Anda di halaman 1dari 22

← ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN ANEMIA PEMBULUH

DARAH PERIFER
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEKOMPENSASI KORDIS
(GAGAL JANTUNG) →

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN HIPERTENSI
Posted on September 1, 2018 by samoke2012

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan masalah kesehatan public utama di seluruh dunia dan merupakan faktor
risiko penyakit kardiovskular tersering, serta belum terkontrol optimal diseluruh dunia.Namun,
hipertensi dapat dicegah dan penanganan dengan efektif dapat menurunkan risiko stroke dan
serangan jantung. Hipertensi berdasarkan criteria JNC 2, didefinisikan sebagai kondisi dimana
tekanan darah sistolik lebih dari atau sama 140 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih daari
atau sama dengan 90 mmHg .hipertensi mengakbatkan pada ½ penyakit janrung koroner dan
sekitar 2/3 penyakit sarebrovaskular. Banyak masalah penyakit kardiovaskular sekarang terjadi
di negara berpendapatan rendah sampai menangah.Negara-negara ini berjuang menghadapi
penyakit kardiovaskular terkait kemiskinan dan infeksi seperti penyakit jantung rematik, fibrosis
endomiokardial, infeksi human imundeficiency virus (HIV), perikarditis tuberkolosis, dan
penyakit chagas.Kombinasis dan keterbatasan ekonomi, sumber daya, dan tumpang tindih
beberapa penyakit membebani kemampuan untuk menangani faktor risiko tidak menular dan
penyakit terkait.Delapan puluh persen kematian kardiovaskuler seluruh dunia terjadi di negara
penghasilan rendah sampai menengah dan dalam perbandingan dengan negara penghasilan
tinggi, kematian ini (stroke dan infark miokard akut) terjadi diusia lebih muda, berdampak pada
keluarga dan tenaga kerja. Diperkirakan bentuk tidak menular dari penyakit kardiovaskular akan
menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas seluruh dunia pada tahun 2020. Secara
signifikan, hipertensi sebagai keadaan yang mendahului penyakit kardiovaskular yang bisa
dimodifikasi menyebab kematian lebih banyak dibandingkan yang lain, termasuk merokok,
obesitas, dan gangguan lipid. (Pikir dkk, 2015, p. 1)

1. Batasan Masalah

Batasan masalah pada khasus hipertensi yaitu mulai dari pengertian sampai dengan asuhan
keperawatan hipertensi.

1. Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksut dengan hipertensi?
3. Apa penyebab dari hipertensi?
4. Bagaimana tanda gejala dari hipertensi?
5. Bagaimana penyebaran penyakit hipertensi?
6. Dibedakan menjadi berapa penyakit dari hipertensi?
7. Dapat terjadi komplikasi apa saja dari penyakit hipertensi?
8. Tujuan
9. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

2. Tujuan Khusus
3. Untuk mengetahui apa itu penyakit hipertensi
4. Untuk mengetahui bagaimana penyebab dari penyakit hipertensi
5. Untuk mengetahui tanda gejala dari penderita hipertensi
6. Untuk mengethui jalan penyakit dari hipertensi
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dalam khasus hipertensi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi Hipertensi

Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60 tahun ) dan tekanan sistolik ≥ 160
mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Nugroho, 2011, p. 263).

Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi batas normal. Tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg
menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi dari 90mmHg (Manurung, 2016, p. 102)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik
maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.

1. Hipertensi Primer (esensial)/ Idiopatik

Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko antara lain yaitu :

1. Merokok :Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida suatu vasokontriktor


poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga mulai
peningkatan noreprinefrin plasma dan saraf simpatetik. Efek sinergistik merokok dan
tekanan darah tinggi pada risiko kardiovaskular telah jelas. Merokok menyebabkan
aktivasi simpatetik, stress, oksidatif, dan efek vasopresor akut yang dihubungkan dengan
peningkatan marker inflamasi, yang akan mengakibatkan difungsi endotel, cedera
pembuluh darah, dan meningkatnya kekakuan pembuluh darah. Setiapbatang rokok dapat
meningkatkan tekanan darah 7/4 mmHg, perokok pasif dapat meningkatkan 30% risiko
penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan peningkatan 80% pada perokok. (Pikir
dkk, 2015, p. 8)
2. Obesitas : Obesitas terjadi paada 64% pasien hipertensi. Lemak badan mepengaruhi
kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat badan menurunkan tekanan
darah pada pasien obesitas memberikan efek menguntungkan pada faktor risiko yang
terkait, seperti resistensi insulin, diabetes mellitus, heperlipidemia, dan hipertrofi
ventrikel kiri. Penurunan tekanan darah sistolik dan distolik pada penurunan berat badan
5,1 kg adalah 4,4 dan 3,6 mmHg. Insiden obesitas lebih tinggi pada penurunan 34,4%
dibandingkan pada laki-laki 28,6%. Obesitas ,sebuah masalah kesehatan dunia, telah
diidentifikasi sebuah faktor risiko sangat penting untuk hipertensi. Individu obesitas
mempunyai risikolebih tinggi signifikan terjadinya hipertensi. Obesitas diketahui pada
hasil kombinasi disfungsi pusat makan diotak, ketidakseimbangan asuhan energy dan
pengeluaran, variasi genetic.peningkatan risiko yang sama juga juga telah diidentifikasi
untuk hipertensi, penyakiit vascular sebral dan perifer, hiperlipidemia, penyakit traktus
bilier, osteoarthiritis, dan gout. Pada obesitas, lemak visceral mengakibatkan resistensi
insulin. Akibat lanjut dari hiperinsulimenia, adalah promosi peningkatan absorbsi Na oleh
ginjal sehingga dapat terjadi hipertensi. (Pikir dkk, 2015, p. 7)
3. Alkoholisme : Konsumsi alcohol akan meningkatkan risiko hipertensi, namun
mekanismenya belum jelas, mungkin akibat meningkatnya transport kalsium kedalam sel
otot polos melalui peningkatan katekolamin plasma.terjadinya hipertensi lebih tinggi
pada peminum alcohol berat akibat dari aktivasi simpatetik. Peminum alcohol lebiih dari
dua gelas sehari akan memiliki risiko hipertensi dua kali lipat dibandingkan bukan
peminum, serta tidak optimalnya efek dari obat anti hipertensi. Pada pasien hipertensi
yang mengonsumsi alcohol disarankan kurang dari 30 ml per hari atau 40 ml etanol per
hari. (Pikir dkk, 2015, p. 8)
4. Stress :Merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang berpengaruh
terhadap kerja jantung. Stressor merupakan stimuli instrinsik atau ekstrinsik yang
menyebabkan gangguan fisiologi dan psikologi, dan dapat membahayakan kesehatan.
Walaupun data epidemiologi menunjukkan stress mental terkait dengan hipertensi,
penyakit kardiovaskular, obesitas, dan sindrom metabolic, efek stress mental pada
manusia belum dipahami sepenuhnya. Prevalensi tinggi dari hipertensi pada individu
obesitas terkait pada faktor psikososial termasuk stress kronik. Aksis hipotalamus –
hipofisi – adrenal merupakan kunci mekanisme yang menghubungkan obesitas,
hipertensi, dan stress kronis. Oleh karena itu, orang seharusnya mengurangi stress untuk
menghindari lingkaran setan stress mental, obesitas, hipertensi, dan diabetes. (Pikir dkk,
2015, p. 9)
5. Konsumsi garam : Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja ginjal
yang mengeluargkan rennin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan darah
(Haryanto & Rini, 2015, p. 39)
6. Kopi (kafein) : kopi merupakan minuman stimulant yang dikonsumsi secara luas
diseluruh dunia. Dimana kopi dapat meningkatkan secara akut teknan darah dengan
memblok reseptor vasodilatasi adenosine dan meningkatkan neropinefrin plasma. Minum
dua sampai 3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah secara akut, dengan variasi
yang luas antara individu dari ¾ mmHg sampai 15/13 mmHg. Dimana tekanan darah
akan mencapai puncak dalam satu jam dan kembali ketekanan darah dasar setelah 4 jam.
(Pikir dkk, 2015, p. 9)
7. Kontrasepsi oral : peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada kebanyakan perempuan
yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi peningkatan besar kadang teradi. Hal ini
disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatic subtran rennin dan
aktivasi sistem rennin – angiotensin – aldosteron. Kontrasepsi esterogen akan meningkat
tekanan arah 3-6/ 2-5 mmHg, sekitar lima persen perempuan yang menggunakan
kontrasepsi oral jangka panjang menunjukkan peningkatan tekanan darah diatas 140/90
mmHg. Hipertensi terkait kontrasepsi lebih sering pada perempuan diatas 35 tahun, pada
mereka yang menggunakan kontrasepsi lebih dari 5 tahun, dan individu gemuk. Jarang
terjadi pada mereka yang menggunakan tablet esterogen dosis kesil. Umumnya,
hipertensi reversible setelah penghentian kontrasepsi, tetai mungkin perlu beberapa
minggu. Esterogen pada postmenoupose umumnya tidak menyebabkan hipertensi, tetapi
tentu memelihara vasodilatasi diperantarai endotel. (Pikir dkk, 2015, p. 7)
8. Hipertensi Sekunder

Penyebabnya yaitu : dipicu oleh obat-obatan, penyakit ginjal, sindrom scushing dan hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan

1. Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama dengan
kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal
2. Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah dalam kisaran
normal tetapi juga dapat memicu hipertensi
3. Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan agen
antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan hipertensi. Begitu
juga konsumsi alcohol yang kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga dapat
meningkatkan tekanan darah
4. Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan Pheochromocytoma memiliki
hipertensi primer
5. Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid, terutama
aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias hipertensi, hipokalemia yang
tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis metabolic. Namun beberapa pasien memiliki
konsentrasi plasma kalium normal. Pravalensi aldosteronisme primer juga harus
dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten

(Pikir dkk, 2015, p. 31).

1. Penyakit renovaskular : penyakit renovaskular adalah gangguan umum, terjadi terutama


pada pasien dengan aterosklerosis
2. Sindrom Chusing : hipertensi merupakan penyebab utama morbiditas dan kemaatian pada
pasien dengan Sindrom Chusing
3. Gangguan endokrin lainnya : Hypothyrodism, hypertirodism, hiperparatiroidism, juga
dapat menyebabkan hipertensi

(Pikir dkk, 2015, p. 32)

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidah terukur

1. Gejala yang lazim

Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepalakarena
adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi dan tekanan intrakarnial
naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan hipertensi
sehingga intrakarnial naik
2. Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang
mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf simatis
sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran darah menurun sehingga suplei
O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi lemas.
3. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan krontaktilitas jantung
4. palpitasi (berdebar-debar): karena jantung memompa terlalu cepat sehingga dapat
menyebabkan berdebar-debar, Gampang marah (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

4. Patofisiologi
Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah, pada dasarnya merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi rumus dasar: tekanan darah = curah jantung x resistensi
perifer. Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi yang
merupakan hasil dari aksi pompa jantung atau yang sering disebut curah jantung (cardiac output)
dan tekanan dari arteri perifer atau sering disebut resistensi perifer.Kedua penentu primer adanya
tekanan darah tersebut masing-masing juga ditentukan oleh berbagai interaksi faktor-faktor serial
yang sangat kompleks.Berdasarkan rumus tersebut, maka peningkatan tekanan darah secara logis
dapat terjadi karena peningkatan curah jantung dan atau peningkatan resistensi
perifer.Peningkatan curah jantung dapat melalui dua mekanisme yaitu melalui peningkatan
volume cairan (preload) atau melalui peningkatan kontraktilitas karena rangsangan neural
jantung.Meskipun faktor peningkatan curah jantung terlibat dalam pemulaaan timbulnya
hipertensi, namun temuan-temuan pada penderita hipertensi kronis menunjukkan adanya
hemodinamik yang khas yaitu adanya peningkatan resistensi perifer dengan curah jantung yang
normal.

Adanya pola peningkatan curah jantung yang menyebabkan peningkatan resistensi secara
persisten, sudah diteliti pada beberapa oraang dan pada banyak hewan coba pada penelitian-
penelitian tentang hipertensi. Pada hewan coba, dengan kondisi jaringan ginjal yang berkurang,
ketika diberi penambahan volume cairan, maka tekaanan darah pada awalnya akan naik sebagai
konsekuensi tinggi curah jantung, namun dalam beberapa hari, resistensi perifer akan meningkat
dan curah jantung akan kembali ke nilai basal. Perubahan resistensi perifer tersebut
menunjukkan adanya perubahan property instrinsik dari pembuluh darah yang berfungsi untuk
mengatur aaliran darah yang terkait dengan kebutuhan metabolic dari jaringan. (Pikir dkk, 2015,
p. 17)

PATHWAY (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)

5. Klasifikasi Berat Ringan Hipertensi

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 102)

No Kategori Sistolik mmHg Distolik mmHg


1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi    
5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
7 Grade 3 (berat) 180-209 100-119

8 Grade 4 (sangat berat) >210 >120

Menurut (Haryanto & Rini, 2015, p. 38)

Tekanan darah systole Tekanan darah diastole


Kategori
(mmHg) (mmHg)
Stadium 1 (ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (sedang) 160-179 100-109
Stadium 3 (berat) 180-209 100-119
Stadium 4 (sanga
>210 >120
berat)

6. Komplikasi

Hipertensi yang dibiarkan tak tertangani, dapat mengakibatkan : (Haryanto & Rini, 2015, p. 41) :

1. Transien Iskemik Attact


2. Stroke /CVA
3. Gagal jantung
4. Gagal ginjal
5. Infark miokard
6. Disritmia jantung

Komplikasi lainnya yaitu :

1. Pecahnya pembuluh darah serebral : aliran darah keotak tidak mengalami perubahan
masing-masing pada penderita hipertensi kronis dengan mean adrenal pressure (MAP)
120-160 mmHg dan penderita hipertensi new onset dengan MAP antara 60-120 mmHg.
Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi sempit dengan batas tertinggi 125
mmHg sehingga perubahan sedikit saja dari tekanan darah akan menyebabkan asisdosis
otak yang mempercepat timbulnya edema otak.
2. Penyakit ginjal kronik : mekanisme hipertensi pada PGK melibatkan beban volume dan
vasokontriksi. Beban volume disebabkan oleh gangguan ekskresi sodium sedangkan
vasokonstriksi berkaitan dengan perubahan parenkim ginjal.
3. Penyakit jantungkoroner : ada dua mekanisme yang diajukan mengenai hubungan
hipertensi dengan peningkatan risiko terjadinya gagal jantung. Pertama, hipertensi
merupakan faktor risiko terjadinya infark miokard akut yang dapat menyebabkan
gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal jantung. Kedua, hipertensi menyebabkan
terjadi disfungsi diastolic dan meningkatkan risiko gagal jantung.
4. Stroke pendarahan subarachnoid : terjadi ketika terdapat kebocoran pembuluh darah
didekat otak, yang mengakibatkan ekstravasasi drah kedalam celah subarachnoid.
Penyebab tersering SAH adalah rupture mikroaneurisma ini tidak diketahui dan diduga
terkait kelainan bawaan. Pada penderita hipertensi terjadi penebalan lapisan intima
dinding arteri dan selanjutnya dapat meningkatkan tahanan dan elastisitas dinding
pembuluh darah. Ketika terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah maka
aneurisma akan mengalami rupture. Aneurisma dengan diameter lebih dari 10 mm akan
lebih mudah mengalami rupture.(Pikir dkk, 2015, p. 127)

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2. Pengkajian
3. Identitas
4. Jenis kelamin : Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia. Namun,
pada usia tua, risiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih besar dibandingkan dengan
perempuan obesitas dengan berat badan sama. Di Kamerun utara, pravelensi hipertensi
pada perempuan (51,7%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (48,7%). Hormone seks
berkontribusi terhadap perbedaan gender dalam control tekanan darah. 55% perempuan
hipertensi berusia >40 tahun. Hipertensi berat sebanyak 88,5%. Usia.(Pikir dkk, 2015, p.
5)
5. Usia : Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun meningkat secara cepat, pada kurang dari
30 tahun, satu dari 5 orang di Amerika Serikat akan berusia diatas 65 tahun (Spillman dan
Lubizt, 2000). Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia dan orang lanjut
usia dengan hipertensi merupakan risiko besar untuk penyakit kardiovaskuler.(Pikir dkk,
2015, p. 5)
6. Ras : orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah lebih tinggi
bila dibandingkan bukan dengan kulit hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009) dan keseluruhan
angka mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi dari pada kulit hitam. Pada multiple risk
factor intervention trial, yang melibatkan lebih dari 23.000 laki-laki kulit hitam dan
325.000 laki-laki kulit putting yang dipantau selama 10 tahun, didapatkan suatu
perbedaan rasial yang menarik: anggota mortalitas penyakit jantung koroner lebih rendah
pada laki-lak kulit hitam dengan tekanan diastolic melebihi 90 mmHg dibandingkan pada
laki-laki kulit putih.(Pikir dkk, 2015, p. 6)
7. Status kesehatan saat ini

 Keluhan Utama
Fatingue, lemah, dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi denyut
jantung, disritmia, dan takipnea. (Udjianti, 2013, hal. 108)

 Alasan masuk rumah sakit

Alasan masuk rumah sakit dikarenakan pasien memiliki keluhan lemah, sulit bernapas, dan
kesadaran menurun. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

 Riwayat penyakit sekarang

Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit kepala,
kelelahan, selah, susah nafas, mual, gelisah, kesadaran menurun, pengelihatan menjadi kabur, 
tinnitus (telinga berdenging), palpitasi (berdebar-debar), kaku kuduk, tekanan darah diatas
normal, gampang marah. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

1. Riwayat kesehatan terdahulu

 Riwayat penyakit sebelumnya

Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya.Misalnya :


klien pernah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal dan klien mengalami sakit yang sangat
berat. (Haryanto & Rini, 2015, p. 41)

 Riwayat penyakit keluarga

Hipertensi pada orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga sekitar 15-35%.Suatu
penelitian pada orang kembar, hipertensi terjadi 60% laki-laki dan 30-40% perempuan.
Hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada orang dengan riwayat
hipertensi keluarga (Pikir dkk, 2015, p. 6)

 Riwayat pengobatan

Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu Pengobatan anti
hipertensi :

 Diuretic : semua deuretik menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan ekskresi


natrium urin dan dengan mengurangi volume plasma, volume cairan ekstraseluler, dan
curah jantung. Mereka dapat menurunkan tekanan darah dengan mengurangi volume
vascular, seperti ditunjukkan dalam sebuah studi oleh Gifford dan kawan-kawan dari 25
pasien.
 Angiotensin : angiotensin II bekerja secara langsung pada dinding pembuluh dara,
menyebabkan hipotrofi medial, menstimulasi pertumbuhan jaringan ikat, dan meruksak
endotel yang berujung pada aterosklerosis(Pikir dkk, 2015, p. 219)
1. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum

1. Kesadaran

Seorang pasien yang terkena hipertensi kesadarannya adalah sadar dan juga dapat mengalami
penurunan kesadaran (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

1. Tanda-tanda vital
2. Tekanan darah

Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan darah yang
dimiliki oleh penderita hipertensi  systole diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90
mmHg (Haryanto & Rini, 2015, p. 37)

1. Nadi

Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi atau tidak ada
denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior tibia. (Udjianti, 2013, p. 108)

 Body system

1. Sistem pernafasan

Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan pada saat
berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan fisik meliputi
sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara napas tambahan (ronkhi rales,
wheezing) (Udjianti, 2013, p. 109)

1. Sistem kardiovaskuler

 Inspeksi : gerakan dinding abnormal


 Palpasi : denyut apical kuat
 Perkusi :denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
 Auskultasi : denyut jantung takikardia dan disritmia, bunyi jantung S2 mengeras S3
(gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar jika stenosis atau insufisiensi katup.
(Udjianti, 2013, p. 108)

1. Sistem persarafan

Melaporkan serangan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode mati-rasa,
atau kelumpuhan salah satu sisi nadan. Gangguan visual (diplopia- pandangan ganda atau
pandangan kabur) dan episode epistaksis (Udjianti, 2013, p. 109)

1. Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri (Udjianti, 2013, p. 108)

1. Sistem pencernaan

Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian deuretik.Temuan fisik
fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema, kongesti vena, distensi vena jugularis,
dan glikosuria. (Udjianti, 2013, p. 109)

1. Sistem integument

Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis, diaphoresis,
atau flusing (Udjianti, 2013, p. 108)

1. Sistem musculoskeletal

Terjadi kaku kuduk pada area leheer (Haryanto & Rini, 2015, p. 40)

1. Sistem endokrin

Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem
endokrin (Udjianti, 2013, p. 109)

1. Sistem reproduksi

Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat melakukan
hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil yang memiliki hipertensi
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)

1. Sistem penginderaan

Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema atau papiledema
(eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya hipertensi (Udjianti, 2013, p. 109)

1. Sistem imun

Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (Manurung, 2016, p. 103)

1. Pemeriksaan penunjang
2. Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas
dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia(Udjianti, 2013, p. 109)
3. Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
4. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau faal renal
5. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi) akibat
dari peningkatan kadar katekolamin
6. Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque atheromatus
7. Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
8. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap
vasokontriksi dan hipertensi
9. Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
10. Elektrolit (Udjianti, 2013, p. 109)
11. Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau
efek samping terapi deuretik)
12. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
13. Urine(Udjianti, 2013, p. 109)
14. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengidentifikasikan difusi
renal atau diabetes
15. Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma
16. Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar rennin juga
meningkat
17. Radiologi (Udjianti, 2013, p. 110)

 Intra Venous Pyelografi (IVP) mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal


pharenchymal disease urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH)
 Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium
pada aorta, dan pembesaran jantung

1. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi atau
disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)
2. Pemeriksaan Laboratorium (Haryanto & Rini, 2015, p. 104)

 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengidentifikasikan faktor risiko seperti : Hipokoagubilitas, anemia.
 BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM

1. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati


2. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal
3. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul dari pasien Hipertensi adalah sebagai berikut :

Diagnosa I Penurunan Curah Jantung


1. Definisi

Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.

1. Penyebab
2. Perubahan irama jantung
3. Perubahan frekuensi jantung
4. Perubahan kontraktilitas
5. Perubahan preload
6. Perubahan afterload
7. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Perubahan irama jantung

 Palpitasi

2. Perubahan preload

 Lelah

3. Perubahan afterload

 Dipsnea

4. Perubahan kontraktilitas

 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)


 Ortopnea
 Batuk

Objektif

1. Perubahan irama jantung

 Bradikardia/takikardi
 Gambaran EKG aritmia

2. Perubahan preload

 Edema
 Distensi vena jugularis
 Central venous pressure (CVP) meningkat/menurun
 Hepatomegali

3. Perubahan afterload

 Tekanan darah meningkat/menurun


 Nadi perifer teraba lemah
 Capillary refill time >3 detik
 Oliguria
 Warna kulit pucat dan/atau sianosis

4. Perubahan kontraktilitas

 Terdengar suara jantung S3 dan/atau S4


 Ejaction fraction (EF) menurun

1. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Perilaku emosional

 Cemas
 Gelisah

Objektif

1. Perubahan preload

 Murmur jantung
 Berat badan bertambah
 Pulmonary arteri wedge pressure (PAWP)

2. Perubahan afterload

 Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat/ menurun


 Systemic vascular resistence (SVR) meningkat/ menurun

3. Prubahan kontraktilitas

 Cardiac index (CI) menurun


 Left ventricular strok work index (LVSWI) menurun
 Stroke volume index (SVI) menurun

1. Kondisi klinis terkait


2. Gagal jantung kongestif
3. Sindrom koroner akut
4. Stenosis mitral
5. Regurgitasi mitral
6. Stenosis aorta
7. Regurgitasi aorta
8. Stenosis trikuspital
9. Regurgitasi trikuspidal
10. Stenosis pulmonal
11. Regurgitasi pulmonal
12. Aritmia
13. Penyakit jantung bawaan

(SDKI, 2017, pp. 34-35)

Diagnosa II Nyeri Akut

1. Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
berlangsung kurang dari 3 bulan.

1. Penyebab
2. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, meoplasma)
3. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
4. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
5. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Mengeluh nyeri

Objektif

1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindar nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
6. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif

1. Tekanan darah meningkat


2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
8. Kondisi Klinis Terkait
9. Kondisi pembedahan
10. Cedera traumatis
11. Infeksi
12. Sindrom koroner akut
13. Glaucoma

(SDKI, 2017, p. 172)

Diagnosa III Intoleransi Aktivitas

1. Definisi

Ketidak cukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari

1. Penyebab
2. Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
3. Tirah baring
4. Kelemahan
5. Imobilitas
6. Gaya hidup monoton
7. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Mengeluh lelah

Objektif

1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat


2. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Dispnea saat/ setelah aktivitas’


2. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
3. Merasa lemah

Objektif

1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat


2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saaat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
5. Kondisi klinis terkait
6. Anemia
7. Gagal jantung koroner
8. Penyakit jantung koroner
9. Penyakit katup jantung
10. Aritmia
11. Penyakit paru obstrutuf kronis (PPOK)
12. Gangguan metabolic
13. Gangguan musculoskeletal

(SDKI, 2017, p. 128)

3.Intervensi

1. Penurunan curah jantung

 Tujuan

Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa jantung, status
sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung serebral, selular, perifer, dan pulmonal); dan
status tanda-tanda vital

 Criteria hasil

1. Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal


2. Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN) dan keratin
plasma dalam batas normal
3. Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak mengalami
dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
5. Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk penyakit
jantung)
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan

 Intervensi NIC

Aktivitas Keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan status
mental
2. Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat badan)
3. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas pendek, nyeri,
palpitasi, atau limbung
4. Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
5. Kaji kerusakan kognitif

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup


2. Intruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri, faktor
pencetus, daerah, kualitas, dan intesitas
5. Intruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi
pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik
6. Berikan informasi tentang teknik penurunan stress seperti biofeed-back, relaksasi otot
progresif, meditsi dan latihan fisik
7. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari

Aktivitas kolaboratif

1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau penghentian obat


tekanan darah
2. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan program medis atau
protocol
3. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus perifer, sesuai dengan
program atau protocol

(Wilkinson, 2016, pp. 65-66)

1. Nyeri akut

 Tujuan

Memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-
5: tidak oernah, jarang, kadang-kandang, sering, atau selalu).

Mengenali awitan nyeri

Menggunakan tindakan pencegahan

Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan


 Criteria hasil

1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai


kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor
tersebut
5. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic secara
teapat
7. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau tekanan
darah
8. Mempertahankan selera makan yang baik
9. Melaporkan pola tidur yang baik
10. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan hubungan
interpersonal

 Intervensi NIC

Aktivitas keperawatan

1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan
onformasi pengkajian.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0= tidak
ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri respon pasien
5. Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat perkembangan
pasien

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi
pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interksi obat, kewaspadaan khusus
saat mengonsumsi obat tersebut (mis, pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet)l dan
nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel
2. Intruksikan oasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak
dapat dicapai
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan
4. Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (mis, risiko
ketergantungan atau overdosis)

Aktivitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (mis, setiap 4
jam selam 36 jam) atau PCA
2. Manajemen nyeri NIC

Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat

Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasalalu

(Wilkinson, 2016, pp. 297-298)

1. Intoleransi aktivitas

 Tujuan

Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan,
penghematan energy, tingkat kelelahan, energy psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri : ASK
(dan AKSI)

 Criteria hasil

1. Mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat


mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut jantung,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang diharapkan
dari daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan atau
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa bantuan (mis,
eliminasi dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
6. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis, membutuhkan
bantuan untuk kebersihan setiap minggu)

 Intervensi NIC

Aktifitas keperawatan

1. Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


1. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang belum dilaporrkan
kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis, distraksi, fisualisasi) selama aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan tempat
kerja
7. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh : menyimpan alat atau benda yang
sering digunaakan ditempat yang mudah terjangkau

Aktivitas kolaboratif

1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan alat ahli terapi okupasi, fisik (mis, untuk latihan ketahanan), atau
reasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk pelayanan kesehatan jiwa dirumah
4. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
peralatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
6. Rujuk pasien keahli gizi untuk pelayanan diet guna meningkatlan asupan yang kaya
energy
7. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung

(Wilkinson, 2016, pp. 17-18)

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Budi. (2015). Hipertensi Manajemen Komperhensif. Surabaya: AUP Airlangga University Press.

Haryanto, A., & Rini, S. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: KDT.

Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wajan, J. (2013). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai