Anda di halaman 1dari 28

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

1. Pengertian, Struktur dan Fungsi LKPD

Bahan ajar merupakan segala bahan yang berupa baik informasi, alat maupun teks

yang disusun secara sistematis dan ditampilkan secara menyeluruh dari kompe-

tensi yang akan dikuasi oleh peserta didik. Bahan ajar digunakan dalam proses

pembelajaran dengan tujuan perencanaan serta mengimplementasi pembelajaran

(Prastowo, 2015). Berdasarkan permendiknas 41 Tahun 2007 menurut standar

proses bahwa suatu kegiatan pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan,

menantang, interaktif, inspiratif dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi

aktif. Kegiatan pembelajaran yang sesuai standar proses pembelajaran dapat ter-

capai apabila didukung oleh tenaga pendidik profesional yang memiliki peren-

canaan proses pembelajaran yang baik, diantaranya yaitu menguasai materi dan

mengembangkannuya ke dalam suatu bahan ajar. Bahan ajar menjadi penting

serta menjadi penguat kegiatan belajar mengajar karena mengingat peserta didik

memiliki kemampuan, kecenderungan serta modal belajar yang tidak sama antar

peserta didik yang lain. Salah satu bentuk bahan ajar yaitu LKPD yang sebagai

alat bantu dalam proses pembelajaran


12

LKPD merupakan media pembelajaran yang berupa lembaran tugas yang harus

dikerjakan peserta didik dalam kajian dan tujuan tertentu guna mendukung proses

pembelajaran. (Yildirim, Kurt & Ayas, 2011). LKPD merupakan petunjuk atau

pedoman berisi langkah- langkah penyelesaian tugas sehingga dapat membantu

peserta didik memperoleh pengalaman secara langsung sehingga peserta didik

tidak hanya memperoleh pengetahuan yang disampaikan oleh guru saja

(Masittusyifa, Ibrahim & Ducha, 2012). LKPD dapat mengaktifkan peserta didik

dan me-ningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran. Hal ini menunjukkan

bahwa peri-laku individu yang belajar dengan LKPD lebih efektif daripada

mereka yang hanya belajar dengan mendengar atau melihat (Toman, 2013).

LKPD merupakan salah satu bahan yang paling penting untuk mencapai tujuan

dari aktivitas pembelajaran (Kaymakcy, 2012).

Nyamupangedengu & Lelliot (2012) mengungkapkan bahwa LKPD berisi

penugasan-penugasan yang disesuaikan dengan topik dan tujuan pembelajaran

dari suatu kegiatan pembelajaran yang sedang dilakukan. Siddiq, Djauhar &

Munawaroh (2008) menyatakan bahwa LKPD tidak hanya menekankan pada

latihan, tugas atau soal-soal saja, tetapi tetap menyertakan uraian singkat dari

materi, petunjuk kegiatan belajar atau pengerjaan soal, serta kesimpulan dari

materi yang telah dipelajari.

Berdasarkan beberapa definisi di atas sehingga dapat disimpulkan bahwa LKPD

bukan sekedar bahan ajar biasa, dengan adanya LKPD sangat membantu proses

belajar mengajar baik guru maupun peserta didik. Guru menjadi lebih mudah

untuk membimbing peserta didik guna mencapai tujuan pembelajaran sementara


13

peserta didik mendapatkan manfaat yang menjadikan peserta didik lebih berpar-

tisipasi aktif dalam pembelajaran, meningkatkan minat, rasa ingin tahu dan

percaya diri.

Struktur LKPD menurut Abdurrahman (2015) dapat dilihat pada Gambar 1.

Struktur LKPD

Judul kegiatan, Tema, Subtema, Kelas, dan Semester

Tujuan pembelajaran sesuai KD

Alat dan bahan (jika kegiatan memerlukan alat dan bahan)

Langkah kerja

Tabel data (untuk kegiatan yang tidak memerlukan pencatatan


data, tabel bisa diganti dengan kotak kosong yang digunakan
untuk menulis, menggambar atau berhitung)

Pertanyaan-pertanyaan diskusi yang membantu peserta didik


mengkaji data dan menanamkan konsep

Gambar 1. Struktur LKPD

Menurut Taslidere (2013) LKPD tersusun atas bagian judul, konteks, diskusi dan

kegiatan pembelajaran. Bagian konteks berisikan masalah atau fenomena yang

ada pada kehidupan sehari-hari yang disertai wacana dan jawaban ilmiah serta

alternatif pertanyaan yang akan diajukan. Sebuah kolom kosong ditempatkan di

bawah wacana yang memiliki fungsi untuk menuliskan ide-ide peserta didik ter-

kait wacana yang disediakan sebelum memasuki bagian diskusi. Bagian diskusi

memiliki tujuan utama untuk menentukan pengetahahuan awal peserta didik

mengenai suatu konsep tertentu secara mendalam. Kemudian, bagian kegiatan


14

pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk membangun dan menguji

hipotesis mereka

Lembar Kerja Peserta Didik selain sebagai media pembelajaran juga mempunyai

beberapa fungsi. LKPD berfungsi sebagai panduan peserta didik di dalam mela-

kukan kegiatan belajar, seperti melakukan percobaan dan memandu peserta didik

menuliskan hasil pengamatan, kemudian LKPD berfungsi sebagai lembar diskusi

dan lembar penemuan, di mana LKPD berisi sejumlah pertanyaan yang menuntun

peserta didik melakukan diskusi dalam rangka konseptualisasi untuk memperoleh

konsep-konsep yang dipelajari. LKPD juga berfungsi untuk melatih meningkatkan

minat peserta didik dalam proses pembelajaran serta meningkatkan literasi sains

(Suyanto, Paidi & Wilujeng 2011).

2. Kriteria Penggunaan LKPD

Penyusunan LKPD menurut Abdurrahman (2015), memiliki beberapa kriteria

yaitu tujuan pembuatan, bahan penyusun, kebutuhan peserta didik dan prinsip

penggunaannya. Kriteria LKPD sebagai berikut :

a. Tujuan Pembuatan

Memberikan penguatan dan penunjang tujuan dan indikator yang akan

dicapai di dalam pembelajaran berdasarkan kompetensi dalam kurikulum

yang berlaku serta membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembe-

lajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengem-

bangkan kemampuan memecahkan masalah.


15

b. Bahan Penyusun

1) Harus tersusun secara logis dan sistematis. Penyusunan bahan perlu

memperhatikan konsep yang akan dipelajari dan memperhatikan urutan

rantai kognitifnya

2) Memperhatikan kemampuan dan tahapan perkembangan peserta didik

3) Mampu memberikan motivasi peserta didik untuk mengembangkan rasa

ingin tahu

4) Bersifat kontekstual

c. Kebutuhan peserta didik

1) Menarik peserta didik untuk berpartisipasi

2) Bersifat atraktif

3) Meningkatkan rasa percaya diri peserta didik dan mendorong peserta

didik untuk mengetahui lebih banyak

4) Pilihan kata dalam bahasa yang digunakan memperhatikan tahap

perkembangan dan usia peserta didik

d. Prinsip penggunaan

1) Penggunaan LKPD bukan sebagai pengganti guru dalam pembelajaran,

tetapi sebagai media bahan ajar agar peserta didik mencapai tujuan

pembelajaran.

2) Penggunaan LKPD diharapkan dapat menumbuhkan minat peserta didik

untuk berpartisipas aktif dalam pembelajaran melalui diskusi maupun

praktikum

3) Guru tetap memiliki kesiapan diri dalam mengelola kelas.


16

3. Syarat Penyusunan LKPD

LKPD yang disusun harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar menjadi LKPD

yang memiliki kualitas baik. Sebagai guru harus mengetahui beberapa hal yang

menjadi syarat dalam penyususnan LKPD. Darmojo & Kaligis (1993) menjelas-

kan bahwa penyusunan LKPD harus memenuhi berbagai persyaratan diantaranya

yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknis.

a. Syarat didaktik

Syarat didaktik berarti lembar kerja peserta didik harus mengikuti asas-asas

pembelajaran efektif yaitu:

1) Memperhatikan adanya perbedaan individu sehingga dapat digunakan

oleh seluruh peserta didik yang memiliki kemampuan yang berbeda.

Lembar kerja peserta didik dapat digunakan oleh peserta didik peserta

didik lamban, sedang, maupun pandai. Kekeliruan yang umum adalah

kelas yang dianggap homogen.

2) Menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga

berfungsi sebagai petunjuk bagi peserta didik untuk mencari informasi

bukan alat pemberitahu informasi.

3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta

didik sehingga dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

menulis, bereksperimen, praktikum, dan lain sebagainya.

4) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan

estetika pada diri anak, sehingga tidak hanya ditunjukkan untuk menge-

nal fakta-fakta dan konsep-konsep akademis maupun juga kemampuan

sosial dan psikologis.


17

b. Syarat konstruksi

Syarat konstruksi adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan

bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam

lembar kerja peserta didik. Adapun syarat-syarat konstruksi tersebut, yaitu:

1) Lembar kerja peserta didik menggunakan bahasa yang sesuai tingkat

kedewasaan anak.

2) Lembar kerja peserta didik menggunakan struktur kalimat yang jelas.

3) Lembar kerja peserta didik memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai

dengan tingkat kemampuan peserta didik, artinya dalam hal-hal yang

sederhana menuju hal-hal yang lebih kompleks.

4) Lembar kerja peserta didik menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka.

5) Lembar kerja peserta didik mengacu pada buku standar dalam

kemampuan keterbatasan peserta didik.

6) Lembar kerja peserta didik menyediakan ruang yang cukup untuk mem-

beri keluasan pada peserta didik menulis maupun menggambarkan hal-

hal yang peserta didik ingin sampaikan.

7) Lembar kerja peserta didik menggunakan kalimat yang sederhana dan

pendek.

8) Lembar kerja peserta didik mengunakan lebih banyak ilustrasi daripada

kata-kata.

9) Lembar kerja peserta didik dapat digunakan untuk anak-anak baik yang

lamban maupun yang cepat.

10) Lembar kerja peserta didik memiliki tujuan belajar yang jelas serta

manfaat dari itu sebagai sumber motivasi.


18

11) Lembar kerja peserta didik mempunyai identitas untuk memudahkan

administrasinya.

c. Syarat teknik

1) Tulisan
Tulisan dalam lembar kerja peserta didik diharapkan memperhatikan hal-

hal berikut:

a) Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin/

romawi.

b) Menggunakan huruf yang agak besar untuk topik.

c) Menggunakan minimal 10 kata dalam 10 baris.

d) Menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan

jawaban peserta didik.

e) Menggunakan perbandingan antara huruf dan gambar yang serasi.

2) Gambar
Gambar yang baik adalah yang menyampaikan pesan secara efektif pada

pengguna lembar kerja peserta didik.

3) Penampilan
Penampilan dibuat menarik.

4. Langkah-Langkah Penyusunan LKPD

Sementara itu, untuk menyusun sebuah LKPD, maka guru perlu memahami

langkah-langkah penyusunan LKPD. Berikut langkah-langkah penyusunan

LKPD (Prastowo, 2015) yaitu :

a. Melakukan Analisis Kurikulum


19

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang

akan memerlukan bahan ajar LKPD sesuai kurikulum dengan mengkaji KI,

KD, indikator, dan materi yang akan diajarkan.

b. Menyusun Peta Kebutuhan LKPD

Peta kebutuhan LKPD sangat dibutuhkan untuk mengetahui jumlah LKPD

yang harus ditulis dan urutan LKPD.

c. Menentukan judul Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Judul LKPD ditentukan atas dasar Kompetensi-kompetensi dasar, materi

pokok yang terdapat dalam materi.

d. Penulisan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), meliputi:

1) Merumuskan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai

Rumusan Kompetensi pada LKPD langsung diturunkan dari Kompetensi

Dasar dan Indikator dalam silabus.

2) Menentukan alat penilaian

Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik

3) Penyusunan materi

Materi LKPD sangat tergantung pada Kompetensi Dasar yang akan dica-

pai. Materi LKPD dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran

umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat

diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil

penelitian.

Mengembangkan LKPD dapat melalui langkah-langkah sebagai berikut (Karsli &

Sahin, 2009) :

a. Mempersiapkan LKPD dengan menentukan sebuah topik


b. Mengkonfirmasi LKPD
20

c. Menyiapkan rancangan LKPD

d. Mempertimbangkan masukan ahli yang diterima

e. Merevisi LKPD sesuai dengan rekomendasi ahli

f. Menerapkan LKPD sebagai studi percontohan.

B. Teori Belajar

Belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian

kegiatan (Hamdani, 2011). Sementara belajar menurut Amri (2013) merupakan

suatu proses memperoleh pengetahuan danpengalaman dalam wujud perubahan

tingkah laku dan kemampuan berinteraksi yang realtif permanen atau menetap

karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Dapat disimpulkan

belajar adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang melalui ber-

bagai pengalaman yang mereka alami melalui aktivitas interaksi dengan ling-

kungannya untuk memperoleh perubahan tingkah laku pada diri seseorang,

dengan demikian berhasil atau tidak seseorang dalam suatu proses pembelajaran

dapat dilihat dari kemampuannya.

1. Teori Belajar Sosial

Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar perilaku, tetapi mem-

berikan lebih banyak penekanan pada efek efek isyarat pada perilaku dan proses

mental internal. Teori pembelajaran sosial turut menekankan tentang peranan

lingkungan dalam pembentukan peribadi manusia. Menurut teori ini, masyarakat

yang mendefinisikan tugas dan peranan remaja serta norma-norma yang berkaitan

dengan tingkah laku. Teori kognitif sosial berpandangan bahwa orang belajar dari

lingkungan- lingkungan sosial mereka. Fungsi manusia dipandang sebagai


21

serangkaian interaksi-interaksi timbal balik diantara faktor-faktor personal,

perilaku, dan peristiwa lingkungan (Bandura, 1986).

Melalui observasi tentang dunia sosial kita, melalui interpretasi kognitif, banyak

sekali informasi dan penampilan atau keahlian kompleks yang dapat dipelajari.

Menurut teori belajar sosial yang terpenting adalah kemampuan seseorang untuk

mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil keputusan

mengenai perilaku mana yang akan ditiru dan kemudian melakukan perilaku

perilaku yang terpilih (Dahar, 2011). Menurut Suryobroto (1988) teori belajar

tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidakmampuan mereka

untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia

sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku

dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan

konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.

2. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivisme merupakan teori belajar yang menekankan bahwa

pengetahuan adalah kontruksi atau bentukan kita sendiri. Pengetahuan bukanlah

suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan merupakan akibat dari suatu

kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Pengetahuan akan

dikonstruk oleh manusia secara berbeda-beda yang tergantung dari pengalaman

masing- masing (Skamp, 2004).


22

Teori belajar kontruktivisme menurut Sumiati & Asra (2009), Berpandangan

bahwa;

“Proses mengkontruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang


dialami peserta didik sebagai hasil interkasinya dengan lingkunga sekitar.
Penggunaan teori kontruktivisme dalam pembelajaran, peserta didik dapat
berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputu-
san. Peserta didik akan lebih paham karena mereka terlibat langsung
dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu
mengaplikasikannya dalam semua situasi. Sealin itu peserta didik terlibat
secara langsung dengan aktif , mereka akan ingat lebih lama semua
konsep.”

Teori kontruktivisme menurut Isjoni (2007) adalah suatu pandangan bahwa

peserta didik membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman yang ada. Teori kontruktivisme ini dapat dikatakan

menekankan peserta didik dalam membangun pemahaman mereka tentang penga-

laman yang ada, disini maksudnya adalah tentang realita dan masalah-masalah

dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut pandangan konstruktivisme, masalah belajar dan pembelajaran

adalah:

“(a) bersifat ketidak teraturan atau keberagaman, peserta didik dihadapkan


kepada lingkungan belajar yang bebas, karena kebebasan itu merupakan
unsur yang esensial; (b) keberhasilan atau kegagalan, kemampuan atau
ketidak mampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu
dihargai; (c) kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan, kontrol
belajar dipegang oleh peserta didik sendiri; (d) tujuan pembelajaran
menekanakan pada penciptaan pemahaman yang menuntut aktivitas
kreatif, produktif dalam konteks nyata.” (Warsita, 2008).

Dapat disimpulkan bahwa teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada

kesusksesan peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan


23

kepatuhan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan

dilakukan oleh guru, sehingga peserta didik lebih aktif, meningkatkan rasa ingin

tahu mereka dan berusaha untuk belajar menemukan dalam proses belajar. Saat

proses pembelajaran peserta didik membangun pengetahuannya sendiri yang

pernah dialami sebagai hasil pengalaman interaksi dengan lingkungan.

C. Socioscientific Issues (SSI)

Socioscientific Issues (SSI) adalah representasi isu-isu atau persoalan dalam kehi-

dupan sosial yang meliputi konsep dan teknologi yang secara konseptual berkaitan

erat dengan sains (Sadler, 2004 ). SSI bertujuan untuk menstimulasi perkembang-

an intelektual, moral dan etika, serta kesadaran perihal hubungan antara sains

dengan kehidupan sosial (Zeidler, Sadler, Simmons, & Howes, 2005;

Nuangchalerm, 2010). SSI digunakan dalam pendidikan sains dalam rangka untuk

menyelenggarakan literasi sains yang menekankan pada penerapan penalaran

ilmiah dan moral untuk menghadapi fenomena yang terjadi di masyarakat.

(Lathifah & Susilo, 2015). Beberapa contoh permasalahan yang bisa

dikategorikan socioscientific issues misalnya permasalahan tentang zat aditif dan

adiktif, pemanasan global (global warming) serta pencemaran lingkungan

(Rahayu, 2015)

SSI menjadi semakin penting dalam bidang pendidikan sains karena dapat

digunakan sebagai alat untuk: (a) menjadikan pembelajaran sains lebih relevan

bagi kehidupan peserta didik; (b) wahana yang mengarahkan hasil belajar seperti

apresiasi terhadap hakikat sains; (c) meningkatkan argumentasi berdialog; (d)

meningkatkan kemampuan mengevaluasi informasi ilmiah; dan (e) termasuk


24

aspek penting dalam literasi sains (Zeidler, Sadler, Simmons, & Howes, 2005).

Penerapan SSI dalam pembelajaran dapat membantu tercapainyaa literasi sains

diantaranya dengan meningkatkan penguasaan konsep dan ketrampilan berpikir.

SSI memiliki beberapa karakteristik (Ratcliffe & Grace, 2003) antara lain : 1)

memiliki dasar dalam ilmu pengetahuan; 2) melibatkan pemuatan opini dan

penentuan pilihan pada tingkat pribadi maupun sosial; 3) sering diberitakan di

media; 4) berkaitan dengan infor-masi yang tidak lengkap karena kurangnya bukti

ilmiah; 5) mengarah pada dimensi lokal, nasional dan global yang berkaitan

dengan kerangka politik dan sosial; 6) melibatkan nilai-nilai dan pertimbangan

etis; 7) memerlukan pemahaman tentang berbagai kemungkinan dan resiko dan 8)

topik berkaitan denngan kejadian di lingkungan sekitar.

Pembelajaran berbasis SSI dapat dilakukan dengan empat langkah (Yuliastini,

Rahayu, & Fajaroh, 2016), yaitu: 1) menyajikan isu dari sudut pandang

pengetahuan sains (scientific background); 2) melakukan evaluasi isu sosial sains

yang disajikan (evaluation of information); 3) mengkaji dampak lokal, nasional,

dan global (local, national, and global dimension); dan 4) membuat keputusan

terkait isu sosial sains (decision making). Penggunaan langkah- langkah tersebut

dalam pembelajaran diharapkan mampu melatih peserta didik dalam menanggapi

serta memecahkan masalah terkait isu-isu yang disajikan dan meningkatkan

literasi sains peserta didik. Peserta didik juga memiliki kesempatan untuk

berdiskusi antar peserta didik yang memiliki pendapat yang berbeda sehingga

mampu meningkatkan kemampuan dalam mengambil sebuah keputusan.


25

D. Literasi Sains

1. Pengertian Literasi Sains

Kata literacy diartikan melek huruf atau gerakan pemberantasan buta huruf

(Holbrook & Rannikmae, 2009). Literasi sains merupakan kemampuan mengenai

konsep sains, proses sains, kompetensi dan membuat kesimpulan yang didasari

pada bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan

dengan alam dan perubahan yang dilakukan manusia (Sothayapetch, Lavonen &

Juuti, 2013). Hal serupa diungkapkan oleh Holbrook & Rannikmae (2009)

menyatakan bahwa literasi sains merupakan penghargaan pada ilmu pengetahuan

melalui peningkatan komponen belajar dalam diri agar dapat berperan dan

memberikan kontribusi pada lingkungan masyarakat sosial.

Pengertian mendasar literasi sains mengacu pada konsep, keterampilan, pema-

haman yang mengacu pada pengetahuan tentang konten sains (Norris & Phillips,

2003). Literasi sains merupakan pengetahuan sains seseorang dan penggunaan

pengetahuan tersebut untuk mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan

berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami dan untuk membuat keputusan

isu-isu terkait sains dan membuat perubahan dalam kehidupan sehari-hari (OECD,

2016). Literasi sains juga menuntut kemampuan menggunakan proses penyelidi-

kan sains, seperti mengidentifikasi bukti-bukti yang diperlukan untuk menjawab

pertanyaan ilmiah, mengenal permasalahan yang dapat dipecahkan melalui

penyelidikan ilmiah (Rustaman, 2004).

Dapat disimpulkan literasi sains merupakan kemampuan peserta didik dalam

menggunakan pengetahuan sains berdasarkan bukti, fenomena, data dan informasi


26

sehingga dapat menjelaskan, mendeteksi, memprediksi, membuat keputusan dan

memberikan solusi serta mengomunikasikan kepada orang lain baik dalam lisan

maupun tulisan. Peningkatan kemampuan literasi sains ini dipandang sangat

penting karena akan dihasilkan output pembelajaran yang memiliki sikap peduli

terhadap isu-isu, permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya.

2. Penilaian Literasi Sains

Sistem penilaian literasi sains versi terbaru diatur oleh OECD pada tahun 2013

dalam dokumen Draft Science Framework PISA 2015. OECD menetapkan 4

domain utama yang terlibat dalam penilaian literasi sains, yaitu contexts

(konteks), scientific competencies (kompetensi ilmiah), scientific knowledge

(pengetahuan ilmiah) dan attitude (sikap). Domain konteks, pengetahuan dan

sikap menjadi faktor penunjang untuk mencapai domain kompetensi. Penilain

literasi sains lebih berfokus pada domain kompetensi (OECD, 2013). Bagan

kerangka kerja PISA 2015 yang menghubungkan keempat domain tersebut

disajikan dalam Gambar 2.

Pengetahuan :
- Konten
- Prosedural
Kompetensi: - Epistemic
Konteks : 1. M enjelaskan fenomena
Diperlukan
 Personal, ilmiah Dipengaruhi oleh
untuk
2. M engevaluasi dan
 Lokal/
merancang penyelidikan
Nasional
ilmiah
 Global 3. M enafsirkan data dan bukti
secara ilmiah
S ikap :
- M inat terhadap sains
- M enilai pendekatan
ilmiah untuk pertanyaan
- Kepedulian lingkungan

Gambar 2. Bagan kerangka kerja penilaian literasi sains PISA 2015


(OECD, 2013)
27

Secara rinci domain konteks, pengetahuan, kompetensi dan sikap menurut PISA

dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Domain Konteks (Contexts)

Isu-isu personal, lokal/ nasional, dan global. Bisa berupa isu-isu yang terjadi saat

ini atau isu-isu yang sudah terjadi yang membutuhkan pemahaman sains dan

teknologi. Konteks sains merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang

diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan

terhadap alam melalui aktivitas manusia. Dalam kaitan ini PISA tidak secara

khusus membatasi cakupan konten sains hanya pada pengetahuan yang menjadi

kurikulum sains sekolah, namun termasuk pula pengetahuan yang diperoleh

melalui sumber-sumber informasi lain yang tersedia.

Konteks penilaian PISA 2015 mencakup berbagai bidang terapan IPA dan tekno-

logi yang diatur dalam situasi personal, lokal, nasional, dan global. Berbagai

bidang terapan IPA dan teknologi tersebut meliputi: 1) kesehatan dan penyakit, 2)

sumber daya alam, 3) kualitas lingkungan, 4) bahaya, dan 5) batasan IPA dan

teknologi (OECD, 2013). Deskripsi konteks penilaian PISA 2015 disajikan dalam

Tabel 1.

Tabel 1. Konteks literasi sains PISA 2015

Situasi
Bidang Terapan
Personal Lokal/ Nasional Global
Pemeliharaan Pengendalian Wabah penyakit,
kesehatan, penyakit, transmisi penularan penyakit
Kesehatan dan kecelakaan, dan sosial, pilihan infeksi
Penyakit nutrisi makanan, dan
komunitas
kesehatan
28

Lanjutan Tabel 1. Konteks literasi sains PISA 2015


Situasi
Bidang Terapan
Personal Lokal/ Nasional Global
Konsumsi bahan Pemeliharaan Sistem alam yang
alam dan energi populasi manusia, dapat diperbaharui
secara personal kualitas hidup, dan tidak dapat
Sumber Daya
keamanan, produksi diperbaharui,
Alam
dan distribusi pertumbuhan
makanan, populasi, pelestarian
penyediaan energi makhluk hidup
Tindakan ramah Distribusi populasi, ekologi,
lingkungan, pembuangan pengendalian
penggunaan dan sampah, dampak pencemaran,
pembuangan materi lingkungan produksi dan
Kualitas
dan peralatan konsumsi
Lingkungan
Penilaian resiko dari Perubahan yang Perubahan iklim,
pilihan gaya hidup cepat (seperti gempa pengaruh
bumi, cuaca buruk), komunikasi modern
perubahan yang
lambat dan progresif
Bahaya
(seperti abrasi,
sedimentasi),
penilaian resiko
Aspek ilmiah dari Materi baru, Kepunahan
hobi, teknologi peralatan dan makhluk hidup,
Batasan IPA dan personal, dan proses, modifikasi eksplorasi ruang
Teknologi aktivitas musikal genetik, teknologi angkasa, asal dan
serta olahraga kesehatan, struktur alam
transportasi semesta
(OECD, 2013)

Penilaian literasi sains PISA 2015 bukan merupakan penilaian domain konteks,

melainkan penilaian domain kompetensi dan pengetahuan ilmiah pada konteks

yang spesifik. Penentuan konteks penilaian literasi sains dalam penelitian ini

dihubungkan dengan materi pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan

LKPD berbasis SSI yaitu pencemaran lingkungan. Dengan demikian, penilaian

literasi sains dalam penelitian ini mencakup situasi personal, lokal, dengan bidang

terapan kualitas lingkungan.


29

b. Domain Kompetensi Ilmiah (Scientific Competencies)

PISA menetapkan 3 aspek dari komponen kompetensi ilmiah yang diukur dalam

penilaian literasi sains. Penjabaran lebih lanjut oleh OECD (2016) yaitu :

1) Menjelaskan fenomena ilmiah; pada kompetensi ini peserta didik mampu

mengenali, mengajukan dan mengevaluasi penjelasan terkait fenomena alam

dan teknologi.

2) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah; pada kompetensi ini

peserta didik mampu menggambarkan dan menilai pertanyaan ilmiah serta

menjawab pertanyaan secara ilmiah.

3) Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah; pada kompetensi ini peserta didik

mampu menganalisis dan mengevaluasi data, memberikan argumen dalam

berbagai representasi serta menarik kesimpulan ilmiah dengan tepat.

Deskripsi indikator untuk setiap kompetensi ilmiah disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Indikator kompetensi ilmiah PISA 2015

No Kompetensi Ilmiah Indikator


1 Menjelaskan fenomena secara a. Mengingat dan menerapkan pengetahuan
ilmiah ilmiah yang sesuai dengan situasi tertentu.
b. Mengidentifikasi, menggunakan, dan
membuat model dan gambaran sederhana
untuk menjelaskan fenomena ilmiah yang
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
c. Membuat dan memberikan prediksi yang
sesuai.
d. Menawarkan hipotesis yang bersifat
menjelaskan.
e. Menjelaskan keterlibatan potensial
pengetahuan ilmiah bagi masyarakat.
2 Mengevaluasi dan mendesain a. Mengidentifikasi pertanyaan yang diselidiki
penyelidikan ilmiah dalam studi ilmiah tertentu.
b. Membedakan pertanyaan yang
memungkinkan diselidiki secara ilmiah.
30

Lanjutan Tabel 2. Indikator kompetensi ilmiah PISA 2015

c. Mengusulkan sebuah cara menyelidiki


pertanyaan tertentu secara ilmiah.
d. Mengevaluasi cara menyelidiki pertanyaan
tertentu secara ilmiah.
e. Mendeskripsikan dan mengevaluasi cara
yang digunakan ilmuan untuk memastikan
reliabilitas data dan objektivitas suatu
penjelasan.
f. Mengenali unsur-unsur penting dalam
penyelidikan ilmiah (hal apa yang harus
dibandingkan, variabel, prosedur kerja,
informasi tambahan).
3 Menginterpretasikan bukti dan a. Mengubah data dari satu bentuk menjadi
data ilmiah bentuk lain (diagram, grafik, dan lain
sebagainya).
b. Menganalisis dan menginterpretasikan data
untuk menarik kesimpulan yang tepat.
c. Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan alasan
dalam teks yang berkaitan dengan IPA.
d. Membedakan agumen yang didasarkan pada
bukti dan teori ilmiah dengan argumen yang
didasarkan pada pertimbangan.
e. Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah
dari berbagai sumber (koran, internet,
jurnal).
f. Memilih alternatif kesimpulan berdasarkan
bukti ilmiah.
g. Memberi alasan yang mendukung atau
menolak suatu rumusan kesimpulan.
(OECD, 2013)

Indikator yang digunakan dalam kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah

meliputi: mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai dengan

situasi tertentu; dan mengidentifikasi, menggunakan, dan membuat model dan

gambaran sederhana untuk menjelaskan fenomena ilmiah yang dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari. Kompetensi mengevaluasi dan mendesain penyelidikan

ilmiah meliputi: membedakan pertanyaan yang memungkinkan diselidiki secara

ilmiah, dan mengusulkan sebuah cara menyelidiki pertanyaan tertentu secara


31

ilmiah. Kompetensi mengiterpretasi data dan bukti ilmiah meliputi, menganalisis

dan menginterpretasikan data untuk menarik kesimpulan yang tepat.

Penilaian literasi sains peserta didik dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

tes pilihan ganda. Penilaian literasi sains dengan teknik tes merupakan penilaian

ranah kognitif yang mengacu pada indikator kompetensi ilmiah PISA 2015.

Indikator kompetensi ilmiah tersebut dihubungkan dengan indikator pencapaian

kompetensi dan indikator soal pada materi pembelajaran pencemaran lingkungan

yang kemudian dituangkan dalam kisi-kisi soal literasi sains.

c. Domain Pengetahuan Ilmiah (Scientific Knowledge)

Kemampuan peserta didik untuk mendemontrasikan 3 kompetensi ilmiah PISA

2015 tergantung pada penguasaan 3 jenis pengetahuan ilmiah. Dalam upaya

memahami dan melakukan kompetensi ilmiah, peserta didik membutuhkan

pengetahuan konten, prosedural, dan epistemic. Secara rinci 3 pengetahuan ilmiah

memuat sebagai berikut :

1) Pengetahuan Konten

Konten yang terdapat dalam penilaian literasi sains PISA 2015 adalah konten

yang terdapat di bidang fisika, kimia, biologi, serta ilmu bumi dan antariksa yang

memiliki relevansi tertentu. Relevansi yang harus dimiliki; (1) relevan dengan

situasi nyata, (b) merupakan pengetahuan penting sehingga penggunaannya

berjangka panjang, (c) sesuai untuk tingkat perkembangan anak usia 15 tahun.
32

2) Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang langkah- langkah

kegiatan ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel.

Pengetahuan tersebut diperlukan untuk melakukan suatu penyelidikan ilmiah yang

dapat menghasilkan suatu bukti ilmiah. Bukti ilmiah tersebut dapat digunakan

untuk mendukung suatu penyataan tertentu. Dari pengetahuan ini, diharapkan

peserta didik akan tahu bahwa terdapat perbedaan dari suatu hasil pengukuran dan

dapat menjelaskan mengapa hal itu terjadi.

3) Pengetahuan Epistemik

Pengetahuan estemik adalah pengetahuan tentang konstruksi dan mendefinisikan

aspek penting dalam proses pembangunan pengetahuan ilmiah dan peranannya

dalam membenarkan pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan

(menjustifikasi pengetahuan ilmiah), misalnya observasi, teori, hipotesis, model,

dan argumen yang berperan dalam IPA, pengenalan berbagai macam bentuk

penyelidikan ilmiah, dan peran tinjauan rekan sejawat dalam validasi pengetahuan

IPA (OECD, 2013).

d. Domain Sikap (Attitude)

Seperangkat sikap terhadap sains yang ditunjukkan dengan minat terhadap sains,

teknologi serta persepsi serta kesadaran akan isu-isu lingkungan. Tujuan utama

dari pendidikan sains adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan

minat peserta didik dalam sains dan mendukung penyelidikan ilmiah. Sikap-sikap

akan sains berperan penting dalam keputusan peserta didik untuk mengembang-
33

kan pengetahuan sains lebih lanjut, mengejar karir dalam sains, dan menggunakan

konsep dan metode ilmiah dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, pandangan

PISA akan kemampuan sains tidak hanya kecakapan dalam sains, juga bagaimana

sifat mereka akan sains. Kemampuan sains seseorang di dalamnya memuat sikap-

sikap tertentu, seperti kepercayaan, termotivasi dan pemahamn diri (OECD,

2013).

E. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang dilakukan terkait dengan SSI diantaranya :

Menurut Zo`bi (2014) bahwa penggunaan pendekatan SSI mampu meningkatkan

kemampuan peserta didik dalam membuat keputusan terhadap masalah lingkung-

an dan hasil menunjukkan adanya empat pola keputusan peserta didik: keputusan

berdasarkan pemahaman tentang konsep ilmiah dan aplikasinya, keputusan logis

linier (formal) dengan mempertimbangkan beberapa dimensi terbatas, keputusan

pada tingkat kontroversi yang terbatas dan keputusan yang dikeluarkan mencakup

pemikiran ilmiah dengan mempertimbangkan dimensi komprehensif yang

terintegrasi.

Kemudian Nuangchalerm (2010) bahwa pembelejaran berbasis SSI dapat

membuat hubungan antara tujuan pendidikan sains dan kebutuhan peserta didik

dan menjadikan manusia yang meiliki pemikiran tingkat tinggi, keterampilan

diskusi, argumentasi ilmiah dan memahami sifat sains. Selanjutnya Marrero &

Mensah (2010) hasil penelitian menunjukkan pembelajaran menggunakan SSI

dapat menjadi cara untuk membantu peserta didik mencapai literasi sains.

Wongsri & Nuangchalerm (2010) mengungkapkan bahwa peserta didik yang


34

belajar menggunakan pembelajaran berbasis isu-isu sosiosains mampu

meningkatkan prestasi belajar, pemikiran analitis dan penalaran moral.

Rahmasiwi, Susilo & Suwono (2018) melaporkan bahwa strategi pembelajaran

menggunakan isu sosiosains, kemampuan akademik, dan interaksi keduanya

berpengaruh signifikan terhadap literasi sains peserta didik. Selanjutunya

penelitian yang dilakukan oleh Gutierez (2015) menunjukkan bahwa

mengintegrasikan SSI dalam pelajaran biologi berguna untuk meningkatkan

keterampilan dalam pengambilan keputusan bioetika peserta didik dan

memberikan respons yang positif dan mendalam dengan berbagai penjelasan yang

lebih luas.

F. Analisis beberapa peneliti terkait LKPD yang akan dikembangkan

Kebahuruan dari penelitian yang akan dilakukan tertera dalam tabel berikut ini :

Tabel 3. Kebaharuan penelitian

Hasil Analisis Beberapa Peneliti


(Abdallah Salim (Piyaluk (Sally B. (Asrizal
LKPD yang
Zo`bi, 2014) Wongsri and Gutierez, 2015) Wahdan W,
akan
Prasart Sri Mulyani
dikembang-
Nuangchaler E.S & Enni
kan
m, 2010) Suwarsi
R(2017)
- Penggunaan - Pembelajaran - Mengintegrasi - Penerapan - LKPD
pendekatan isu berbasis isu kan isu model PBL berbasis isu
sosiosaintifik sosiosaintifik sosiosaintifik berbasis SSI sosiosaintifik
mampu mampu dalam berpengaruh untuk
meningkatkan meningkatkan pelajaran terhadap meningkatkan
kemampuan prestasi biologi pengembanga kemampuan
peserta didik belajar, berguna untuk n kemampuan literasi sains
dalam membuat pemikiran meningkatkan berpikir kritis,
keputusan analitis dan keterampilan komunikasi
terhadap penalaran dalam tertulis dan
masalah moral. pengambilan verbal serta
lingkungan keputusan hasil belajar
bioetika kognitif.
peserta didik.
35

Lanjutan Tabel 3. Kebaharuan penelitian

Hasil Analisis Beberapa Peneliti


(Abdallah Salim (Piyaluk (Sally B. (Asrizal
LKPD yang
Zo`bi, 2014) Wongsri and Gutierez, 2015) Wahdan W,
akan
Prasart Sri Mulyani
dikembang-
Nuangchaler E.S & Enni
kan
m, 2010) Suwarsi
R(2017)
- Metode - Sampel Selain - Desain - Metode
penelitian dipilih secara interaksi dan penelitian penelitian
menggunakan cluster argumen menggunakan yang
pendekatan random peserta didik Posttest Only digunakan
semi sampling di kelas Control (Research &
eksperimental - Instrumen meningkat Group Development)
satu kelompok menggunakan secara Design. mengacu pada
- Sampel tes (pre-test signifikan Pengambilan prosedur
penelitian dan pos-test) - Desain sampel penelitian dan
dipilih secara dengan dua penelitian menggunakan pengembang-
purposefully kelompok yang teknik Cluster an menurut
- Instrumen yang eksperimen digunakan Random Borg et al.,
digunakan menggunakan yaitu quasi- Sampling. (2003).
berupa tes tes prestasi, experimental - Teknik - Instrumen
pertanyaan berpikir design. pengumpulan berupa
terbuka dan analitis dan - Sampel dipilih data berupa validasi isi,
wawancara kuesioner secara acak angket, validasi
- Perlu dilakukan penalaran (random) observasi, dan konstruk,
penelitian lebih moral. - Instrumen tes. validasi
lanjut untuk berupa tes bahasa,
menyelidiki serta angket lembar
pengaruh keterampilan observasi
penggunaan isu pengambilan keterlaksanaa
sosiosaintifik keputusan n
dalam mengajar pembelajaran,
mata pelajaran angket respon
lainnya serta tes soal
literasi sains
(Pretes dan
posttest)

G. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjaun pustaka diketahui bahwa pembelajaran berbasis SSI merupa-

kan pembelajaran yang menggunakan representasi isu-isu atau persoalan dalam

kehidupan sosial yang meliputi konsep dan teknologi yang secara konseptual

berkaitan erat dengan sains. Pembelajaran berbasis SSI dilakukan dengan empat
36

alur kegiatan meliputi menyajikan isu dari sudut pandang pengetahuan sains

(scientific background), melakukan evaluasi isu sosial sains yang disajikan

(evaluation of information);, mengkaji dampak lokal, nasional, dan global (local,

national, and global dimension) dan membuat keputusan terkait isu sosial sains

(decision making).

Pertama pembelajaran menggunakan LKPD berbasis SSI adalah scientific

background dengan menyajikan isu sosiosains berupa artikel yang memuat isu

yang ada di lingkungan masyarakat dan mengarahkan peserta didik ke persepsi

bahwa isu tersebut dapat dislesaikan secara ilmiah, masalah yang dibahas antara

lain yaitu isu terkait maraknya pembuangan limbah pabrik yang dialirkan ke

sungai dan limbah industri rumah tangga maupun limbah domestik sehari-hari

yang nantinya dapat menimbulkan pencemaran bahkan berdampak buruk bagi

ekosistem dan kesehatan. Pada tahap ini juga disajikan gambar-gambar fakta

terkait pencemaran yang ada dilingkungan sekitar, kemudian menyajikan

pertanyaan-pertanyaan berdasarkan gambar yang disajikan dan peserta didik

diminta untuk menjawab pada kolom jawaban yang sudah disediakan.

Berdasarkan artikel yang disediakan serta gambar-gambar fakta terkait pencema-

ran lingkungan yang ada dilingkungan sekitar, sehingga peserta didik akan meng-

ingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah untuk menjelaskan fenomena ilmiah

yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua evaluation of information, guru mengarahkan peserta didik untuk menggali

informasi lebih dalam mengenai isu yang dibahas, untuk memperkuat pendapat

peserta didik dengan menjawab pertanyaan pada LKPD. Peserta didik diarahkan
37

untuk mengaitkan pemahaman mengenai isu terkait pencemaran lingkungan dan

melakukan penyelesaian masalah akibat limbah domestik rumah tangga dengan

melakukan penyelidikan ilmiah. Pada tahap ini juga, peserta didik diberikan

pertanyaan yang menuntut jawaban agar disertai bukti ilmiah dari berbagai

sumber seperti koran, internet dan jurnal.

Berikutnya local/national, and global dimension, guru mengarahkan peserta didik

untuk memahami fenomena alam perubahan yang dilakukan terhadap alam

melalui aktivitas manusia baik dalam skala lokal/nasional maupun global.

Kemudian yang terakhir, peserta didik pada tahap decision making diminta untuk

menarik kesimpulan menggunakan bukti ilmiah dan penyelesaian dari isu yang

dibahas berdasarkan apa yang telah diperoleh dari tahap-tahap sebelumnya. Peng-

ambilan keputusan dalam perkembangan literasi sains merupakan suatu hal yang

penting karena membuat peserta didik menemukan sebuah solusi terkait masalah

yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian dan langkah- langkah di atas, melalui LKPD berbasis SSI

pencemaran linggkungan, maka akan dapat meningkatkan kemampuan literasi

sains peserta didik.


38

Secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada

gambar 3 berikut :

Kondisi ideal :
- Pendidikan berperan menyiapkan generasi muda abad 21 untuk memecahkan masalah. Salah satu
kemampuan yang diperlukan yaitu literasi sains
- Literasi sains harus dibiasakan untuk dilatihkan pada saat proses pembelajaran.
- Pembalajaran sains perlu mengahadirkan masala nyata terkait fenomena dalam kehidupan sehari-hari

Kondisi di lapangan:
- Literasi sains belum sepenuhnya dilatihkan dalam pembelajaran kususnya pada materi
pencemaran lingkungan
- Pembelajaran IPA di SMP masih berorientasi pada pencapaian pengetahuan IPA, belum
mengupayakan peningkatan literasi sains pada peserta didik.
- Proses belajar mengajar yang masih berorientasi pada penguasaan konsep sains yang melalui
proses presentasi diskusi.
- Pembelajaran sedikit menghadirkan masalah nyata terkait sains dalam kehidupan sehaari-hari
- LKPD IPA yang digunakan hanya berisi ringkasan materi dan soal-soal latihan.
- Penggunaan LKPD berbasis SSI masih belum banyak dikembangkan

Akibatnya

- Rendahnya literasi peserta didik


- Munculnya sikap tidak peduli terhadap permasalahan dilingkungan sekitar
- Kurangnya pengetahuan untuk memecahkan masalah terkait sains dalam kehidupan

Upaya yang dilakukan

Pembelajaran menggunakan LKPD berbasis SSI

Meningkatkan
Tahapan LKPD Berbasis SSI Kemampuan Literasi Sains
1. Scientifik Background 1. M enjelaskan fenomena ilmiah dalam
kehidupan sehari-hari
2. M engevaluasi dan merancang
2. Evaluation of Information penyelidikan ilmiah
M enginterpretasikan data dan bukti
3. Local, National and Global secara ilmiah
dimension 3. M enjelaskan fenomena ilmiah dalam
kehidupan sehari-hari
4. Decision Making 4. M enginterpretasikan data dan bukti
secara ilmiah

Hasilnya

Literasi Sains Peserta Didik Meningkat

Gambar 3. Skema kerangka pikir

Anda mungkin juga menyukai