Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOGRAFI TANAH

ACARA XII
MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN

KRITERIA MORFOLOGI TANAH DAN LAHAN


Mico Mahendra Hadinata ( 17405244029 / B2)

A. Tujuan

1. Mahasiswa dapat menentukan tingkat perkembangan tanah dengan kriteria


morfologi tanah dan lahan.

2. Mahasiswa dapat menganalisis tingkat perkembangan tanah dengan kriteria


morfologi tanah dan lahan.

B. Dasar Teori
Morfologi tanah adalah deskripsi tubuh tanah mengenai kenampakan-

kenampakan, ciri-ciri, dan sifat-sifat tanah yang diperlihatkan suatu profil tanah
(Jamulya dan Worosuprojo, 1993 dalam Sugiharyanto, 2007: 75). Morfologi

adalah suatu keahlian yang memerlukan pengamatan tajam dan kemampuan


untuk melukiskan dan melaporkan dengan kata-kata dan gambar-gambar

sesuatu obyek yang dibahas. Tujuan morfologi adalah suatu uraian pelukiasan,
sehingga morfologi tanah berarti uraian tanah mengenai kemanpakan-

kenampakan, ciri-ciri, dan sifat-sifat tanah umum yang diperlihatkan profil tanah,
bebas dari berbagai pengaruh (obyektif), lengkap, dan jelas. Uraian yang obyektif

merupakan dasar klasifikasi dan pemetaan tanah (Darmawijaya, 1997: 125).


Morfologi tanah menerangkan sejumlah fakta kepada para pemeta dan

pakar tanah, sehingga dapat menjelaskan persoalan genesis tanah. Ciri-ciri


morflogi profil tanah merupakan petunjuk dari proses-proses yang telah dialami

suatu jenis tanah selama pelapukan dan perkembangannya. Dalam


perkembangannya, perkembangan tanah merupakan variasi menyeluruh

sepanjang waktu, seperti beberapa proses individualnya. Hal ini dapat diartikan
bahwa sifat perubahan tanah sangat cepat bila tanah tersebut muda dan bahwa

perubahan yang dapat diketahui terjadi sangat lambat sesuai dengan umur.

1
Perkembangan tanah merupakan variasi menyeluruh sepanjang waktu, seperti

beberapa proses individualnya. Hal ini dapat diartikan bahwa sifat perubahan
tanah sangat cepat bila tanah tersebut muda dan bahwa perubahan yang dapat

diketahui terjadi sangat lambat sesuai dengan umur. Proses individualnya sendiri
bervariasi intensitasnya sepanjang waktu (Hanafiah, 2007: 120).

Perkembangan tanah yang ideal adalah berada pada iklim tropis basah,
tidak tergenang (drainase baik), tidak tertimbun material baru. Dan tidak terkikis

secara dramatis (erosi dan longsor). Adapun hal yang mempengaruhi


perkembangan tanah adalah adanya iklim (suhu, kelembaban, pencahayaan),

organisme (flora fauna), bahan induk, relief berupa lereng atau datar, waktu
(cepat atau lambat) dan faktor lokal yakni aktivitas manusia. Hal tersebut yang

akan menghambat atau mempercepat terjadinya perkembangan tanah


(Sartohadi, 2012: 90).

Secara umum atau asasi perkembangan tanah akan menghasilkan


horizon-horizon tanah. Jika suatu tanah membentuk horizon maka tanah tersebut

bisa dikatakan sedang berkembang. Namun jika hanya terjadi pelapisan saja
akibat sedimentasi oleh erosi yang dibawa oleh air maka tanah itu bisa dikatakan

berkembang (Hardjowigeno, 1992: 135). Perbedaan intensitas faktor-faktor


pembentuk tanah terutama iklim, meninggalkan ciri-ciri pada profil tanah yang

dapat digunakan untuk menentukan suatu jenis tanah (Darmawijaya, 1997: 125-
126).

Langkah pertama dalam analisis morfologi tanah adalah membuat profil


tanah. Profil tanah merupakan potongan vertikal tubuh tanah yang menampakan

urutan susunan horizon. Tubuh tanah bila dipotong tegak pada dinding
vertikalnya akan memperlihatkan lapisan tanah yang terbentuk sebagai akibat

pembentukan tanah dan bukan karena proses pengendapan batuan. Lapisan


tanah yang terbentuk karena proses yang khas disebut horizon tanah(Jamulya

dan Worosuprojo, 1993; dalam Sartohadi dkk, 2012). Jika diselidiki ternyata
masing-masing horizon mempunyai ciri morfologi, sifat-sifat kimia, fisik, dan

biologi yang khas. Profil tanah adalah urutan susunan horizon yang tampak
dalam anatomi tubuh tanah

2
Dalam morfologi dan perkembangan tanah terdapat beberapa spesifikasi

antara lain yaitu yang dicirikan dengan parameter fisika dan kimia serta biologi.
Pada parameter fisika diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Tekstur tanah
Menurut Hardjowigeno (1992:70), ukuran butir partikel-partikel tanah

yang secara langsung menunjukkan kasar atau halusnya tanah disebut tekstur
tanah. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar

tanah seperti kerikil, koral sampai batu dan tidak dipertimbangkan di dalam
klasifikasi tekstur tanah. Sedangkan bagian butir tanah yang berukuran kurang

dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan menjadi :
a. Pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2

mm.
b. Debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan

0,050 mm.
c. Lempung, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm

(Sugiharyanto, 2009: 55).


2. Struktur tanah

Struktur tanah merupakan susunan saling mengikat (koloid) antar


partikel-partikel tanah,atau gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan

struktur tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu
sama lain oleh suatu perekat atau pengikat seperti bahan organik, oksida-

oksida besi, lempung dan lain-lain (Sugiharyanto, 2009: 58).


Gumpalan-gumpalan kecil (struktur tanah) ini mempunyai bentuk,

ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda tergantung dari


proporsi lempung dan organik sebagai pengikat yang ada dalam tanah.

Tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi
yang baik pula, sehingga memudahkan sistem perakaran tanaman untuk

berpenetrasi (Hanafiah, 2007: 69).


3. Konsistensi tanah

Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya


kohesi butir-butir tanah dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda

lain. Keadaan tersebut ditunjukkan dari daya tahan tanah terhadap gaya

3
yang akan mengubah bentuk (Sugiharyanto, 2009: 52). Menurut

Hardjowigeno (1992:72) bahwa tanah-tanah yang mempunyai konsistensi


baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah.

C. Alat dan Bahan

Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, maka untuk menganalisis


tingkat perkembangan tanah dengan kriteria morfologi tanah dan lahan

memerlukan beberapa alat dan bahan seperti berikut ini.


Alat

a. Alat tulis, digunakan untuk mencatat hasil pengamatan.


b. Kalkulator, digunakan untuk membantu menghitung data.

Bahan

a. Data mengenai tekstur, struktur, solum tanah, dan kemiringan


lereng, digunakan sebagai bahan praktikum.

b. Kertas, digunakan untuk mencatat hasil pengamatan.

D. Langkah Kerja
Dalam melakukan praktikum menganalisis tingkat perkembangan tanah

dengan kriteria morfologi tanah dan lahan, dapat diuji seperti langkah-langkah
kerja berikut.

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.


2. Memperhatikan data tekstur, struktur, solum tanah, dan kemiringan

lereng.
3. Memberikan skor masing-masing kondisi tekstur, struktur, solum tanah

dan kemiringan lereng.


Tabel 12.1 Skor Tekstur Tanah

No. Tekstur Skor


1. Pasir – geluh pasiran 1
2. Geluh – geluh lempungan 2
3. Lempung 3

Tabel 12.2 Skor Struktur Tanah

4
No. Struktur Skor
1. Butir tunggal 1
2. Remah, granuler 2
3. Gumpal, tiang, prismatik 3

Tabel 12.3 Skor Solum Tanah

No. Ketebalan Tanah Skor

1. < 60 cm 1

2. 60 – 90 cm 2

3. > 90 cm 3

Tabel 12.4 Skor Kemiringan Tanah

No. Kemiringan Lereng Skor


1. <9% 1
2. 9 – 15 % 2
3. > 15 % 3

4. Menjumlahkan semua skor yang diperoleh.


5. Menganalisis hasil yang telah diperoleh dan menyusun laporan.

E. Hasil dan Pembahasan

Hasil
Berdasarkan praktikum analisis tingkat perkembangan tanah dengan

kriteria morfologi tanah dan lahan, maka hasilnya terurai pada tabel-tabel berikut
ini.

1. Fakultas Ilmu Sosial I

Tabel 12.5 Horizon Tanah Fakultas Ilmu Sosial I

No. Kriteria Hasil Skor


1. Tekstur Geluh berdebu 2
2. Struktur Gumpal membulat 3
3. Solum tanah 11,5 cm 1
4. Kemiringan 3% 1

5
Jumlah 7

2. SD Siluk Imogiri
Tabel 12.6 Horizon Tanah SD Siluk Imogiri

No. Kriteria Hasil Skor


1. Tekstur Geluh berdebu 2
2. Struktur Gumpal membulat 3
3. Ketebalan tanah 75 cm 2
4. Kemiringan lereng 3% 1
Jumlah 8

3. Dusun Siluk

Tabel 12.7 Horizon Tanah Dusun Siluk

No. Kriteria Hasil Skor


1. Tekstur Geluh berpasir 1
2. Struktur Remah 2
3. Ketebalan tanah 15 cm 1
4. Kemiringan lereng 8% 1
Jumlah 5

4. Desa Nawungan I
Tabel12.8 Horizon A Desa Nawungan I

No. Kriteria Hasil Skor


1. Tekstur Lempung berdebu 3
2. Struktur Gumpal membulat 3
3. Ketebalan tanah 30 cm 1
4. Kemiringan lereng 20% 3
Jumlah 10

5. Tepi Sungai Oyo

Tabel 12.9 Horizon Tanah Tepi Sungai Oyo

No. Kriteria Hasil Skor


1. Tekstur Geluh lempung
2
berpasir
2. Struktur Gumpal bersudut 3
3. Ketebalan tanah 80 cm 2
4. Kemiringan lerneg 2% 1

6
Jumlah 8

6. Fakultas Ilmu Sosial II


Tabel 12.10 Horizon Tanah Fakultas Ilmu Sosial II

No. Kriteria Hasil Skor


1. Tekstur Pasir 1
2. Struktur Remah 2
3. Ketebalan tanah 50 cm 1
4. Kemiringan lereng 3% 1
Jumlah 5

Tabel 12.11 Pembagian Perkembangan Tanah

Tingkat Perkembangan Tanah Skor


Belum Berkembang 4-6
Sedang Berkembang 7-9
Berkembang Lanjut 10-12

Tabel 12.12 Tingkat Perkembangan Tanah

N Lokasi Pengambilan Sampel Skor Tingkat Perkembangan

o Total Tanah
1. Fakultas Ilmu Soaial I 7 Sedang Berkembang (SB)
2. SD Siluk Imogiri 8 Sedang Berkembang (SB)
3. Dusun Siluk 5 Belum Berkembang (BB)
4. Desa Nawungan I 10 Berkembang Lanjut (BL)
5. Tepi Sungai Oyo 8 Sedang Berkembang (SB)
6. Fakultas Ilmu Sosial II 5 Belum Berkembang (BB)

Pembahasan

Sampel I
Sampel I ini merupakan sampel tanah yang di ambil di wilayah Fakultas

Ilmu Sosial. Pada sampel tanah I ini memiliki kemiringan lereng 3% dengan solum
tanah 11,5 cm, tekstur tanah geluh berdebu dan struktur tanah gumpal

membulat, dari karakteristik tersebut setelah ditentukan tingkat perkembangan


tanahnya menggunakan metode skoring yang memperhatikan morfologi tanah

dan lahan didapatkan skor 7 dan termasuk ke dalam tingkat perkembangan tanah
sedang berkembang.

7
Sampel I ini masih berada di wilayah Indonesia sehingga daerah ini

memiliki iklim tropis. Daerah dengan iklim tropis mempunyai curah hujan dan
temperatur yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan perkembangan tanah menjadi

sangat intensif. Curah hujan yang tinggi menyebabkan besarnya infiltrasi


sehingga proses pelindian juga berlangsung. Dari proses pelindian tersebut akan

terbentuk horison-horison tanah yang terbukti dari solum tanah dengan tebal
11,5 cm. Tingginya curah hujan sehingga menyebabkan air terinfitrasi hingga

menuju ke batuan induk membuat proses pelapukan batuan terjadi.


Jika dilihat dari faktor temperatur udara, temperatur yang tinggi

mempercepat proses mineralisasi bahan organik yang selanjutnya mempercepat


dekomposisi batuan. Proses mineralisasi yang menghasilkan CO 2 dan H2O akan

mempercepat dekomposisi pada batuan. Selain itu kemiringan lereng pada


daerah ini juga mendukung perkembangan tanah. Daerah ini memiliki kemiringan

lereng yang relatif kecil yaitu sebesar 3%. Dengan kemiringan lereng sebesar itu
dapat dipastikan daerah tersebut memiliki limpasan permukaan yang relatif

rendah dan infiltrasi yang seimbang dengan limpasan permukaan sehingga kecil
kemungkinan terjadi erosi yang mampu menjadi penghambat bagi

perkembangan tanah.
Tanah sampel I ini memiliki tekstur geluh berdebu dan struktur gumpal

membulat, dari kondisi fisik tersebut kita dapat mengetahui bahwa tanah ini
benar sedang berkembang. Tanah dengan tekstur geluh berdebu menunjukkan

bahwa kandungan geluh pada tanah dominan, geluh sendiri merupakan


gabungan dari tiga fraksi tanah yaitu lempung, debu dan pasir. Semakin halus

tekstur pada tanah menunjukkan bahwa tanah tersebut semakin berkembang


lanjut. Tekstur geluh berbedu tergolong tekstur yang halus, meskipun masih ada

fraksi pasir di dalamnya tetapi hanya dalam jumlah yang sedikit. Untuk tekstur
gumpal membulat menunjukkan bahwa partikel yang ada di dalam tanah

mempunyai ikatan sehingga membentuk agregat tanah berupa gumpalan-


gumpalan. Adanya ikatan antar partikel menunjukkan adanya kandungan

lempung, semakin banyak kandungan lempung di tanah menunjukkan tingkat


perkembangan tanah tersebut semakin lanjut. Namun jika dilihat dari tekstur

8
tanahnya kandungan lempung di tanah sampel ini tidak terlalu banyak, sehingga

tingkat perkembangan tanahnya sedang berkembang.


Sampel II

Sampel II ini merupakan sampel tanah yang di ambil di daerah SD Siluk.


Pada sampel tanah II ini memiliki kemiringan lereng 3% dengan solum tanah 75

cm, tekstur tanah geluh berdebu dan struktur tanah gumpal membulat, dari
karakteristik tersebut setelah ditentukan tingkat perkembangan tanahnya

menggunakan metode skoring yang memperhatikan morfologi tanah dan lahan


didapatkan skor 8 dan termasuk ke dalam tingkat perkembangan tanah sedang

berkembang.
Sampel II ini masih berada di wilayah Indonesia sehingga daerah ini

memiliki iklim tropis. Daerah dengan iklim tropis mempunyai curah hujan dan
temperatur yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan perkembangan tanah menjadi

sangat intensif. Curah hujan yang tinggi menyebabkan besarnya infiltrasi


sehingga proses pelindian juga berlangsung. Dari proses pelindian tersebut akan

terbentuk horison-horison tanah yang terbukti dari solum tanah dengan tebal 75
cm. Tingginya curah hujan sehingga menyebabkan air terinfitrasi hingga menuju

ke batuan induk membuat proses pelapukan batuan terjadi.


Jika dilihat dari faktor temperatur udara, temperatur yang tinggi

mempercepat proses mineralisasi bahan organik yang selanjutnya mempercepat


dekomposisi batuan. Proses mineralisasi yang menghasilkan CO 2 dan H2O akan

mempercepat dekomposisi pada batuan. Selain itu kemiringan lereng pada


daerah ini juga mendukung perkembangan tanah. Daerah ini memiliki kemiringan

lereng yang relatif kecil yaitu sebesar 3%. Dengan kemiringan lereng sebesar itu
dapat dipastikan daerah tersebut memiliki limpasan permukaan yang relatif

rendah dan infiltrasi yang seimbang dengan limpasan permukaan sehingga kecil
kemungkinan terjadi erosi yang mampu menjadi penghambat bagi

perkembangan tanah.
Tanah sampel II ini memiliki tekstur geluh berdebu dan struktur gumpal

membulat, dari kondisi fisik tersebut kita dapat mengetahui bahwa tanah ini
benar sedang berkembang. Tanah dengan tekstur geluh berdebu menunjukkan

bahwa kandungan geluh pada tanah dominan, geluh sendiri merupakan

9
gabungan dari tiga fraksi tanah yaitu lempung, debu dan pasir. Semakin halus

tekstur pada tanah menunjukkan bahwa tanah tersebut semakin berkembang


lanjut. Tekstur geluh berbedu tergolong tekstur yang halus, meskipun masih ada

fraksi pasir di dalamnya tetapi hanya dalam jumlah yang sedikit. Untuk tekstur
gumpal membulat menunjukkan bahwa partikel yang ada di dalam tanah

mempunyai ikatan sehingga membentuk agregat tanah berupa gumpalan-


gumpalan. Adanya ikatan antar partikel menunjukkan adanya kandungan

lempung, semakin banyak kandungan lempung di tanah menunjukkan tingkat


perkembangan tanah tersebut semakin lanjut. Namun jika dilihat dari tekstur

tanahnya kandungan lempung di tanah sampel ini tidak terlalu banyak, sehingga
tingkat perkembangan tanahnya sedang berkembang.

Sampel III
Sampel III merupakan tanah yang diambil dari daerah Dusun Siluk.

Wilayah tersebut memiliki kemiringan lereng 8% dengan solum tanah 15 cm,


tekstur geluh berpasir dan struktur remah. Setelah ditentukan tingkat

perkembangan tanahnya menggunakan metode skoring yang memperhatikan


morfologi tanah dan lahan didapatkan skor 5 dan termasuk ke dalam tingkat

perkembangan tanah belum berkembang. Sampel ini merupakan sampel tanah


yang belum berkembang, hal tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor antara

lain kemiringan lereng, daerah tempat diambilnya sampel II ini memiliki


kemiringan lereng 8%. Kemiringan tersebut tergolong kecil namun ada

kemungkinan terjadi run off dan limpasan air di permukaan saat hujan turun.
Terjadinya run off tersebut menyebabkan infiltrasi dan proses pelindian tanah

tidak berjalan maksimal sehingga menghambat proses perkembangan tanah. Hal


tersebut juga dibuktikan dari ketebalan solum tanah yaitu 15cm yang

menunjukkan belum terbentuknya horison-horison tanah pada sampel ini.


Sampel tanah III ini memiliki tekstur geluh berpasir dan struktur remah.

Dari tekstur geluh berpasir tersebut dapat diketahui bahwa tanah ini lebih
dominan kandungan geluhnya tapi juga terdapat unsur pasir. Unsur pasir

tersebut yang menunjukkan bahwa tanah ini belum berkembang karena semakin
berkembang suatu tanah terlihat dari teksturnya yang semakin halus. Sedangkan

untuk struktur remah sendiri menunjukkan bahwa partikel tanah tidak saling

10
berikatan membentuk agregat yang kuat, hal tersebut menunjukkan bahwa

tingkat perkembangannya belum berkembang, karena semakin berkembang


tanah maka ikatan antar partikelnya juga semakin kuat.

Sampel IV
Sampel IV merupakan tanah yang berasal dari Desa Nawungan 1 yang

memiliki kemiringan lereng 20% dengan solum tanah 30 cm, tekstur lempung
berdebu, dan teksur gumpal membulat. Setelah ditentukan tingkat

perkembangan tanahnya menggunakan metode skoring yang memperhatikan


morfologi tanah dan lahan didapatkan skor 10. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa tanah sampel IV ini termasuk ke dalam tingkat perkembangan tanah yang
berkembang lanjut. Tingkat perkembangan tersebut semakin dikuatkan dengan

tekstur tanahnya yaitu lempung berdebu. Tanah dengan tekstur lempung


berdebu memiliki komposisi butiran lempung dan debu yang menandakan bahwa

perkembangan tanah yang mencapai tahap berkembang lanjut. Adanya


kandungan lempung dalam tanah menunjukkan bahwa perkembangan tanah

tersebut sudah berkembang. Semakin berkembangnya tanah maka tekstur tanah


tersebut juga semakin halus.

Sampel IV ini terletak di Desa Nawungan 1 yang masih terdapat di


wilayah Indonesia dengan iklim tropis. Daerah dengan iklim tropis mempunyai

curah hujan dan temperatur yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan


perkembangan tanah menjadi sangat intensif karena proses pelindian pada tanah

juga berjalan baik. Curah hujan yang tinggi memungkinkan terjadinya infiltrasi
yang tinggi pula. Hujan yang terinfiltrasi hingga menuju ke batuan induk

menyebabkan terjadi proses pelapukan batuan induk. Pelapukan tersebut akan


menghasilkan tanah yang semakin lama semakin tebal. Proses infiltasi juga

menyebabkan terlindinya unsur-unsur dalam tanah sehingga menyebabkan


terbentuknya horizon-horison tanah pada daerah tersebut. Sedangkan

temperatur tinggi mempercepat proses mineralisasi bahan organik yang


selanjutnya mempercepat dekomposisi batuan. Proses mineralisasi yang

menghasilkan CO2 dan H2O yang mempercepat dekomposisi pada batuan.


Kemiringan lereng pada daerah ini cukup terjal, yaitu 20%.

11
Kemiringan lereng yang terjal menyebabkan tanah yang sudah terbentuk

dapat dengan mudahnya mengalami erosi pada saat terjadi hujan, ditambah lagi
dengan iklim tropis yang menyebabkan curah hujan yang tinggi dan air limpasan

permukaan juga tinggi. Hal tersebut tentu menyebabkan proses pengurangan


tanah yang pada daerah ini. Kemiringan lereng pada daerah ini memang terjal,

tanah yang terdapat pada kemiringan lereng yang cukup terjal biasanya memiliki
tingkat perkembangan yang belum berkembang karena terjadinya erosi. Namun

pada daerah ini tingkat perkembangan tanahnya sudah berkembang lanjut, hal
itu kemungkinan karena terdapat banyak vegetasi yang mampu mengurangi

sedikit pengaruh dari lereng yang terjal, yaitu mampu sedikit menahan tanah
yang mengalami erosi. Selain itu vegetasi juga mampu membantu proses

perkembangan tanah. Akar-akar dari vegetasi yang masuk ke dalam tanah,


membuka pori-pori tanah sehingga air dan udara dapat masuk untuk membantu

proses perkembangan tanah. Daun-daun, ranting pohon, dan akar-akar dari


vegetasi apabila termineralisasi dapat menjadi humus yang menambah solum

tanah dan mengahasilkan CO2 dan H2O yang mempercepat dekomposisi pada
batuan.

Sampel V
Sampel V merupakan tanah yang berasal dari Tepi Sungai Oyo dengan

kemiringan lereng 2% dengan solum tanah 58 cm, tekstur geluh berlempung dan
struktur gumpal bersudut. Setelah ditentukan tingkat perkembangan tanahnya

menggunakan metode skoring yang memperhatikan morfologi tanah dan lahan


didapatkan skor 8 dan termasuk ke dalam tingkat perkembangan tanah sedang

berkembang.
Wilayah tempat diambilnya sampel ini memiliki iklim tropis. Daerah

dengan iklim tropis mempunyai curah hujan dan temperatur yang tinggi. Hal
tersebut menyebabkan perkembangan tanah menjadi sangat intensif. Curah

hujan yang tinggi memungkinkan terjadinya infiltrasi yang tinggi pula. Hujan
yang terinfiltrasi hingga menuju ke batuan induk menyebabkan terjadi proses

pelapukan batuan induk. Adanya proses pelapukan batuan induk tersebut


menyebabkan lapisan tanah yang semakin tebal. Proses infiltasi juga

menyebabkan terlindinya unsur-unsur yang ada dalam tanah sehingga

12
menyebabkan terbentuknya horizon-horison tanah pada daerah tersebut. Karena

hal tersebut ketebalan tanah akan semakin bertambah sehingga tingkat


perkembangannya dapat dikatakan sedang berkembang.

Untuk temperatur tinggi berpengaruh pada mempercepat proses


mineralisasi bahan organik yang selanjutnya mempercepat dekomposisi batuan.

Proses mineralisasi yang menghasilkan CO2 dan H2O yang mempercepat


dekomposisi pada batuan. Selain itu kemiringan lereng pada daerah ini rendah,

hanya 2%. Lereng dengan kemiringan 2% menyebabkan daerah tersebut memiliki


limpasan permukaan yang relatif rendah dan infiltrasi yang seimbang dengan

limpasan permukaan sehingga kecil kemungkinan terjadi erosi yang mampu


menjadi penghambat bagi perkembangan tanah. Namun karena letaknya di dekat

sungai Oyo menyebabkan sering terjadi penambahan tanah dari daerah yang
berada di atasnya. Karena penambahan tanah tersebut, perkembangan tanah

menjadi terhambat. Selain itu, karena letaknya yang dekat dengan sungai,
kemungkinan tanah ini merupakan tanah alluvial yang dikategorikan sebagai

tanah yang masih muda, sehingga dalam perkembangannya belum memakan


waktu yang lama.

Sampel VI
Tanah sampel V ini memiliki lereng kemiringan 3% dengan solum 50cm,

dengan tekstur pasir dan strukturnya remah. Setelah ditentukan tingkat


perkembangan tanahnya menggunakan metode skoring yang memperhatikan

morfologi tanah dan lahan didapatkan skor 5 dan termasuk ke dalam tingkat
perkembangan tanah belum berkembang.

Seharusnya tanah di daerah ini sudah lebih berkembang seperti tanah-


tanah yang ada pada sampel lain karena sama-sama berada pada daerah tropis

yang memiliki curah hujan dan temperatur yang tinggi, dengan kondisi tersebut
seharusnya tanah dapat berkembang lebih karena dengan adanya curah hujan

tinggi infiltrasi dan proses pelindian akan berjalan lebih efektif. Kemiringan lereng
di daerah ini juga relatif kecil sehingga erosi yang dapat menghambat

perkembangan tanah juga relatif kecil. Dari ciri fisik tanah yang berupa tekstur
geluh berpasir dan struktur granular itulah yang dapat mengindikasikan bahwa

tanah tersebut belum berkembang.

13
Faktor yang menyebabkan tanah sampel V ini belum berkembang

kemungkinan karena penggunaan lahan di daerah ini sudah banyak digunakan


untuk membangun perumahan dan tempat tinggal sehingga mengganggu

proses perkembangan tanah. Banyaknya bangunan menyebabkan rendahnya


infiltrasi sehingga air hujan menjadi air limpasan permukaan, karena padatnya

bangunan menyebabkan ruang terbuka yang seharusnya digunakan untuk


meresapnya air ke tanah menjadi tidak ada lagi. Hal tersebut mengakibatkan

terhambatnya proses pelindian unsur-unsur dalam tanah dan menghambat


proses pembentukkan horison-horison tanah. Jadi faktor itulah yang

kemungkinan menjadi penyebab tanah sampel V ini dapat dikatakan belum


berkembang.

F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1. Tanah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga


menjadikan tidak semua tanah yang terletak di daerah yang sama yang

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor iklim, bahan induk,


organisme, relief, dan waktu.

2. Perkembangan tanah dapat dipengaruhi oleh berbagai macam


faktor antara lain iklim yang di dalamnya meliputi curah hujan dan

temperatur, kemiringan lereng, tekstur, struktur, solum, vegetasi dan lain


sebagainya.

3. Dari praktikum pada lima sampel tersebut ada tanah yang belum
berkembang, sedang berkembang dan berkembang lanjut.

G. Daftar Pustaka
Hanafiah, Kemas Ali. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah Edisi Ketiga. Jakarta : PT Mediyatama Sarana

Perkasa.
Sartohadi, Junun, dkk. 2012. Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta : Pustaka

Belajar.

14
15

Anda mungkin juga menyukai