Anda di halaman 1dari 8

[Home]

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA


NOMOR KEP-23/MEN/1997
TENTANG
POKOK-POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TENAGA KERJA

MENTERI TENAGA KERJA

Menimbang: a. bahwa keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-


91/MEN/1984 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan
Dalam Lingkungan Departemen Tenaga Kerja kurang sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu
disempurnakan.
b Bahwa untuk mengatur hal tersebut di atas perlu ditetapkan
pokok-pokok pengawasan di lingkungan Departemen Tenaga
Kerja yang ditetapkan dengan keputusan Menteri.

Mengingat: 1. Keputusan Presiden R.I Nomor 104 Tahun 1993 tentang


Perubahan Atas Keputusan Presiden R.I Nomor 15 Tahun
1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana
telah dua puluh kali diubah, terakhir dengan Keputusan
Presiden R.I Nomor 83 Tahun 1993;
2. Instruksi Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengawasan;
3. Instruksi Presiden R.I Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengawasan Melekat;
4. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 93/MEPAN/1989 yang diubah dengan Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
30/MENPAN/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan Melekat;
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I Nomor 28/MEN/1994
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja;
6. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
19/1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka
Kreditnya.

_______________________________________________________________________________________________________________________PT. ERM INDONESIA


MTK23-1997.PDF 1
MEMUTUSKAN

Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I TENTANG POKOK-


POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN
TENAGA KERJA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
a. Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan menjamin
bahwa pekerjaan-pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah-
perintah yang telah diberikan dalam rangka pelaksanaan rencana tersebut.
Pengawasan harus mengukur apa yang telah dicapai, menilai pelaksanaan,
serta mengadakan tindakan perbaikan dan penyesuaian yang dipandang perlu;
b. Pengawasan Melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap
bawahannya, secara preventif atau repesif;
c. Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh Aparat
Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan terhadap
pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan;
d. Pengawasan Legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat terhadap kebijaksanaan dan pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan;
e. Pengawasan Masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat
yang berupa sumbangan pemikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan
yang disampaikan secara langsung maupun melalui media;
f. Pemeriksaan merupakan sebagian dari fungsi pengawasan yang meliputi
kegiatan penelitian, pengujian dan penilaian;
g. Auditor adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberikan tugas, tanggungjawab.
Wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah;
h. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
Pengawasan dimaksud untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan guna:

_______________________________________________________________________________________________________________________PT. ERM INDONESIA


MTK23-1997.PDF 2
a Menjamin ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas sesuai dengan
rencana dan kebijaksanaan pimpinan;
b Mendorong peningkatan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan;
c Mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, kerugian keuangan negara dan
penyalahgunaan wewenang;
d Memperoleh data masukan/umpan balik dalam pelaksanaan kegiatan.

Pasal 3
(1) Pelaksanaan Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 mencakup
semua unsur unit kerja di lingkungan Departemen Tenaga Kerja, di tingkat
Pusat dan di tingkat Daerah:
(2) Dalam hal tertentu pemeriksaan BUMN dapat dilakukan atas perintah Menteri.

Pasal 4
Pengawasan bertujuan untuk:
a. Menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dalam berbagai
kegiatan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya;
b. Upaya edukatif preventif dalam mencegah secara dini terjadinya dan atau
terulangnya suatu kesalahan;
c. Menilai tingkat kemampuan teknis dan manajerial personil/aparatur;
d. Memelihara dan meningkatkan citra Departemen Tenaga Kerja;
e. Mendorong berfungsinya pengawasan melekat;
f. Mengambil tindakan terhadap pelaku penyimpangan yang terjadi.

BAB II
PENGAWASAN MELEKAT

Pasal 5
(1) Pimpinan/Atasan langsung semua satuan kerja/unit kerja termasuk pemimpin
proyek di lingkungan Departemen Tenaga Kerja Pusat Dan Daerah, melakukan
pengawasan melekat di lingkungan satuan kerja/unit kerjanya masing-masing.
(2) Pengawasan melekat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan pada
pembentukan suatu sistem yang mampu membina dan membimbing bawahan
dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi, serta
mampu mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

_______________________________________________________________________________________________________________________PT. ERM INDONESIA


MTK23-1997.PDF 3
Pasal 6
(1) Pelaksanaan pengawasan melekat di lingkungan Departemen Tenaga Kerja
dikoordinir oleh Sekretaris Jenderal selaku Koordinator Program Peningkatan
Pelaksanaan Pengawasan Melekat (P3waskat).
(2) Petunjuk pelaksanaan mengenai pengawasan melekat secara teknis diatur oleh
Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja atas nama Menteri.

BAB III
PENGAWASAN FUNGSIONAL

Pasal 7
(1) Pengawasan fungsional di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dilakukan
oleh Inspektorat Jenderal terhadap kegiatan umum pemerintah dan
pembangunan.
(2) Prioritas pemeriksaan ditetapkan sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah di
bidang pengawasan dan atau kebijaksanaan Menteri.

Pasal 8
Dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)
dilakukan melalui pemeriksaan, pengujian dan penelitian serta pengusutan atas
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.

Pasal 9
(1) Jenis pemeriksaan meliputi:
a. Pemeriksaan Oprasional;
b. Pemeriksaan Khusus;
c. Pemeriksaan Kasus;
d. Inspeksi Pimpinan;
e. Inspeksi Mendadak dan
f. Pemeriksaan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan.
(2) Pemeriksaan Oprasional adalah suatu pemeriksaan secara sistematik dan
komprehensif yang dilaksanakan oleh pemeriksa independen untuk
mendapatkan dan mengevaluasi kinerja satuan/unit kerja secara obyektif atas
kegiatan-kegiatan manajemen.
(3) Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan menitik
beratkan salah satu beberapa unsur tugas pokok dan fungsi Departemen
Tenaga Kerja, atau salah satu beberapa aspek manajemen;

_______________________________________________________________________________________________________________________PT. ERM INDONESIA


MTK23-1997.PDF 4
(4) Pemeriksaan Kasus adalah pemeriksaan yang bersifat pengusutan (investigasi)
yang dilakukan terhadap temuan hasil pemeriksaan atau pengaduan
masyarakat, atas dugaan adaya penyimpangan keuangan negara atau
perbuatan yang dapat merusak citra Pegawai Negeri Sipil atau merugikan
masyarakat;
(5) Inspeksi Pimpinan adalah kunjungan kerja untuk mengadakan penilaian dan
pengarahan satuan kerja/unit kerja dalam menjabarkan kebijaksanaan pokok
ketenagakerjaan;
(6) Inspeksi Mendadak adalah kunjungan kerja/pemeriksaan yang dilakukan
secara mendadak untuk mendapatkan gambaran kondisi obyektif dalam
rangka mendorong peningkatan kinerja satuan/unit kerja.
(7) Pemeriksaan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengetahui tanggapan satuan kerja/unit kerja atas koreksi dan
tuntasnya rekomendasi hasil pemeriksaan ITJEN, BPKP, BEPEKA,
pengaduan/imformasi dari masyarakat serta temuan hasil pengawasan Badan
Legislatif.

Pasal 10
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan pasal 9 dilaksanakan
oleh Auditor atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala/Pimpinan Satuan
Kerja.
(2) Dalam melaksanakan pemeriksaan. Auditor Atau Pejabat lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) melakukan kegiatan-kegiatansebagaimana berikut:
a. Membuat/menyusun program kerja pemeriksaan;
b. Melakukan pemeriksaan;
c. Membuat laporan hasil pemeriksaan;
d. Memaparkan hasil pemeriksaan;
e. Meneliti tindak lanjut hasil pengawasan;
f. Menghimpun dokumen hasil pengawasan.

Pasal 11
Petunjuk Pelaksanaan mengenai pengawasan fungsional ditetapkan oleh Inspektur
Jenderal Departemen Tenaga Kerja.

_______________________________________________________________________________________________________________________PT. ERM INDONESIA


MTK23-1997.PDF 5
BAB IV
PENGAWASAN TINDAK LANJUT

Pasal 12
Satuan kerja/unit kerja wajib menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan ITJEN,
BPKP, BEPEKA dan hasil pengawasan Badan Legislatif serta melaporkan hasilnya
kepada Menteri melalui:
a. Inspektur Jenderal atas hasil pemeriksaan ITJEN dan BPKP dengan tembusan
kepada Esolon I terkait;
b. Sekretaris Jenderal atas hasil pemeriksaan BEPEKA dan hasil pengawasan
Badan Legislatif dengan tembusan kepada Esolon I terkait;

Pasal 13
(1) Setiap pengaduan masyarakat tentang ketidakpuasan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi Departemen harus ditangani secara teliti.
(2) Pengaduan masyarakat yang dinilai mengandung kebenaran harus
ditindaklanjuti secara tuntas.
(3) Kewenangan penanganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
a. Sekretaris Jenderal bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan
masyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Sekretaris Jenderal:
b. Inspektur Jenderal bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan
masyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Inspektorat Jenderal;
c. Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja bertanggung
jawab menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang terkait
langsung, dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal
Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja;
d. Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Tenaga kerja
bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang
terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal
Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja;
e. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan pengawasan
Ketenagakerjaan bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan
masyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan.
f. Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja
bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang
terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Perencanaan
dan Pengembangan Tenaga Kerja;

_______________________________________________________________________________________________________________________PT. ERM INDONESIA


MTK23-1997.PDF 6
g. Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja bertanggung jawab
menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang terkait dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah, termasuk satuan
kerja yang berada dibawahnya.
(4) Apabila dipandang perlu Inspektur Jenderal dapat melakukan pemeriksaan
atas laporan/pengaduan masyarakat, yang dinilai terdapat indikasi
penyimpangan terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi atau karena
tindakan indisipliner pegawai.
(5) Inspektur Jenderal atas nama Menteri dapat melakukan pemeriksaan ulang
terhadap laporan penyelesaian pengaduan masyarakat yang dinilai belum
tuntas.
(6) Hasil penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat(3) wajib
dilaporkan kepada:
a. Asisten Wakil Presiden Urusan Pengawasan dengan tembusan Inspektur
Jenderal dalam hal pengetahuan tersebut disampaikan melalui Tromol
Pos 5000;
b. Menteri UP. Inspektur Jenderal dalam hal pengaduan tersebut
disampaikan melalui Po Box 55;
c. Menteri UP. Sekretaris Jenderal dengan tembusan Eselon I terkait dalam
hal informasi/pengaduan yang disampaikan melalui Badan Legislatif;
d. Atasan langsung pimpinan satuan kerja sesuai hirarki, dengan tembusan
Inspektur Jenderal apabila pengaduan tersebut disampaikan langsung
kepada pimpinan satuan kerja yang bersangkutan;

Pasal 14
Apabila pengaduan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 isinya diduga terdapat
unsur penyalahgunaan wewenang, penyimpangan yang bersifat merugikan
masyarakat, negara atau menurunkan citra Departemen Tenaga Kerja. Maka wajib
dilakukan pemeriksaan kasus.
Pasal 15
(1) Pada akhir setiap bulan dan akhir tahun anggaran, penyelesaian terhadap
tindak lanjut pengawasan masyarakat wajib dilaporkan kepada Menteri UP.
Inspektur Jenderal.
(2) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Inspektur Jenderal.

_______________________________________________________________________________________________________________________PT. ERM INDONESIA


MTK23-1997.PDF 7
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16
Selama petunjuk pelaksanaan berdasarkan keputusan ini belum dikeluarkan, maka
ketentuan-ketentuan yang mengatur pengawasan di lingkungan Departemen Tenaga
Kerja tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan ini.

Pasal 17
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: Jakarta


Pada tanggal: 28 Pebruari 1997
Menteri Tenaga Kerja RI

ttd

Drs. ABDUL LATIF

_______________________________________________________________________________________________________________________PT. ERM INDONESIA


MTK23-1997.PDF 8

Anda mungkin juga menyukai