Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. N
Umur : 22 tahun
Alamat : Karang wareng kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Menikah

Nama Suami : Tn. I


Umur : 26 tahun
Alamat : Karang wareng kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Menikah

1.2 ANAMNESIS

 Tanggal Pemeriksaan : 26 Desember 2019


 Keluhan Utama : Keluar air-air dari jalan lahir
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten
Cirebon pada tanggal 26 Desember 2019 pukul 16.40 WIB atas rujukan
dari Puskesmas Karang wareng dengan G1P0A0 parturien aterm kala 1
fase laten dengan KPD 16 jam. Saat datang ke RS pasien mengeluhkan
keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul 01.00 WIB. Keluar air-air
dirasakan tiba-tiba saat pasien tidur, air yang keluar menyembur seperti
balon air yang pecah, berwarna jernih dan tidak berbau. Keluhan disertai
dengan mulas-mulas sejak 8 jam SMRS, mulas dirasakan hilang timbul
dan semakin kuat. Keluhan keluar air-air tidak disertai darah maupun
2

lendir. Gerakan janin dirasakan aktif. Pasien mengaku malamnya sempat


bersenggama dengan suaminya. Keluhan lain seperti keputihan, demam,
pandangan kabur, nyeri kepala dan nyeri ulu hati disangkal. Karena
keluhan tersebut pasien memeriksakan diri ke Puskesmas Karang wareg
pada pukul 14.30 WIB, kemudian dirujuk ke RSUD Waled.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit serupa
- Hipertensi
- Jantung
- Hepar
Disangkal
- Ginjal
- Paru
- DM
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal, riwayat penyakit jantung,
hipertensi, hepar, ginjal, paru, DM disangkal.
 Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi.
 Riwayat Menstruasi
Pasien mengaku menstruasi pertama saat usia 12 tahun dengan siklus
yang teratur 28 hari, lama 7 hari dengan 2-3 pembalut per hari.
- HPHT : 17 Maret 2019
- HPL : 24 Desember 2019
 Riwayat Obstetri
Hamil saat ini, HPL : 24 Desember 2019
 Riwayat ANC
- Setiap bulan ibu selalu kontrol kehamilan di bidan puskesmas.
- Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah di dapatkan sebanyak
2x di bidan puskesmas.
- Pasien mengaku melakukan USG satu kali di dr. haris saat usia
kehamilan 8 bulan dengan hasil, janin tunggal hidup, presentasi
kepala, ketuban cukup, DJJ (+)
3

 Riwayat KB
Pasien belum pernah menggunakan KB jenis apapun.
 Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah selama 1 tahun dengan satu kali pernikahan.
Pertama kali menikah pasien berusia 21 tahun dan suami 25 tahun.
 Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam
diluar menstruasi disangkal.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan Umum : Baik


 Kesadaran : Composmentis
 Tinggi badan : 158 cm
 Berat badan : 60 kg
 Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 90 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 37,5° C
a. Status Generalis
 Kepala – Normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak
Leher : mudah rontok
Mata : simetris, ca -/-, si -/-
Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies
(-), gusi berdarah (-)
Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
 Thorax Pulmo : VBS kanan=kiri, Rhonki -/-, Wheezing
: -/-
 Cor BJ I = BJ II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
:
 Abdomen Cembung gravida, BU (+), nyeri tekan (-), striae
4

: (-), jejas (-)


 Ekstremitas Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2detik
:
b. Status Obstetrikus
 Pemeriksaan fisik luar
- TFU : 32 cm
- DJJ : 150x/menit, reguler
- His : 1x10’10”
 Palpasi
- Leopold I : Teraba bagian lunak berbentuk bulat (bokong)
- Leopold II : Bagian kecil janin teraba di kiri ibu
(ekstremitas), punggung janin teraba di sebelah
kanan ibu, DJJ 150x/menit.
- Leopold III : presentasi kepala
- Leopold IV : Sudah masuk PAP (divergen)
 Pemeriksaan fisik dalam
- V/V : Tidak ada kelainan
- Pemeriksaan Inspekulo : Dinding vagina tidak ada massa, portio
livid, tampak keluar cairan jernih dari
ostium uteri eksternum.
- Vagina Touche : Dinding vagina licin, portio tebal dan
lunak, letak di anterior, Ø 1 cm,
ketuban(-), kepala Hodge I.
- Bishop Score : total bishop skor 7
- Posisi serviks : Anterior (2)
- Konsitensi serviks : lunak (2)
- Pembukaan serviks : 1 cm (1)
- Pendataran serviks : 40% (1)
- Station : -2 (1)
- Tes Nitrazin : (+) kertas lakmus merah berubah
menjadi biru
- Tes PH :8
5

1.4 RESUME
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada
tanggal 26 Desember 2019 pukul 16.40 WIB atas rujukan dari Puskesmas Karang
wareng dengan G1P0A0 parturien aterm kala 1 fase laten dengan KPD 16 jam.
Saat datang ke RS pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul
01.00 WIB. Keluar air-air dirasakan tiba-tiba saat pasien tidur, air yang keluar
menyembur seperti balon air yang pecah, berwarna jernih dan tidak berbau.
Keluhan disertai dengan mulas-mulas sejak 8 jam SMRS, mulas dirasakan hilang
timbul dan semakin kuat. Keluhan keluar air-air tidak disertai darah maupun
lendir. Gerakan janin dirasakan aktif. Pasien mengaku malamnya sempat
bersenggama dengan suaminya. Keluhan lain seperti keputihan, demam,
pandangan kabur, nyeri kepala dan nyeri ulu hati disangkal.Karena keluhan
tersebut pasien memeriksakan diri ke Puskesmas Karang wareg pada pukul 14.30
WIB, kemudian dirujuk ke RSUD Waled.
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit serupan riwayat oprasi
sebelumnya di sangkal. Pasien mengaku menstruasi pertama saat usia 12 tahun
dengan siklus yang teratur 28 hari, lama 7 hari dengan 2-3 pembalut per hari.
Riwayat obstetri hamil saat ini HPHT 17 Maret 2019, HPL 24 Desember 2019,
HPL : 24 Desember 2019. Riwayat ANC setiap bulan ibu selalu kontrol
kehamilan di bidan puskesmas. Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah
di dapatkan sebanyak 2x di bidan puskesmas. Pasien mengaku melakukan USG
satu kali di dr. haris saat usia kehamilan 8 bulan dengan hasil, janin tunggal hidup,
presentasi kepala, ketuban cukup, DJJ (+). Riwayat KB Pasien belum pernah
menggunakan KB jenis apapun. Riwayat Pernikahan, Pasien sudah menikah
selama 1 tahun dengan satu kali pernikahan. Pertama kali menikah pasien berusia
21 tahun dan suami 25 tahun. Riwayat obstetri Riwayat kanker, kista ovarium,
mioma uteri, perdarahan pervaginam diluar menstruasi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik Keadaan Umum Baik, Kesadaran Composmentis,
Tinggi badan 158 cm, Berat badan 60 kg. Tanda-tanda vital : Tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi 90 x/menit, Respirasi 20 x/menit, Suhu 37,5° C. Status
generalisdalam batas normal. Pada status obstetri, Pemeriksaan fisik luar TFU 32
cm, DJJ 150x/menit, reguler, His 1x10’10”. Palpasi Leopold I Teraba bagian
6

lunak berbentuk bulat (bokong). Leopold II Bagian kecil janin teraba di kiri ibu
(ekstremitas), punggung janin teraba di sebelah kanan ibu, DJJ 150x/menit.
Leopold III presentasi kepala, Leopold IV Sudah masuk PAP (divergen).
Pemeriksaan fisik dalam, V/V Tidak ada kelainan, Pemeriksaan Inspekulo
Dinding vagina tidak ada massa, portio livid, tampak keluar cairan jernih dari
ostium uteri eksternum. Vagina Touche Dinding vagina licin, portio tebal dan
lunak, letak di anterior, Ø 1 cm, ketuban(-), kepala Hodge I. Bishop Score total
bishop skor 7. Tes Nitrazin(+) , Tes PH 8.

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 11,2 12,5-15,5 gr%
Hematokrit 31 36-48 %
Trombosit 224 150-400 Mm3
Leukosit 12,3 4-10 mm3
MCV 82,7 82-98 mikro m3
MCH 29,6 >27 pg
Eritrosit 3,78 3,8-5,4 Mm3
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 2-4 %
Neutrofil Batang 0 3-5 %
Neutrofil Segmen 79 50-80 %
Limfosit 15 25-40 %
Monosit 5 2-8 %
Imunoserologi
HBsAg (RTD) Non Reactive Non Reactive -
TPHA Non Reactive Non Reactive -
HIV (RTD) Non Reactive Non Reactive -

1.6 DIAGNOSIS
G1P0A0 parturien aterm kala I fase laten dengan ketuban pecah dini 16 jam.

1.7 PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Observasi Keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Observasi Denyut jantung janin dan kemajuan persalinan
7

- Usulan pemeriksaan Non Stress Test


- Usulan pemeriksaan USG
- Konsul dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi untuk dilakukan terminasi
kehamilan
Medikamentosa
- IVFD RL 500 cc/8 jam
- Ceftriaxone 2x1 gr iv

1.8 PROGNOSIS

 Ad Vitam : Dubia ad Bonam


 Ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Ketuban Pecah Dini
2.1.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya persalinan.(1)
Dibedakan menjadi 2:
- PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes): ketuban
pecah pada saat usia kehamilan ≤37 minggu.
- PROM (Premature Rupture of Membranes) : ketuban pecah
pada saat usia kehamilan ≥37 minggu.
2.1.2 Epidemiologi
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10-12% dari
semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya 6-19%, sedangkan
pada kehamilan preterm 2-5%. Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi
antara 5-10% dan hampir 80% terjadi pada usia kehamilan aterm.(1)
Sementara itu, insiden KPD preterm diperkirakan sebesar 3-8%
Dalam keadaan normal, 8-10% wanita hamil aterm akan mengalami
KPD dan hanya 1% terjadi pada usia kehamilan preterm. Prevalensi dari
KPD preterm di dunia adalah 3-4,5% kehamilan dan merupakan
penyumbang dari 6-40% persalinan preterm atau prematuritas. Di China
dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar 19,53% dari seluruh
kehamilan, sedangkan di Indonesia berkisar antara 4,5-7,6%. Kejadian
persalinan dengan KPD pada usia kehamilan aterm (≥37 minggu) yaitu
179 kasus (84,43%), sedangkan pada preterm sebanyak 33 kasus
(15,57%). Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30 - 40%
kelahiran prematur dan merupakan penyebab utama kelahiran prematur.
Ketuban pecah dini preterm yang terjadi sebelum usia kehamilan 24
minggu, disebut sebagai KPD preterm previable, kejadiannya kurang
dari 1% kehamilan dan berhubungan dengan komplikasi yang berat pada
ibu ataupun janin.(1)

2.1.3 Etiologi
9

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh


hilangnya elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput
ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput
ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen.
Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas,
dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang
(dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi
menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease
dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat
uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat
uterus berkontraksi.(2)
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:
a. Faktor Umum
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama
ketuban pecah dini.Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan
viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi
maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan
adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang
cukup berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup
B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
10

Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus


epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan
ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat
melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus.Hal
ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan
pecahnya selaput ketuban. Faktor umum yang lain adalah keadaan sosial
ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorhoe.(2)
b. Faktor obstetrik
Servik yang inkompetensia, serviks konisiasi, serviks menjadi pendek.
Kelainan pada serviks yang disebabkan oleh pemakaian alat-alat seperti
aborsi terapeutik, loop electrosurgical excision procedure (LEEP) yang
tujuannya untuk mengobati displasia serviks serta diagnose dini kanker
serviks dan sebagainya. Kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase). Tekanan
intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidramnion, gemelli.Kelainan letak misalnya lintang,
sehingga tidak ada bagian terendah yangmenutupi pintu atas panggul
(PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah. (2)
c. Faktor keturunan
Faktor keturunan berlaku jika ada kelainan genetik dan berlaku
defisiensi vitamin C dan ion Cuprum (Cu) dalam serum.(2)
d. Faktor lain
Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau
penyebab terjadinya KPD.Trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabkanterjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. Faktor
golongan darah yaitu, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak
sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan
jarinngan kulit ketuban.Faktor lain yaitu:(2)
11

a) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.


b) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
c) Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C.
d) Prosedur medis.
e) Usia ibu hamil yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban
kurang kuat dari ibu yang lebih muda. Kelebihan berat badan sebelum
kehamilan dan peningkatan berat badan yang sedikit sewaktu kehamilan
juga merupakan antara etiologi KPD.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan ketuban pecah dini.
a) Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis
dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
b) Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )
c) Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )
d) Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara,
malposisi, disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.
Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan
terlalu dini.(2)
2.1.4 Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen
matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.(3)
12

Gambar 1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.


Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang
dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut
diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada
pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya
didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV.
Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue
inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1,
MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan
TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.(3)
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih
tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu
didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput
ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan
degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui
13

meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada
preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta
kadar TIMP-1 yang rendah.(3)
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah
dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple
helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita
dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam
askorbat yang rendah.(3)
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin,
MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan
tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan
aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang
diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan
iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri
tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi
juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam
induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat
menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi
prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin
terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia
dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
14

infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal
ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan
denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan
vaginal berbau.(3)

Tabel 1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.


Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan
konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada
fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron
akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar
yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein
hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi
secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas
yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas
hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat
aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.(3)
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat
dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat
terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses
15

degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis


merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme
regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.(3)
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi
dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan
merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler
yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.(3)

Gambar 2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.


2.1.5 Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan
lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada
infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri
16

maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20


minggu.(4)
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak
adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi
abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.(5)
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel
cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk
kultur dan pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek
glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan
gambaran seperti daun pakis. (5)
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa
adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput
ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru
(basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru
bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo
atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-
sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan
paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis
untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B,
Clamidia trachomatis dan Neisseria gonorea.(5)
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian
17

presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.


Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa
persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.(5)
4. Pemeriksaan penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan
ada infeksi.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.
 Pemeriksaan ultra sonography (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit
(oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan
anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tetapi bukan menegakkan
diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic Fluid Index
(AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin. Pemeriksaan USG
berguna untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini.(5)
2.1.6 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia
gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana
morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. (4)
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa
18

intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif


mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada
KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.(4)
a. Manajemen ekspektatif/konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun
janin), pada umur kehamilan 26-34 minggu, dirawat selama 2 hari.
Selama perawatan dilakukan: (1,2)
1. Observasi kemungkinan adanya amnionitis/ tanda-tanda infeksi
 Ibu: suhu >38oC, takikardi, leukositosis, tanda-tanda infeksi intra
uterin, rasa nyeri pada rahim, secret vagina purulent
 Janin: takikardi janin
2. Pengawasan timbulnya tanda persalinan
3. Pemberian antibiotika p.o (sefadroksil 2x500 mg, eritromisin 4x500 mg)
selama 3-5 hari atau antibiotic spectrum luas lain yang sensitive
4. Pemberian tokolitik dengan syarat tidak ada infeksi secara klinis atau
laboratoris
5. Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin
6. Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru, dan
proteksi otak janin.
b. Manajemen aktif
1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
 Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.(2)
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada
usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan
19

prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,


meningkatnya insiden secsio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.(6)
a. Infeksi
Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada kasus ketuban pecah
dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi.
b. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu.
c. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajad oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
d. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
serta hipoplasi pulmonar.
2.1.8 Prognosis
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan serta
adanya infeksi atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimister
(13-26 minggu) memiliki prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup
bervariasi dengan usia kehamilan saat diagnosis (dari 12% ketika
terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% didiagnosis pada 25-26
minggu). Pada kehamilan dengan infeksi prognosis memburuk, sehingga
bila bayi selamat dan dilahirkan memerlukan penanganan yang intensif.
Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke dalam aterm maka
prognosisnya lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga
20

terkadang paska aterm sering digunakan induksi untuk membantu


persalinan. (7)
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran


Feto Maternal. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
KETUBAN PECAH DINI. 2016;
2. Soewarto S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009. 677–680 p.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ SC. William
Obstetric. 25th ed. New York: McGrawHill Medical; 2018.
4. Caughey B RJ. Contemporary Diagnosis and Management of Preterm
Premature Rupture of Membranes. Obstet Gynecol. 2008;11–22.
5. Medina TM and H. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis
and Management. 2006;659.
6. Manuaba. Komplikasi Umum Pada Kehamilan- Ketuban Pecah Dini. In:
Pengantar Kuliah Obstetri. I. Jakarta: EGC; 2007. p. 456.
7. American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG). Clinical
Management Guidelines for Obstetrician-Gynecologist. Premature rupture
Membr. 2007;109.

Anda mungkin juga menyukai