Anda di halaman 1dari 7

B.

SKOLIOSIS
a. Konsep Medis
1. Defenisi
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti kondisi patologik.Vertebra
servikal, torakal, dan lumbal membentuk kolumna vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis
tengah. Skoliosis adalah deformitas kelainan tulang belakang yang menggambarkan deviasi vertebra
kearah lateral dan rotasional.
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping, yang dapat terjadi pada
segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun lumbal (pinggang). 
Kesimpulan, skoliosis mengandung arti kondisi patologik yaitu kelengkungan tulang belakang yang
abnormal ke arah samping.

Gambar. 1.1
2. Etiologi
Penyebab terjadinya skoliosis diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur, penyakit tulang, penyakit
arthritis, dan infeksi. Pada skoliosis berat, perubahan progresif pada rongga toraks dapat menyebabkan
perburukan pernapasan dan kardiovaskuler.
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
a. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam pembentukan tulang
belakang atau tulang rusuk yang menyatu
b. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau kelumpuhan akibat penyakit
berikut: 
1) Cerebral palsy 
2) Distrofi otot 
3) Polio 
4) Osteoporosis juvenile
c. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.

3. Klasifikasi
Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu
a. Skoliosis struktural 
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel ( tidak dapat di perbaiki ) dan dengan rotasi dari tulang punggung.
Komponen penting dari deformitas itu adalah rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah
konkavitas kurva. 
Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :
1) Skosiliosis Idiopatik. adalah bentuk yang paling umum terjadi dan diklasifikasikan menjadi 3
kelompok :
a) Infantile : dari lahir - 3 tahun.
b) Anak-anak : 3 tahun - 10 tahun 
c) Remaja : Muncul setelah usia 10 tahun ( usia yang paling umum )
2) Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi satu atau lebih badan vertebra.
3) Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit neuromuskuler (seperti paralisis otak, spina
bifida, atau distrofi muskuler) yang secara langsung menyebabkan deformitas.
b. Skoliosis nonstruktural ( Postural ):
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula), dan tanpa perputaran
(rotasi) dari tulang punggung.. Pada skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai
kompensasi terhadap beberapa keadaan di luar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek,
atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka
kurva tersebut menghilang.

4. Tanda dan Gejala 


Gejalanya berupa: 
a.Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
b. Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya 
c. Nyeri punggung 
d. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama 
e. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) 
bisa menyebabkan gangguan pernafasan. 
f. Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan pada punggung
bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri.
Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.

5. Patofisiologi
Skoliosis adalah kondisi abnormal lekukan tulang belakang, Skoliosis di turunkan, serta umumnya sudah
terjadi sejak masa kanak-kanak. Penyebabnya tidak diketahui dan sama sekali tidak ada kaitannya
dengan postur tubuh, diet, olahraga, dan pemakaian backpack. Dan ternyata, anak perempuan lebih
sering terkena ketimbang anak laki-laki. Penyebab lain dari skoliosis yaitu infeksi kuman TB daerah
korpus vertebra ( spondiliatis ) dan terjadi perlunakan korpus. 
Perubahan postural berupa lengkungan berbentuk S dan C terjadi pada tulang spinal atau termasuk
rongga tulang spinal. Derajat lengkungan penting untuk di ketahui apakah terjadi penekanan pada paru-
paru dan jantung. Umumnya sih, skoliosis tidak akan memburuk, dan yang terpenting adalah lakukan
check up secara teratur (setiap 3 sampai 6 bulan). Catatan: Pada kondisi yang berat, bisa terjadi nyeri
punggung, kesulitan bernapas, atau kelainan bentuk tubuh. Bisa jadi, anak perlu ‘brace’ (alat khusus)
atau harus dioperasi. Tidak ada patokan baku untuk membantu membuat keputusan penanganan
skoliosis, karena sangat dipengaruhi usia anak, derajat pembengkokan tulang punggung, serta prediksi
tingkat keparahan sejalan dengan pertumbuhannya.

6. Komplikasi
Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, penderita perlu dirawat seawal mungkin. Tanpa
perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkok dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti :
a. Kerusakan paru-paru dan jantung. 
Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 700. Tulang rusuk akan menekan paru-paru
dan jantung, menyebabkan penderita sukar bernafas dan cepat capai. Justru, jantung juga akan
mengalami kesukaran memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah mengalami penyakit
paru-paru dan pneumonia.
b. Sakit tulang belakang. 
Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi mengalami masalah sakit tulang
belakang kronik. Jika tidak dirawat, penderita mungkin akan menghidap masalah sakit sendi. Tulang
belakang juga mengalami lebih banyak masalah apabila penderita berumur 50 atau 60 tahun.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke depan sehingga pemeriksa
dapat menentukan kelengkungan yang terjadi. 
Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau refleks.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
a. Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai.
Cara pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur
posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh
kurva dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurva
pada thorakal. Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa ditekan,
kemudian baca angka derajat kurva.Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang
diperoleh lebih besar dari 50, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200 pada pengukuran
cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi yang lanjut
b. Rontgen tulang belakang X-Ray Proyeksi Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral
penuh terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva
dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva structural akan
memperlihatkan rotasi vertebra, pada proyeksi posterior-anterior, vertebra yang mengarah ke puncak
prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu
tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari
batas superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus dari akhir inferior
vertebra paling bawah. Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu sudut yang diukur. Maturitas
kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena kurva sering bertambah selama periode
pertumbuhan dan pematangan kerangka yang cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami penulangan segera
setelah pubertas; ossifikasi meluas kemedial dan jika penulangan krista iliaka selesai, pertambahan
skoliosis hanya minimal. Menentukan maturitas skeletal melalui tanda Risser, dimana ossifikasi pada
apofisis iliaka dimulai dari Spina iliaka anterior superior (SIAS) ke posteriormedial. Tepi iliaka dibagi
kedalam 4 kuadran dan ditentukan kedalam grade 0 sampai 5. 
Derajat Risser adalah sebagai berikut :
Grade 0 : tidak ada ossifikasi, 
grade 1 : penulangan mencapai 25%, 
grade 2 : penulangan mencapai 26-50%, 
grade 3 : penulangan mencapai 51-75%, 
grade 4 : penulangan mencapai 76% 
grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.
c. MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen )
8. Penatalaksanaan
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :
a. Observasi 
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <250 pada tulang yang masih
tumbuh atau <500 pada tulang yang sudah berhenti pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti
tumbuh pada saat usia 19 tahun. 
Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-waktu tertentu. Foto
kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan
berikutnya bagi yang derajat <200 dan 4-6 bulan bagi yang derajatnya >200.
b. Orthosis 
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan nama brace. Biasanya
indikasi pemakaian alat ini adalah :
1) Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 250
2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 250
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
a) Milwaukee 
b) Boston 
c) Charleston bending brace 
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan secara teratur 23 jam dalam sehari
hingga masa pertumbuhan anak berhenti.
c. Operasi 
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada skoliosis adalah :
1)Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45o pada anak yang sedang tumbuh 
2)Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis 
3)Terdapat derajat pembengkokan >50o pada orang dewasa 

b. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah
tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
c. Mengkaji sistem persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya
kekakuan sendi.
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar
ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari
yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara
berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron,
cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya
edema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler. 

2. Analisa data
DS :
Pasien mengatakan nyeri punggung
Pasien mengatakan kelelahan di tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
Pasien mengatakan kesusahan bernafas
DO :
Bahu yang tampak tidak sama tinggi
Tampak tonjolan skapula yang tidak sama
Tampak pinggul yang tidak sama

3. Diagnosa Keperawatan 
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan nyeri
b. Nyeri punggung berhubungan dengan posisi tubuh miring ke lateral
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan postur tubuh yang tidak seimbang
d. Gangguan citra tubuh atau konsep diri yang berhubungan dengan postur tubuh miring ke 
lateral.

4. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan paru 
1) Tujuan : Pola nafas efektif 
2) Intervensi : 
a) Kaji status pernafasan setiap 4 jam 
b) Bantu dan ajarkan pasien melakukan nafas dalam setiap 1 jam
Rasional :
Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/mencegah atelektasis
c) Atur posisi tidur semi fowler untuk meningkatkan ekspansi paru 
Rasional :
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan
d) Pantau tanda vital setiap 1 jam 
Rasional :
Indikator umum, status sirkulasi dan keadekuatan perfusi
b. Nyeri punggung berhubungan dengan posisi tubuh miring ke lateral
1) Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
2) Intervensi :
a) Kaji tipe, intensitas dan lokasi nyeri 
Rasional :
Mempengaruhi pilihan / pengawasan keefektifan intervensi tingkat ansietas dapat mempengaruhi
terhadap nyeri.
b) Ajarkan relaksasi dan tehnik distraksi
Rasional :
Untuk mengalihkan perhatian sehingga mengurangi nyeri
c) Ajarkan dan anjurkan pemakaian brace
Rasional :
Untuk mengurangi nyeri saat aktivitas
d) Kolaborasi dalam pemberian analgesi
Rasional :
Untuk meredakan nyeri.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan postur tubuh yang tidak seimbang
1) Tujuan : Meningkatkan mobilitas fisik
2) Intervensi
a) Kaji tingkat mobilitas fisik
Rasional :
Mempengaruhi pilihan / pengawasan keefektifan intervensi
b) Tingkatkan aktivitas jika nyeri berkurang
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi
c) Bantu dan ajarkan latihan rentang gerak sendi aktif
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan perawatan diri
Rasional :
Keluarga yang kooperatif dapat meringankan petugas, dan memberikan kenyamanan pada pasien
d. Gangguan citra tubuh atau konsep diri yang berhubungan dengan postur tubuh yang miring ke lateral.
1) Tujuan : Meningkatkan citra tubuh
2) Intervensi :
a) Anjurkan untuk mengungkapkan perasaan dan masalahnya
Rasional :
Ekspresi emosi membantu pasien mulai menerima kenyataan dan realitas hidup
b) Beri harapan yang realistik dan buat sasaran jangka pendek untuk memudahkan pencapaian
Rasional :
Harapan yang tidak realistik menyebabkan pasien mengalami kegagalan dan menguatkan perasaan-
perasaan tidak berdaya
c) Beri penghargaan untuk tugas yang di lakukan
Rasional :
Penguatan positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang di harapkan
d) Beri dorongan untuk merawat dari sesuai toleransi
Rasional :
Meningkatkan kemandirian
( Doenges, E Marilynn.1999 )

Anda mungkin juga menyukai