Anda di halaman 1dari 5

egala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala,  hidup kita,

mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada  Dzat yang tidak
membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat  dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulul Islam, Muhammad bin
Abdillah shollallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan para sahabat
beliau radhiyallahu ‘anhum.

Mungkin tidak jarang dari kita melihat sebagian dari saudara-saudara kita
kalangan kaum muslimin yang masih asing dengan istilah tayammum atau
pada sebagian lainnya hal ini tidak asing lagi akan tetapi belum mengetahui
bagaimana tayammum yang Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ajarkan
serta yang diinginkan oleh syari’at kita. Maka penulis mengajak pembaca
sekalian untuk meluangkan waktu barang 5 menit untuk bersama
mempelajari hal ini sehingga ketika tiba waktunya untuk diamalkan sudah
dapat beramal dengan ilmu.

Pengertian Tayammum
Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian tayammum.
Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu ( ‫ )ال َقصْ ُد‬yang berarti
maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at  adalah sebuah peribadatan
kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan
menggunakan sho’id yang bersih[1]. Sho’id adalah seluruh permukaan bumi
yang dapat digunakan untuk bertayammum baik yang terdapat tanah di
atasnya ataupun tidak[2].

Dalil Disyari’atkannya Tayammum


Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an, As
Sunnah dan Ijma’ (konsensus) kaum muslimin[3]. Adapun dalil dari Al Qur’an
adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,

ِ ‫ِن ْال َغائِطِ أَ ْو اَل َمسْ ُت ُم ال ِّن َسا َء َفلَ ْم َت‬Lَ ‫ َس َف ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم م‬L‫ أَ ْو َعلَى‬L‫ضى‬
َ ‫ج ُدوا َما ًء َف َت َي َّممُوا‬
‫صعِي ًدا‬ َ ْ‫ن ُك ْن ُت ْم َمر‬Lْ ِ‫َوإ‬
َ
‫ ِبوُ جُو ِه ُك ْم َوأ ْيدِي ُك ْم ِم ْن ُه‬L‫ط ِّيبًا َفا ْم َسحُوا‬َ

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang
air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”.  (QS. Al Maidah
[5] : 6).

Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi was


sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,

« ‫ج ِد ْال َما َء‬


ِ ‫ت ُترْ َب ُت َها لَ َنا َطهُورً ا إِ َذا لَ ْم َن‬
ْ َ‫» َو ُج ِعل‬
“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was
sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk
besuci[4]  (tayammum) jika kami tidak menjumpai air”.[5]

Media yang dapat Digunakan untuk Tayammum


Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh
permukaan bumi yang bersih  baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang
berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu
‘alaihi was sallam  dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu di
atas dan secara khusus,
ُ
ِ ْ‫ َمس‬L‫لِى َوأل َّمتِى‬ L‫ ُكلُّ َها‬  ُ‫ت األَرْ ض‬
ً‫جداً َو َطهُورا‬ ِ َ‫ُج ِعل‬

“Dijadikan (permukaan,  pent.) bumi  seluruhnya  bagiku (Nabi shollallahu ‘alaihi


was sallam) dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang
digunakan untuk bersuci”.[6]

Jika ada orang yang mengatakan bukankah dalam sebuah hadits Hudzaifah
ibnul Yaman[7] Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan sebagaimana
yang dikatakan oleh Ash Shon’ani rohimahullah,  “Penyebutan sebagian
anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan”[8]. Hal ini merupakan
pendapat Al Auzaa’i, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu
Hanifah[9] demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashon’ani[10],
Syaikh Al Albani[11], Syaikh Abullah Alu Bassaam[12] –
rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan[13] dan Syaikh
DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah[14].

Keadaan yang  Dapat Menyebabkan Seseorang


Bersuci  dengan Tayammum
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan
beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan
tayammum,

 Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun
tidak[15].
 Terdapat air (dalam jumlah terbatas pent.) bersamaan dengan adanya
kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum
dan memasak.
o Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan
membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit.
o Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan
sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan
tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu
bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu sholat.
o Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya
yang dapat menghangatkan air tersebut.

Tata Cara Tayammum Nabi shallallahu ‘alaihi was


sallam
Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam  dijelaskan hadits
‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,

‫صعِي ِد َك َما‬
َّ ‫ت فِى ال‬ ِ َ‫ َفلَ ْم أ‬L، ‫ْت‬
ُ ‫ َف َت َمرَّ ْغ‬، ‫ج ِد ْال َما َء‬ ُ ‫اج ٍة َفأَجْ َنب‬
َ ‫ – صلى هللا عليه وسلم – فِى َح‬Lِ ‫ َرسُو ُل هَّللا‬L‫َب َع َثنِى‬
. » ‫ن َتصْ َن َع َه َك َذا‬Lْ َ‫ك أ‬ َ ‫ان َي ْكفِي‬َ ‫ َف َقا َل « إِ َّن َما َك‬L– ‫ صلى هللا عليه وسلم‬L– ِّ‫ك لِل َّن ِبى‬ ُ ْ‫ َف َذ َكر‬، ‫َت َمرَّ ُغ ال َّداب َُّة‬
َ ِ‫ت َذل‬
ُ َ َ َ ُ
‫ ث َّم َم َس َح‬، ‫ه‬Lِ ‫ أ ْو ظه َْر شِ َمالِ ِه ِب َك ِّف‬، ‫ ث َّم َم َس َح ِب َها ظه َْر َك ِّف ِه ِبشِ َمالِ ِه‬، L‫ض َها‬ ُ
َ ‫ض ث َّم َن َف‬ َ
ِ ْ‫ األر‬L‫ضرْ َب ًة َعلَى‬َ ‫ب ِب َك ِّف ِه‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫َف‬
‫ِب ِه َما َوجْ َه ُه‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan,


kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku
berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-
guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya
cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan
telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya.
Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan
tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan
tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
[16]

Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,

ِ ‫ح َوجْ َه ُه َو َك َّف ْي ِه َوا‬Lَ ‫َو َم َس‬


‫ح َد ًة‬

“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan


sekali usapan”.

Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum
beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai berikut.

 Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali


pukulan kemudian meniupnya.
 Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan
kiri dan sebaliknya.
 Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
 Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan
wajah dilakukan sekali usapan saja.
 Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai
pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku
seperti pada saat wudhu[17].
 Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah,
demikian juga untuk hadats kecil.
 Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.

Pembatal Tayammum
Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga
tayammum tidak dibolehkan lagi apa bila telah ditemukan air bagi orang
yang bertayammum karena ketidakadaan air dan telah adanya kemampuan
menggunakan air atau tidak sakit lagi  bagi orang yang bertayammum
karena ketidakmampuan menggunakan air[18]. Akan tetapi shalat atau
ibadah lainnya[19] yang telah ia kerjakan sebelumnya sah dan tidak perlu
mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam  dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,

‫ ُث َّم َو َجدَا ْال َما َء‬L، ‫صلَّ َيا‬


َ ‫ َف‬، ‫صعِي ًدا َط ِّيبًا‬ َ ‫صاَل ةُ – َولَي‬
َ L‫ َما ٌء – َف َت َي َّم َما‬L‫ْس َم َع ُه َما‬ َّ ‫ت ال‬ ْ ‫ض َر‬ َ ‫ َف َح‬، ‫ َس َف ٍر‬L‫ن فِي‬Lِ ‫َخ َر َج َر ُجاَل‬
َ َّ َ
‫صلى ُ َعل ْي ِه َو َسل َم َفذ َك َرا‬‫هَّللا‬ َّ ‫هَّللا‬ َ ُ ‫آْل‬ َ
َ ِ ‫ ث َّم أ َت َيا َرسُو َل‬L، ‫ َول ْم ُيع ِْد ا َخ ُر‬، ‫ص َة َوالوُ ضُو َء‬ ْ ‫اَل‬ َّ ‫ َفأ َ َعا َد أَ َح ُد ُه َما ال‬، ‫ت‬ ِ ‫فِي ْال َو ْق‬
َ َ L‫صبْت ال ُّس َّن َة َوأَجْ َزأَ ْتك‬
َ َ‫ أ‬: ‫ َف َقا َل لِلَّذِي لَ ْم ُيع ِْد‬، ‫ك لَ ُه‬
ِ ‫ لَك اأْل جْ ُر َمرَّ َتي‬: ‫صاَل ُتك َو َقا َل لِآْل َخ ِر‬
‫ْن‬ َ ِ‫َذل‬

Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat dan tidak
ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayammum dengan
permukaan bumi yang suci lalu keduanya shalat. Setelah itu keduanya
menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang dibolehkan
shalat yang telah mereka  kerjakan tadi. Lalu salah seorang dari mereka
berwudhu dan mengulangi shalat sedangkan yang lainnya tidak mengulangi
shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan
menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi was sallam
mengatakan kepada orang yang tidak mengulang shalatnya, “Apa yang
kamu lakukan telah sesuai dengan sunnah dan kamu telah
mendapatkan pahala shalatmu”. Beliau mengatakan kepada yang
mengulangi shalatnya,  “Untukmu dua pahala[20]”[21].

Juga hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam  dari sahabat Abu


Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,

‫ َفإِ َذا َو َج َد ْال َما َء َف ْل َي َّت ِق هَّللا َ َو ْل ُي ِم َّس ُه َب َش َر َت ُه‬.‫ِين‬


َ ‫ج ْد ْال َما َء َع ْش َر سِ ن‬
ِ ‫ن لَ ْم َي‬Lْ ِ‫ َوإ‬، ‫ِم‬Lِ ‫صعِي ُد وُ ضُو ُء ْالمُسْ ل‬
َّ ‫ال‬

“Seluruh permukaan bumi (tayammum) merupakan  wudhu bagi seluruh


muslim jika ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun (kiasan bukan
pembatasan angka)[22], apabila ia telah menemukannya hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dan menggunakannya sebagai alat untuk besuci”.
[23]
Di Antara Hikmah Disyari’atkannya Tayammum
Sebagai penutup kami sampaikan hikmah dan tujuan disyari’atkannya
tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan
syari’at ini serta tidaklah sama sekali untuk  memberatkan kita, sebagaimana
akhir firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6,

Lٍ ‫ِن َح َر‬Lْ ‫َما ي ُِري ُد هَّللا ُ لِ َيجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم م‬


Lَ ‫م َت ْش ُكر‬Lْ ‫م َولِ ُيتِ َّم نِعْ َم َت ُه َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك‬Lْ ‫ج َولَكِنْ ي ُِري ُد لِ ُي َطه َِّر ُك‬
‫ُون‬

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu
dan menyempurnakan  nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur.”  (QS.
Al Maidah: 6).

Abul Faroj Ibnul Jauziy rohimahullah mengatakan ada empat penafsiran ahli


tafsir tentang nikmat apa yang Allah maksudkan dalam ayat ini,

Pertama, nikmat berupa diampuninya dosa-dosa[24].

Kedua, nikmat berupa hidayah kepada iman, sempurnanya agama, ini


merupakan pendapat Ibnu Zaid rohimahullah.

Ketiga, nikmat berupa keringanan untuk tayammum, ini merupakan


pendapat Maqotil dan Sulaiman.

Keempat, nikmat berupa penjelasan hukum syari’at, ini merupakan


pendapat sebagian ahli tafsir[25].

Demikianlah akhir tulisan ini mudah-mudahan menjadi tambahan ‘amal bagi


penulis dan tambahan ilmu bagi pembaca sekalian. Allahumma Amiin.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/1918-panduan-tata-cara-


tayammum.html

Anda mungkin juga menyukai