A. Definisi Qira’at
1
Mannā’ Khalīl al-Qaṭān, “Mabāhis fī Ulum Al-Quran”, diterjemahkan oleh
Mudzakir A.S. dengan judul, “Studi Ilmu-ilmu Al-Quran”, (Cet. VII; Jakarta: Pustaka
Litera Antar Nusa, 2001), h. 247.
18
19
2
Rosihan Anwar, “Ulumul Quran”, (Cet. I: Bandung : Pustaka Setia, 2000),
h.147
3
Al-Zarqānī, “Manāhil al-‘Irfān fī Ulum al-Qur’ān”, Juz. I, (Beirut: Dār al-
Fikr, 1988) h. 140
20
tahtiha al-anḥār (dengan min ) dan wa a’adda lahum jannāt tajrī tahtaha
al-anḥār (tanpa min) (Q.S.9:100). Kemudian terakhir perbedaan dalam
dialek (al-lahjat), seperti soal imālah (pengucapan dalam vocal e)
(Q.S.20;9)), antara hal atāka hadītsu musā (dengan a) atau hal atēka
hadītsu musē (dengan e).
1. Istilah Qira’ah sab’ah tidak dikenal pada masa Nabi saw. dan pada
saat para ahli al-Qur’an pertama kali menyusun karya tentang
Qira’ah. Ia muncul pada akhir abad ke-dua (dibukukan pada abad
ke-tiga) Hijriyah sedang sab’at ahruf sudah ada sejak abad
pertama Hijriyah.
2. Hadits Nabi yang mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan
tujuh huruf tidak akan ada artinya jika yang dimaksud adalah
4
Didin Syafruddin, “Ilmu al-Qur’an sebagai Sumber Pemikiran” dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam ( Jakarta: PT. Ickhtiar Baru Van Hoeve, tt), iv, h. 45-
47.
22
ditetapkan Nabi saw. Ketika Nabi saw. mendengar bacaan para sahabat
dan beliau tidak menyalahkan artinya bacaan mereka memenuhi kaidah
yang dikehendaki Nabi saw. Kebijaksanaan Nabi saw. ini karena beliau
memahami kondisi dimana pemeluk Islam saat itu tidak hanya dari
kalangan Quraisy saja. Karena itu, muncul pula hadis yang memberi izin
kepada umat Islam untuk membaca yang mudah dari Al-Qur’an.8
berbeda, maka para tābi’in yang mempelajari dan mendalami Qira’at dari
mereka, sudah barang tentu memiliki dan menguasai versi Qira’at yang
berbeda pula. Demikianlah setelah masa sahabat berlalu, para ahli Qira’at
dari kalangan tābi’in mengajarkan al-Qur’an sesuai dengan versi Qira’at
yang mereka kuasai dan mereka terima dari para sahabat.
12
Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz. I, (Beirut: Dar al-Fikr,
1988) h. 407
13
Muhammad bin ‘Alwȋ al-Mālikȋ al-Hasanȋ, “Zubdān al-itqān fī Ulum Al-
Qur’ān, dialih bahasakan oleh Rosihan Anwar dengan judul, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-
Qur’an, (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 47.
14
Nāfi’ bin Abdurrahmān bin Abū Nā’im berasal dari Madinah. Wafat pada
tahun 169 H. Tokoh ini belajar Qira’at pada 70 orang tabi’in.
15
Nama lengkapnya adalah Ibnu Abȋ al-Najūd al-Asadȋ. Wafat tahun 127 H.
Beliau belajar Qira’at kepada Dzār bin Hubaisy, dari Abdullah bin Mas’ūd.
16
Ibnu Habīb al-Zayyāt atau dikenal dengan Hamzah. Wafat pada tahun 188 H.
Hamzah belajar Qira’at dari Sulaimān bin Mahrām al-Amsȋ, dari Yahyā bin Watstsāb,
dari Dzār bin Hubaisy, dari ‘Utsmān bin ‘Affān, ‘Ali bin Abī Ṭālib dan Ibnu Ma’ūd.
27
Ibn ‘Āmir,17 Ibn Kasīr,18 Abū ‘Amr,19 dan al-Kisā’ī.20 Dengan demikian,
terkenallah kemudian apa yang disebut dengan Qira’at Nāfi’, Qira’at
‘Āṣim, Qira’at Hamzah, Qira’at Ibn ‘Āmir, Qira’at Ibn Katsīr, Qira’at
Abū ‘Amr dan Qira’at al-Kisā’ī.
17
Abdullāh bin ‘Āmir bin Yazīd bin Tamīm bin Rābi’ah bin ‘Āmir al-Yahṣābȋ.
Wafat pada tahun 128 H di kota Damaskus diusianya yang ke-97 tahun. Belajar kepada
Al-Mughīrah bin Abdullāh bin ‘Umar bin al-Mughīrah al-Makhzūmȋ, al-Makhzūmȋ
belajar kepada ‘Utsmān bin ‘Affān dari Nabi Muhammad Saw.
18
Abdullāh bin Katsīr al-Dār, dari Makkah yang wafat pada tahun 120 H. ia
adalah generasi tabi’in. Qira’at yang ia riwayatkan diperolehnya dari Abdullāh bin
Jubair.
19
Abū ‘Amar berasal dari Basrah nama lengkap beliau adalah Zabbān bin al-
A’lā bin Ammār, wafat pada tahun 154 H. ia meriwayatkan Qira’at dari Mujāhid bin
Jābr.
20
Abu al-Hasān ‘Ali bin Hamzah bin Abdullāh bin Bahmān bin Fairuz al-Kisa'I,
Wafat di Rāy pada tahun 189 H. Beliau belajar dari Imam Hamzah dan juga dari
Muhammad bin Abī Laila dan ‘Isā bin ‘Umar Al-Hamadzānȋ.
21
‘Abd al-Halīm bin Muhammad al-Hādȋ Qabah, “al-Qira’at al-Qur’aniyyah”.
(Beirut: Dār al-Gharb al-Islāmȋ, 1999), h. 60-62
28
22
Syauqȋ Dhif, “Kitab al-Sab’ah fi al-Qirā’at li Ibn Mujāhid”, (Kairo: Dār al-
Ma’ārif, tt), 20-22
23
Ahmad Fathoni dan Ali Zawawi. “Kaidah qiraat tujuh”. Institut Studi Ilmu al-
Quran, 1992. h. 6-12.