27 04 2011
Dear kawan,
Apa kabar? Lebih dari sebulan aku tidak menulisi lagi blog tercinta ini….. maap deh. Dengan
kondisi kehamilanku yang memasuki bulan kelima, staminaku tidak sekuat biasanya. (ceritanya
bisa dibaca di sini). Cepat lelah dan mengantuk…. (hehe..alasan untuk tidak produktif lagi…).
Rutinitas harian harus tetap berjalan, meski ritmenya tidak sekencang dulu. Jika biasanya aku
bisa menggunakan waktu malam hari setelah anak-anak tidur untuk bekerja, atau sekedar
menulis buku atau mengisi blog, atau sekedar mengupdate bahan kuliah, sekarang enakan tidur
aja hehe…… bawaannya malesss pool!
Sebenarnya banyak request tulisan, dan seperti biasanya aku “menjanjikan” untuk menulis kalau
sempat…. tapi kesempatan itu ternyata tak gampang datangnya…hehe.. Kemarin seorang
mahasiswa datang menanyakan pendapatku tentang obat yang disarankan dokter untuknya yang
menderita skoliosis. Ia sering merasa sedikit nyeri akibat skoliosisnya, dan dokter menyatakan
bahwa mungkin ada syaraf yang “kejepit”. Dokter menyarankan penggunaan obat-obat
neurotropik atau semacam vitamin untuk syaraf. Kali ini aku akan coba mengangkat tulisan
tentang skoliosis, mungkin untuk sebagian kawan istilah ini masih terasa asing…. Ya, memang
gangguan ini tidak banyak dijumpai…tapi ada baiknya kita mengenalnya, untuk lebih
mengapresiasi penderita skoliasis dan dapat memberikan dukungan pada mereka. Tulisan ini
aku dedikasikan untuknya (keep strong, Rina…!), dan penderita skoliosis lainnya…
Skoliosis dapat terjadi pada segala usia. Jenis yang paling umum adalah skoliosis idiopatik yang
terjadi pada anak usia 10 sampai 12 dan awal remaja mereka. Ini merupakan waktu ketika anak-
anak tumbuh dengan cepat. Anak perempuan lebih mungkin menderita skoliosis daripada anak
laki-laki. Scoliosis juga dapat dipengaruhi oleh faktor herediter/keturunan. Seorang anak yang
memiliki orangtua, saudara, atau kakak dengan scoliosis idiopatik perlu melakukan pemeriksaan
berkala oleh dokter.
Dokter akan menggunakan riwayat medis pasien dan keluarga, pemeriksaan fisik, dan tes ketika
memeriksa seseorang untuk skoliosis. Pemeriksaan dengan sinar X pada tulang belakang dapat
membantu dokter memutuskan apakah seseorang memiliki skoliosis. Sinar x memungkinkan
dokter mengukur kurva dalam ukuran derajat (seperti 25 derajat), dan melihat lokasi, bentuk, dan
polanya.
- usia penderita
- jenis skoliosis.
Program olah raga belum menunjukkan keberhasilannya untuk mencegah perburukan skoliosis.
Namun demikian, penting bagi semua orang, termasuk mereka yang skoliosis, untuk latihan dan
tetap sehat secara fisik. Olah raga seperti berjalan kaki, berlari, sepakbola, dan senam, dapat
membantu menjaga tulang menjadi kuat.
Hm…bisa dikatakan skoliosis itu tidak ada obatnya. Beberapa pasien skoliasis mungkin merasa
nyeri atau pegal pada posisi atau keadaan tertentu. Jika nyerinya tidak tertahan, umumnya dokter
hanya menyarankan penggunaan analgesic/penghilang sakit. Tapi tentu obat ini tidak boleh
digunakan terus-menerus, hanya jika perlu saja. Penggunaan vitamin syaraf seperti keluarga
vitamin B (B1, B6, B12) dapat dicoba untuk meningkatkan fungsi syaraf dan dilaporkan dapat
memberikan efek analgesic walaupun tidak sekuat obat analgesic konvensional, dan juga dapat
memperkuat efek analgesic jika dipakai bersama obat analgesic lain.
Demikian kawan, sebagai tambahan wawasan hari ini. Buat mereka yang mengalami skoliosis,
jangan berkecil hati dan patah semangat. Tulang belakang boleh bengkok, tapi hati dan jiwa
harus tetap lurus, memohon yang terbaik dari sang Maha Kuat. Semoga bermanfaat.