Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permintaan terhadap bahan bakar semakin meningkat dan harga bahan bakar minyak
semakin tinggi. Keadaan tersebut menimbulkan kebutuhan akan adanya bahan bakar
alternatif. Bahan bakar alternatif yang dikehendaki adalah yang bahan bakunya tersedia
secara lokal, mudah didapat dan terpulihkan (renewable).
Salah satu pengganti bahan bakar konvensional dari minyak bumi adalah minyak
nabati. Minyak nabati tersedia dalam jenis dan jumlah yang besar di Indonesia, misalnya
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, kemiri, kacang tanah, jarak dan jarak pagar. Minyak
Jarak pagar merupakan salah satu minyak nabati yang potensial. Tanaman Jarak pagar
(Jatropha curcas L.) sudah banyak diteliti dan dikembangkan, terutama berkaitan dengan
kemampuannya untuk tumbuh dan berkem bang di lahan kering. Selain itu minyak jarak
pagar bersifat non-edible sehingga penggunaanya sebagai bahan bakar tidak bersaing dengan
minyak pangan.
Minyak nabati memiliki nilai kalor yang hampir sama dengan bahan bakar
konvensional, namun penggunaan secara langsung sebagai bahan bakar masih menemui
kendala. Minyak nabati memiliki viskositas jauh lebih besar dari minyak diesel, hal ini
menghambat proses injeksi dan mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna.
Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar juga meninggalkan resi du karbon pada
injektor.
Upaya untuk mengurangi viskositas minyak nabati antara lain dengan pengenceran
minyak dengan pelarut, emulsifikasi, pirolisis, dan transesterifikasi. Transe sterifikasi adalah
cara yang paling banyak dilakukan karena tidak membutuhkan energi da n suhu yang tinggi.
Reaksi ini akan menghasilkan metil atau etil ester, tergantung dengan jenis alkohol yang
direaksikan. Jika direaksikan dengan metanol, akan terbentuk metil ester, sedangkan jika
direaksikan dengan etanol akan terbentuk etil ester. Metil atau etil ester ini memiliki
viskositas rendah dan nilai kalor yang mendekati bahan bakar konvensional.
Proses transesterifikasi yang dilakukan dewasa ini melalui satu tahap atau dua tahap.
Pada proses satu ta hap minyak direaksikan dengan metanol dan KOH sekaligus, sedangkan
pada proses dua tahap minyak direaksikan dengan sebagian larutan metanolik-KOH,
kemudian metil ester yang terbentuk dipisahkan dari gliserol dan direaksikan kembali
dengan sisa larutan metanolik-KOH. Metanol yang digunakan dalam proses transesterifikasi
biasanya dalam jumlah yang berlebih untuk memicu berlangsungnya reaksi transesterifikasi.
Reaksi transesterifikasi dua tahap diharapkan mampu mempengaruhi kesetimbangan reaksi
kimia dan memacu reaksi yang lebih sempurna.
Parameter keberhasilan reaksi adalah viskositas kinematik dan densitas metil ester.
Semakin rendah nilai keduanya, diduga tingkat konversi esternya semakin tinggi. Untuk itu
diperlukan penelitian yang mengkaji pengaruh aplikasi transesterifikasi satu tahap dan dua
tahap terhadap mutu biodiesel yang dihasilkan.

B. Tujuan
1. Mendapatkan data perbandingan antara proses transesterifikasi satu tahap dan dua tahap
pada pembuatan bi odiesel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.).
2. Mendapatkan molar rasio metanol/minyak dan suhu reaksi yang dapat menghasilkan
metil ester terbaik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu family dengan karet
dan ubi kayu. Pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman antara 1–7 m, bercabang
tidak teratur (Gambar 1). Batangnya berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah.
Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan
5 – 7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding
bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4 – 15 cm (www.ristek.go.id , 2005).

Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar

Bunga tanaman jarak berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk


berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian
berbentuk cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah kotak
berbentuk bulat telur, diameter 2 – 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning
jika masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masing – masing ruang diisi 3 biji. Biji
berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung
minyak dengan rendemen sekitar 30 – 40 % ( www.ristek.go.id , 2005). Buah dan biji
jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 2.
Minyak jarak pagar diperoleh dari biji dengan metode pengempaan panas atau
dengan ekstraksi pelarut. Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsum si ma nusia karena
mengandung racun yang disebabkan adanya senyawa ester forbol (Syah, 2006). Kom
ponen asam lema k terbanyak dala m
mi nyak adalah oleat. Kandungan asam lema k pa da mi nyak jarak pagar dapat

dilih at pada Tabel 1, sedangkan sifat fisikokimi a m i nyak jarak pagar terdapat

pada Tabel 2.

Gambar 2. Buah jarak pagar dan biji jarak pagar

B. BIODIESEL

Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif yang ter buat dari sum ber

daya hayati terbarukan seperti m i nyak nabati atau lem a k hewani (Ma dan

Hanna, 2001). Minyak nabati me miliki potensi sebagai sum ber bahan bakar

yang terbarukan, sekaligus sebagai al ternatif bahan bakar mi nyak yang

berbasis petrol eum (petrodi esel). Karakteristik mi nyak nabati tidak

me mungkinkan penggunaannya secara langsung sebagai bahan bakar.

Berbagai produk turunan m i nyak nabati telah banyak diteliti untuk

me mperbaiki sifat mi nyak nabati, termasuk diantaranya ester alkohol dari

mi nyak nabati (Korus, 2000).

Sum ber alkohol yang digunakan dapat bermacam- macam. Apabila

direaks i kan dengan me tanol, maka akan didapat m e til es te r, a pabila

direaksikan dengan etanol akan didapa t etil ester. Metanol lebih banyak
digunakan sebagai sumber alkohol karena rantainya lebih pendek, lebih polar

dan harganya lebih murah dari alkohol lainnya (Ma dan Hanna, 2001).

Gambar 3 menunjukkan reaksi pembentukan me til ester, seme ntara Gambar 4

me nunjukka n reaksi pembentukan etil ester.

Metil ester yang diproduksi sebagai pengganti bahan bakar konvensional

mi nyak bumi , harus m e menuhi standar biodiesel. Legowo et al. (2001),

CH2OCOR''' CH2OH R'''COOC 2 H 5

| |

CHOCOR'' + 3 C2 H5

OH CHOH + R''COOC 2 H 5

| |

CH2OCOR' CH2OH R'COOC2 H5

Trigliserida etanol gliserol etil ester

Gambar 4. Reaks i pembentukan et i l es ter


CH2OCOR''' CH2OH R'''COOCH 3

| |

CHOCOR'' + 3 CH 3

OH CHOH + R''COOCH3

| |

CH2OCOR' CH2OH R'COOCH3

Trigliser i da me tanol glise r ol m e til es te r

Gambar 3. Reaksi pembentukan metil ester

menyebutkan ciri biodiesel secara umum meliputi densitas, viskositas

kinematik, bilangan setana, kalor pembakar an, titik tuang, titik pijar, dan titik

awan. Ciri biodiesel secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.

Mutu biodiesel di Amerika Serikat mengikuti standar yang terdapat

dalam ASTM D6751-02, yaitu spesifikasi standar untuk bahan bakar biodiesel

B100 (Van Gerpen, 2004a). Standar mutu biodiesel dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Ciri biodiesel secara umum

Parameter Nilai

Densitas (g/cm

3
)

Viskositas kinematik (40

C)

Bilangan setana

Kalor pembakaran (kJ/g)

Titik pijar (

C)

Titik tuang (

C)

Titik awan (

C)

0.85-0.90

3.5-5.8

46-70

36.5-41.8

120-191

-15-13
-11-16

Sumber : Legowo et al., 2001

Bilangan asam adalah berat KOH (dalam mg) yang dibutuhkan untuk

menetralkan asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. (Lang et

al ., 2001). Van Gerpen et al . (1996) menyatakan, asam lemak bebas pada

biodiesel dapat bereaksi dengan sisa katalis dan membentuk sabun, hal ini

dapat menyebabkan terbentuknya abu s aat pembakaran biodiesel. Bilangan

asam yang diperbolehkan dalam ASTM D664 tidak lebih dari 0,8 mg KOH/g.

Tabel 4. Standar mutu biodiesel (ASTM D6751-02)

Properti Metode ASTM Nilai Satuan

Flash point 93 Min. 100.0 ° C

Air dan sedimen 1796 Maks. 0.050 % volume

Residu karbon 4530

Maks. 0.050 %

Abu tersulfat 874 Maks. 0.020 %


b

Viskositas kinematik (40° C) 445 1.9-6.0 mm

/s

Sulfur 2622 Maks. 0.05 %

Bilangan setana 613 Min. 40

Bilangan asam 664 Maks. 0.80 mg KOH/g

Gliserol bebas GC

Maks. 0.20 %

Gliserol total GC

c
Maks. 0.40 %

Sumber : Knothe, 2002

Densitas atau bobot jenis adalah perbandingan berat contoh pada suhu

25 ° C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Densitas biodiesel

pada suhu 15 ° C tidak boleh melebihi 0.900 kg/m3. Jika densitasnya lebih dari

0.900 kg/m3 pada suhu 60 F, kemungkina n reaksi transesterifikasi tidak

berjalan sempurna dan masih terdapat banyak trigliserida (Syah, 2006).

Viskositas (kekentalan) diartikan sebagai ukuran ketahanan bahan bakar

untuk mengalir. Kisaran viskositas kinematis yang ditetapkan dalam ASTM

D445 antara 1.9-6.0 mm/s pada suhu 40 ° C. Sistem pembakaran

membutuhkan bahan bakar yang dapat membentuk partikulat halus ketika

diinjeksi. Jika viskositas bahan ba kar terlalu rendah, akan menyebabkan

kebocoran yang mengurangi daya pembakaran, jika viskositas terlalu tinggi,

bahan bakar akan sulit disuplai ke ruang pembakaran, hal ini juga

menyebabkan berkurangnya daya pembakaran (Van Gerpen, 2004b)

C. TRANSESTERIFIKASI
Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang

mengalami penukaran posisi asam lemak (Swern, 1982). Transesterifikasi

dapat menghasilkan biodiesel yang lebih baik dari proses mikroemulsifikasi,

pencampuran dengan petrodiesel atau pirolisis (Ma dan Hanna, 2001).

Reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel tidak lain adalah

reaksi alkoholisis, reaksi ini hampir sama dengan reaksi hidrolisis tetapi

menggunakan alkohol. Reaksi ini bersifat reversible dan menghasilkan alkil

ester dan gliserol. Alkohol berlebih digunakan untuk memicu reaksi

pembentukan produk (Khan, 2002).

Menurut Swern (1982), jumlah alkohol yang dianjurkan sekitar 1,6 kali

jumlah yang dibutuhkan secara teoritis. Jumlah alkohol yang lebih dari 1,75

kali jumlah teoritis tidak mempercepat reaksi bahkan mempersulit pemisahan

gliserol selanjutnya. Freedman (1984) menyebutkan bahwa untuk

transesterifikasi menggunakan katalis basa, nisbah mol metanol:minyak

sebesar 6:1 adalah optimal.

Katalis yang banyak digunakan adalah katalis basa, namun katalis asam

juga dapat digunakan terutama pada minyak nabati yang kadar asam lemak

bebasnya tinggi. Katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karena

dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu lebih rendah, bahkan pada

suhu kamar. Adapun reaksi dengan ka talis asam membutuhkan suhu yang

lebih tinggi (Dmytryshyn et al ., 2004).


Katalis basa yang umum digunakan adalah NaOH, KOH, karbonat dan

alkoksida dari Natrium dan Kalium sepe rti Natrium metoksida, etoksida,

propoksida dan butoksida (Khan,2002). Menurut Knothe (2002) produksi

biodiesel saat ini lebih sering menggunakan KOH, dengan reaksi yang

dilakukan pada suhu ruang, tingkat konversi 80-90 % dapat dicapai dalam

waktu 5 menit. Tingkat konversi metil ester bahkan bisa mencapai 99 % pada

proses transesterifikasi dua tahap.

Pemakaian katalis KOH pada reaksi tr ansesterifikasi telah berhasil pada

berbagai jenis minyak, antara la in minyak biji canola (Dmytryshyn et al .,

2004), minyak biji rami (linseed), minyak rapeseed (Lang et al., 2001),

minyak kelapa sawit (Darnoko dan Cheryan, 2000), minyak zaitun dan

minyak kelapa sawit bekas (Dorado et al .,2002) dan minyak jarak pagar (Foidl

et al ., 1996). Katalis KOH juga dipilih karena harganya lebih murah dari

NaOH.

Pada reaksi dengan menggunakan katalis basa minyak yang digunakan

harus netral. Kadar asam lemak bebas yang lebih dari 0.5 % dapat

menurunkan rendemen trasesterifikasi minyak (Freedman et al ., 1984). Goff et

al . (2004) menyatakan bahwa minyak dengan kadar air kurang dari 0.1 %

dapat menghasilkan metil ester lebih dari 90 %.

Menurut Darnoko dan Cheryan (2000), transesterifikasi minyak kelapa

sawit menggunakan katalis KOH kurang dari 1,0 % bobot minyak


menunjukkan gejala terjadinya jeda reaksi selama 6 menit, sebelum

terbentuknya metil ester. Vicente et al . (1998) dalam Darnoko dan Cheryan

(2000) merekomendasikan penggunaan kata lis dengan konsentr asi yang lebih

tinggi dari 1 %.

Beberapa penelitian melaporkan reaksi transesterifikasi yang

dilangsungkan pada beberapa suhu. Sema kin tinggi suhu reaksi, konstanta laju

reaksi semakin meningkat. Peningkatan konstanta laju reaksi pembentukan

produk lebih besar dari konstanta laju reaksi balik. (Noure ddini, 1997). Suhu

maksimum untuk reaksi transesterifikasi adalah 65 ° C, di bawah titik didih

metanol 68 ° C. Metilasi minyak kelapa sa wit mencapai kondisi stasioner

setelah 60 menit reaksi pada 50

C (Darnoko dan Cheryan, 2000). Adapun

Foidl et al . (1996) melaporkan reaksi transesterifikasi minyak jarak pagar

( Jatropha curcas L.) dapat dilakukan pada suhu 30 ° C dan menghasilkan

biodiesel dengan kadar metil ester 99.6 %.

Pengadukan diperlukan untuk homogenis asi campuran. Ketika metanol

dan katalis dicampurkan dengan minyak, akan terbentuk dua fase, yaitu fase

metanol di bagian atas dan fase minyak di bagian bawah. Adanya pemisahan

fase ini menghambat laju reaksi, karena rendahnya peluang kontak antara

minyak, metanol dan katalis (Boococ k, 1998). Korus (2000) menyebutkan


diperlukan pengadukan yang sangat cepat untuk membantu homogenisasi

campuran.

Menurut Noureddini (1997) sebelum reaksi transesterifikasi benar-benar

berlangsung, reaksi didahului proses transfer massa yang mengakibatkan

terjadinya semacam penundaan sebelum reaksi benar-benar berlangsung. Pada

transesterifikasi minyak kacang kedelai (soybean oil) dengan suhu 70 °C dan

pengadukan 600 rpm, kondisi penundaan ini hampir tidak ada.

Reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa dapat

dilakukan dalam satu tahap atau dua tahap. Reaksi tiga tahap bahkan dapat

mengurangi pemakaian alkohol hingga 1,2 kali jumlah teoritis (Swern, 1982).

Pada proses satu tahap minyak direaksikan dengan metanol dan KOH

sekaligus, sedangkan pada proses dua tahap minyak direaksikan dengan

sebagian larutan metanolik-KOH, kemudian metil ester yang terbentuk

dipisahkan dari gliserol dan direaksikan kembali dengan sisa larutan

metanolik-KOH (Van Gerpen, 2004a).

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah minyak jarak

pagar hasil pengepresan biji jarak pagar yang berasal Lampung. Bahan lainnya

untuk reaksi transesterifikasi adalah metanol dan KOH. Selain itu digunakan

bahan-bahan untuk netralisasi minyak yaitu NaOH, dan untuk analisa meliputi
etanol 95% dan indikator phenolphthalein.

Alat yang digunakan untuk reaksi transesterifikasi adalah labu kaca

leher tiga kapasitas 1 liter, pengaduk, pemanas, kondensor, temperature

controller dan labu pemisah. Alat untuk analisa adalah piknometer,

viskometer ostwald, dan alat gelas lainnya.

B. METODOLOGI

1. Penyiapan bahan baku

Bahan baku minyak yang digunakan pada proses transesterifikasi

terlebih dahulu mengalami tahapan pemurnian meliputi degumming dan

netralisasi. Degumming bertujuan menghilangkan getah atau lendir yang

terdapat pada minyak, sedangkan ne tralisasi bertujuan menghilangkan

asam lemak bebas sehingga minyak memenuhi syarat untuk reaksi

transesterifikasi.

a. Degumming

Minyak jarak dipanaskan sampai suhu 80 ° C kemudian

ditambahkan air panas bersuhu 60 ° C dan diaduk. Air dipisahkan dari

minyak menggunakan labu pemisah. Setelah itu ke dalam minyak

ditambahkan air lagi dan dikocok. Tahap ini diulang sampai air cucian

bersifat netral.
b. Netralisa s i

Minyak jarak dipanaskan hingga suhu 60

C, ke mudian

ditambahkan NaOH 20 ° Be sebanyak juml ah yang telah

diperhitungkan. Kebutuhan larutan basa untuk netralisasi ditentukan

me lalui perhitungan sebagai berikut ( JICA, 1984):

Dengan :

AV = Bilangan asam ( m g KOH/g mi n yak)

Larutan diaduk selama 2 me nit kem udian dipindahkan ke labu

pem i sah. Pada labu pem i sah dituangkan air panas bersuhu 70

sebanyak 5-10 % volume mi nyak awal. Campuran dibiarkan se me ntara

waktu hingga m i nyak dan air dapa t dipisahkan. Prosedur pencucian


diulang beberapa kali hingga pH mi nyak sam a dengan pH air. Terakhir

ditambahkan gel silika untuk m e nyerap sisa air.

ml NaOH = AV x 40 x ml mi nyak x 1.3 x densitas mi nyak x 10

56 x 1000 x 16.7

2. Transesterifikasi

Transesterifikasi dilakukan pada labu bulat berleher tiga

dengan kapasitas 1 liter dilengkapi temperature controller, kondensor

dan pengaduk yang ditem patkan pada lempeng pema nas listrik.

Sebanyak 100 g m i nyak dipanaskan dalam labu reaksi setelah suhu

mi nyak m e ncapai suhu tertentu (30

C, 65

C).

Katalis KOH sebanyak 1.5 % bobot mi nyak dilarutkan dalam

me tanol ( ju ml ah mol metanol seban yak 4 ; 5; 6; 7 kali m ol m i nyak)

disertai pengadukan selam a 15 me nit hingga terbentuk larutan

me tanolik KOH. Larutan m e tanolik -KOH ini dicam purkan ke dalam

mi nyak jarak dan waktu reaksi mulai dihitung.

Selama reaksi dilakukan pengadu kan dengan kecepatan 400


rpm dan direfluks, suhu reaktan dikontrol m e nggunakan temperature

controller. Reaksi dihentikan setelah tercapai waktu reaksi yang

diinginkan (60 menit). Campuran reaktan diendapkan selama semalam

(± 12 jam) hingga terpisah memben tuk lapisan-lapisan. Metil ester

yang berada pada lapisan atas dipisahkan dari gliserol yang berwarna

gelap.

Metil ester dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian

ditambahkan aquadest yang bersuhu 50 ° C sebanyak metil ester yang

ditambahkan ke dalam corong pi sah. Campuran dikocok dengan kuat

dan didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan air

di bagian bawah dibuang dan pencucian diulang beberapa kali

menggunakan akuades sampai metil ester netral.

Pada transesterifikasi dua tahap, larutan metanolik-KOH

digunakan sebagian (50%). Reaksi transesterifikasi dilangsungkan

selama 30 menit. Kemudian campuran reaktan diendapkan selama dua

jam hingga terpisah menjadi lapisan-lapisan. Lapisan metil ester yang

berada di bagian atas dipisahkan dan direaksikan kembali dengan sisa

larutan metanolik-KOH. Reaksi dilanjutkan seperti reaksi

transesterifikasi sebelumnya sela ma 30 menit. Tahapan selanjutnya

dari reaksi dua tahap ini sama sepe rti reaksi satu tahap. Diagram alir

reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.


3. Prosedur analisis

Pengamatan terhadap metil ester yang dihasilkan meliputi

viskositas kinematik, bilangan asam, dan densitas.

a. Penentuan bilangan asam (AOAC,1995))

Sebanyak 5 gram minyak ditimbang (ketelitian 0.005 g) dalam

labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 50 ml 95 % (

) etanol yang

telah dinetralkan. Setelah ditambahkan sebanyak 5 tetes indikator

fenolftalin, larutan dititrasi de ngan larutan KOH 0.1 N yang telah

distandarisasi sampai terbentuk warna merah jambu yang stabil selama

10 detik. Analisis diulang sebanyak 3 kali. Bilangan asam dihitung

sebagai:

AV = M . N . V

Dengan :
AV = Bilangan asam ( m g KOH/g mi n yak)

M = Bobot mol e kul KOH (56.1 g/m ol)

N = Normalitas KOH setelah distandarisasi (N)

V = Volum e KOH yang digunakan untuk titrasi (ml)

M = Bobot sampel mi nyak (g)

b. Penentuan kadar air (AOAC,1995)

Sebanyak 10 g mi nyak dim a sukkan ke dalam oven 104-106

selama 30 m e nit. Minyak diangkat dari oven dan didinginkan dalam

desika tor s a mpai me ncapai suhu kama r, setelah itu ditim bang.

Prosedur diulang samp ai bobotnya stabil (tidak berbeda lebih dari

0.005 %). Kadar air dan zat yang mudah m e ngua p dihitung sebagai :

Dengan :

M o = Bobot sebelum pem a nasan (g)

M 1 = Bobot sesudah pem a nasan (g)


Kadar Air (%) = M 1 – M o

x 100

c. Viskositas Metode Otswald (ASTM D445)

Viskometer otswald dibersi hkan dengan cairan pembersih,

kem udian dibilas hati-hati dengan air suling dan dikeringkan dengan

aseton di udara terbuka. Alat dicelu pkan ke dalam ter mostat air yang

bertem peratur 25

C agar tercapai equilibriu m. Gelas yang berisi air

diletakkan di dalam termostat tersebut. Air suling yang telah

disetim bangkan temperaturnya dima sukkan ke dalam viskometer.

H = Bt ,

Densitas air juga diukur pada alat tersebut pada kondisi yang sam a

dengan pengukuran viskositas air. Untuk fluida nonkompresibel,

digunakan persaman poiseuille untuk m e nghitung viskositas, yaitu :

Dengan:

η = viskositas kinem a tik


dV = laju aliran fluida yang m e lalui kapiler

dt

r = diam eter ka piler

L = panjang kapiler

(P1 – P2) = beda tekanan pada kedua ujung tabung kapiler

Oleh karena (P1 – P2

) sebanding dengan densitas ρ ditunjukkan

bahwa untuk total volume cairan ,

dengan t adalah waktu yang dibut uhkan fluida untuk m e lewati

batas atas sam pai batas bawah pada viskom eter Otswald, dan

B adalah k onstanta alat yang ditentukan me lewati ka libra si

dengan cairan yang telah diketahui viskositasnya.

Bila viskositas air suling dapat diketahui, maka viskositas

fluida dapat dihitung m e lalui persam aan :

ss

ρθ

θρ

µµ=

Dengan µ adalah viskositas dinam i s (cp), θ waktu yang


dibutuhkan fl uida untuk batas at as sampai batas bawah pada

viskom eter Otswald,, ρ adalah densitas dan s m e ntunjukkan

standard yaitu air pada 298 ° K. Untuk m e ndapatkan viskositas

kinema tis, nila i µ dibagi dengan densitas sampel.

dV = π r

(P

1 – P2

dt 8ηL

d. Densitas (AOAC,1995)

Piknometer 50 ml ditimbang bobot kosongnya. Piknometer

diisi dengan mi nyak. Piknom e ter dite ra sam pai batas yang ditentukan

lalu ditim ba ng. Pengukuran diulang tiga kali, hasil analisis dinyatakan

dalam rataan hitungnya. Densitas dihitung sebagai:

Dengan :

ρ t = densitas pada suhu (g/m l)


m1 = bobot piknom eter yang berisi mi nyak (g)

m1 = bobot piknom eter kosong (g)

Vt = volume piknom eter pada suhu t (m l)

ρt =m1 –mo

Vt

C. RANCANGAN PE RCOBAAN

Penelitian ini m e nggunakan rancan gan acak lengkap faktor ial dengan

tiga variabel perlakuan. Variabel perlakuan yang digunakan adalah tahap

transe ster ifikasi (A), su hu reaksi (B), dan m olar ratio me tanol-minyak (C).

Tahap transesterifikasi me liputi proses satu tahap (A1) dan dua tahap

(A2). Suhu dinyatakan dalam 2 taraf yaitu 30 ° C (B1), 65 ° C (B2). Molar ra tio

dinyatakan dalam 4 taraf, yaitu 3:1 (C1), 4:1 (C2), 5:1 (C3), 6:1 (C4). S e tiap

kom binasi perlakuan dilakukan ulangan se banyak dua kali. Model linier aditif

untuk setiap m e tode dapat dilihat di persam aan berikut:

Yijk = µ + B

i+C

+ (BC) ij
+ ℮ijk

Dengan :

Yijk : pengam a tan (viskositas kinem a tik, densitas, bilangan asam)

µ : nilai tengah um um

Bi : pengaruh molar ratio m e tanol ke-i

Cj : pengaruh konsentrasi katalis ke-j

(AB)ij : pengaruh interaks i faktor Ai dengan Bj

eijk : galat (kesalahan percob aan)

Data yang diperoleh diolah dengan ANOVA untuk melihat pengaruh

perlakuan yang telah diberikan. Hasil analisis sidik ragam dilanjutkan dengan

Uji Duncan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang menyebabkan

perbedaan nyata dari densitas, bilangan asam dan viskositas dari metil ester

yang dihasilkan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. BAHAN BAKU

Minyak jarak pagar memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 3.07 %.

Menurut Freedman et al. (1984) minyak yang digunakan dalam reaksi

transesterifikasi dengan katalis basa, harus memiliki kadar asam lemak bebas

kurang dari 0.5 %. Asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis basa
membentuk sabun, hal ini mengurangi efektifitas katalis da n menurunkan laju

reaksi pembentukan metil ester. Oleh karena itu harus dilakukan proses

netralisasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak.

Proses netralisasi di dahului penghilangan gum (degumming ) untuk

menghilangkan getah atau lendir yang terdapat pada minyak. Setelah

dinetralisasi, kadar asam lemak bebas turun menjadi 0.22 % dan warnanya

menjadi lebih cerah. Viskositas kinematik minyak jarak pagar menurun karena

gum dan lendirnya telah hilang. Kadar air minyak yang telah dinetralisasi

sebesar 0.06 % telah memenuhi syarat un tuk transesterifikas i. Karakteristik

minyak jarak pagar sebelum dan sesudah dinetralisasi dapat dilihat pada Tabel

5. Penampilan minyak jarak pagar sebelum dan sesudah dinetralisasi dapat

dilihat pada Gambar 5.

Tabel 5. Karakteristik minyak jarak pagar sebelum dan sesudah dinetralisasi

Parameter Minyak jarak pagar

Minyak yang telah

dinetralisasi

Bilangan asam (mg KOH/g) 6.11 0.43

FFA (%) 3.07 0.22

Kadar Air (%

b
/

) 0.47 0.06

Viskositas kinematik (30 ° C) (cSt) 50.76 48.26

Densitas (25° C) (g/cm

) 0.92 0.91

Dapat dilihat pada tabel di atas, minyak yang digunakan memiliki

viskositas kinematik yang tinggi sebesar 48.26-50.76 cSt dan densitas lebih dari

0.90 g/cm

. Kedua nilai inilah yang akan menj adi parameter keberhasilan reaksi

transesterifikasi selanjutnya. Apabila ni lai densitas dan viskositas dapat turun

hingga ke tingkat yang ditetapkan dalam standar, m a ka reaksi transesterifikasi

yang dilakukan dianggap berhasil.

Gambar 5. Minyak jarak pagar sebelum dan sesudah dinetralisasi

B. METIL ESTER
1. Karakte r is tik Fisik Me til Este r

Metil ester yang dihasilkan berwarna kuning pucat, transparan, encer

dan m a sih ada bau m i nyak jarak pagar. Secara vi sual tidak terdapat

perbedaan antara m e til ester da ri berbagai perlakuan. Pada saat proses

pem i sahan, m e til ester berada di lapisa n atas, s e dangkan glisero l berad a d i

lapisan bawah. Gliserol yang terbentuk selam a proses transesterifikasi

berwarna coklat tua dan kental.

Sema kin rendah nisbah mol m e tanol:minyak, gliserol sem a kin kental

bahkan me ma dat. Metanol yang tersis a setelah reaksi transest erifikasi

berakhir akan bercampur bersam a m e til este r dan glis erol. Jika nisbah mol

me tanol rendah, m a ka sisa m e tanol ini ha nya sedikit, dan akibatnya gliserol

sem a kin kental.

2. Viskosita s Kinema tik

Viskositas kinem a tik me njadi parameter utam a dalam penentuan m utu

me til este r, karena m e miliki pengaruh besar ter hadap efektif itas m e til e s te r

sebagai bahan bakar. Minyak nabati me miliki viskosita s jauh di atas

viskositas bahan bakar diesel, inilah yang menjadi kendala penggunaan

langsung minyak nabati sebagai bahan bakar. Salah satu tujuan utam a

transesterifikasi adalah menurunkan viskositas minyak nabati sehingga

memenuhi standar bahan bakar diesel.


Viskositas kinematik metil ester ya ng dihasilkan pada penelitian ini

berkisar antara 3.72-5.81 cSt. Standar mutu biodiesel ASTM D445

menetapkan viskositas kinematik biodiesel pada suhu 40° C berkisar 1.9-6.0

cSt. Hasil analisis sidik ragam men unjukkan nisbah mol metanol dan suhu

reaksi merupakan faktor yang berpenga ruh signifikan terhadap perubahan

viskositas kinematik. Viskositas kine matik metil ester dapat dilihat pada

Tabel 6, sedangkan hasil analisis sidik ragam da n uji lanjutannya dapat

dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 6. Viskositas kinematik metil ester pada 40 ° C(cSt)

Proses transesterifikasi Satu tahap (A1) Dua tahap (A2)

Suhu ( ° C) 30 (B1) 65 (B2) 30 (B1) 65 (B2)

Nisbah mol metanol/minyak

3:1 (C1) 4.64 5.45 4.63 5.81

4:1 (C2) 3.85 4.25 3.72 4.19

5:1 (C3) 3.89 4.03 3.75 3.88

6:1 (C4) 5.26 4.78 5.32 4.70

Uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pada suhu 65 ° C

memberikan respon viskositas kinematik yang lebih tinggi daripada pada

suhu 30 ° C. Pada perlakuan suhu tinggi, terdapat indikasi terjadi reaksi


oksidasi termal, yaitu dekomposisi sus unan kimiawi akibat pengaruh panas.

Reaksi oksidasi ini dapat terjadi selama proses pemanasan minyak sebelum

metanol ditambahkan. Reaksi ini juga dapat terjadi pada metil ester saat

reaksi transesterifikasi berlangsung.

Peristiwa oksidasi ini menyebabkan terbentuknya molekul

hidroperoksida, aldehida, keton dan asam yang dapat mengubah sifat bahan

bakar. Senyawa hidroperoksida memicu terjadinya polimerisasi dan

mengakibatkan terbentuknya endapan yang tak larut. Hal ini menyebabkan

viskositas metil ester meningkat. Canacki (1999) melaporkan adanya

peningkatan viskositas pada biodiesel yang diberi perlakuan suhu 60 ° C,

80° C dan 90 ° C selama 12 jam.

Suhu reaksi yang tinggi dapat me macu laju reaksi tr ansesterifikasi

seiring dengan me ningkatnya konstanta laju reaksi, nam u n perlakuan ini

sekaligus me mperbesar resiko terjadinya reaksi oksidasi yang dapat

me ningkatkan viskositas kinem a tik bi odiesel. Oleh karena itu perlakuan

suhu yang dipilih adalah suhu rendah yaitu 30 ° C ( B1).

Uji lanjut Duncan juga diterapkan pa da variabel perlakuan nisbah m ol

me tanol. Respon viskositas kinema tik pa ling tinggi diperoleh dari nisbah

mol 3:1 (C1) seme ntara respon paling rendah diperoleh dari nisbah m ol 5:1

(C3).

Tingginya viskositas kinema tik pa da perlakuan nisbah mol 3:1


me nandakan reaksi pembentukan m e til ester tidak berjalan dengan tuntas.

Jika reaksi tidak berjalan dengan tunt as, akan terdapat banyak trigliserida

yang tidak diubah menjadi me til ester. Keadaan ini berdampak pada

tingginya nilai viskositas kinem a tik, ka rena trigliserida lebih kental dari

me til este r. Oleh kar e na itu visko s itas kin e ma tik sekaligus me ngindikasikan

kesem purnaan reaksi transesterifikasi.

Banyak penelitian yang m e nganjurkan penggunaan m e tanol berlebih

untuk me mi cu jalannya reaksi pem b entukan me til ester. Dapat dilihat pad a

Gambar 6, secara stoi kiometri juml ah mol m e tanol yang dibutuhkan ad alah

tiga ka li ju ml ah mol minyak, inila h yang disebut nisbah mol me tanol 3:1.

Jum l ah me t a nol ditingkatkan untuk me mpengaruhi kesetimbangan sehingga

reaksi bergeser ke arah pembentukan produk. Untuk me njamin keberhasilan

reaksi, m a ka jum l ah m e tanol biasanya ditingkatkan sam pai nisbah m ol 6:1.

Trigliserida + 3ROH 3R’CO

2 -R + Gliserol

Gambar 6. Reaksi trans e sterifikas i m e nghasilkan me til es ter

Perlakuan nisbah mol m e tanol 5:1 me nghasilkan respon viskositas

kinema tik paling rendah. Perlakuan in i tidak berbeda nyata dengan nisbah
mol 6:1, akan tetapi nisbah m ol 5:1 me merlukan m e tanol lebih sedikit.

Perlakuan terbaik yang dipilih adalah transesterifikasi dengan nisbah

mol metanol 5:1 pada suhu 30° C (B1C3). Pada kombinasi B1C3 ini, proses

transesterifikasi satu tahap mem iliki viskositas kinematik 3.89 cSt,

sementara proses dua tahap memiliki vi skositas kinematik sebesar 3.75 cSt.

3. Densitas

Selain viskositas, densitas juga da pat menjadi parameter keberhasilan

reaksi transesterifikasi. Biodiesel dengan densitas le bih dari 0.900 g/cm

pada 60 ° F, kemungkinan merupakan hasil da ri reaksi yang tidak sempurna.

Densitas biodiesel seharusnya berkisar 0.860-0.900 g/cm

(Syah, 2006).

Metil ester minyak jarak pagar dengan kadar ester 99.6 % memiliki densitas

sebesar 0.879 pada suhu 15 ° C (Foidl et al ., 1996).

Densitas metil ester yang dihasilkan berkisar 0.848-0.884 g/cm

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis uji sidik ragam
menunjukkan tidak ada faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap

perubahan densitas. Densitas paling k ecil adalah pada perlakuan A2B1C1,

sedangkan yang paling besar pada perlak uan A1B2C2. Hasil analisis sidik

ragam densitas metil ester dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 7. Densitas metil ester pada suhu 25 ° C (g/cm

Proses transesterifikasi Satu tahap (A1) Dua tahap (A2)

Suhu ( ° C) 30 (B1) 65 (C1) 30 (B1) 65 (C1)

Nisbah mol metanol/minyak

3:1 (C1) 0.880 0.879 0.848 0.879

4:1 (C2) 0.877 0.884 0.877 0.880

5:1 (C3) 0.877 0.878 0.874 0.876

6:1 (C4) 0.876 0.876 0.877 0.876

Perlakuan terbaik yang disimpul kan pada parameter viskositas

kinematik yaitu B1C3 (suhu 30 ° C, nisbah mol metanol 5:1) memiliki

densitas rata-rata 0.875 g/cm

3
. Pada suhu dan nisbah mol tersebut, densitas

metil ester proses satu tahap adalah 0.877 g/cm

, sedangkan hasil proses dua

tahap adalah 0.874 g/cm

4. Bilangan A s am

Asam lema k bebas dapat m e ngakibatkan terbentuknya abu pada saat

pem bakaran biodiesel. Nilai bilangan asam juga menjadi indikator

kerusakan y a ng terjad i pada m e til este r. Hal ini dise babk an peningkatan

bilangan asam seperti halnya peningka tan viskositas dan bilangan peroksida

adalah hasil aktif itas oksidasi pad a me til ester ( Canacki, 1999). Oleh karena

itu, jika bi langan asam me til ester tinggi, be rarti telah terjad i kerus akan

akibat oksidasi.

Bilangan as am sekaligus me ram a lk an tingkat kerusakan m e til ester

selama penyimpanan beberapa waktu ke depan. Tingkat oksidasi tinggi juga

me nandakan me til ester tidak tah a n lam a disim pan, sebab senyawa

peroksida yang m e njadi produk interm ediet pada reaksi oksidasi dapat

me nyerang asam lema k lainnya yang ma sih utuh, sehingga akan terbentuk
asam lema k bebas rantai pendek yang lebih banyak. Mekanism e reaksi

oksidasi yang m e mbentuk senyawa per oksida dan asam lem a k bebas dapat

dilih at pada Gambar 7.

Bilangan as am metil es ter yang d i ha silk an berkisar an tara 0.40-0.83

mg KOH/g sam pel. Standar m utu biodiesel ASTM D664 me nsyaratkan

bilangan asam biodiesel tidak lebih dari 0,80 mg KOH/g sa mpel. Bilangan

asam me til ester dap a t diliha t pada Ta bel 8.

R-CH=CH- R

+ O=O R-CH-CH-R

R-CH-CH-R

O O O

R- CH + CH - R

O O
Gambar 7. Reaksi oksidasi me mbe ntuk peroksida dan asam lem a k rantai

pendek

peroksid a

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nisbah mol metanol,

interaksi perlakuan tahap transesterifikasi dan nisbah mol metanol (A*C),

interaksi tahap transest erifikasi dan suhu (A*B) dan interaksi suhu dan

nisbah mol metanol (B*C) berpengaruh nyata terhadap bilangan asam metil

ester. Adapun perlakuan tahap transest erifikasi (A), suhu (B) dan interaksi

perlakuan tahap transesterifikasi, suhu dan nisbah mo l metanol (A*B*C)

tidak berpengaruh nyata terh adap nilai bilangan asam.

Tabel 8. Bilangan asam metil ester (mg KOH/ g sampel)

Proses transesterifikasi Satu tahap (A1) Dua tahap (A2)

suhu ( ° C) 30 (B1) 65 (C1) 30 (B1) 65 (C1)

nisbah mol metanol/minyak

3:1 (C1) 0.41 0.79 0.43 0.40

4:1 (C2) 0.41 0.57 0.65 0.60

5:1 (C3) 0.48 0.62 0.83 0.44

6:1 (C4) 0.51 0.61 0.67 0.34

Uji lanjut Duncan diterapkan untuk menganalisa interaksi perlakuan


tahap transesterifikasi dan suhu (A *B), interaksi perlakuan tahap

transesterifikasi dan nisbah mol metanol (A*C) dan interaks i perlakuan suhu

dan nisbah mol metanol (B*C). Keterangan di atas dirangkum dalam

Lampiran 3.

Pada proses transesterifikasi sa tu tahap, peningkatan nisbah mol

metanol tidak menimbulkan perbedaan yang nyata terhadap perubahan

bilangan asam, kecuali pada taraf terbesar yaitu 6:1, respon bilangan asam

pada taraf ini merupakan yang terbesar. Adapun pada proses

transesterifikasi dua tahap, peningkatan nisbah mol metanol dari 3:1 ke 4:1

menimbulkan perbedaan yang nyata, yaitu dengan adanya peningkatan

bilangan asam secara signifikan.

Peningkatan suhu menimbulkan perbedaan yang nyata pada bilangan

asam metil ester yang dihasilkan. Pada suhu yang lebih rendah proses

transesterifikasi satu tahap mengha silkan respon bilangan asam lebih

rendah, sedangkan proses dua tahap mengha silkan respon yang lebih tinggi.

Pada suhu 30 ° C, peningkatan jumlah metanol baru menimbulkan perbedaan

yang nyata setelah nisbah mol 5:1, dengan munculnya respon tertinggi.

Adapun pada suhu 65 ° C, perbedaan bilangan asam yang nyata muncul pada

nisbah mol 4:1, yang juga memberikan respon tertinggi.

Perlakuan yang menghasilkan resp on bilangan asam paling rendah

adalah kombinasi proses dua tahap dengan nisbah mol metanol 3:1 (A2C1).
Sementara perlakuan yang menghasilkan respon bilangan asam paling tinggi

adalah kombinasi proses dua tahap dengan nisbah mol 4:1 (A2C2).

Pada perlakuan B1C3, nilai bilangan asam rata-rata adalah sebesar

0.66 mg KOH/g sampel. Proses transe sterifikasi satu tahap dengan

kombinasi B1C3 memiliki bilangan asam 0.48 mg KOH/g sampel,

sedangkan proses dua tahap dengan kombinasi tersebut memiliki bilangan

asam 0.83 mg KOH/g sampel.

5. Perbandingan Proses Transesterifikasi Satu Tahap dan Dua Tahap

Hasil analisis sidik ragam viskositas kinematik, densitas maupun

bilangan asam menunjukkan tidak terdapat pengaruh signifikan yang

ditimbulkan oleh perlakuan transesterifikasi satu tahap maupun dua tahap.

Oleh karena itu untuk membandingkan kinerja proses satu tahap dan dua

tahap digunakan nilai viskositas kinematik dan densitas.

Pada suhu dan nisbah mol metanol yang sama, proses dua tahap

menghasilkan metil ester dengan viskos itas kinematik dan densitas yang

lebih rendah dari proses satu tahap. Nilai viskositas kinematik dan densitas

ini menjadi parameter tingkat konversi trigliserida menjadi metil ester.

Semakin rendah nilai keduanya, diduga semakin tinggi kadar metil esternya,

dengan kata lain tingkat konversinya juga tinggi.

Hasil penelitian Dorado et al.(2002) melaporkan, transesterifikasi dua


tahap pada minyak sayur memilik i tingkat konversi yang lebih tinggi

daripada transesterifikasi satu tahap. Konversi metil ester pada proses satu

tahap berkisar 83-91%, sementara pada proses dua tahap mencapai 87-95%.

Keberhasilan konversi metil ester pada reaksi transesterifikasi dua

tahap disebabkan terjadinya pergeseran kesetimbangan reaksi. Pada reaksi

yang bersifat reversibel, kesetimbangan di capai saat laju reak si ke k i ri sam a

dengan laju reaksi ke kanan (Gam ba r 8).

Tetapan kesetimbangan ditentukan dari perbandingan konsentrasi

produk dan pereaksi dalam keadaan setim bang.

[][]

[][]

ba

BA

DC

K= (1)
Untuk m e nduga arah reaksi, setiap saat selama reaksi berlangsung dapat

dibuat nisbah konsentrasi (Q) yang rum usnya s a ma dengan rumus tetapan

kesetimbangan (K). Jika nilai Q = K, ma ka reaksi dalam keadaan setim bang,

jika nilai Q < K, m a ka reaksi berlangsung ke kanan untuk me mperbesar

nilai [C] dan [D], seme ntara jika nila i Q > K, m a ka reaksi berlangsung ke

kiri untuk memperbesar nilai [A] dan [B].

Adakalanya kesetimbangan telah terjadi sebelum seluruh reaktan

bereaksi, yaitu nilai Q = K, padahal A dan B belum habis bereaksi. Keadaan

seperti ini m e ngakibatkan pembentukan produk tidak m a ksimal. Oleh

karena itu dilakukan upay a agar reaksi berlangsung ke arah pembentukan

produk.

Kesetimbangan dapat bergeser apab ila terdapat gangguan dari luar

sistem . Gangguan tersebut dapat be rupa perubahan volum e , tekanan,

konsentrasi dan suhu. Berdasarkan prinsip Le Chatelier, setiap gangguan

akan me ngakibatk a n p e rgeseran k esetimbanga n ke arah yang me lawan

gangguan tersebut. Penambahan konsentras i pereaksi pada sisi kiri akan

me nggeser reaksi pembentukan pr oduk ke arah kanan. Pengurangan

konsentrasi produk di sisi kanan akan me nggeser reaksi ke arah kanan juga,

untuk me mb entuk kesetimbangan baru.

aA + bB cC + dD
Pereaksi (sisi kiri) Pr oduk (sisi kanan)

Gambar 8. Prinsip reaksi reversibel

Pem bentukan m e til ester pada rea ksi tr ansesterifikas i, disebabkan

pergeseran kesetim bangan akibat adanya gangguan ini. T r ansesterifikasi

me rupakan reaksi sebagai berikut (Gambar 8).

Rumus tetapan kesetimbangan (K) untuk reaksi transesterifikasi

adalah sebagai berikut.

[][]

[][ ]

M TG

ME GL

K=

(2)
Nilai Q untuk me nduga arah reaksi juga ditentukan dengan rumus yang

sam a seperti di atas.

Pada reaksi transesterifikasi yang biasa dilakukan dengan proses satu

tahap, jenis gangguan yang dilakuka n adalah dengan me ningkatkan

konsentrasi pereaksi. Dengan me nambah me tanol, nilai [M] sema kin be sar,

sehingga Q < K, dan reaksi akan berlangsung ke arah kanan.

Pada reaksi dua tahap, gangguan yang terjadi adalah pengurangan

konsentrasi gliserol. Pem i sahan gliser ol yang dilakukan di tengah reaksi

me nurunkan nilai [GL] dan nilai Q m enjadi lebih kecil. Ketika terjadi

penam bahan sisa larutan m e tanolik -KOH, nilai [M] naik dan Q ak an

sem a kin ke cil. Reaksi akan berlangsung ke arah kanan karena Q < K.

Melalui me kanism e seperti ini pembentukan produk dapat dipicu tanpa

me ningkatkan konsums i pereaksi. De ngan juml ah me tanol yang sam a ,

proses dua tahap ma mpu me ncapai konversi ester yang lebih tinggi dari

proses satu tahap.

Metil este r hasil proses tran sesterif ikasi dua tah a p m e miliki bilang an

asam yang lebih tinggi. Hal ini dise babkan proses dua tahap me mbutuhkan

TG + 3M GL + 3ME

Trigliserida metanol gliserol metil ester


Gam bar 8. Prinsip reaksi transesterifikasi

waktu yang lebih lam a daripada proses satu tahap. Pada proses dua tahap,

me til ester me ngalam i 14 jam pengendapan, d ua jam lebih lama daripada

proses satu tahap. Pengendapan yang bertujuan m e misahkan gliserol ini,

me mbutuhkan waktu dua jam di tengah proses dan 12 jam setelah reaksi

selesai.

Canacki (1999) me laporkan adanya kenaikan bilangan asam terhadap

me til ester seiring bertambahnya waktu penyim panan. Dengan waktu

pengendapan yang lebih lama , diduga tingkat oksidasi pada proses dua

tahap lebih tinggi dari proses satu tahap. Hal ini m e ngakibatkan bilangan

asam yang lebih tinggi.

Proses dua tahap dapat me ningkatkan pe mbentukan me til ester namun

me miliki resiko oksidas i yang lebih besar. Pros es satu tahap m e nghasilkan

respon viskositas dan densitas sedikit lebih tinggi nam un bilangan asamnya

rendah. Proses satu tahap dipilih sebagai perlakua n terbaik dikombinasikan

dengan suhu 30° C dan nisbah mol m e tanol 5:1 (A2B1C3). Metil este r dan

glise r ol ha sil kom binasi perlaku a n tersebut dapa t dilih at pada Gambar 9.

Gambar 9. Metil ester dan gliserol perlakuan terbaik


6. Biaya produksi biodiesel

Komponen penyusun biaya produksi bi odiesel m e liputi biaya tetap

dan biaya tidak tetap. B i aya tetap m e li puti gaji tenaga kerja tak langsung,

biaya peme liharaan alat dan m e sin, as uransi, biaya overhead serta pajak

bum i dan bangunan. Biaya tidak tetap antara lain biaya bahan baku

biodiesel, gaji tenaga kerja langs ung, biaya bahan bakar dan listrik,

pengema san dan transportasi (Rochm a wati, 2007).

Biaya bahan baku pembuatan biodiese l masih lebih tinggi dari harga

jual solar yang beredar saat ini sebe sar Rp 4 300/liter. Jika metanol dan

KOH yang digunakan adalah analitycal grade, biaya bahan baku biodiesel

sebesar Rp 36 130.57,-/kg. Jika bahan yang digunakan bersifat teknis, maka

biaya ini dapat ditekan hingga Rp 8 061.38,-/kg (Lampiran 5). Perhitungan

biaya ini berdasarkan asumsi harga biji jarak pagar kering Rp 1000/kg dan

rendemen minyak jarak pagar sebanyak 25 % bobot kering biji.

Hasil samping produksi biodiesel dapat dijual untuk memperoleh

pendapatan tambahan. Sudrajat (2007) menyebutkan, hasil sampingan

tersebut antara lain bungkil biji jarak, tempurung biji dan gliserol. Gliserol

yang telah dimurnikan dapat dijual seharga Rp 25000/liter, bungkil biji jarak

Rp 1500/kg dan tempurung biji Rp 300/kg.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Minyak jarak pagar memiliki kadar asam lemak melebihi batas yang

ditentukan untuk reaksi transesterifikasi berkatalis basa, karena itu sebelum

digunakan untuk proses transesterifikasi minyak harus dinetralisasi dahulu.

Netralisasi minyak didahului proses degumming untuk menghilangkan gum

dan getah yang terdapat pada minyak. Proses netralisasi dapat menurunkan

kadar asam lemak bebas pada minyak dari 3.07 % menjadi sebesar 0.22%.

Perlakuan optimal yang dipilih pada penelitian ini adalah yang

memberikan respon viskositas kinematik terkecil yang sesuai dengan standar.

Kemudian dilihat nilai densitas dan bilangan asamnya apakah sesuai dengan

standar. Metil ester yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dua tahap

memiliki viskositas kinematik dan densitas yang lebih kecil dari metil ester

hasil proses satu tahap. Kendati demiki an nilai bilangan asamnya lebih tinggi,

bahkan melampaui batas yang dite tapkan standar ASTM D664.

Proses transesterifikasi satu taha p menghasilkan viskositas kinematik

dan densitas yang sedikit lebih besar, namun bilangan asam metil esternya

kecil. Oleh karena itu proses satu ta hap ditetapkan sebagai perlakuan optimal
dikombinasikan dengan suhu rendah (30° C) dan nisbah mol metanol 5:1.

Metil ester yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan tersebut memiliki

viskositas kinematik 3.89 cSt, densitas 0.88 g/cm

dan bilangan asam 0.48 mg

KOH/g sampel.

Biaya bahan baku biodiesel masih lebih tinggi dari harga solar yang

beredar saat ini. Biaya produksi bi odiesel yang menggunakan bahan kimia

analitycal grade mencapai Rp 36 130.57,-/liter. Jika bahan yang digunakan

bersifat teknis, maka biaya ini dapat ditekan hingga Rp 8 061.38,-/liter.

B. SARAN

Proses netralisasi minyak tidak perlu dilakukan jika kadar asam lemak

minyak rendah. Minyak dengan kadar asam lemak yang rendah diperoleh dari

biji yang dikeringkan dengan baik. Oleh karena itu minyak yang digunakan

harus diperoleh dari biji yang baik, sehingga proses pembuatan biodiesel

dapat lebih efisien karena tidak perlu melakukan netralisasi dahulu.

Perlu adanya pengukuran karakteristik metil ester yang lain seperti

indeks setana, titik tuang, titik awan da n sebagainya. Karakteristik inilah yang

menentukan efektifitas metil ester ketika digunakan sebagai bahan bakar.


Untuk produksi biodiesel dengan skala yang lebih besar, dapat digunakan

bahan kimia yang bersifat teknis, sehingga biaya produksi biodiesel dapat

ditekan.

DAFTAR PUSTAKA

Canacki, M., A. Monyem, J. Van Gerpen. 1999. Accelerated Oxidation Processes

in Biodiesel. Transaction of the American Society of Agricultural

Engineers. 001-2351/99/4206-1656. 42(6) : 1565-1572.

Darnoko, D., Cheryan M., 2000. Kinetics of Palm Oil Transesterif ication in Batch

Reactor. J. Am. Oil Chem. Soc. 77:1263-1237

Dmytryshyn, S.L., A.K.Dalai, S.T. Chaudari, H.K. Mishra, M.J. Reaney. 2004.

Synthesis and Characterization of Vegetable Oil Derived Esters:

Evaluation of Their Diesel Additive Properties. Bioresource Tech.

92:55-64.

Dorado., M.P., E. Ballesteros, J.A. De Almeida, C. Schellert, H.P. Lohrlein, R.

Krause. 2002. An Alkali-Catalyzed Tran sesterification Process for High

Free Fatty Acid Waste Oils. Transa ction of American Society of

Agricultural Engineers. ISSN 0001-2351. 45(3): 525-529


Foidl, N., G. Foidl, M. Sanchez, M. Mittelbach, S. Hackle.1996. Jatropha Curcas

for Biodiesel Production in Nicaragua. Bioresouce Tech. 58(1): 77-82.

Freedman, B., Pryde Eh, Mounts Tl. 1984. Variables Affecting the Yields of Fatty

Esters from Transesterified Vegetable Oils. J. Am. Oil Chem. Soc.

61:1638-1643.

Goff, M.J., Bauer N.S., Sutterlin W.R., Suppes G.J. 2004. Acid-Catalized

Alcoholysis of Soybean Oil. J. Am. Oil Chem. Soc. 81 : 415-420.

Van Gerpen, Jon, Earl G. Hammond, Lawr ence A. Johnson, Stephen J. Marley,

Liangping Yu, Inmok Lee, Abdul Monyem. 1996. Determining the

Influence of Contaminants on Biodiesel Properties. Iowa State University.

Van Gerpen, Jon. 2004 a. Biodiesel Production and Quality. Department of

Biological and Agricultural Engineer ing. University of Idaho, Moscow.

Van Gerpen, Jon. 2004 b. Basics of Diesel Engines a nd Diesel Fuels. Department

of Biological and Agricultural Engin eering. University of Idaho. Moscow.

Khan, Adam Karl. 2002. Research Into Biodiesel Kinetics and Development. The
University of Queensland, Queensland.

Knothe, Gerhard, Robert O. Dunn, Marvin O. Bagby. 2002. Biodiesel: The Use of

Vegetable Oils and Their Derivatives as Alternative Diesel Fuels. National

Center for Agricultural Utilization Research. Agricultural Research

Service. U.S. Department of Agriculture, Peoria.

Korus, Roger A.,Dwight S. Hoffman, Na rendra Bam, Charles L. Peterson, David

C. Drown. 2000. Transesterification Process to Manufacture Ethyl Ester of

Rape Oil. Department of Chemical Engineering. University of Idaho,

Moscow.

Jaya, Indra. 2005. Optimasi Sintesis Bi odiesel dari Minyak Jarak Pagar ( Jatropha

Curcas L.) Melalui Proses Esterifikasi -Transesterifikasi. Skripsi.

Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

IPB, Bogor.

Lang, X., A.K. Dalai, N.N. Bakhshi, M.J. Reaney, P.B. Hertz. 2001. Preparation

and Characterization of Bio-Diesels from Various Bio-Oils. Bioresouce

Tech. 80: 77-82.


Legowo E.H., Gafar Q., Sijabat O., P upung Pl., Arifin Z. 2001. Experience in

Palm Oil Biodiesel Application for Transportation. Di dalam . Jaya, Indra.

2005. Optimasi Sintesis Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha

Curcas L. ) Melalui Proses Esterifikasi -Transesterifikasi. Skripsi.

Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

IPB, Bogor.

Ma, Fangrui dan Hanna, Milford A. 1999. Biodiesel Production : A Review.

Bioresouce Tech. 70: 77-82.

Manurung, Robert.2003. Jatropha, A Promising Plant: Community Development.

Bio-Technology Research Center. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Noureddini, H., Zhu D. 1997. Kinetics of Transest erification of Soybean Oil.

J. Am. Oil Chem. Soc.74:1457-1463.

Rohmawati, Euis. 2007. Studi Kelayakan Pendirian Industri Biodiesel Terpadu

dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Kawasan Pabrik Gula Jatitujuh,

Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.


Sudrajat, H.R., Dadang S., Yetiw., Rani A., Sahirman. 2007. Permasalahan dalam

Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar ( Jatropha

Curcas L.). Prosiding Lokakarya II. Status Teknologi Tanaman Jarak

Pagar (Jatropha Curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Swern, D. Editor. 1982. Bailey’s Industr ial Oil and Fat Products. Ed Ke-4.

Volume Ke-2. John Wiley and Sons. New York.

Syah, Andi Nur Alam. 2006. Bi odiesel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang

Ramah Lingkungan.AgroMedia Pustaka, Jakarta.

www.ristek.go.id . Budidaya Tanaman Jarak ( Jatropha curcas ) Sebagai Sumber

Bahan Alternatif Biofuel. Senin,17 Oktober 2005 13:02.

Lam piran 1. Diagram alir pem buatan larutan m e tanolik-KOH

Metanol

(14.6; 18.4; 21.8; 25.6 g)

KOH 1.5 g
Pengadukan 15 me nit

Larutan me tanoli k-KOH

Diagram alir transe ster if ikasi sa tu taha p :

Pengadukan 400 rpm, pada 30 atau 65

C,60 m e nit

Minyak jarak 100 gra m

Larutan me tanolik -KOH

Pengendapan 12 jam
Pem i sahan me til ester

Pencucian dengan air panas 50 ° C

Penam bahan silica gel

Filtr asi me til ester

Analisa me til ester

Diagram alir transe ster if ikasi dua taha p

Minyak jarak 100 gra m

Pengadukan 400 rpm, 30/65

C, 30 menit

Larutan me tanolik -KOH ( 50 %)


Pengendapan 2 jam

Pem i sahan me til ester

Pengadukan 400 rpm, pada 30 atau 65

C, 90 me nit

Larutan me tanolik -KOH ( 50 %)

Pengendapan 12 jam

Pencucian dengan air panas 50 ° C

Penam bahan silica gel

Filtr asi me til ester


Analisa me til ester

Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam viskositas kinematik metil ester

Proses transesterifikasi Satu tahap Dua tahap

Suhu ( °C) 30 65 30 65

Nisbah mol metanol

5.26 6.43 5.53 6.84

5.23 5.76 6.25 5.87

4.01 4.46 3.74 4.78

4.19 4.59 3.91 5.12

3.69 4.04 3.70 3.60

4.21 4.27 3.87 3.68


4.08 4.02 3.80 4.17

3.53 4.02 4.26 3.39

Faktor Tipe Taraf Nilai

tahap transesterifikasi fixed 2 1, 2

suhu reaksi fixed 2 30, 65

nisbah mol metanol fixed 4 3, 4, 5, 6

Analysis of Variance untuk viskositas kinematik,

Sumber DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

tahap transesterifikasi 1 0.0162 0.0162 0.0162 0.14 0.709

suhu reaksi 1 1.0440 1.0440 1.0440 9.32 0.008

nisbah mol metanol 3 21.6204 21.6204 7.2068 64.35 0.000

tahap transesterifikasi*suhu reaksi 1 0.0312 0.0312 0.0312 0.28 0.605

tahap transesterifikasi* 3 0.6359 0.6359 0.2120 1.89 0.172

nisbah mol metanol

suhu reaksi*nisbah mol metanol 3 1.0243 1.0243 0.3414 3.05 0.059

tahap transesterifikasi*suhu reaksi* 3 0.4572 0.4572 0.1524 1.36 0.290

nisbah mol metanol

Error 16 1.7920 1.7920 0.1120


Total 31 26.6212

S = 0.334664 R-Sq = 93.27% R-Sq(adj) = 86.96%

Uji lanjut untuk suhu reaksi

Grup duncan Mean N Suhu reaksi

A 4.6900 16 65

B 4.3288 16 30

Uji lanjut untuk nisbah mol metanol

Grup duncan Mean N Nisbah mol metanol

A 5.8963 8 3

B 4.3500 8 4

C 3.9088 8 6

C 3.8825 8 5

Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam bilangan asam metil ester

Proses transesterifikasi Satu tahap Dua tahap

Suhu ( °C) 30 65 30 65
Nisbah mol metanol

0.384 0.537 0.436 0.425

0.435 1.034 0.432 0.377

0.415 0.563 0.645 0.662

0.405 0.568 0.659 0.543

0.485 0.538 0.814 0.431

0.482 0.700 0.855 0.439

0.474 0.626 0.646 0.349

0.548 0.589 0.704 0.335

General Linear Model: 1/x

versus tahap transesterikasi; suhu; nisbah mol metanol

Faktor Tipe Taraf Nilai

Tahap transesterifikasi fixed 2 1; 2

Suhu fixed 2 30; 65


Nisbah mol metanol fixed 4 3; 4; 5; 6

Analysis of Variance for 1/x2, using Adjusted SS for Tests

Sumber DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

tahap transesterifikasi 1 1,3867 1,3867 1,3867 2,72 0,118

suhu 1 0,6624 0,6624 0,6624 1,30 0,271

nisbah mol metanol 3 12,1229 12,1229 4,0410 7,93 0,002

tahap transesterifikasi*suhu 1 55,2309 55,2309 55,2309 108,42 0,000

tahap transesterifikasi* 3 20,5196 20,5196 6,8399 13,43 0,000

nisbah mol metanol

suhu*nisbah mol metanol 3 22,2552 22,2552 7,4184 14,56 0,000

tahap transesterifikasi*suhu* 3 4,5833 4,5833 1,5278 3,00 0,062

nisbah mol metanol

Error 16 8,1508 8,1508 0,5094

Total 31 124,9118

S = 0,713739 R-Sq = 93,47% R-Sq(adj) = 87,36%

Uji lanjut interaksi tahap transesterifikasi dan suhu reaksi

Grup duncan Mean perlakuan

A 0,608863 a1b2
A

A 0,594701 a2b1

B 0,445546 a1b1

B 0,417301 a2b2

Uji lanjut interaksi tahap transesterifikasi dan nisbah mol metanol

Grup duncan Mean Perlakuan

A 0,62107 A2C2

B A 0,550273 A1C4

B A

B A C 0,545342 A2C3

B C

B C 0,533761 A1C3

D C 0,492814 A1C1

D C
D C 0,469323 A1C2

D C

D C 0,43093 A2C4

D 0,415227 A2C1

Uji lanjut interaksi suhu dan nisbah mol metanol

Grup duncan Mean Perlakuan

A 0,591571 b1c3

A 0,579284 b2c2

B 0,572598 b1c4

C B 0,499065 b2c3

C B

C B 0,490733 b1c2

C B

C B 0,485214 b2c1

C B
C B 0,421169 b2c4

C 0,419961 b1c1

Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam densitas metil ester

Proses transesterifikasi Satu tahap Dua tahap

Suhu ( °C) 30 65 Suhu (°C) 30

Nisbah mol metanol

0.881 0.883 0.886 0.871

0.879 0.885 0.811 0.886

0.876 0.879 0.876 0.880

0.877 0.878 0.878 0.881

0.877 0.878 0.873 0.876

0.877 0.877 0.875 0.876

0.875 0.876 0.877 0.875

0.876 0.876 0.878 0.877


General Linear Model:

Faktor Tipe Taraf Nilai

tahap transesterifikasi fixed 2 1, 2

suhu reaksi fixed 2 30, 65

nisbah mol metanol fixed 4 3, 4, 5, 6

Analysis of Variance for densitas, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

tahap tr 1 0.0001810 0.0001810 0.0001810 0.99 0.335

suhu rea 1 0.0002086 0.0002086 0.0002086 1.14 0.302

nisbah mol metanol 3 0.0001207 0.0001207 0.0000402 0.22 0.881

tahap transesterifikasi*suhu reaksi 1 0.0000942 0.0000942 0.0000942 0.51 0.484

tahap transesterifikasi*nisbah mol metanol 3 0.0005170 0.0005170 0.0001723 0.94 0.444

suhu reaksi*nisbah mol metanol 3 0.0003829 0.0003829 0.0001276 0.70 0.568

tahap transesterifikasi*suhu reaksi*

nisbah mol metanol 3 0.0002627 0.0002627 0.0000876 0.48 0.702

Error 16 0.0029320 0.0029320 0.0001832

Total 31 0.0046990

Lampiran 5. Analisa biaya biodiesel

Daftar harga bahan baku


Kebutuhan Bahan Baku Unit Harga per unit (Rp/kg)

Biji jarak pagar kg 1,000.00

metanol p.a kg 113,924.05

metanol teknis kg 12,658.23

KOH p.a kg 199,000.00

KOH teknis kg 12,500.00

NaOH p.a kg 365,000.00

NaOH teknis kg 6,000.00

(Hasil survei di Toko Alat dan Bahan Kimia ”Setia Guna”, Bogor,15 September 2007)

Kebutuhan bahan baku unt uk setiap 1 kg biodiesel

Kebutuhan Bahan Baku Kebutuhan (Kg)

Biji jarak pagar 5.13

Metanol 0.21

KOH 0.02

NaOH 0.01

Biaya bahan baku untuk setiap 1 kg biodiesel

Kebutuhan bahan baku

Bahan Analytical grade

(Rupiah)
Bahan teknis

(Rupiah)

Biji jarak pagar 5,128.60 5,128.60

metanol 23,673.76 2,630.42

KOH 3,922.25 246.37

NaOH 3,405.96 55.99

Total 36,130.57 8,061.38

Lampiran 6. Neraca massa pembuatan biodiesel

Proses transesterifikasi satu tahap

Keterangan gram Yield (

MJK) Loss

Minyak jarak kasar (MJK) 1060.00

Minyak jarak didegumming 960.00 90.57%

Minyak jarak netral 935.00 88.21%

Metanol 171.80

KOH 16.29

Metil ester 826.74 77.99%


Gliserol 199.30 18.80% 3.20 %

Proses transesterifikasi dua tahap

Keterangan gram Yield (

MJK) Loss

Minyak jarak kasar (MJK) 1060.00

Minyak jarak didegumming 960.00 90.57%

Minyak jarak netral (MJN) 935.00 88.21%

Metanol 171.80

KOH 16.29

Metil ester 750.46 70.80%

Gliserol 257.95 24.33% 4.87 %

Anda mungkin juga menyukai