LAPORAN KASUS Glaukoma Anyar
LAPORAN KASUS Glaukoma Anyar
Disusun Oleh :
Arne Putri Mahargiani (0110710017)
Dwi Novianti (0110710044)
Febriani Yohana (0110710056)
Pembimbing :
Dr. Hariyah M. Mahdi, Sp. M
Laboratorium Ilmu Penyakit Mata RSUD Dr. Saiful Anwar
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
2007
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Glaukoma
2.1.1 Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani yaitu glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma9.
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap
ditandai oleh peninggian tekanan intraokuler (TIO), penggaungan dan degenerasi
papil saraf optik serta dapat menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan
pandang)7. Penyakit yang ditandai dengan peninggian TIO ini, disebabkan oleh :
o Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.
o Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil (glaukoma hambatan pupil)9.
Pada glaukoma akan terdapat kerusakan anatomi berupa ekskavasi
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan
kebutaan. Faktor-faktor penyebab penggaungan dan degenerasi papil saraf optik,
adalah :
1. Gangguan pendarahan pada papil yang disebabkan oleh peninggian TIO.
2. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
3. Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri 7,9.
2.1.2 Klasifikasi Glaukoma
Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut6 :
1. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi atas :
o Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
- Glaukoma sudut tertutup
o Glaukoma sekunder
- Glaukoma pigmentasi
- Sindrom eksfoliasi
- Akibat kelainan traktus uvea
- Sindrom iriokorneo endotel (ICE)
- Trauma
- Pascaoperasi
- Glaukoma neovaskular
- Peningkatan tekanan vena episklera
- Steroid-induced
o Glaukoma kongenital
- Glaukoma kongenital primer
- Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan
ekstraokular
o Glaukoma absolut
2. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
o Glaukoma sudut terbuka
- Kontraksi membran pratrabekular
- Kelainan trabekular
- Kelainan pasca trabekular
o Glaukoma sudut tertutup
- Sumbatan iris (iris bombe)
- Pergeseran lensa ke anterior
- Pendesakan sudut
- Sinekia anterior perifer
2.1.3 Penegakan Diagnosis Glaukoma
Skrining glaukoma biasanya dilakukan anamnesa dan serangkaian
pemeriksaan mata yang lengkap oleh seorang dokter spesialis mata. Prosedur
pemeriksaan glaukoma meliputi dua hal yakni struktural dan fungsional. Secara
struktural bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan glukomatous pada
anatomi mata, sedangkan secara fungsional bertujuan untuk mengevaluasi
kelainan fungsi mata yang ditimbulkan oleh glaukoma13.
1. Anamnesa dan gejala klinis :
o Glaukoma akut/ glaukoma sudut tertutup :
- Sakit mata yang hebat.
- Penglihatan kabur.
- Penglihatan tidak jelas dan terdapat tanda halo (bulatan cahaya
pada sekeliling cahaya lampu).
- Mata merah, keras, dan sensitif.
- Pupil membesar.
- Terasa sakit pada dahi atau kepala.
- Pusing, mual, dan muntah7.
o Glaukoma kronis/ glaukoma sudut terbuka
- Biasanya asimptomatis.
- Penglihatan menurun perlahan-lahan. Biasanya pasien sering
menukar kacamata namun, tidak ada yang sesuai.
- Penglihatan berkabut.
- Sakit kepala minimal namun berkepanjangan.
- Melihat warna pelangi di sekeliling sinar lampu7.
2. Tes pemeriksaan mata meliputi :
o Tekanan Bola Mata : Tonometri ialah istilah generik untuk mengukur TIO.
Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi
Goldmann. Selain itu,terdapat pula tonometri Schiotz dan teknik digital.
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-24 mHg 6.
o Penilaian Sudut Bola Mata : Gonioskopi adalah metode pemeriksaan
anatomi angulus iridokornealis (sudut kamera okuli anterior) dengan
pemeriksaan binokuler dan sebuah goniolens khusus. Goniolens memiliki
cermin khusus yang dapat membentuk sudut sedemikian rupa sehingga
menghasilkan garis pandangan pararel dengan permukaan iris dan
diarahkan ke perifer ke arah cerukan sudut kamera okuli anterior, dimana
dapat divisualisasikan struktur cerukan sudut ini yang dapat bervariasi
anatomi, pigmentasi, dan lebar muaranya, yang semuanya dapat
mempengaruhi drainase humor akueus dan relevan untuk diagnosis
glaukoma. Metode pemeriksaan dengan gonioskopi memiliki tiga tujuan
sebagai berikut 6,14 :
(1) Mengidentifikasi abnormalitas struktur sudut kamera okuli anterior,
(2) Memperkirakan lebar sudut kamera okuli anterior, dan
(3) Memvisualisasikan sudut kamera okuli anterior selama prosedur-
prosedur pembedahan misalnya trabekulopasti dengan laser argon dan
goniotomi.
Apabila keseluruhan jalinan trabekular, taji sclera, dan prosessus
iris dapat terlihat maka sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis
Schwalbe atau sebagian kecil dari jalinan trabekular yang dapat terlihat
maka sudut dikatakan sempit Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, maka
sudut dinyatakan tertutup 6.
o Penilaian Diskus Optikus : Funduskopi untuk menilai pembesaran
cekungan diskus optikus. Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran
konsentrik cekungan optik yang diikuti oleh pencekungan superior dan
inferior dan disertai pentakikan fokal tepi diskus optikus. Adanya atrofi
glaukomatosa ditandai oleh penongkatan TIO yang signifikan, rasio
cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri bermakna
antara kedua mata. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah
yang disebut cekungan ”bean-pot” dimana tidak didapatkan jaringan saraf
di bagian tepi 6.
o Pachymetri digunakan untuk mengukur ketebalan kornea. Selain itu,
pachymetri kornea juga dipakai untuk mengkalibrasi TIO pada pasien
dengan kornea yang tebal yang telah tercatat, karena kornea yang tebal
cenderung memberikan hasil penmbacaan TIO yang tinggi13.
o Pemeriksaan lapangan pandang memakai layar singgung, perimeter
Golmann, Friedmann field analyzer, dan perimeter otomatis. Gangguan
lapangan pandang akbat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan
pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya
bintik buta6.
o
Pemeriksaan pelengkap lainnya seperti Diurnal Intraocular Presure (IOP)
Fluctuation, Stereo Photography of Optic Disc, Confoccal Scanning Laser
Opthalmoscopy (heidelberg Retinal Tomograph-HRT), Scanning Laser
Plarimetry (SLP), dan Optical Coherence Tomography (OCT)15.
Diagnosa serangan glaukoma akut yang terjadi pada pasien ini adalah
berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan oftalmologis. Serangan glaukoma
akut ini timbul akibat adanya sumbatan tiba-tiba pada aliran keluar humor aqueus
sehingga meningkatkan TIO secara mendadak. Tanda-tanda utama terjadinya
glaukoma sudut tertutup akut adalah timbulnya rasa sakit yang hebat pada mata
yang terkena disertai dengan rasa sakit yang menjalar pada dahi atau kepala,
turunnya tajam penglihatan secara drastis, mual, dan muntah serta penglihatan
kabur yang sering dideskripsikan sebagai melihat warna pelangi disekeliling
cahaya lampu (halo sign atau circular rainbows) maupun hampir tidak dapat
melihat sama sekali pada mata yang terkena. Rasa sakit dapat terlokalisir hanya
disekitar mata atau juga dapat dirasakan sebagai sakit kepala atau pusing7, 26.
Berdasarkan hasil anamnesa, pasien ini merasakan rasa sakit yang timbul secara
tiba-tiba pada mata kanannya beberapa jam sepulang dari kunjungannya berobat
ke poliklinik Mata, diikuti dengan penglihatan sebelah kanan terasa semakin
kabur, kepala terasa cekot-cekot terus-menerus hingga separuh kepala belakang
dan keluhan pusing disertai mual-mual. Pasien juga mengeluh kelopak mata
sebelah kanan membengkak dan mengeluarkan air mata terus-menerus. Tidak
didapatkan keluhan melihat pelangi disekeliling cahaya lampu maupun muntah.
Dari tanda-tanda tersebut sudah mengarah pada dugaan terjadinya serangan
glaukoma sudut tertutup akut.
Sehari sebelumnya, pasien ini mengunjungi poliklinik Mata RSSA untuk
memeriksakan penglihatannya. Pasien merasa dalam 1 tahun belakangan ini,
kedua matanya kabur bila digunakan untuk melihat terutama pada mata sebelah
kanan. Pasien merasa seperi ada kabut yang menutupi kedua matanya, namun
tidak didapatkan keluhan mata lainnya. Oleh dokter poli, pasien didiagnosa
menderita katarak sehingga diperlukan pemeriksaan untuk memastikan jenis
kataraknya. Kedua pupil mata dilebarkan menggunakan obat midriatikum untuk
mengetahui luas, tebal, dan lokasi kekeruhan lensa. Hasil TIO sebelum diberikan
midriatikum adalah ODS 5/5,5 yang bila dikonversi menjadi 17,3 mmHg.
Pemeriksaan TIO sebelum diberi midriatikum sangatlah penting, mengingat usia
pasien diatas 50 tahun karena usia diatas 40 tahun mempunyai faktor resiko
timbulnya glaukoma. Apalagi bila ditambah dengan pemberian obat tetes mata
simpatomimetik seperti phenyleprine 10% (efrisel), yang fungsinya untuk
meregangkan iris dan mendilatasi pupil dimana pemberian obat-obatan yang
melebarkan pupil merupakan faktor pencetus glaukoma sudut tertutup akut 6,26.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
kesakitan, kesadaran compos mentis dan hasil pengukuran tekanan darah sistole
dan diastole saat itu adalah 170/90 mmHg. Dari status oftalmologis diperoleh
tajam penglihatan mata kanan 0,5/60 dan mata kiri 5/12. Posisi kedua bola mata
ortoforia dan gerak kedua bola mata normal. Palpebra sebelah kanan tampak
membengkak dan spasme. Didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan injeksi
perikorneal yang hebat pada mata kanan. Kornea mata kanan pasien tampak
edema. Kamera okuli anterior kanan dangkal. Iris mata kanan masih terlihat
radikular line, namun pupil tampak berdiameter 4 mm (mid-dilatasi) dan refleks
cahaya negatif. Lensa mata kanan tampak keruh merata. Sedangkan hasil
pemeriksaan TIO dengan menggunakan tonometer Schiotz menunjukkan 0/5,5
kemudian diulang dengan memberikan beban 10 sehingga menjadi 0/10.
Kemudian pemeriksaan TIO ini dilanjutkan dengan memakai tonometer aplanasi
dan hasil TIO sebelah kanan adalah 70 mmHg sedangkan sebelah kiri 20 mmHg.
Pemeriksaan mata sebelah kiri menunjukkan adanya kekeruhan yang tidak merata
pada lensa, sedangkan bagian lain dalam batas normal.
Melalui pemeriksaan gonioskopi, diperoleh hasil mata kiri memiliki sudut
mata derajat I dan II. Sistem shaffer mendeskripsikan sudut antara jalinan
trabekular dan iris menjadi 4 derajat. Derajat I berarti sudut di antara iris dan
permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 10°. Pada kondisi tersebut, sudut
tertutup dapat terjadi. Sedangkan derajat II berarti sudut di antara iris dan
permukaan jalinan trabekular adalah sebesar 20°. Pada kondisi tersebut, sudut
tertutup kemungkinan dapat terjadi25. Dari hasil pemeriksaan slit lamp, ditemukan
katarak matur pada mata kanan sedangkan mata kiri adalah katarak imatur. Pada
dasarnya, salah satu komplikasi adanya katarak adalah glaukoma melalui
patogenesa glaukoma fakolitik maupun glaukoma fakomorfik. Tetapi, selama satu
tahun ini tidak didapatkan keluhan yang mengarah pada gejala glaukoma seperti
rasa sakit pada mata yang terkena yang menjalar hingga ke bagian dahi maupun
kepala, penyempitan lapang pandang, pusing, mual maupun muntah. Namun,
serangan glaukoma sudut tertutup yang terjadi secara tiba-tiba terinduksi oleh
pemberian obat pelebar pupil (midriatikum) terutama pada pasien-pasien yang
secara anatomi memang memiliki sudut mata sempit melalui mekanisme
hambatan pupil (pupillary block)26.
Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan
di bidang mata sehingga pasien harus di-MRS kan. Pengobatan harus segera
dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan tekanan bola mata dengan
memberikan obat topikal dan sistemik. Bila tekanan sudah menjadi normal dan
mata sudah dalam keadaan tenang maka pada glaukoma sudut tertutup akut
29
dilakukan pembedahan sesuai dengan penyebabnya . Jika pasien tidak terlalu
mual, pengobatan oral dapat diberikan. Pengobatan oral terdiri dari asetazolamid
500 mg, dan hiperosmotik oral yaitu larutan gliserol 50% (1,5 g/kgBB) atau
larutan isosorbid 45% (1,5 g/kgBB). Setelah 2 sampai 3 jam diterapi secara
intensif, pasien kemudian dievaluasi. Jika mata berespon dengan terapi, tekanan
intraokuli turun, pupil menjadi miotik, dan sudut terbuka, maka terapi dengan obat
miotik dapat dilanjutkan. Mata sebelahnya yang tidak mengalami serangan akut,
karena juga mempunyai sudut sempit diberikan miotika untuk mencegah serangan
akut. Jika situasi tetap stabil dengan tidak terjadi serangan maka operasi dapat
direncanakan pada 2-3 hari berikutnya26. Pasien ini telah diberikan obat-obatan
yang sifatnya menurunkan TIO melalui supresi sekresi humor aqueus (timolol
0,5%), inhibitor karbonat anhidrase (diamox), serta penurun volume bola mata
(gliserin). Selain itu, juga diberikan obat penghilang rasa sakit berupa asam
mefenamat 500 mg sebanyak tiga kali sehari.
Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata yang mengalami
serangan akut setelah TIO stabil, karena pada suatu saat mata ini akan mengalami
serangan kembali. Terapi definitif untuk glaukoma jenis ini adalah katarak
ekstraksi, Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) dengan implan intraocular
lense (IOL) 28, 29. Pasien ini telah direncanakan untuk dilakukan ekstraksi katarak
dengan metode ECCE dan implan IOL pada tanggal 12 November 2007 dengan
lokal anestesi.
Prognosa penyakit katarak pada pasien ini pada dasarnya adalah dubia ad
bonam, karena bila dilakukan ekstraksi katarak dan pemberian implan IOL maka
sekitar 95% tindakan operasi akan menghasilkan perbaikan penglihatan apabila
tidak terdapat gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata
lainnya. Namun, timbulnya glaukoma sudut tertutup akut yang terinduksi oleh
pemberian obat midriatikum membuat prognosa penyakit mata pada kasus ini
menjadi buruk.
BAB V
PENUTUP