Anda di halaman 1dari 30

Tugas kelompok

Hipertensi

Oleh:
NAMA KELOMPOK:
ARIHTA GINTING
WAN YUSMI SEPTARIA
M.FAUZAN
M.SURYADI
ADE FEBRIANI
DESI FITRIANI
PROGRAM NERS KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AL-INSYIRAH PEKANBARU
TAHUN 2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan


penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat,
mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka
panjang sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang
menyeluruh dan terpadu. Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas
(kesakitan) dan mortalitasnya (kematian) yang tinggi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka


kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai
penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8 – 28,6
% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Saat ini
terdapat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan  lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain
dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan
dengan resiko penyakit hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan),
kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi
kadar lemaknya.
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50
tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan
komplikasinya. Obesitas merupakan ciri dari populasi  penderita hipertensi.
Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas
lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas
tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis
meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.

Hipertensi perlu diwaspadai karena merupakan bahaya diam-diam.


Tidak ada gejala atau tanda khas untuk peringatan dini bagi penderita
hipertensi. Selain itu, banyak orang merasa sehat dan energik walaupun
memiliki hipertensi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis.

            Hipertensi biasanya dimulai “diam-diam” umumnya setelah usia


30 tahun atau 40 tahun. Dalam kasus-kasus pencegahan, penyakit ini bisa
dimulai lebih awal. Pada tahap awal, tekanannya mungkin naik secara
berkala, misalnya pada situasi stress biasanya, ketika mengendarai mobil
jarak jauh, dan kembali ke normal lebih lama dari biasanya. Atau tekanannya
mungkin hanya naik saat bekerja, tidak pada istirahat atau berlibur. Pada
kasus-kasus seperti ini kita membicarakan “hipertensi labil”. Atau jika
angkanya terletak diatas kesasaran normal, kita menyebutnya “hipertensi
perbatasan” namun, jika angkanya diatas normal secara konsisten,
penyakitnya telah berkembang ketahap “stabil” hipertensi kronis bisa
memiliki berbagai bentuk. Contohnya sangat banyak, bahkan setiap rumah
sakit mengetahui orang-orang muda dengan tekanan darah yang sangat tinggi,
dari 200/120 samapi 250-140. (Hans p. wolf. 2006 : h 63)

B. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah hipertensi ini antara lain :
1. Memahami dan menjelaskan definisi hipertensi.
2. Memahami dan menjelaskan gejala hipertensi.
3. Memahami dan menjelaskan penyebab hipertensi.
4. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk hipertensi.
5. Memahami dan menjelaskan Pengobatan hipertensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg
dan tekanan diastolic 90 mmHg. (Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi
140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.
Secara sederhana, seseorang dikatakan menderita Tekanan Darah Tinggi
jika tekanan Sistolik lebih besar daripada 140 mmHg atau tekanan Diastolik lebih
besar dari 90 mmHg. Tekanan darah ideal adalah 120 mmHg untuk sistolik dan 80
mmHg untuk Diastolik.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang
dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi,
biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya
terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga
kali dalam jangka beberapa minggu.
B.     Epidemiologi
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di
Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah pendududk dewasa menderita
hipertensi, dan insidennya lebih tinggi dikalangan Afro-Amerika setelah usia
remaja.
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi essensial dan sisanya
mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu.
C.    Etiologi
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90%
diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat
ditentukan penyebab medisnya.Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa
perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama
menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau
norepinefrin (noradrenalin).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
- Stenosis arteri renalis
- Pielonefritis
- Glomerulonefritis
- Tumor-tumor ginjal
- Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
- Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
- Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
- Hiperaldosteronism
- Sindroma Cushing
- Feokromositoma
3. Obat-obatan
- Pil KB
- Kortikosteroid
- Siklosporin
- Eritropoietin
- Kokain
- Penyalahgunaan alkohol
- Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
-          Koartasio aorta
-          Preeklamsi pada kehamilan
-          Porfiria intermiten akut
-          Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
- Peningkatan kecepatan denyut jantung
- Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
- Peningkatan TPR yang berlangsung lama
D.    Faktor Predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran
didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress,
kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan
ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara
stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis
adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah
saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti,
akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang
dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan
hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal.
E.     Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias
terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
F.     Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
- Sakit kepala
- Kelelahan
- Mual
- Muntah
- Sesak nafas
- Gelisah
- Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
G.    Klasifikasi
      Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel
berikut:
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 140-150 90-99
stage I
Hipertensi >150 >100
stage II
(Arif Muttaqin, 2009).    
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub group: Perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110
Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90
Sub group: Perbatasan 140-149 <90
(Andy Sofyan, 2012)
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <180
Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap II ≥160 Atau ≥100
Hipertensi Sistol ≥140 Dan <90
Terisolasi
(Andy Sofyan, 2012)
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *


Kategori Sistolik Diastolik
(mmhg) (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi †
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110

Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan
sistolik dan diastolic turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah
kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan
atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah
skrining awal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang
dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi,
biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya
terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga
kali dalam jangka beberapa minggu.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik
masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara
perlahan atau bahkan menurun drastis.
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan ( pregnancy-
induced hypertension, PIH ) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena
hipertensinya reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari
kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume
darah meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon
vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak
terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga
peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan
tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang
mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan
dapat menyebabkan kejang,koma, dan kematian.

H.    Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) 
adalah diantaranya:
- Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA).
- Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard
acut (IMA).
- Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
- Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
 I.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran
USU, Abdul Madjid (2004), meliputi:
- Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah
perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa, kolesterol total, HDL, LDL.
- Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP
(dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan
pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH  dan
ekordiografi.
- Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose
(DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang
meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi:
kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan
disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi)
- Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan
J.      Penatalaksanaan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat
memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah
raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi
asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam
lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan
darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-
kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi
diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk
mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai
pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada
pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar
saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter. 
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh
obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis
(saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah :
Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang
telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada
penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi
sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang
tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan)
sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini
adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan
terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
5. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping
yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan
lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko
terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien
a.       Identitas Pengkajian
 Nama : Ny.P
 Umur : 44 Tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Jalan Sepakat
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Status : Menikah

2. Keluhan Utama
 Pasien datang kerumah sakit, mengatakan kapala pusing, nyeri pada tungkai,
sakit kepala disertai leher terasa tegang dan kaku.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dirawat dirumah sakit umum Dr.Rm Djoelham di ruangn mengkudu
dengan keluhan kepala pusing, nyeri pada ulu hati, leher dan tengkuk terasa
tegang, pasien mengatakan sulit beraktivitas.
4. Riwayat Masa Lalu
 Pasien pernah dirawat dirumah sakit selama 4 hari pada tahun 1987 dengan kasus
yang sama, pasien dirawat dan diberi obat untuk proses penyembuhan
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
 Riwayat kesehatan dari keluarga bahwa penyakit hipertensi yang diderita pasien
adalah faktor keturunan dari ibu karena sebelum pasien menderita hipertensi ibu
pasien juga pernah menderita hipertensi, ibu pasien meninggal dengan riwayat
penyakit hipertensi.
6. Pemeriksaan Fisik
TD        :  170/100 mmHg
Pols      :  90 x/i
RR        :  22 x/i
Temp    :  350c
Keadaan umum  :  Lemah
Kesadaran     :  Compos mentis
TB               :  178 cm
BB                 :  94 Kg
Ciri Tubuh    :  Gemuk

7. Pengkajian Pola Fungsional


a. Kepala
Bentuk kepala bulat, rambut hitam lurus kulit kepala bersih tidak terdapat
ketombe
b. Penglihatan
Baik, tidak ada ikterus, konjungtiva tidak anemis pupil isokor dan slekta
baik tidak dijumpai
c. Penciuman
Bentuk dan posisi, anatomis tidak dijumpai kelainan dapat membedakan
bau-bauan
d. Pendengaran
Pendengaran baik serumen ada dalam batas normal tidak ada dijumpai
adanya peradangan dan pendarahan
e. Mulut
Tidak ada masalah pada rongga mulut, gigi bersih, tidak ada pendarahan
maupun peradangan
f. Pernafasan
Tidak ada masalah pada frekuensi dan irama pernafasan
g. Jantung
Frekwensi denyut jantung dibawah normal 100x/i, bunyi jantung
berirama, tidak adanya dijumpai nyeri pada dada
h. Abdomen
Pada abdomen tidak dijumpai kelainan begitu juga pada palpasi hepar
i. Ekstremilasi
pasien mengatakan susah menggerakkan kedua kakinya dan pasien sulit
beraktivitas, semua aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat
j.        Pola Kebiasaan
1) Nutrisi
 Sebelum masuk Rumah Sakit pola makan biasa  3 x 1 hari,
makanan kesukaan  yang berlemak, sedangkan makanan pantangan
tidak ada.
 Sesudah masuk Rumah Sakit pola makan 3 x 1 hari. Porsi yang
disajikan habis 1/3 porsi dengan diet M2, pasien dilarang makan
makanan yang banyak mengandung minyak dan lemak.
2) Eliminasi
BAB       :    
 Sebelum masuk Rumah Sakit BAB 2 x 1 hari dengan konsistensi
lembek
 Sesudah masuk Rumah Sakit BAB 1 x 1 hari dengan konsistensi
lembek
BAK      :    
 Sebelum masuk Rumah Sakit BAK 5-6 x sehari
 Sesudah masuk Rumah Sakit BAK 4-5 x sehari
3) Pola Istirahat
 Sebelum masuk Rumah Sakit pasien  tidur malam + 8 jam dan tidur
siang + 1-2 jam,
 Sesudah masuk Rumah Sakit tidur malam hanya + 2 jam pada siang
hari pasientidak bisa tidur karena suasana yang tidak tenang, kurang
nyaman, sehingga klien tampak kusam dan pucat.
4) Pola Aktivitas
Pada aktivitas sebagai kepala rumah tangga yang tiap waktu sedikit
dirumah dan jumlah jam kerja yang tiada henti, istirahat yang hanya
sebentar adanya hospitalisasi suasana dirumah sakit tidak terlaksana
optimal karena badrest
5) Personal Hygine
Sebelum masuk Rumah Sakit pasien  mandi 3 x sehari, cuci rambut 2 hari
sekali kulit kepala bersih, sikat gigi 2 x sehari.
6) Therapy
Infus RL  : 20 gtt/i
Furosemide      : 1 amp/12 jam
Amlodepine         : 2 x 10 mg
Dulculax syrp       :3x1
Cotrimoxazole        : 3x4 80 mg
B.Laxadine           : 3x1
Ludios                  : 2x1
Sohobion : 2x1

8. Data Penunjang
       Adapun data penunjang dapat dilihat dari hasil laboratoriun sebagai berikut :
No Kimia Darah Hasil Normal Unit
1 Bil.total 1,35 <1 Mg/dL
2 Bil.Direk 0,59 <0,25 Mg/Dl
3 SGOT 30,5 <37 U/I
4 SGPT 38,4 <40 U/I
5 Ureum 27,2 10-15 Mg/dL
6 Kreatinim 1,08 0,6-11 Mg/dL
7 Uric acid 7,8 3,4-70 Mg/dL
8 Cholesterol total 129 <200 Mg/dL
9 Mglyceride 93 <150 Mg/dL
10 HDL 38 >55 Mg/dL
11 LDL 72 <150 Mg/dL

No Gula Darah Hasil Normal


1 Puasa 75-115
2 2 Jam pp <120
3 dd random 92
4 serologi

B. Klafikasi Data

Data subjektif Data objektif


 Pasien mengatakan kepala pusing,  Px tampak meringis kesakitan,
dan  leher terasa tegang kondisi badan lemah.
 Pasien mengatakan tidak selera  pasien tampak lemah, Makanan
makan yang di sajikan habis 1/3 porsi
 Pasien mengatakan susah tidur  pasien tampak pucat, mata cekung,
 pasien mengatakan kedua kakinya tidur malam + 2 jam  pasien susah
susah digerakkan tidur siang
 aktivitas pasiens di bantu oleh
keluarga dan perawat
 TD  : 170/100 mmHg
 Pols  :  90 x/i
 RR    : 22 x/i
 Temp : 370C

C. Analisa Data
N DATA PENYEBAB MASALAH
O
DS:   DS
1 : Peningkatan Gangguan rasa nyaman
Pasien mengatakan kepala tekanan darah nyeri
pusing, dan  leher terasa
tegang.
DO:DO :
Px tampak meringis
kesakitan, kondisi badan
lemah.
    TD    : 170/100 mmHg
    Pols  :  90 x/i
    RR    : 22 x/i
    Temp : 370C
Ds
2: Medulla Peningkatan tekanan
darah
Klien mengatakan klien Saraf simpatis
mempunyai riwayat hipertensi
Ganglia simpatis
Do :
Tekanan darah
Tekanan darah klien
Kontriksi
meningkat TD : 175/100
mmHg Peningkatan
tekanan darah
3 DS:   Efek Gangguan istirahat
Pasien mengatakan susah Hospitalisasi tidur
tidur
DO: DO :
pasien tampak pucat, mata
cekung, tidur malam + 2
jam  pasien susah tidur siang

Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan Tekan darah b/d penurunan curah jantung ditandai dengan
karena punya riwayat hipertensi dengan tekanan darah 175/100 mmHg.
2. Nyeri b/d peningkatan vaskuler d/d kepala sakit yang dirasakan oleh
pasien.
3. Gangguan pola tidur b/dketidak tidak mampuan mengatasi nyeri d/d mata
klien tampak cekung, tekanan darah 175/100 mmHg.

Rencana Keperawatan
No Diagosa Tujuan Rencana Tidakan Rasional
Keprawatan Keperawatan
1 Peningkatan -  Tekanan darah  Pantau tekanan  Untuk melihat
Tekan darah menurun. darah perkembangan
b/d penurunan -    penurunan
curah jantung Nyeri tekanan darah
ditandai dengan berkurang  Berikan   Membantu
karena punya lingkungan menurunkan
riwayat tenang, nyaman, rangsangan
hipertensi kurangin simpatis
dengan tekanan aktivitas meningkatkan
darah 175/100 relaksasi
mmHg.   Batasi jumlah   Mengurangin
kujungan stress dan
ketegangan yang
 Lakukan mempengaruhi
tindakan yang tekanan darah.
nyaman seperiti
pijatan leher dan
kepala.

 Kolaborasi
dalam pemberian
obat : tiazid
2 Nyeri b/d -  Menurunkan  Mempertahankan  Tindakan yang
peningkatan skala nyeri tirah baring menurunkan
vaskuler d/d selama fase aktif tekanan vaskular
kepala sakit   Berikan tidakan serebral dan yang
yang dirasakan nonfarmakologi memperlambat
oleh pasien untuk respon simpatis
yang begitu menhilangakan efektif dalam
hebat. sakit kepala langkah
seperti kompres mengurangi sakit
dingin dan pijat kepala dan
 Kolaborasi dalam komplikasi.
pemberian  Mengurangi atau
analgesik. mengkontrol
nyeri dan
menurunkan
rasangan sytem
saraf simpatis
2 Gangguan pola  Pola tidur  Batasi jumlah  Vasudilatasi pada
tidur b/dketidak klien pengunjung dan sistem saraf
tidak mampuan terpenuhi. lamanya tinggal simpatis
mengatasi nyeri  Klien tidak  Kolaborasi dalam
d/d mata klien terbangun pemberian obat
tampak cekung, lagi pada  Membaca Doa  Memberi
tekanan darah malam hari sebelum waktu ketenangan batin
175/100 tidur klen
mmHg.

Catatan Perkembangan
No Dx dan Implementasi Evaluasi
Tanggal
1 Dx 1 -      Mengkaji tekanan darah. S : Keluarga mengatakan
TD : 175/100 mmHg. nyeri kepala klien  
-      Mengurangi aktivitas pasien masih dirasakan
dan menghindari keributan di O : TD : 175/100 mmHg.
dalam ruangan. A : Masalah belum teratasi
-      Melakukan pijatan pada P : Intervensi dilanjudkan
pungung dan leher.
-      Memberikan obat captopril 2
x 12,5 mg.
2 Dx II -      Mempertahankan agar klien S : keluarga mengatakan
tirah baring selama nyeri nyeri klien masih terasa.
masih terasa. O : klien tampak meringis.
-      Melakukan pijatan ringan A : masalah belum teratasi.
pada leher P : intervensi dilanjudkan.
-      Memberikan obat analgesik
asam mefenamat 3 x 500 mg.
3 Dx III -      Menganjurkan keluarga yag S : keluarga mengatakan
berkunjung agar tidak terlalu klien masih sering
ramai dan ribut. terbangun.
-      Membacakan doa sebelum O : mata klien tampak
klien istirahat. cekung
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjudkan.

No Dx dan Implementasi Evaluasi


Tanggal
1 Dx 1 -      Mengkaji tekanan darah. S : Keluarga mengatakan
TD : 150/100 mmHg. nyeri kepala klien  
-      Mengurangi aktivitas pasien terkadang masih
dan menghindari keributan di dirasakan
dalam ruangan. O : TD : 150/100 mmHg.
-      Melakukan pijatan pada A : Masalah Sebagian
pungung dan leher. teratasi
-      Memberikan obat captopril 2 P : Intervensi dilanjudkan
x 12,5 mg.
2 Dx II -      Mempertahankan agar klien S : keluarga mengatakan
tirah baring selama nyeri sekali – kali nyeri klien
masih terasa. masih terasa.
-      Melakukan pijatan ringan O : klien tampak meringis.
pada leher A : masalah sebagian
-      Memberikan obat analgesik teratasi.
asam mefenamat 3 x 500 mg. P : intervensi dilanjudkan.
3 Dx III -      Menganjurkan keluarga yag S : keluarga mengatakan
berkunjung agar tidak terlalu klien masih sering
ramai dan ribut. terbangun.
-      Membacakan doa sebelum O : mata klien tampak
klien istirahat. cekung
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjudkan.

1 Dx 1 -      Mengkaji tekanan darah. S : Keluarga mengatakan


TD : 140/90 mmHg. nyeri kepala klien  
-      Mengurangi aktivitas pasien sudah hilang
dan menghindari keributan di O : TD : 140/90 mmHg.
dalam ruangan. A : Masalah teratasi
-      Melakukan pijatan pada P : Intervensi dihentikan
pungung dan leher.
-      Memberikan obat captopril 2
x 12,5 mg.
2 Dx II -      Mempertahankan agar klien S : keluarga mengatakan
tirah baring selama nyeri sekali – kali nyeri klien
masih terasa. masih terasa.
-      Melakukan pijatan ringan O : wajah klien tampak
pada leher rileks
-      Memberikan obat analgesik A : masalah teratasi.
asam mefenamat 3 x 500 mg. P : intervensi dihentikan
3 Dx III -      Menganjurkan keluarga yag S : keluarga mengatakan
berkunjung agar tidak terlalu klien sudah bisa tertidur.
ramai dan ribut. O : mata klien tidak tampak
-      Membacakan doa sebelum cekung
klien istirahat. A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi
sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial
(hampir 90 % dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari
kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki (Marilynn
E. Doenges, dkk, 1999).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari
120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering
menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan
semakin tingginya tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009).
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan
tekanan diastolik di atas 90 mmHg.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah meningkatnya
tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Daftar Pustaka

Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta
:EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf
www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/206312017/bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai