ABSTRACT
Corporate zakat is zakat imposed on the corporate. The corporate zakat potential in
Indonesia is essentially high, but the funds collected by the National Zakat Agency
and other zakat management institutions are still very small. In contrast, Malaysia
and Saudi Arabia can collect a big amount of this corporate zakat each year.
Therefore, this study aims to discuss and compare the regulations of corporate zakat
in Indonesia, Malaysia, and Saudi Arabia. This study uses a comparative-descriptive
method to find the similarities and differences in establishing regulations on the
corporate zakat in these countries. The data obtained from the library research. The
results of this study indicate that the corporate zakat in Indonesia, Malaysia, and
Saudi Arabia is actually equally obligatory. However, there are several differences
between these countries, namely the provisions of the ulama, the basis of accounting
records and its relations to tax. Keywords: zakat, corporate, Indonesia, Malaysia,
Arab Saudi
ABSTRAK
Zakat perusahaan adalah zakat yang dikenakan pada perusahaan. Potensi zakat
perusahaan di Indonesia pada dasarnya tinggi, tetapi dana yang dikumpulkan oleh
Badan Zakat Nasional dan lembaga pengelolaan zakat lainnya masih sangat kecil.
Sebaliknya, Malaysia dan Arab Saudi dapat mengumpulkan sejumlah besar zakat
perusahaan ini setiap tahun. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membahas
dan membandingkan peraturan zakat perusahaan di Indonesia, Malaysia, dan Arab
Saudi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif untuk menemukan
persamaan dan perbedaan dalam menetapkan peraturan tentang zakat perusahaan di
negara-negara ini. Data diperoleh dari hasil penelitian pustaka. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa zakat perusahaan di Indonesia, Malaysia, dan Arab Saudi
sebenarnya sama-sama wajib. Namun, ada beberapa perbedaan antara negara-negara
ini, yaitu ketentuan ulama, dasar catatan akuntansi dan hubungannya dengan pajak.
Kata Kunci: Zakat, Perusahaan, Indonesia, Malaysia, Arab Saudi
PENDAHULUAN
Dalam prinsip syariah terdapat ibadah zakat yang merupakan ibadah dengan
nilai sosial yang tinggi (Warno, 2016). Sebab, zakat merupakan pungutan yang
mendorong kehidupan ekonomi hingga tercipta padanya pengaruh–pengaruh
tertentu (Nasrudin, 2013).
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini bersifat kualitatif. Dengan metode pendekatan penelitian
deskriptif komparatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang apa saja
dan bagaimana regulasi-regulasi zakat perusahaan di negara-negara yang
penduduknya mayoritas seorang muslim dan memberikan perbandingan satu sama
lainnya terkait apa saja perbedaan dan persamaan negara-negara tersebut dalam
menetapkan regulasi zakat perusahaan di negaranya masing-masing.
Dalam penelitian ini, penulis memilih negara Indonesia, Malaysia, dan Arab
Saudi sebagai subjek penelitian atas regulasi zakat perusahaan. Karena 3 negara
tersebut termasuk negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Dengan
sumber data didapat melalui studi kepustakaan (library research).
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
PEMBAHASAN PENELITIAN
Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada 4 aspek, yaitu Pro dan Kontra
zakat perusahaan, regulasi zakat Perusahaaan yang diterapkan di Indonesia,
Malaysia, dan Arab Saudi.
Pro dan Kontra Zakat Perusahaan
Menurut Ramli, Rosele, dan Abdullah (2013) bahwa syarikat (perusahaan)
merupakan syaksiyah al-I’tibariyah dalam syariat islam. Yang mana maksud dari
syaksiyah al-I’tibariyah adalah kumpulan manusia yang bersatu untuk menuju
objek tertentu atau kumpulan harta yang diurus untuk tujuan tertentu yang dapat
melakukan transaksi dan layak untuk membayar zakat. Ini menunjukkan bahwa
syarikat (perusahaan) juga wajib untuk membayar zakat.
Sedangkan, Menurut pendapat M. Dawam Rahardjo yang tercantum dalam
penelitian Hadi (2016) wajib zakat itu tidak terkena pada perusahaan atau badan
hukum, sebab perusahaan atau badan hukum tidak melakukan ibadah mahdah.
Yang terkena zakat adalah orang yang bekerja atau karyawan pada perusahaan
atau badan hukum tersebut. Perusahaan atau badan hukum, sangat terpuji apabila
melakukan infak dan sedekah. Dengan demikian, perusahaan atau badan hukum
tidak terkena ketentuan nisab dan tarif sebesar 2,5% dari nilai kekayaan bersih
(net worth). Lain halnya apabila perusahaan itu milik perorangan, maka di sini
zakat perusahaan itu identik dengan zakat pemiliknya. Jika diberlakukan
kewajiban zakat atas pemilik dan perusahaanya, maka akan terjadi dua kali zakat.
Selain itu masih perlu diperhitungkan dari mana tarif 2,5% itu dihitung, dari laba
bersih atau kekayaan bersih atau kedua-duanya. Pemikiran M. Dawam Rahardjo
ini berlawanan arus dengan kebanyakan ulama.
Regulasi Zakat Perusahaan yang diterapkan di Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah populasi yang besar, dan
jumlah muslim terbesar didunia (Nadhari, 2013). Potensi zakat nasional, terutama
zakat perusahaan di tanah air relatif sangat tinggi. Yaitu, mencapai Rp114 triliun
atau 52,5 % dari potensi zakat nasional yang mencapai Rp217 triliun. Sayangnya,
dana zakat perusahaan yang bisa dihimpun lembaga pengelola zakat sangat kecil.
BAZNAS saja, pada 2013, hanya menghimpun Rp5,3 miliar (Badan Amil Zakat
Nasional, 2014).
Pengelolaan Zakat dimulai tanggal 26 Juli 1999 yaitu dengan penjelasan
pemerintah yang di awali oleh Menteri Agama. Melalui surat Ketua DPR RI
Nomor RU.01/03529/DPR-RI/1999. Pada tanggal 23 September 1999 disahkan
UndangUndang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat terdiri dari 10 Bab
yang mengandung 25 pasal (Aziz, 2014; Budiman, 2003).
Dalam pengelolaan zakat pada tahun 2011 UU No. 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat direvisi menjadi UU No. 23 Tahun 2011 dan dilengkapi
dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 tahun 2014. UU No. 23
tahun 2011 menyatakan bahwa untuk melaksanakan pengelolaan zakat,
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
2008 IAI menyelesaikan PSAK No.109 tentang Akuntansi Zakat (Megawati &
Trisnawati, 2014). Pada tahun 2017 IAI sudah merevisi dan menyusun kembali
tentang akuntansi zakat dimana terdapat pada PSAK No. 101 tentang pelaporan
dan PSAK No.109 tentang pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
transaksi zakat dan infaq/sedekah (Ikatan Akuntan Indonesia, 2017).
Regulasi Zakat Perusahaan yang diterapkan di Malaysia
Pembayaran zakat dalam lingkup perusahaan masih kurang jelas dan
menyebabkan perbedaan pendapat di Malaysia karena menurut Abdul Hamid
Mohamad, zakat hanya dikenakan kepada individu bukan syarikat (perusahaan)
dan hal ini terkait dengan Akta Syarikat 1965 yang menjelaskan bahwa individu
itu terpisah dengan perihal syarikat (Wahab & Borhan, 2014). Pembayaran zakat
perusahaan di Malaysia merupakan suatu kasus yang perlu didiskusikan. Namun,
yang mesti dibahas terkait zakat perusahaan adalah terkait status kewajiban zakat
perusahaan tersebut di Negara Malaysia (Rosele, Abdullah, & Arifin, 2015).
Pada tanggal 9 Desember 1992 Jawatankuasa fatwa Kebangsaan Bagi Hal
Ehwal Ugama Islam Malaysia mengadakan konferensi (muzakarah) di Kuala
Lumpur untuk membahas terkait hukum atas zakat perusahaan. Dari konferensi
tersebut ditetapkanlah aturan Fatwa Ke-12 Hukum Zakat Ke Atas Syarikat, yang
mana putusan tersebut berisi 7 syarat syarikat (perusahaan) yang wajib
membayarkan zakat perusahaannya yakni:
1. Perusahaan dimiliki oleh orang Islam;
2. Perusahaan dimiliki oleh orang Islam yang merdeka;
3. Perusahaan dimiliki utuh;
4. Cukup nisab;
5. Cukup haul (genap setahun qamariah atau 354.3 hari);
6. Kadar zakat atas perusahaan adalah 2.5%;
7. Perusahaan yang dimiliki bersama antara orang Islam dan bukan Islam, maka
wajib atas sejumlah saham yang dimiliki oleh orang Islam saja berdasarkan
pendapatan bersih yang diperolehnya (Himpunan Keputusan Muzakarah
Jawatankuasa Fatwa kebangsaan, 1992).
Terkait standar pencatatan akuntansi zakat perusahaan, Lembaga Piawaian
Perakaunan Malaysia atau Malaysian Accounting Standard Board (MASB)
menerbitkan Technical Release i-1 "Akuntansi Zakat untuk Perusahaan".
Technical Release i-1 diterbitkan untuk memberikan panduan akuntansi mengenai
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan zakat oleh perusahaan
yang membayar zakat (Malaysian Accounting Standard Board, 2006)
Pada pemerintahan Perdana Menteri Mahatir Mohammad, zakat tidak dianggap
sebagai komponen penting untuk membasmi kemiskinan. Pengelolaan zakat di
Malaysia dilakukan oleh Majelis Agama Islam (MAI). Dari MAI inilah Pusat
Pungutan Zakat (PPZ) didirikan (Amiruddin, 2015).
Malaysia mendirikan Pusat Pungutan Zakat (PPZ) pada tahun 1991 dalam
rangka mensosialisasikan zakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya zakat (Ikhsan, 2017). Melalui PPZ Wilayah Persekutuan, setiap
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
memiliki pusat data dan informasi yang lengkap dan didukung perangkat
Information and Coomunication Technology (ICT). Sekitar 70% dari penerimaan
Badan Zakat dan Pajak Arab Saudi berasal dari perusahaan besar yang beroperasi
di Arab Saudi (Badan Amil Zakat Nasional, 2014).
Kebijakan yang menarik yang sudah diterapkan di Arab Saudi adalah adanya
penetapan zakat tidak hanya pada perusahaan swasta tetapi juga perusahaan
gabungan antara swasta dan pemerintah. Tapi kemudian hal ini juga diperkuat
keputusan majlis tinggi qhodhi yang memfatwakan bahwa perusahaan gabungan
antara pemerintah dan swasta juga harus membayar zakat. Hal ini dilandasi oleh
pertimbangan bahwasannya perusahaan tersebut merupakan satu kesatuan badan
hukum (Nadhari, 2013). Pemerintah Arab Saudi juga memberi sanksi administratif
kepada perusahaan yang tidak membayar zakat, antara lain, tidak diperpanjang
lagi izin usahanya. Sebaliknya, bagi perusahaan yang membayar zakat, yang
ditandai dengan kepemilikan sertifikat telah berzakat, akan diberi kemudahan
dalam perpanjangan izin usahanya (Badan Amil Zakat Nasional, 2014).
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
UU 23/2011 Pasal
22 dan 23
penghasilan kena
pajak dapat
dikurangkan dari Akta Cukai
pembayaran zakat Pendapatan 1967,
Relasi zakat yang disetorkan Seksyen 6A (3)
4 perusahaan terhadap kepada BAZNAS bahwa zakat yang
pajak dengan menunjukan dibayarkan akan Apabila zakat
bukti setoran zakat diberi potongan perusahaan telah
kepada pihak pajak dibayarkan,
pengelola pajak maka
perusahaan tidak
wajib membayar
pajak.
Sanksi
administratif
kepada perusahaan
5 Sanksi tidak yang tidak
Tidak ada sanksi Tidak ada sanksi
membayar zakat membayar zakat,
antara lain, tidak
diperpanjang lagi
izin usahanya.
KESIMPULAN
Zakat perusahaan di Indonesia, Malaysia, dan Arab Saudi sebenarnya
samasama diwajibkan. Peraturan (regulasi) yang mengatur tentang zakat
perusahaan sudah ada di Indonesia yaitu dari Undang-Undang Republik Indonesia
dan Peraturan Menteri Agama Indonesia. Namun zakat perusahaan masih belum
difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. Berbeda dengan di Malaysia, di mana
zakat perusahaan telah difatwakan secara jelas regulasinya oleh Pihak ulama
Malaysia ( Jawatan kuasa fatwa kebangsaan agama islam Malaysia), tetapi tidak
ada kejelasan regulasinya oleh Negara (Kerajaan). Sedangkan, yang menarik
adalah di Arab Saudi di mana kejelasan kewajiban zakat perusahaan ditetapkan
oleh Negara (Kerajaan) dan para ulama.
Negara Malaysia juga memiliki standar akuntansinya untuk zakat perusahaan.
Sedangkan Indonesia dan Arab Saudi masih belum memiliki standar khusus untuk
pencatatan zakat perusahaan.
Untuk itu, maka perlunya pemerintah, khususnya Majelis Ulama Indonesia
untuk segera mengeluarkan ketetapan (fatwa) baru terkait zakat perusahaan.
Mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di
dunia dan zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Apabila ada ketetapan
dari Majelis Ulama Indonesia, maka jumlah zakat perusahaan yang terkumpul di
negara Indonesia dapat melampaui zakat perusahaan yang terkumpul di negara
Malaysia maupun Arab Saudi.
Hanya saja, antara Indonesia dan Malaysia terdapat kesamaan, yakni tidak
adanya peraturan atau ketetapan dari pemerintah terkait sanksi yang mengikat
apabila ada warga muslim dan perusahaan (badan usaha) yang tidak menunaikan
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin. (2015). Model-Model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim. Jurnal
Ilmu Syariah, Vol. 3, No.1, 139-166.
Andriani, & Mairijani. (2017). Regulations on Supporting the Business Zakat
Implementation in Indonesia. Advances in Social Science, Education and
Humanities Research (ASSEHR), vol. 126, 144-147.
Andriani, Rakhmawati, A., & Fahmi, M. Y. (2016). Analisis Potensi Zakat Entitas
pada Bank Umum Syariah Di Indonesia. Seminar Nasional ASBIS (pp.
4559). Banjarmasin: Politeknik Negeri Banjarmasin.
Ash-Shiddieqy, T. M. (2009). Pedoman Zakat. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Aziz, M. (2014). Regulasi Zakat Di Indonesia; Upaya Menuju Pengelolaan Zakat
Yang Profesional . Jurnal Studi Keislaman, Vol 4, No 1, 23-38.
Badan Amil Zakat Nasional. (2014, April-Mei). Zakat Perusahaan dan Potensinya.
Badan Amil Zakat Nasional. (2017, September 06). Kewajiban Zakat Perusahaan.
Retrieved Juli 01, 2018, from Puskazbaznas:
http://www.puskasbaznas.com/publications/officialnews/454-
kewajibanzakat-perusahaan
Budiman, M. A. 2003. “UU No. 38 Tahun 1999 dan Implikasinya terhadap
Pengelolaan Zakat di Indonesia,” . Jurnal Intekna. Vol. 1, No. 6. 328-337
Firdaus, M., Beik, I. S., Irawan, T., & Juanda, B. (2012). Economic Estimation
and Determinations of Zakat Potential in Indonesia. Islamic Research and
Training Institute.
Ghazi, M. H. (2016). Tuntutan Zakat dan Cukai dalam Koperasi.
Hakim, B. R. (2015). Analisis Terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat (Perspektif Hukum Islam). Jurnal Ilmu
Hukum, Vol 15, No 2,, 155-166.
Himpunan Keputusan Muzakarah Jawatankuasa Fatwa kebangsaan. (1992, 12 9).
Fatwa Kedua Belas Hukum Zakat Ke Atas Syarikat Keputusan. Retrieved
Juni 30, 2018, from
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:http://emuamalat.islam.gov.my/images/pdf-
muamalat/12_Fatwa_Keduabelas.pdf
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
485
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2018
Politeknik Negeri Banjarmasin
485