Anda di halaman 1dari 7

Peringatan Dini, New Normal di Indonesia Bisa Prematur!

Kajian Soaial Departement HULK


HIMAMET FT UNTIRTA

Sejak 31 Maret 2020 lalu, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan mengenai
Pembatasan Sosial Berskala Besar atau yang biasa disingkat PSBB.1 Pemerintah mengeluarkan
detail mengenai teknis pelaksanaan PSBB melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI
Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020, disebutkan bahwa PSBB adalah pembatasan
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang terduga terinfeksi Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).2
Penetapan PSBB yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia memiliki dasar pertimbangan
seperti epidemiologis, besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, teknis
operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.

PSBB yang telah dikeluarkan oleh pemerintah memiliki lingkup yaitu:

1. Peliburan sekolah dan tempat kerja

2. Pembatasan kegiatan keagamaan, sosial budaya di tempat umum atau fasilitas umum

3. Moda transportasi

4. Kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan

Namun pemerintah tetap membiarkan layanan-layanan tertentu untuk tetap berjalan seperti
biasa di antaranya adalah supermarket, pasar/toko penjualan obat-obatan dan peralatan
medis, kebutuhan pangan, bahan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas dan energi,
pelayanan kesehatan dan kegiatan olahraga, transportasi umum dan berpedoman pada
pembatasan kerumunan dan protokol yang berlaku. Penerapan PSBB yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dilihat sebagai upaya untuk membatasi pergerakan serta atau
masyarakat untuk mengurangi risiko dari penyebaran virus corona yang semakin meluas.
Dengan diterbitkannya kebijakan PSBB oleh pemerintah Indonesia maka suatu daerah atau
wilayah yang telah ditetapkan PSBB harus mengurangi segala kegiatan yang dilakukan di luar
rumah. Dengan adanya cara ini diharapkan dapat menurunkan jumlah pasien positif corona di
Indonesia.3

Selanjutnya, jika suatu daerah di Indonesia ingin menerapkan PSBB maka terdapat syarat
tertentu yang harus diperhatikan oleh daerah tersebut. Syarat tersebut antara lain adalah
peningkatan jumlah kasus atau kematian secara bermakna dalam kurun waktu tertentu,
penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu, dan memiliki bukti
transmisi lokal. Peningkatan jumlah kasus atau kematian tersebut dapat diketahui dari
pengamatan kurva epidemiologi dan atau kurva kematian. Selanjutnya, kecepatan penyebaran
penyakit di suatu area atau wilayah dilakukan dengan melakukan pengamatan area atau
wilayah penyebaran penyakit secara harian atau mingguan, selain itu data pendukung juga
harus dipersiapkan seperti peningkatan kasus menurut waktu dan kurva epidemiologi.4

Penerapan PSBB, Efektifkah?

Apabila Indonesia menerapkan kebijakan PSBB, maka negara lain pun turut membuat kebijakan
untuk mencegah dan menekan angkat positif dari penyebaran virus Corona. Kita lihat dari yang
paling dekat yaitu pada beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Singapura, Malaysia
dan Vietnam. Seperti yang dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo bahwa PSBB merupakan
kebijakan yang bersifat membatasi kegiatan di tempat-tempat atau fasilitas umum dengan cara
mengatur jarak antar orang dan membatasi jumlah orang, maka lockdown adalah suatu
protokol darurat yang mencegah orang meninggalkan area tertentu. Kebijakan ini dilakukan
untuk menutup semua kegiatan yang tidak penting.5 Jika ditelisik terdapat perbedaan di antara
PSBB dengan lockdown yang diterapkan oleh beberapa negara tetangga kita, menurut sosiolog
dari Universitas Indonesia Imam B Prasodjo bahwa PSBB lebih longgar apabila dibandingkan
dengan lockdown. Menurutnya, PSBB jika dibandingkan dengan lockdown terdapat perbedaan
pada cakupan wilayahnya saja disertai tidak boleh ada orang lalu lalang termasuk aktivitas
masyarakat, PSBB yang dilakukan itu pun bukan per wilayah tapi per unit kegiatan.6 Jika
dibandingkan negara lain yang menerapkan pembatasan sosial tersebut dapat dilihat bahwa
warganya sama sekali tidak dapat beraktivitas bebas di luar rumah, sedangkan di Indonesia
kondisi jalan raya pun masih ramai, banyak orang melakukan aktivitas seperti biasa seolah-olah
tidak sedang terjadi pandemi.

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang telah diterapkan di beberapa wilayah atau area
di Indonesia pun ada yang mendapatkan hasil yang baik, seperti di daerah Jawa Barat. Ridwan
Kamil selaku Gubernur Jawa Barat menyatakan bahwa dengan adanya penerapan PSBB di Jawa
Barat, jumlah penyebaran COVID-19 di wilayahnya berhasil turun, bahkan hingga 50%. Hal
tersebut dapat tercapai tidak hanya berkat kerja keras pemerintah daerah tetapi juga
masyarakat yang patuh menjalankan.7 Dengan adanya penekanan penyebaran COVID-19 di
Jawa Barat melalui PSBB, hal tersebut membawa kesan optimis bahwa dengan adanya PSBB
laju penyebaran COVID-19 dapat ditekan. Seperti yang dilihat bahwa masyarakat yang patuh
pun menjadi faktor yang penting dalam pelaksanaan PSBB, namun apa yang terjadi apabila
masyarakat tidak patuh menjalankan PSBB?

Selanjutnya di daerah Jakarta di mana tingkat aktivitas dan mobilitas masyarakat sangat tinggi
karena selain ibu kota, Jakarta juga termasuk kota industri yang dihuni berbagai macam elemen
masyarakat untuk mengadu nasib serta bekerja. Melihat tingginya tingkat aktivitas dan
mobilitas di Jakarta, apakah PSBB dapat berjalan dengan baik di ibu kota? Kenyataannya kurva
pasien COVID-19 di ibu kota tidak kunjung turun meskipun pergerakan warganya telah dibatasi.
Banyak warga yang ditemukan masih tidak menggunakan masker saat beraktivitas di luar
rumah, selain itu juga terdapat warga yang tidak menaati PSBB dengan tidak menjaga jarak
serta berkumpul di kerumunan, contohnya adalah saat penutupan MCD Sarinah yang lalu.
Melihat hal tersebut, Gubernur Anies Baswedan memutuskan untuk memperpanjang PSBB,
Anies berjanji akan memberikan sanksi bagi warga yang melanggar selama PSBB tahap dua.8

Jika dilihat kembali dari dua perbandingan daerah di atas, maka PSBB tentunya akan efektif
apabila masyarakat mau bekerja sama dengan pemerintah untuk menaati segala peraturan dan
himbauan yang ada, namun kenyataannya masih ada warga yang tidak menaati peraturan serta
himbauan tersebut. Oleh sebab itu kesadaran warga perlu ditingkatkan, harapannya adalah
pemerintah dapat dengan tegas menindak segala pelanggaran serta menciptakan aturan yang
tegas, sehingga warga pun sadar bahwa peraturan dan himbauan tersebut harus ditaati. Ketika
masyarakat saling bersama-sama sadar dan membantu dalam rasa solidaritas yang kuat maka
bukan tidak mungkin dalam waktu cepat Indonesia akan segera pulih dari pandemi ini.

Wacana Pelonggaran PSBB dan “The New Normal”

Tepat pada 18 Mei 2020 pemerintah melalui Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy, mengatakan pemerintah akan mengkaji pengurangan PSSB. hal ini
kedengaran sedikit aneh, karena di tengah pandemi yang tak kunjung selesai, pemerintah
malah membuat perencanaan pengurangan PSBB. Selain menuai pro dan kontra, pernyataan
Menteri tersebut membingungkan masyarakat karena di akhir pernyataannya, ia mengatakan
bahwa pelonggaran PSBB sebagai langkah percepatan penanggulangan COVID-19.9 Lantas
apakah pengurangan PSBB justru mempercepat penanganan COVID-19? Padahal data dan
kurva menunjukkan angka kematian dan korban yang positif corona relatif meningkat saat
pemberlakuan PSBB, lalu mengapa pemerintah merencanakan pelonggaran PSBB? Kehidupan
yang terjadi saat pembatasan sosial dilonggarkan dikenal dengan istilah new normal.

Istilah new normal mengacu pada perubahan perilaku manusia setelah wabah virus corona
dengan menerapkan protokol pandemi Corona Virus Disease 2019 atau COVID-19. Pemerintah
RI Joko Widodo mulai memetakan skenario pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang sudah berlangsung hampir tiga bulan sejak pandemi virus corona (COVID-19)
terdeteksi di Indonesia. Terkait wacana pelonggaran PSBB, berikut adalah skenario yang sudah
dirancang pemerintah melalui Kajian awal Kemenko Perekonomian untuk pemulihan ekonomi:

Fase I: 1 Juni 2020 1. Industri dan jasa Bisnis ke Bisnis beroperasi dengan social distancing dan
persyaratan kesehatan 2. Tokoh, pasar dan mall belum bisa beroperasi kecuali untuk toko
penjual masker dan fasilitas kesehatan 3. Sektor kesehatan beroperasi penuh dengan
memperhatikan kapasitas sistem kesehatan 4. Berkumpul maksimal dua orang dalam suatu
ruangan, olahraga luar ruang belum diperbolehkan

Fase II: 8 Juni 2020 1. Tokoh, pasar dan mall diperbolehkan pembukaan toko-toko tanpa
diskriminasi sektor dengan menerapkan protokol ketat. 2. Usaha dengan kontak fisik belum bisa
beroperasi 3. Kegiatan berkumpul dan olahraga outdoor belum diperbolehkan
Fase III: 15 Juni 2020 1. Toko, pasar dan mall tetap pada fase II, evaluasi pembukaan salon, spa
dan lain-lain dengan protokol kesehatan 2. Kegiatan kebudayaan diperbolehkan dengan tetap
menjaga jarak 3. Kegiatan pendidikan di sekolah dilakukan dengan sistem shift sesuai jumlah
kelas 4. Olahraga outdoor diperbolehkan dengan protokol 5. Evaluasi pembukaan tempat
pernikahan, ulang tahun, kegiatan sosial hingga 10 orang.

Fase IV: 6 Juli 2020 1. Pembukaan kegiatan ekonomi seperti di fase III dengan tambahan
evaluasi 2. Pembukaan bertahap restoran, cafe, bar, tempat gym dan lain-lain dengan protokol
kebersihan ketat 3. Kegiatan outdoor lebih dari 10 orang 4. Pelesir ke luar kota dengan
pembatasan jumlah penerbangan 5. Kegiatan ibadah dilakukan dengan jumlah terbatas 6.
Membatasi kegiatan berskala lebih dari yang ditentukan

Fase V: 20 dan 27 juli 2020 1. Evaluasi untuk fase IV dan pembukaan tempat-tempat atau
kegiatan-kegiatan ekonomi lain dalam skala besar 2. Akhir Juli atau awal Agustus seluruh
kegiatan ekonomi sudah dibuka. Tetap mengandalkan protokol dan standar kebersihan dan
kesehatan yang ketat 3. Evaluasi secara berkala sampai vaksin bisa ditemukan dan
disebarluaskan

Bagaimana New Normal seperti yang disampaikan Presiden Jokowi? Pekerja usia di bawah 45
tahun mulai dikaji untuk kembali ke kantor di tengah wabah setelah dua bulan bekerja dari
rumah (work from home). Pasalnya, pemerintah menilai mereka memiliki potensi kematian dan
gejala yang lebih ringan ketimbang usia tua. Tak lama setelah kebijakan ini dipublikasikan,
sejumlah ahli berpendapat akan kebijakan ini. Menurut ahli epidemiologi dari Universitas
Indonesia, Syahrizal Syarif pelonggaran ini belum sepatutnya dilakukan. Ia menilai karena
Indonesia belum memenuhi syarat mutlak pelonggaran PSBB, yakni tes corona masif. Jika
pemerintah menargetkan pemeriksaan 10 ribu per hari, lanjutnya, seharusnya jumlah kasus
baru bisa mencapai 1.300 sampai 1.400 kasus per hari. Namun hingga kini kasus hanya hitungan
ratusan per hari. Artinya, pemerintah belum bisa memetakan situasi wabah di lapangan jika
kemampuan pemeriksaan masih terbatas. Ada dugaan bahwa keinginan melonggarkan PSBB ini
sebetulnya mengikuti tren negara lain yang bisa dikatakan berhasil meredam corona, seperti
Taiwan, Jepang, dan Swedia. Tiga negara tersebut sudah berhasil meminimalisasi transmisi lokal
di wilayah mereka. Sedangkan, hal tersebut belum bisa dibuktikan berhasil di Indonesia.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Rumah Reformasi Kebijakan, Riant Nugroho
menduga alasan pemerintah buru-buru membuka kembali aktivitas sosial karena beban
ekonomi yang ditanggung. Menurutnya, beban ekonomi yang ditanggung pemerintah selama
PSBB begitu berat. Apalagi, undang-undang menuntut pemerintah menanggung kebutuhan
masyarakat selama PSBB. Riant berpendapat kebijakan soal PSBB pada UU Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak sesuai dengan kondisi pandemi yang begitu masif, pun
kemampuan ekonomi pemerintah. Dampaknya pemerintah tak bisa menetapkan PSBB

berkepanjangan. Pasalnya, beban ekonomi yang dipikul terlalu berat, ditambah lagi
ketersendatan aktivitas masyarakat.11 Pemerintah dalam berbagai kesempatan,
mengungkapkan rencana dan persiapan menuju normal baru. Implementasi kehidupan normal
baru salah satunya diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor
HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di
Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi
Pandemi. KMK itu dikeluarkan untuk menyiapkan dunia usaha dan dunia Kerja menyambut
transisi kehidupan normal baru. Pelaku usaha dan industri diminta menyiapkan protokol
kesehatan baru yang lebih ketat untuk tetap beroperasi di tengah pandemi. Beberapa hal
diantaranya perkantoran wajib menyediakan ruang khusus, bahkan fasilitas karantina/isolasi
mandiri untuk mengobservasi pekerja dengan gejala COVID-19. Perkantoran atau pabrik juga
harus melakukan penyemprotan disinfektan setiap 4 jam sekali. Khusus bidang usaha yang
berkaitan dengan layanan publik, perlu ada protokol lebih ketat berupa pemasangan pembatas
atau tabir kaca bagi pekerja yang melayani pelanggan.12

Melonggarkan PSBB saat ini terlalu naif!

Menjadi sangat tidak masuk akal jika PSBB sebagai kebijakan pemerintah untuk memutus mata
rantai penyebaran COVID-19 dikendorkan di saat kurva positif corona belum menunjukkan
penurunan yang signifikan. Saat ini, pemerintah telah mengajak kita semua untuk berdamai
dengan corona, dengan arti bahwa kita harus memakluma fase kehidupan ‘new normal’. Dalam
kehidupan new normal, masyarakat dituntut untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru, mereka
harus menerapkan protokol pencegahan penularan virus di setiap kegiatan yang melibatkan
orang banyak.13 Kita harus maklum beraktifitas di tengah pandemi di saat pandemi belum
terkendali dengan baik. Naif bukan?

Wacana melonggarkan PSBB tentu menuai kontroversi. Beberapa negara lain memang sudah
melakukan pelonggaran pembatasan sosial ataupun lockdown, namun itu dibuat setelah kasus
positif corona di negara tersebut sudah menurun. Thailand melonggarkan kebijakan lockdown
dan mengizinkan pedagang kaki lima, restoran, serta toko-toko untuk kembali beroperasi
setelah kasus hariannya terus menurun.14 Begitupun dengan Singapura, Pelonggaran dilakukan
setelah menurunnya kasus infeksi komunal Covid-19 dalam seminggu terakhir. Data terbaru
menunjukan rataan kasus infeksi komunal virus corona turun setengah, dari rata-rata 25 kasus
menjadi 12 kasus per minggu.15

Bagaimana dengan kasus di Indonesia? Mari kita lihat kurvanya

Menurut data yang diambil dari worldometers.info 16 ini, kurva kasus positif COVID-19 di
Indonesia tidak mengalami penurunan. Gerakan kurvanya masih fluktuatif, bahkan cenderung
meningkat per tanggal 25 Mei 2020. Lantas atas dasar apa pemerintah wacanakan pelonggaran
PSBB? Apa jadinya jika beban ekonomi menjadi alasan utama, tanpa peduli dampak kesehatan
yang lebih nanti.

WHO sebelumnya telah menetapkan sejumlah prasyarat sebelum sebuah negara melakukan
pelonggaran pembatasan sosial.

Pertama, penyebaran SARS-CoV-2 harus sudah dapat dikendalikan dan fasilitas kesehatan dapat
menangani jumlah kasus positif.
Kedua, sistem kesehatan negara tersebut mampu melakukan deteksi, tes, isolasi, merawat
setiap kasus, dan pelacakan setiap kontak pasien positif.

Ketiga, risiko penularan kasus di tempat rentan atau 'hotspot' seperti panti jompo sudah bisa
diminimalisasi.

Keempat, sekolah, perkantoran sudah menerapkan upaya pencegahan penyebaran COVID

19.

Kelima, risiko klaster baru dari kasus-kasus impor sudah dapat diprediksi dan terjamin dapat
dikelola sehingga tidak menimbulkan lonjakan kasus baru di kemudian hari.

Keenam, masyarakat sudah teredukasi dan terinformasi dengan baik akan bahaya pandemi
COVID-19 dan sepenuhnya terjamin oleh jaring pengaman sosial untuk beradaptasi dengan pola
hidup 'new normal'.

Indikator-indikator inilah yang belum tampak di Indonesia.

Kapasitas fasilitas kesehatan, misalnya, masih rendah. Berdasarkan data rasio tempat tidur
terhadap 1.000 penduduk di setiap negara dari Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) per 5 April 2020, Indonesia menempati peringkat 41 dari 42 negara. Rasio
ketersediaan ranjang per 1.000 penduduk Indonesia sebesar 1. Peringkat ini hanya lebih baik
dari India yang menempati posisi buntut dengan rasio 0,5.

Pun dengan kemampuan uji pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material
genetik COVID-19, disebut uji PCR (polymerase chain reaction). Hingga 4 Mei 2020, pemerintah
telah melakukan uji PCR terhadap 86.061 orang dengan 74.474 hasil negatif. Angka tersebut
meningkat sebanyak 3.144 dibandingkan hari sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan
jumlah penduduk saat ini, tes yang telah dilakukan masih tampak kecil meski menunjukkan tren
yang meningkat.

Worldometer mencatat Indonesia masih ketinggalan dari Vietnam hingga Malaysia. Vietnam
adalah negara ASEAN dengan jumlah tes terbanyak saat ini. Hingga 29 April, mereka telah
melakukan tes terhadap 261.004 orang. Jika dirasio, tes telah dilakukan terhadap 2.681 orang
per 1 juta penduduk. Vietnam saat ini dianggap sebagai salah satu negara yang sukses
berperang melawan COVID-19. Kondisi di Indonesia diperparah dengan tidak disiplinnya
masyarakat. Kerumunan masih banyak dijumpai di banyak tempat, termasuk pusat
perbelanjaan terutama jelang hari raya beberapa hari terakhir. Pun masih banyak yang mudik.

Ringkasnya, Indonesia setidaknya belum memenuhi beberapa prasyarat yang dianjurkan WHO
untuk melonggarkan PSBB.17

Pelonggaran yang dilakukan terburu-buru potensial menyebabkan lonjakan jumlah pasien


positif COVID-19. Masalahnya karena sejak awal penerapan PSBB tidak ketat dan tes tak
maksimal, wabah masih tak terkendali hingga saat ini.18 PSBB sendiri sejak awal dinilai paling
buruk dibanding negara-negara tetangga menurut Institute for Development of Economics and
Finance (Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan) atau INDEF.19 PSBB sendiri dianggap
kurang efektif, apalagi jika PSBB dilonggarkan.

REFERENSI

1 Luthfia Ayu Azanella, “ Apa itu PSBB hingga Jadi Upaya Pencegahan Covid-19?” diakses
dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/13/153415265/apa-itu-psbb-hingga-
jadi-upaya-pencegahan-covid-19, pada 8 Juli 2020 pukul 17.00 WIB.
2 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2020
3 Ayu Isti Prabandari, “Ini Syarat Wilayah dan Aturan Penetapannya”, diakses dari
https://www.merdeka.com/sumut/psbb-mulai-diberlakukan-ini-syarat-wilayah-dan-
aturan-penetapannya-kln.html, pada 8 Juli 2020 pukul 17.08 WIB.
4 Ratih Waseso, “Daerah harus penuhi syarat ini untuk ajukan status PSBB”, diakses dari
https://nasional.kontan.co.id/news/daerah-harus-penuhi-syarat-ini-untuk-ajukan-
status-psbb, pada 9 Juli 2020 pukul 11.20 WIB.
5 Sarah Oktaviani Alam, “Jokowi Sebut Beruntung Pilih PSBB, Ini Bedanya dengan
Lockdown”, diakses dari https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5005637/jokowi-
sebut-beruntung-pilih-psbb-ini-bedanya-denganlockdown, pada 9 Juli 2020 pukul 14.45
WIB.
6 Bayu Hermawan, “Sosiolog: PSSB Sedikit Lebih Longgar dari pada Karantina”, diakses
dari https://republika.co.id/berita/q8261n354/sosiolog-pssb-sedikit-lebih-longgar-dari-
pada-karantina, pada 9 Juli 2020 pukul 15.54 WIB.

Anda mungkin juga menyukai