampak
perkara ini, potensi paling meniadakan terjadi terhadap status hukum istri, anak-anak maupun
antara Pasal 2 ayat (1) dengan Pasal 2 ayat (2) harta warisan dan lain sebagainya, karena tidak
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang dicatat sebagaimana ditentukan oleh peraturan
pada pokoknya masing-masing agama dan perundangan sebagai hukum negara.
kepercayaannya, ternyata menghalangi dan
sebaliknya juga dihalangioleh keberlakuan Pasal B. Akibat Hukum Nikah Siri
2 ayat (2) yang pada pokoknya mengatur Perlu terlebih dahulu penulis ingatkan
bahwa perkawinan akan sah dan memiliki bahwa terminologi nikah siri adalah sama
kekuatan hukum jika telah dicatat oleh instansi dengan nikah di bawah tangan atau nikah yang
yang berwenang atau pegawai pencatat nikah. tidak dicatat sesuai peraturan perundangan.
Jika Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Nikah siri manakala perkawinan itu putus oleh
Tahun 1974 dimaknai sebagai pencatatan karena perceraian, dapat berakibat terhadap
secara administratif yang tidak berpengaruh status hukum istri, anak-anak serta harta benda
terhadap sah atau tidaknya suatu perkawinan, dalam perkawinan (harta bersama).
maka hal tersebut tidak bertentangan dengan Akibat hukum yang melemahkan posisi istri,
UUD 1945, karena tidak terjadi penambahan anak-anak dan harta benda dalam perkawinan
terhadap syarat perkawinan. tersebut, oleh karena perkawinan itu tidak
Pencatatan perkawinan diperlukan sebagai memiliki keabsahannya menurut hukum,
perlindungan negara kepada pihak-pihak dalam karena terutama, tidak dicatat menurut
perkawinan dan juga untuk menghindari ketentuan peraturan perundang-undangan
kecenderungan dari inkonsistensi penerapan yang berlaku.Konsekuensi dari pernikahan di
ajaran agama dan kepercayaan secara bawah tangan (nikah siri), maka perkawinan
sempurna/utuh pada perkawinan yang tersebut tidak sah, dan seakan-akan hidup
dilangsungkan menurut agama dan bersama tanpa ikatan hukum.
kepercayaan tersebut. Dengan kata lain, Konsekuensi terhadap status anak pun
pencatatan perkawinan diperlukan untuk demikian, dalam nikah siri, status hukum anak
menghindari penerapan hukum agama dan adalah anak luar kawin atau luar nikah.
kepercayaannya itu dalam perkawinan secara Menurut Rosnidar Sembiring,14 akibat adanya
sepotong-potong untuk melitimasi sebuah hubungan di luar nikah menyebabkan beberapa
perkawinan. permasalahan yang terjadi di masyarakat, yaitu:
Esensi pencatatan selain demi tertib a. Pada hubungan luar nikah terutama atas
administrasi, adalah untuk melindungi wanita dasar saling cinta, biasanya sering terjadi
dan anak-anak. Syarat pencatatan dimaksud pada pasangan remaja (muda-mudi) saat
dapat diletakkan setidaknya dalam dua konteks ini, pergaulan yang kurang sehat sering
utama, yaitu (i) mencegah, dan (ii) melindungi menimbulkan wanita hamil di luar nikah.
wanita dan anak-anak dari perkawinan yang Kondisi seperti ini menimbulkan paksaan
dilaksanakan secara tidak bertanggung jawab. terhadap laki-laki yang telah
Pencatatan sebagai upaya perlindungan menghamilinya untuk bertanggung jawab
terhadap wanita dan anak-anak dari

13 14
D.Y. Witanto, Op Cit, hlm. 207-209 Rosnidar Sembiring, Op Cit, hlm. 121-122

25
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 2/Feb/2019

dan membuat perjanjian untuk mengawini h. Ada persetujuan dari istri/istri-istri;


perempuan tersebut. i. Ada kepastian bahwa suami mampu
b. Dalam Hukum Pidana, hubungan di luar menjamin keperluan-keperluan hidup
nikah tersebut hanya dilarang apabila salah istri-istri dan anak-anak mereka; dan
satu pihak atau kedua-duanya telah j. Ada jaminan bahwa suami akan berlaku
menikah (terikat perkawinan) dengan orang adil terhadap istri-istri dan anak-anak
lain. mereka.
c. Apabila dari hubungan di luar nikah 2. Tidak sah absolut.
tersebut melahirkan seorang anak, yang Perkawinan dinyatakan tidak sah absolut
menurut Undang-Undang Perkawinan apabila tidak dipenuhi syarat materiil dan
hanya memiliki hubungan perdata dengan syarat formil, yaitu :
ibunya, apakah laki-laki yang menghamili a. Syarat materiil harus sudah lewat masa
masih memiliki hubungan hukum dengan tunggu (bagi janda) atau tidak ada
anak tersebut. larangan perkawinan; dan
Pembahasan ini berkaitan erat dengan hasil b. Syarat formil dilakukan menurut hukum
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- masing-masing agama.
VIII/2010 yang akan dibahas selanjutnya Persyaratan perkawinan tersebut dikaitkan
sesudah pembahasan tentang akibat hukum dengan pernikahan siri, yang dapat saja hanya
nikah siri. sah menurut hukum agama tetapi belum tentu
Pada pernikahan yang tidak dicatat (nikah sah menurut hukum negara, maka akibat
siri) apabila perkawinan itu putus karena hukum apabila timbul suatu perceraian dari
perceraian, ada kemungkinan perkawinan yang pasangan hanya nikah siri, terhadap status
sudah dilangsungkan itu justru tidak memenuhi hukum istri tersebut akan dihadapkan pada
salah satu syarat perkawinan, baik syarat kendala hukum oleh karena nikah siri itu sendiri
materiil maupun syarat formil. Abdulkadir bukanlah perkawinan yang sah.
Muhammad,15 menjelaskan perkawinan sah Terhadap status hukum anak, Undang-
dan yang tidak sah, bahwa jika ada syarat Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
materiil ataupun syarat formil tidak dipenuhi Perkawinan, menentukan pada Pasal 42 bahwa
mengakibatkan perkawinan itu tidak sah. Tidak “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
sah itu ada dua macam, yaitu : dalam atau sebagai akibat perkawinan yang
sah.”16Dari ketentuan ini, perkawinan yang sah
1. Tidak sah relatif menghasilkan status hukum anak hasil
Perkawinan dinyatakan tidak sah relatif perkawinan sebagai anak sah.Sebaliknya
apabila tidak dipenuhi salah satu atau perkawinan yang tidak sah berakibat terhadap
beberapa syarat materiil perkawinan anak hasil perkawinan sebagai anak tidak sah.
monogami berikut : Akibat hukum terhadap anak luar kawin
a. Ada persetujuan antara kedua calon (nikah), tentunya dapat ditemukan pengaturan
mempelai; dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
b. Pria sudah berumur 19 tahun dan tentang Perkawinan, yang pada Pasal 43 ayat
wanita sudah berumur 16 tahun; (1) yang berbunyi “Anak yang dilahirkan di luar
c. Izin orang tua/Pengadilan jika belum perkawinan hanya mempunyai hubungan
berumur 21 tahun; perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”
d. Tidak terikat dalam satu perkawinan; Ketentuan ini ternyata sama dengan yang
e. Tidak bercerai untuk ketiga kali dengan dikemukakan oleh R. Subekti dari perspektif
suami/istri yang sama yang hendak Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa
dikawini; seorang anak sah (wettig kind) ialah anak yang
f. Pemberitahuan kepada pegawai dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara
pencatat perkawinan; ayah dan ibunya.17
g. Tidak ada yang mengajukan
pencegahan;
16
Lihat UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Pasal
42)
15 17
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hlm. 99-100 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op Cit, hlm. 48

26
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 2/Feb/2019

Penulis temukan bahwa konsep dan ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan
ketentuan Kompilasi Hukum Islam, ternyata ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat
sama dengan konsep penarikan hubungan anak bukti lain menurut hukum mempunyai
luar nikah hanya secara perdata dengan ibunya hubungan darah, termasuk hubungan perdata
atau keluarga ibunya pada Pasal 100 Kompilasi dengan keluarga ayahnya.”
Hukum Islam, yang berbunyi “Anak yang lahir di Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
luar perkawinan hanya mempunyai hubungan berkaitan dengan duduk perkara yang diajukan
mashab dengan ibunya dan keluarga ibunya.” oleh Hj. AisyahMochtar alias
Ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang MachicaMochtarbinti H. Mochtar Ibrahim dan
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Muhammad IqbalRamadhan bin Moerdiono
tersebut yang dijadikan alasan dan dasar sebagai Para Pemohon, melawan Drs.
pengajuan ke Mahkamah Konstitusi yang Moerdiono, seorang mantan pejabat di era
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Orde Baru yang melakukan pernikahan siri dan
Nomor 46/PUU-VIII/2010, yang berbunyi melahirkan seorang anak bernama Muhammad
sebagai berikut :18 IqbalRamadhan bin Moerdiono, berdasarkan
“Mengabulkan permohonan para Pemohon ketentuan Pasal 43 ayat (1) dianggap anak
untuk sebagian. tersebut sebagai anak luar kawin dan hanya
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran dan keluarga ibunya.
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor Menurut D.Y. Witanto,19 persoalan sahnya
1, Tambahan Lembaran Negara Republik perkawinan adalah murni ranah hukum agama
Indonesia Nomor 3010), yang menyatakan dan kepercayaan yang dianut oleh calon
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempelai. Syarat dan rukun pernikahan sudah
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dianggap baku, tidak boleh ditambah atau pun
dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan dikurangi. Oleh karena itu, jika pemerintah mau
Undang-Undang Dasar Negara Republik menambah lagi syarat yang lain, maka jelas,
Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai kalangan ulama tidak akan bisa menyetujuinya.
menghilangkan hubungan perdata dengan laki- Jika perkawinan sudah dilaksanakan
laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu menurut kaidah fiqh, maka dianggap sah.Tidak
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti perlu syarat-syarat ditambah-tambah oleh
lain menurut hukum ternyata mempunyai siapapun.Akan tetapi, terkait dengan
hubungan darah sebagai ayahnya. perkawinan itu di luar hukum agama yang
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 mengaturnya, maka pemerintah juga merasa
Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran berkepentingan untuk melindungi warga
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor negaranya.Salah satu caranya adalah
1, Tambahan Lembaran Negara Republik melakukan pencatatan peristiwa akad nikah
Indonesia Nomor 3010) yang menyatakan yang dilangsungkan. Perkawonan oleh karena
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya prosesnya melibatkan orang lain, maka harus
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dicatat, sehingga hal-hal yang terkait dengan
dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan peristiwa itu dan juga akibatnya menjadi jelas.
hukum mengikat sepanjang dimaknai Selanjutnya, melalui Kementerian Agama,
menghilangkan hubungan perdata dengan laki- pemerintah menerbitkan akta nikah. Atas dasar
laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu tersebut, maka perkawinan antara suami istri,
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti selain sah menurut hukum agama, juga akan
lain menurut hukum ternyata mempunyai diakui legal oleh pemerintah.
hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga Perkawinan siri dalam pengertian
ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang perkawinan yang tidak dilakukan pencatatan
dilahirkan di luar perkawinan mempunyai sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh
hubungan perdata dengan pihak ibunya dan undang-undang, sebenarnya baik menurut para
keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ulama maupunpihak akademisi memiliki
18
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-
19
VIII/2010 D.Y. Witanto, Op Cit, hlm. 154-155

27
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 2/Feb/2019

persamaan pandangan, bahwa perkawinan siri perceraian, harta bersama dibagi berdasar pada
adalah perkawinan yang sah. Namun, oleh hukum yang telah berlaku sebelumnya bagi
karena kewajiban undang-undang dalam suami dan istri, yaitu hukum agama, hukum
persoalan administrasi pencatatan tidak adat, hukum KUH.Perdata atau hukum
dilakukan oleh pihak yang berkepentingan, lainnya.20
maka hukum tidak bisa melindungi perkawinan
seperti itu dicatatkan di kantor pegawai PENUTUP
pencatat perkawinan yang telah ditunjuk oleh A. Kesimpulan
undang-undang. 1. Nikah siri atau nikah dibawah tangan,
Dari perspektif hukum Islam, perkawinan adalah praktik perkawinan yang tidak
jika telah memenuhi syarat dan rukun yang dilakukan pencatatan perkawinan.
ditentukan, sudah dianggap sah.Namun, karena Keabsahan perkawinan bagi kedua calon
peraturan perundangan juga mewajibkan mempelai yang beragama Islam secara
perkawinan dicatat, tentunya keabsahan hukum Islam apabila telah dipenuhi rukun
perkawinan baru dicapai apabila sudah dan syarat yang ditentukan sudah dianggap
dicatatkannya perkawinan tersebut kepada sah, namun perkawinan itu pun perlu
instansi dan/atau pejabat yang berwenang. dicatat sebagaimana ditentukan dalam
Sebagai konsekuensi pencatatan perkawinan peraturan perundang-undangan.
tersebut maka di kemudian hari perkawinan itu Pencatatan perkawinan merupakan proses
bubar misalnya karena perceraian, hukum akan guna melengkapi keabsahan perkawinan
memberikan jaminan perlindungan hukum dalam rangka perlindungan hukum oleh
terhadap hak-hak istri, anak-anak serta harta hukum dan negara terhadap para pihak
bersama dalam perkawinan. yang melangsungkan perkawinan.
Akibat hukum nikah siri dengan sendirinya 2. Akibat hukum nikah siri dengan sendirinya
hanya merupakan pernikahan di bawah tangan hanya merupakan pernikahan dibawah
atau tidak dicatat sesuai ketentuan yang diatur tangan atau tidak dicatat sesuai ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan.Bahwa yang diatur dalam peraturan perundang-
dalam suatu perkawinan, harta benda dapat undangan. Akibat hukum yang melemahkan
saja merupakan harta bawaan maupun harta posisi istri, anak-anak dan harta benda
bersama.Manakala timbul perceraian, status dalam perkawinan tersebut, oleh karena
hukum harta benda tersebut dikaitkan dengan perkawinan itu tidak memiliki
tidak dicatatkannya perkawinan tersebut, keabsahannya menurut hukum, karena
hanya merugikan pihak istri yang bercerai terutama tidak dicatat menurut ketentuan
tersebut. peraturan perundang-undangan yang
Persoalan harta bersama dalam suatu berlaku.Konsekuensi dari pernikahan di
perkawinan menjadi bagian penting dalam bawah tangan (nikah siri) maka perkawinan
pembahasan ini berkaitan dengan keabsahan tersebut tidak sah, dan seakan-akan hidup
nikah siri.Tentang harta bersama, diartikan bersama tanpa ikatan hukum.Apabila
sebagai harta kekayaan yang diperoleh suami kemudian melahirkan seorang anak, yang
dan istri selama dalam ikatan perkawinan.Harta menurut Undang-Undang perkawinan
bersama dikuasai oleh suami dan istri.Suami hanya memiliki hubungan perdata dengan
atau istri dapat bertindak terhadap harta ibunya, ini berkaitan erat dengan hasil
bersama atas persetujuan kedua belah pihak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
(Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. 46/PUU-VIII/2010.
Terhadap harta bersama, suami dan istri
mempunyai hak dan kewajiban yang sama. B. Saran
Jika perkawinan putus karena perceraian, 1. Dua instansi yang berwenang yakni KUA
harta bersama diatur menurut hukumnya dan Kantor Catatan Sipil untuk lebih
masing-masing (Pasal 37 Undang-Undang memperjelas dan mempertegas kewajiban
Perkawinan). Maksud hukumnya masing- tentang pencatatanperkawinan.
masing adalah hukum agama, hukum adat, dan
hukum-hukum lain. Ini berarti, jika terjadi
20
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hlm. 109

28
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 2/Feb/2019

2. Diperlukan upaya pembaruanterhadap RahmatRosyadi, A, dan Rais Ahmad, M,


beberapa peraturan perundang seperti GormalisasiSyariat Islam Dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 Perspektif Tata Hukum Indonesia,
yang sudah lama diberlakukan dengan Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006.
menyesuaikan pengaturannya di masa Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia,
sekarang. UI Press, Jakarta, 1974.
Sembiring, Rosnidar, Hukum Keluarga. Harta-
Harta Benda Dalam Perkawinan,
DAFTAR PUSTAKA RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016.
Buku : Subekti, Ringkasan Tentang Hukum Keluarga
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata dan Hukum Waris, Intermasa,
Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1990.
Bandung, 2014. SoerjonoSoekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
AbintoroPrakoso, Penemuan Hukum. Sistem, Hukum Normatif. Suatu Tinjauan
Metode, Aliran dan Prosedur Dalam Singkat, RajaGrafindo Persada,
Menemukan Hukum, Jakarta, 2006.
LaksBangPressindo, Yogyakarta,
2016. Peraturan Perundang-Undangan :
Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Undang-Undang Dasar Negara Republik
Theory) dan Teori Peradilan Indonesia Tahun 1945.
(JudicialPrudence) Termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang
Interpretasi Undang-Undang Penetapan Berlakunya Undang-
(Legisprudence), Kencana, Jakarta, Undang Republik Indonesia Tanggal
2009. 21 November 1936 Nomor 22 Tahun
Aljan Abdullah, Erfani, Pembaruan Hukum 1946 tentang Pencatatan Nikah,
Perdata Islam. Praktik dan Gagasan, Talak dan Rujuk di Seluruh Daerah
UII Press, Yogyakarta, 2017. Luar Jawa dan Madura,
AndiHartanto, J, Hukum Harta Kekayaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Menurut Perkawinan.
BurgerlijkWetboek dan Undang- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Undang Perkawinan), Kekuasaan Kehakiman
LaksBangPressindo, Yogayakarta, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
2017. Perubahan Kedua atas Undang-
Charlie Rudyat, Kamus Hukum, Tanpa Penerbit, Undang Nomor 7 Tahun 1989
Tanpa Tahun. tentang Peradilan Agama.
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga, Hak dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Kedudukan Anka Luar Kawin Pasca Perubahan Atas Undang-Undang
Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Materiil UU Perkawinan, Cerdas Administrasi Kependudukan.
Pustaka Publisher, Jakarta, 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
HS, Salim, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep tentang Pelaksanaan Undang-
Teoritis, Kewenangan Notaris, Undang Nomor 1 Tahun 1974
Bentuk dan Minuta Akta), tentang Perkawinan.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-
Kansil, C.S.T, dan Kansil, Christine S.T, VIII/2010 tentang Pengujian atas
Pengantar Ilmu Hukum, Jilid I, Balai Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1)
Pustaka, Jakarta, 2000. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Meliala, Djaja S, Perkawinan Beda Agama dan 1974 tentang Perkawinan.
Penghayat Kepercayaan di Indonesia Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-
Pasca Putusan Mahkamah XII/2014 tentang Pengujian Pasal 2
Konstitusi, NuansaAulia, Bandung, ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
2015. Tahun 1974 tentang Perkawinan.

29
Lex Et Societatis Vol. VII/No. 2/Feb/2019

Kompilasi Hukum Islam.


Sumber Media Online
“Nikah Siri”, dimuat pada : wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas.
Diakses Tanggal 23 Mei 2018.
“Nikah di Bawah Tangan, Ftawa Majelis Ulama
Indonesia Nomor 10 Tahun 2010
tentang Nikah di Bawah Tangan,
Dimuat pada : muijatim.org. diakses
tanggal 23 Mei 2018.

Sumber-Sumber Lainnya
Bahan Kuliah Hukum Perdata
Bahan Kuliah Hukum Islam

30

Anda mungkin juga menyukai