Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hampir semua orang pernah mengalami demam, ada yang cuma demam

ringan dan ada yang sampai demamnya tinggi sekali. Demam merupakan

keadaaan yang sering di temui sehari-hari dalam kehidupan terutama pada anak

yang tubuhnya masih rentan terhadap penyakit. Ada hal-hal yang harus

mendapat perhatian khusus sehubungan dengan demam pada anak di masa

tumbuh kembang nya, yaitu anak dengan kejang demam. Anak yang kejang

demam merupakan masalah penting yang harus di ketahui untuk melakukan

tindakan yang tepat jika terjadi, agar tidak membawa dampak yang serius

(Lusia, 2015).

WHO memperkirakan terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang

demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari

400 anak berusia 1 bulan - 13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami

kejang demam sekitar 77% (WHO, 2013 dalam Untari 2015).

Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-5% dari

jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.

Namun di Asia angka kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang

dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam, 5-10% di India, dan 14% di

Guam (Hernal, 2010). Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan-13
2

tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77%

(WHO, 2013).

Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA Hampir 1,5 juta, dan

sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak

pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai

negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka kejadian Kejang

demam per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-10% dan di Jepang 8,8%.

Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang 15 menit, fokal

atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali

dalam 24 jam) (Arifuddin, 2016).

Angka kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih tinggi dan

sekitar 80% - 90% dari seluruh kejang demam sederhana. Hasil rekam medis

Rumah sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2008 -2010, terdapat

86 pasien dengan kejang 41 (47,7%) pasien diantaranya mengalami kejang

berulang (Arifuddin, 2016).

Kejadian kejang demam di Indonesia disebutkan terjadi pada 2-5% anak

berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami

kejang demam berulang. Di Indonesia khususnya didaerah tegal, jawa tengah

tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang demam, dari 62 kasus

penderita kejang demam (Kuncoro, 2009).

Angka kejadian kejang demam di Indonesia dalam jumlah persentase

yang cukup seimbang dengan negara lain. Disini kejang demam dilaporkan di

Indonesia mencapai 2% sampai 4% dari tahun 2005 sampai 2006. Untuk


3

provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2013 mencapai 2% sampai 3 %. Berdasarkan

data yang dimiliki oleh Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Surakarta, angka

kejadian di wilayah Jawa Tengah sekitar 2 % sampai 5% pada anak usia 6 bulan

sampai 5 tahun setiap tahunnya (Iksan, 2011).

Menurut Riyadi, 2013 kondisi yang menyebabkan kejang demam antara

lain : infeksi yang mengenai jaringan ektrakranial seperti tonsilitis, ototis media

akut, bronkitis. Adapun menurut IDAI, 2013 penyebab terjadinya kejang

demam, antara lain : obat-obatan, ketidakseimbangan kimiawi seperti

hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis, demam, patologis otak, eklampsia

(ibu yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum) (IDAI, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bethune et al di Halifax, Nova

Scosia, Canada mengemukakan bahwa 17% kejadian kejang demam

dipengaruhi oleh faktor keturunan. Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Talebian dan Mohammadi yang memperoleh hasil bahwa

sebesar 42,1% kejadian kejang demam pada bayi disebabkan oleh riwayat

keluarga yang juga positif kejang demam Mohammadi MD, 2006 dalam

(Arifuddin,2016).

Menurut Penelitian Kurnia (2014) “Analisis Perbedaan Faktor – Faktor

Pada Kejang Demam Pertama dengan Kejang Demam Berulang Pada Balita di

RSPI Puri Indah Jakarta”, menyebutkan kasus kejang demam yang terjadi di

Indonesia seperti di RSPI Puri Indah Jakarta terjadi peningkatan angka kejang

demam pada anak sebesar ± 6 kali lipat pada Januari – Juni 2014 dibandingkan
4

pada tahun 2008, total anak dengan kejang demam ada sebanyak 135 anak

dengan kejang demam. Pada penelitian Gunawan, dkk (2012).

Menurut buku tahunan ruang anak RSUD Pariaman tahun 2018, tercatat

36 kasus kejang demam simpleks yaitu pada bulan Januari 5 kasus, Februari 5

kasus, Maret 12 kasus dan April sebanyak 14 kasus demam kejang simpleks.

Namun pada bulan Juni, demam kejang tidak tercatat ke dalam data sepuluh

penyakit teratas yang ada di ruang anak RSUD Pariaman pada tahun 2018

silam. Kemudian pada bulan Juli demam kejang kembali tercatat sebanyak 19

kasus, pada bulan Agustus tercatat 10 kasus, bulan September tercatat 9,

November tercatat 14 kasus dan Desember tercata ada 6 kasus. Dan kejang

demam berada di urutan ke dua terbanyak sebagai kasus diagnose pasien anak

terbanyak yang ada di ruang anak RSUD Pariaman pada tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka

dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Asuhan Keperawatan

dengan Kejang demam di Ruang Anak RSUD Pariaman tahun 2019.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mampu melakukan Asuhan Keperawatan dengan Kejang Demam Di

Ruang Anak RSUD Pariaman tahun 2019.


5

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan Kejang Demam pada

An. A Di Ruang Anak RSUD Pariaman tahun 2019.

2) Mampu menyusun intervensi keperawatan dengan Kejang Demam pada

An.A di ruang anak RSUD Pariaman tahun 2019.

3) Mampu melakukan implementasi keperawatan dengan Kejang Demam pada

An.A di ruang anak RSUD Pariaman tahun 2019.

4) Mampu melakukan evaluasi keperawatan dengan Kejang Demam pada An.A

di ruang anak RSUD Pariaman tahun 2019.

5) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan Kejang Demam pada

An.A di ruang anak RSUD Pariaman tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai sumber data dan informasi untuk mengetahui asuhan

keperawatan pada An. A dengan Kejang Demam di ruang anak RSUD

Pariaman.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan acuan dan bacaan tentang kejadian Kejang Demam di

ruang anak RSUD Pariaman.


6

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi, bacaan dan pengarahan bagi peneliti keperawatan dan

dapat digunakan sebagai tambahan ilmu dan dasar untuk melakukan penelitian

lebih lanjut.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya membahas tentang asuhan keperawatan pada An. A

dengan Kejang Demam di ruang anak RSUD Pariaman tahun 2019.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi

Demam merupakan bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang

terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam

tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering

terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam (Ngastiyah,

2012).

Kejang demam atau Febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang

terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38˚C) yang disebabkan

oleh proses ekstranium. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu

badan tinggi. Suhu badan tinggi ini karena kelainan ekstrakranial (Lestari,

2016).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan

suhu tubuh dengan cepat sehingga >38 derajat Celsius, dan kenaikan suhu

tersebut diakibatkan oleh proses ekstrakranial. Perlu diperhatikan bahwa

demam harus mendahului kejang. Umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 6

tahun, puncaknya pada usia 14-18 bulan (Chris Tanto dkk., 2014). Secara

klinis, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam

sederhana dan kejang demam kompleks (Janet dkk., 2013).


8

Kejang Demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering

ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4

tahun. Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang

terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan

neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang

sekitar 4% anak. Pada setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda,

hal ini tergantung dari tinggi serta rendahnya ambang kejang seorang anak.

Anak dengan kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38ºC, tetapi pada

anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan terjadi pada suhu

40ºC atau bahkan lebih (Sodikin, 2012).

2.1.2 Anatomi Otak & Fisiologi

1. Anatomi Otak
9

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan

pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang

terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput

otak yang kuat.

Bagian-bagian otak :

1) Hipotalamus

Merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak di

bawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler

hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada

anterior dan inferior talamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem

syaraf autonom juga bekerja dengan hipofisis untuk mempertahankan

keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui

peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi

hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusatlapar dan

mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku

agresif dan seksual dan pusat respon emosional.

2) Talamus

Berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas

primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua

impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.

3) Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang

berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini bertugas

mengirim impulsnyeri dan temperatur ke talamus dan kortek serebri.


10

4) Kelenjar Hipofisis

Dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah hormon dan

fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis merupakan bagian otak yang

tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa.

5) Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik

tersebut akan menghambat nafsu makan

6) Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme aferen

yang terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan

keempat hipotesisitu tidak ada hubungannya satu dengan yang lain.

2. Fisiologi

Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan

untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

1) Pirogen Endogen

Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh

pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin

kedalam hipotalamus menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik

aspirin bekerja langsung pada hipotalamus, dan aspirin menghambat

sintesis prostaglandin.

2) Pengaturan Suhu

Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi

makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam metabolisme

basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran)

dan penguapan air disaluran nafas dan kulit.


11

Keseimbangan pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu

tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu

dank arena sistem enzim dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang

sempit agar berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu

yang relatif konstan.

2.1.3 Etiologi

Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu :

1. Faktor genetika

Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam

25-50 % anak yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang

pernah mengalami kejang demam sekurang- kurangnya sekali.

2. Infeksi

• Bakteri : Penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis

(radang tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi

telinga).

• Virus : Varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus penyebab

demam berdarah ).

3. Demam

Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu

sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi.


12

4. Gangguan metabolisme

Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien

dengan riwayat diare sebelumnya.

5. Trauma

2.1.4 Klasifikasi Kejang

Klasifikasi Kejang Demam menurut Widodo (2011) yaitu :

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) Ciri dari kejang ini adalah

• Kejang berlangsung singkat

• Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

• Tanpa gerakan fokal

• Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) Ciri dari kejang ini

adalah :

• Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit

• Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang

parsial

• Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam


13

2.1.5 Patofisiologi

Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar krnial seperti tonsillitis, ositis,

ositis media akut, bronkiti penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat

toksik. Toksik yang dihasilhan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh

tubuh melalui hematogen maupun limfogen.

Penyebab toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus

dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda sebagai tanda

tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di

hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu tubuh dibagian yang lain seperti

otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi.

Naiknya suhu di hipotalamus, otot kulit, dan jaringan tubuh yang lain

akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin,

pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi

pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion

natrium, ion kalium dengan cepat dari luar deplorasi neuron dengan cepat

sehingga timbul kejang (Sujono, dan Sukarmin, 2009).


14

PATHWAY

Infeksi mikroorganisme, infeksi bakteri  ISPA

MK : Ketidakefektifan
Peningkatan sputum  bersihan jalan nafas

Toksik mikroorganisme menyebar secara hematogen (darah)


dan limfogen (kelenjar getah bening)

Kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain

MK : Hipertermi

Pelepasan Mediator Kimia Oleh Neuron seperti Proses penyakit


prostaglandin (zat kimia menyerupai hormon),
epinefrin (hormon utama)
MK : Kurang pengetahuan
Peningkatan potensial membran

Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium


MK : Resiko demam
kedalam sel neuro dengan cepat
kejang berulang

Kejang

Fase depolarisasi neuro dan otot


dengan cepat

Penurunan respon jaringan dari luar bronkus

MK : Resiko Cidera

(Sujono, dan Sukarmin, 2009).


15

2.1.7 Manifestasi Klinik

Kebanyakan kejang demam sederhana berlangsung singkat, bilateral,

serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri.

Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi

setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa

adanya kelainan saraf (Paul R.dkk., 2010).

Tanda dan gejala dari kejang demam menurut Wulandari dan Erawati

(2016) yaitu :

 Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3- 4%

 Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak laki-laki

 Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di

luar susunan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis, dan sebagainya

 Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik

 Takikardi pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 per menit

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi kejang demam menurut (Waskitho, 2013 dalam Wulandari

& Erawati, 2016) yaitu :

 Kerusakan neurotransmitter

Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat

meluas ke seluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan

pada neuron.
16

 Epilepsi

Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat

serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian

hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.

 Kelainan anatomis di otak

Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan

kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4 bulan -

5 tahun.

 Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.

 Kemungkinan mengalami kematian

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Widodo (2011) pemeriksaan penunjang kejang demam yaitu :

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, teteapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi

disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan, misalnya

darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi

D).
17

2. Fungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

meningkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis

batrerialis adalah 0,6 % - 6,7 %.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau

menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.

Oleh karena itu, fungsi lumbal dianjurkan pada :

 Bayi (kurang dari 12 bulan) sangat dianjurkan dilakukan

 Bayi 12-18 bulan dianjurkan

 Anak umur >18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara

klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal

3. Elektroensefalografi.

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy

pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidk direkomendasikan (level

II2, rekomendasi E). Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan

kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada

anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

4. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,

tidak rutin, dan hanya atas indikasi, seperti :


18

 Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)

 Paresis nervus VI

 Papilledema

Sedangkan menurut Pudiastuti (2011) pemeriksaan penunjang kejang

demam yaitu :

a. EEG

EEG (electroencephalogram) adalah pemeriksaan gelombang

otakuntuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak

dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali

tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Walaupun dapat diperoleh

gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran

tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam

atau risiko epilepsy.

b. Fungsi Lumbal

Fungsi lumbal merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dank

anal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan

meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada

bayi (usia <12 bulan ) karena gejala dan tanda meningitis pada bayimengkin

sangat minimal atau tidak tampak. Pada anak dengan usia >18 bulan, fungsi

lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada

riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi system saraf pusat.

c. Neuroimaging
19

Pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI

kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru

terjadi untuk pertama kalinya.

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber

demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi

pemeriksaan darah ruti, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau

gula darah.

2.1.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kejang demam menurut (Ngastiyah, 2014) yaitu :

a. Penatalaksanaan medis

Bila pasien datang dalam keadaan kejang, obat pilihan utama yaitu

diazepam untuk memberantas kejang secepat mungkin yang diberikan secara

intravena.

Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis

20-30 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaliknya glukortikoid

misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam.

b. Penatalaksanaan keperawatan

a) Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan.

b) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien.

c) Lepaskan pakaian yang menganggu pernapasan.


20

d) Jangan memasang sudip lidah (tongue spatel), karena risiko lidah tergigit

kecil. Sudip lidah dapat membatasi jalan napas.

e) Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat.

f) Pemberian oksigen untuk mencukupi perfusi jaringan.

g) Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.

2.1.11 Penanggulangan Kejang

Penanggulangan Anak Yang Terkena Kejang :

1. Bersihkan jalan napas dengan tongue spatel atau sendok yang dilapisi kain

agar lidah tidak tergigit, caranya dengan menekan lidah kea rah bawah agar

tidak menutupi mulut sehingga anak bisa bernapas.

2. Jangan memasukkan benda yang mudah patah termasuk jari kita karena

dapat terluka dan darahnya dapat terisap masuk ke paru-paru. Jangan pula

memberi anak makanan atau minuman apapun sebelum anak sadar betul.

3. Longgarkan pakaian, miringkan kepala ke satu sisi untuk mencegah aspirasi

asam lambung.

4. Atur tempat tidur, jangan sampai anak terjatuh atau terbentur saat kejang.

5. Jika anak dibawa ke rumah sakit, akan diberikan bantuan oksigen.

6. Turunkan suhu tubuh anak dengan memberikan kompres dan obat penurunan

panas.

Untuk mencegah anak kembali kejang, usahakan suhu tubuh anak

sesegera mungkin turun dan cegah agar suhu tidak naik lagi. Jika suhu tidak

kunjung turun, segera bawa anak ke rumah sakit untuk perawatan lebih
21

lanjut. Untuk perawatan selanjutnya di rumah, mintalah atau beli obat

penurun panas dan obat anti kejang untuk persediaan di rumah.

Kejang demam lebih sering terjadi pada anak gemuk ( Berat Badan

lebih ), karena pada saat panas, kulit anak yang gemuk jika diraba tidak akan

terasa panas. Padahal jika diukur dengan thermometer, panasnya bisa lebih

dari 37ºC. penyebabnya adalah berkurangnya hantaran panas ke kulit karena

terhadang oleh tumpukan lemak. Orang tua yang memiliki anak berbadan

gemuk kadang-kadang tidak mengetahui jika anaknya panas. Biasanya orang

tua tersebut baru tahu saat panas sang anak sudah tinggi dengan gejala wajah

memerah, pusing, lemas, denyut nadi meningkat dan kejang.

Tentu saja ini merupakan kondisi yang sudah terlambat, oleh karena

itu sebaiknya orang tua yang memiliki anak berbadan gemuk cepat tanggap

jika melihat sanh anak kurang enak badan dan segera melakukan pengukuran

suhu dengan thermometer.

2.1.12 Perawatan Lanjutan Kejang

Jika kejang masih berlanjut, lakukan :

1. Pemberian diazepam 0.3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit

dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam

habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang

lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau

pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau 10


22

mg (BB≥10kg), bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit

kemudian.

2. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital

diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30

mg, bayi 1 bulan - 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara

intramuscular. Empat jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat.

Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,

untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.

Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah

membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari.

Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran dan depresi

pernapasan.

3. Bila kejang tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20

mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit.

4. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl

fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

5. Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang

perawatan intensif dengan thiopentone, dan alat bantu pernafasan.


23

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan

jam MRS, nomor register, diagnose medis.

2. Keluhan utama

Biasanya keluarga / ibu klien mengatakan klien sudah mengalami

batuk dan pilek selama kurang lebih 1 minggu, kejang sampai 6 kali selama

10 menit dan suhu tubuhnya panas mencapai 38,8ºC.

3. Riwayat penyakit sekarang

Keluarga / ibu klien membawa klien dengan keluhan klien demam

tinggi dan disertai kejang sebanyak 6 kali, diikuti suhu tubuh yang tinggi

kurang lebih 1,5 jam dan klien dibawa ke rumah sakit dalam keadaan lemah.

4. Riwayat penyakit dahulu

Menurut keterangan keluarga klien belum pernah menderita penyakit

kejang seperti ini, biasanya cuma demam dan sembuh setelah minum obat

turun panas dari Puskesmas atau dokter praktek terdekat.

5. Riwayat penyakit keluarga

Keluarga klien tidak ada riwayat kejang, hipertermi dan stroke.
24

6. Pengkajian Fokus

1) Aktifitas dan istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas atau

bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau orang terdekat atau

pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.

Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter atau

kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

2) Sirkulasi

Gejala : Ikfal, hiperfensi, peningkatan nadi, sianosis

Postiktal : tanda-tanda fital normal atau depresi dengan penurunan nadi

dan pernafasan

3) Eliminasi

Gejala : inkontinensia episodic

Tanda : Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus spingfer

Postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik

urin atau Fekal)

4) Makanan dan Cairan

Gejala : sensivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang

berhubungan dengan efektifitas kejang

Tanda : kerusakan jaringan atau gigi (cidera selama kejang)

5) Nyeri atau kenyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal


25

Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot,

tingkah laku distraksi atau gelisah

6) Pernafasan

Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau cepat

peningkatan sekresi mucus.

7) Keamanan

Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur

Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan kekuatan

atau tonus otot secara menyeluruh.

7. Pemeriksaan fisik.

1) B1 (breath) : keadaaan umum tampak lemah, tampak peningkatan

frekuensi nafas sampai terjadi gagal nafas. Dapat terjadi sumbatan jalan

nafas akibat penumpukan secret

2) B2 (blood) : TD normal, nadi, kemungkinan terjadi gangguan

hemodinamik

3) B3 (brain) : kesadaran compos mentis sampai koma

4) B4 (bladder) : monitor produksi urin dan warnanya

5) B5 (bowel) : inspeksi : tampak normal, auskultasi,: terdengar suara nafas,

bising usus normal, palpasi: turgor kulit normal, perkusi: tidak ada

distensi

6) B6 (bone) : pada kasus kejang demam tidak ditemukan kelainan tulang,

akan tetapi saat kejang berlangsung akan terdapat beberapa otot yang

mengalami kejang.
26

8. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

a. Darah lengkap

b. Urine lengkap

c. Serum lengkap

2) EEG : didapatkan gelombang abnormal berapa gelombang-gelombang

lambat fokal bervoltasi tinggi, kenaikan aktivitas delta relatif dengan

gelombang tajam

3) CT Scan : menunjukkan adanya lesi pada daerah kepala.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (Sujono, dan Sukarmin, 2009) :

1. Hipertermi b/d kenaikan suhu tubuh

2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sputum

3. Resiko demam kejang berulang b/d kenaikan suhu tubuh

4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi

5. Resiko cidera b/d reaksi kejang


27

2.2.3 Intervensi

No Diagnosa NOC NIC


1. Hipertermi b/d Thermogulation Fever treatment
kenaikan suhu kriteria hasil : - Monitor suhu sesering mungkin
tubuh - Suhu tubuh dalam - Monitor warna dan turgor kulit
rentang normal - Kolaborasi pemberian cairan IV
- Monitor suhu minimal tiap 2
jam
- Kompres dengan air hangat
2. Ketidak • Respiratory status : Airway suction
efektifan Ventilation - Auskultasi suara nafas sebelum
bersihan jalan • Respiratory status : dan sesudah suctioning
nafas b/d Airway patency - Informasikan pada klien dan
peningkatan Kriteria Hasil : keluarga tentang suctioning
sputum - Mendemonstrasikan - Berikan O2 dengan
batuk efektif dan menggunakan nasal untuk
suara nafas yang memfasilitasi suksion
bersih nasotrakeal
- Menunjukkan jalan - Anjurkan pasien untuk istirahat
nafas yang paten dan napas dalam setelah kateter
(klien tidak merasa dikeluarkan dan nasotrakeal
tercekik, irama - Monitor status oksigen pasien
nafas, frekuensi     Airway Management
pernafasan dalam - Buka jalan nafas, guanakan
rentang normal, teknik chin lift atau jaw thrust
tidak ada suara nafas bila perlu
abnormal) - Posisikan pasien untuk
        memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
- Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
       
3. Resiko demam Thermogulation Fever treatment
kejang kriteria Hasil : - Kompres dengan air hangat
berulang b/d - Klien tampak - Anjurkan menggunakan pakaian
kenaikan suhu nyaman yang tipis
tubuh - Vital sign dalam - Kolaborasi dengan dokter dalam
batas normal pemberian antiseptic
- Monitor IWL
- Monitor WBC, HB, HCT
28

- Monitor suhu tiap 2 jam


Vital sign monitoring
- Monitor TD, N, S, RR
- Monitor pola pernafasan
abnormal

4. Kurang Knowledge : health Teaching : disease process


pengetahuan behavior - Berikan penilaian tentang proses
b/d kurang Kriteria Hasil : penyakit yang spesifik
informasi - Keluarga - Gambarkan tanda dan gejala
mengatakan paham yang biasa muncul pada
dengan penyakit penyakit
anaknya - Gambarkan proses penyakit
- Keluarga mampu dengan cepat
melaksanakan - Sediakan informasi pada pasien
prosedur yang tentang kondisi dengan cara
dijelaskan secara yang tepat
benar - Instruksikan pasien mengenai
- Keluarga mampu tanda dan gejala untuk
menjelaskan apa melaporkan pada pemberi
yang dijelaskan oleh perawatan kesehatan dengan
perawat / tim cara yang tepat.
keshatan lainnya

5. Resiko Risk Kontrol Manajemen lingkungan


cedera b/d Immune status - Sediakan lingkungan yang aman
reaksi kejang Kriteria Hasil : untuk pasien
- Keluarga eterbebas - Identifikasi kebutuhan
dari cedera keamanan pasien, sesuai dengan
- Keluarga mampu kondisi fisik dan fungsi kognitif
menjelaskan cara/ pasien dan riwayat penyakit
metode untuk terdahulu pasien
mencegah cedera - Menghindarkan lingkungan
- Keluarga mampu yang berbahaya (misalnya
menjelaskan factor memindahkan perabotan)
risiko dari - Memasang side rail tempat tidur
lingkungan / - Menyediakan tempat tidur yang
perilaku personal nyaman dan bersih
- Mampu - Menempatkan saklar lampu
memodifikasi gaya ditempat yang mudah dijangkau
hidup pasien
- Membatasi pengunjung
- Memberikan penerangan yang
cukup
29

- Menganjurkan keluarga untuk


meneman pasien
- Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
- Memindahkan barang-barang
yang dapa membahayakan.

2.2.4 Implementasi

Impelementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat

memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien

(Potter & Perry, 2009).

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan

perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil

meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2009).

S : Informasi / keluhan yang didapatkan dari pasien atau keluarga

O : Data yang didapatkan dari hasil pengkajin dan hasil labor yang

didapatkan oleh perawat dan petugas kesehatan lainnya

A : Analisa dan interprestasi berdasarkan data yang terkumpul, kemudian

dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau

masalah potensial serta perlu tidaknya dilakukan segera.


30

P : Planning (perencanaan) merupakan rencana dari tindakan yang akan

diberikan, termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau

laboratorium, serta konseling untuk tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai