Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam

mewujudkan pembagunan nasional yaitu dengan menggali sumber dari berbagai

dana, yang salah satunya adalah pajak. Pajak merupakan salah satu sumber

penghasilan negara yang dipungut dari warga Negara Indonesia yang diatur oleh

Undang – Undang. Seiring dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi,

sosial dan politik, peraturan perundang – undangan perpajakan terus disempurnakan.

Perubahan perundang – undangan dan perpajakan khususnya undang – undang

tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dimaksudkan untuk lebih

memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan, meningkatkan kepastian dan

penegakan hukum kepada wajib pajak. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor

6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2009 menyebutkan definisi pajak adalah setoran wajib yang

dikenakan pada orang pribadi atau badan usaha bersifat memaksa berdasar undang –

undang, imbalan yang diperoleh tidak diterima secara langsung dan digunakan untuk

dimanfaatkan guna kepentingan umum. Simanjuntak dan Mukhlis (2015:11)

menambahkan didalam bukunya tentang penjelasan pajak yakni bentuk kewajiban

warga negara untuk mentrasfer pendapatan mereka kepada negara dengan aturan

1
2

yang telah ditentukan berdasarkan undang – undang dengan sifat memaksa dan

digunakan untuk kepentingan negara (publik).

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial

dalam kontribusinya terhadap pembiayaan belanja negara. Pajak juga ditempatkan

pada posisi teratas sebagai sumber penerimaan yang pertama dan utama dalam

meningkatkan kas negara. Peranan penerimaan pajak digunakan oleh pemerintah

untuk pembiayaan pembangunan nasional maupun sebagai biaya rutin negara. Besar

kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran dalam negeri dalam membiayai

pengeluaran negara, baik yang dapat dirasakan warga negara secara langsung

maupun tidak langsung dalam kehidupan sehari – hari. Sangat besarnya kontribusi

penerimaan pajak tersebut sangat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan dan

perekonomian seperti pendanaan pembangunan untuk kemakmuran rakyat mulai dari

sektor pendidikan, kesehatan, perbankan dan juga sektor industri (Susmita dan

Supadmi, 2016). Disebabkan pajak memberikan kontribusi tertinggi dalam negara

Indonesia maka pemerintah senantiasa melakukan berbagai upaya untuk dapat

mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Ditinjau dari komposisi penerimaan negara, sektor pajak menempati urutan

teratas, hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya target penerimaan negara yang

diharapkan dari sektor pajak, bahkan per Akhir Desember tahun 2018 tembus

102,5% atau sekitar Rp. 1.942,3 triliun, dan target penerimaan pajak yang ditetapkan

sesuai APBN 2018 sebesar Rp. 1.894 triliun dari total pendapat negara (Kementrian

Keuangan RI, 2018). Kontribusi penerimaan pajak di Indonesia mulai terlihat

meningkat sejak beberapa tahun belakangan ini. Salah satu peningkatan ini

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kebijakan – kebijakan baru mengenai


3

perpajakan. Kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak

merupakan salah satu langkah yang tepat dengan meningkatnya penerimaan negara

dalam sektor pajak sangat membantu pemerintah untuk mengurangi adanya defisit

anggaran dan ketergantungan akan bantuan dan pinjaman luar negeri.

Kementrian keuangan memiliki beberapa wakil dalam melaksanakan tugasnya,

salah satunya adalah Direktorat Jendral Pajak (DJP). Melalui Direktorat Jendral

Pajak sampai sekarang berusaha meningkatkan penerimaan pajak yang telah

ditargetkan, DJP sebagai lembaga keuangan mendorong dalam menghimpun

penerimaan pajak dan berusaha melakukan pembaharuan terhadap kebijakan,

peraturan perpajakan maupun sistem administrasi perpajakan.

Sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Keuangan “Tugas Direktorat Jendral Pajak

adalah merumuskan, melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang

perpajakan dengan fungsinya sebagai berikut :

1. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan,

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan,

3. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang

perpajakan,

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan,

5. Pelaksanaan administrasi direktorat jendral”.

Di era globalisasi yang semakin padat akan segala perkembangan dan

kreatifitas pemikiran manusia yang semakin maju di dalam zaman yang penuh

dengan persaingan tentu saja akan dengan cepat mempengaruhi berbagai kemajuan

disegala bidang. Tak terkecuali dibidang pendidikan, gaya hidup, teknologi, maupun
4

transportasi yang semakin canggih dan praktis didalam segala hal. Tuntutan jaman

yang dinamis membuat DJP terus berusaha memperbaiki efisiensi dan efektifitas

kinerja dalam hal meningkatkan penerimaan pajak. Nasution (2015) menyatakan

pada prinsipnya modernisasi sistem administrasi perpajakan yang dilakukan oleh

DJP mencakup 4 (empat) hal utama, yaitu :

1. Restrukturisasi organisasi yang berprinsip: pengelompokan KPP berdasarkan

segmentasi Wajib Pajak (KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama)

dan debirokratisasi pelayanan melalui struktur organisasi berdasarkan fungsi;

2. Optimalisasi penggunaan teknologi komunikasi dan informasi untuk

menyempurnakan proses bisnis yang berprinsip simplicity, completeness, and

easy to access;

3. Penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia melalui pengembangan

manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi yang berlandaskan prinsip

transparancy, fairness dan performance based;

4. Menjamin terwujudnya pelaksanaan good governance dengan menerapkan Kode

Etik Pegawai secara tegas pada semua lini organisasi.

Sistem pemungutan pajak merupakan sebuah mekanisme yang digunakan

untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke negara.

Beberapa sistem pemungutan pajak, Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan

pajak, yakni; Self Assessment System, Official Assessment System, Witholding

Assesment System. Indonesia menganut sistem perpajakan self assessment system

merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak

yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dengan kata lain wajib

pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar dan
5

melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem

administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Direktorat Jendral Pajak selalu berupaya mengoptimalkan pelayanan sehingga

diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan keinginan masyarakat untuk tertib

sebagai Wajib Pajak, salah satunya dengan melakukan reformasi perpajakan. Abdul

Rahman (2010:210) menyatakan bahwa reformasi perpajakan meliputi dua area,

yaitu reformasi kebijakan pajak berupa regulasi atau peraturan perpajakan seperti

undang-undang perpajakan dan reformasi sistem administrasi perpajakan.

Untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, Direktorat Jendral Pajak selalu

berupaya dalam mengoptimalkan pelayanan sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran dan keinginan masyarakat untuk tertib dalam melaksanakan

peraturan perpajakan yang berlaku. Salah satu reformasi yang dilakukan oleh

Direktorat Jendral Pajak adalah reformasi administrasi perpajakan yang memiliki

beberapa tujuan. Pertama, memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya. Kedua, mengadministrasikan penerimaan

pajak, sehingga transparansi dan akuntabilitas penerimaan sekaligus pengeluaran

pembayaran dana dari pajak setiap saat dapat diketahui, Ketiga, memberikan suatu

pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak, terutama adalah kepada aparat

pengumpul pajak, kepada Wajib Pajak, ataupun kepada masyarakat pembayar pajak.

Agar tujuan tersebut tercapai, program reformasi sistem administrasi perpajakan

perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif melalui

perubahan-perubahan dalam bidang struktur organisasi, proses bisnis dan teknologi

informasi dan komunikasi, manajemen sumber daya manusia, dan pelaksanaan good

governance (Sari, 2013).


6

Kepatuhan wajib pajak, menurut Norman dikutip oleh Zain (2013:31),

kepatuhan wajib pajak memiliki pengertian yaitu suatu iklim kepatuhan dan

kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, yang tercermin dalam situasi dimana

wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan, wajib pajak dapat menghitung jumlah pajak yang

terutang dengan benar, wajib pajak membayar pajak terutang dan melaporkannya

tepat pada waktunya. Masalah kepatuhan Wajib Pajak merupakan salah satu masalah

masyarakat dan negara baik di negara maju maupun negara berkembang, sehingga

setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti harus berurusan dengan pajak

supaya tidak timbul tindakan penghindaran, pengelakan, penyeludupan, dan pelalaian

pajak (Mahdi, 202:67 dan Rahayu). Salah satu masalah kepatuhan Wajib Pajak yang

menjadi tolak ukur kinerja DJP adalah kepatuhan dalam pelaporan SPT Tahunan,

karena SPT Tahunan merupakan siklus awal dari pekerjaan DJP (Anandita,2015).

Berikut ini adalah Data Kepatuhan WP dalam Pelaporan SPT dalam 5 tahun

terakhir (dalam trilyun rupiah)

(Tabel 1)

Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2014 – 2018

Uraian/Tahun 2014 2015 2016 2017 2018


Target Rasio 70% 70% 72,50% 75% 80%

Kepatuhan (%)
Realisasi SPT 10.852.301 10.972.336 12.735.463 12.051.362 10.590.000
Rasio 59,12% 60,42% 63,15% 72,60% 61,7%

Kepatuhan (%)
Sumber: Direktorat Jendral Pajak, 2018
7

Berdasarkan tabel diatas kondisi tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia

belum sesuai dengan target DJP, kondisi ini diakibatkan karena wajib pajak orang

pribadi yang sudah mendaftarkan dirinya namun kemudian tidak melaporkan Surat

Pemberitahuan (SPT) Tahunannya, maka membuat pemerintah dalam hal ini

Direktorat Jendral Pajak terus berupaya menciptakan pembaharuan sistem

perpajakan dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi wajib

pajak dalam melaporkan SPT tahunannya sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak

dapat terus meningkat. Salah satu upaya DJP untuk meningkatkan kepatuhan wajib

pajak dengan pembaharuan sistem pemungutan pajak, hal ini juga didukung dengan

berkembangnya teknologi yang ada di Indonesia yaitu dengan membuat

pembaharuan sistem atau metode yang sederhana, mudah, cepat dan akurasi. Tujuan

untuk memodernisasi administrasi perpajakan agar mampu mengikuti perkembangan

teknologi dan memudahkan masyarakat memenuhi kewajibannya.

Modernisasi administrasi perpajakan dilakukan oleh DJP karena pelaporan

pajak terutang melalui Surat Pemberitahuan (SPT) manual dinilai masih memiliki

kelemahan, khususnya bagi wajib pajak yang melakukan transaksi yang cukup besar.

Pelaporan SPT pajak penghasilan (PPh) secara manual harus melampirkan dokumen

(hardcopy) dalam jumlah cukup besar kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP),

sementara proses perekamanan data memakan waktu yang cukup lama sehingga

pelaporan SPT menjadi tertunda dan terlambat serta menyebabkan denda. Selain itu,

penggunaan SPT manual dapat terjadi kesalahan (human error) dalam proses ulang

perekaman data secara manual oleh aparatur pajak.


8

Berikut adalah beberapa fenomena yang menunjukkan masih rendahnya tingkat

kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam memenuhi kewajiban lapor SPT

Tahunan. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(Tabel 2)

Fenomena Kepatuhan Wajib Pajak

No. Kriteria Sumber Fenomena


1. Kesadaran By: dakta.com, 31 Berdasarkan data dari Kantor Pelayanan

Wajib Pajak Maret 2019. Pajak (KPP) Pratama Bekasi Selatan, hingga

Melaporkan http://www.dakta.com/ tanggal 30 Maret 2017, baru ada 25ribu WP

SPT Masih news/8613/kesadaran- yang telah melaporkan SPT Mereka untuk

Minim wajib-pajak- tahun pajak 2016.

melaporkan-spt-masih- Padahal kementrian keuangan melalui DJP

minim telah mengeluarkan kebijakan untuk

memperpanjang batas akhir pelaporan SPT

2016, dari 31 Maret diundur hingga 21 April

2017.
2. Kepatuhan By : beritapublik.co.id, 10 Di DJP kanwil Jabar II, tingkat kepatuhan

Wajib Pajak Juli 2019. Wajib Pajak (WP) baru terealisasi sebanyak
https://beritapublik.co.id/2
Pengusaha di 40%. Angka ini masih jauh dari target
019/07/10/kepatuhan-
Kecamatan realisasi 2019 yang mencapai 62,5%,” ujar
wajib-pajak-pengusaha-
Bekasi Masih Ade Lili (Kepala Bidang Pemeriksaan
di-kecamatan-bekasi-
Rendah Penagihan Intelejen dan Penyidikan.
masih-rendah/
Pihaknya berharap, WP bisa secara sukarela

melapor atau membayar kewajiban pajak

sesuai mekanisme dan sesuai aturan yang

berlaku.
3. Empat Wajib By: Pikiran Rakyat, Senin Kepala Kanwil DJP Jabar II, Yoyok

Pajak Nakal 8 Juli 2019. Satiotomo, menagtakan keempat wajib pajak


https://www.pikiran-
Asal Jawa nakal tersebut berasal dari dua wilayah kerja
9

Barat Sudah rakyat.com/jawa- KPP yang berbeda. Satu berasal dari KPP

Dipidanakan barat/2019/07/08/empat- Cirebon dan tiga lainnya berasal dari KPP


wajib-pajak-nakal-asal-
Cikarang Selatan. Bahan awal dari
jawa-barat-sudah-
pemeriksaan wajib pajak nakal salah satunya
dipidanakan
bersumber dari kelalian melaporkan SPT

Tahunan. Kelalain itu justru menjadi target

penegakan hokum karena ada kecurigaan

bahwa tidak melapor berarti tidak ingin

diketahui harta-hartanya sehingga tidak

membayar pajak.

4. Pelaporan By: Oke Finance, Selasa 2 Kemenkeu mencatatkan realisasi pelaporan

SPT Baru April 2019 SPT Tahunan hingga 1 April 2019 secara
https://economy.okezone.
61,7%, persentase 61,7%, pengamat menilai
com/read/2019/04/02/20/2
Tingkat realisasi ini menunjukkan tingkat kepatuhan
038285/pelaporan-spt-
Kepatuhan wajib pajak masih rendah.
baru-61-7-tingkat-
Wajib Pajak Menurutnya ada beberapa hal yang
kepatuhan-wajib-pajak-
Rendah menyebabkan tingkat kepatuhan wajib pajak
rendah
rendah: Lapor pakai e-filling tidak mudah

sehingga membuat malas melapor, SPT juga

rumit sehingga enggan mengisi dan sanksi

berupa denda bagi keterlambatan nilainya

masih kecil.

Dengan adanya fenomena di atas, hal tersebut merupakan fakta bahwa masih

rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Mengingat begitu pentingnya peranan pajak, maka pemerintah dalam hal ini

Direktorat Jendral Pajak (DJP) telah melalukan beberapa upaya untuk


10

memaksimalkan kepatuhan Wajib Pajak yaitu dengan mendorong masyarakat

menggunakan fasilitas e-filling untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).

Direktorat Jendral Pajak mencoba untuk memberikan pelayanan yang prima

kepada para Wajib Pajak dan melakukan inovasi-inovasi dalam pelayanannya. Salah

satu inovasi yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak adalah dengan melakukan

perubahan pada administrasi pelaporan perpajakan. DJP membuat sebuah sistem

yang lebih sederhana dalam pelaporan pajak dengan system e-filling.

DJP telah mengeluarkan Keputusan DJP Nomor KEP-88/PJ/2004 tanggal 14

Mei 2004 (BN No.7069 hal.4B) tentang penyampaian SPT secara elektronik. Pada

tanggal 24 Januari 2005, Presiden Republik Indonesia (RI) bersama-sama dengan

DJP meluncurkan produk e-filling atau Electronic Filling System. E-filling adalah

suatu cara penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT

Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online (Laihad, 2013). Dalam

keputusan DJP tersebut dinyatakan bahwa Penyampaian SPT secara elektronik (e-

filling) dilakukan melalui Perusahaan Application Service Provider (ASP) yang

ditunjuk oleh DJP. Untuk pengaturan lebih lanjut, maka dikeluarkanlah Peraturan

DJP Nomor KEP-05/PJ/2005 tanggal 12 Januari 2005 tentang Tata Cara e-filling

melalui Perusahaan ASP. Selain itu, e-filling bisa melalui website DJP

(www.pajak.go.id). Secara umum, penyampaian SPT atau pemberitahuan

perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik melalui e-filling diatur melalui

Peraturan DJP Nomor PER-48/PJ/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan

PER-49/PJ/2009. Secara khusus, penyampaian SPT atau pemberitahuan

perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik melalui e-filling diatur melalui

Peraturan Nomor PER-39/PJ/2011 yang diperbaharui menjadi Peraturan DJP Nomor


11

PER-01/PJ/2014 tentang Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan bagi Wajib Pajak

Orang Pribadi (WPOP) yang menggunakan formulir 1770S atau 1770SS secara e-

filing melalui website DJP (www.pajak.go.id).

Beberapa tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka menjaga persentase

penyampaian SPT melalui system e-filing, yaitu:

1. Telah diterbitkan KEP-87/PJ/2017 tanggal 29 Maret 2017 tentang pengecualian

pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian SPT

bagi wajib pajak orang pribadi. Dengan dikeluarkan keputusan ini diharapkan

jumlah wajib pajak orang pribadi yang melaporkan SPT bertambah;

2. Pemberian sms dan email/blast ke kurang lebih 4 juta wajib pajak (ASN,TNI dan

Polri).

3. Himbauan kepada para pegawai di lingkungan MENPAN,BI dan OJK untuk

penyampaian SPT secara e-filing.

4. Sosialisasi kepada bendaharawan dan konsultan pajak.

Tujuan e-filing ini bagi Aparat pajak yaitu memudahkan mereka dalam

pengelolaan database karena penyimpanan dokumen-dokumen Wajib Pajak telah

dilakukan dalam bentuk digital. Selain itu mengurangi beban administrasi yang besar

bagi DJP dalam melakukan penerimaan, pengelolahan dan pengarsipan SPT di

sepanjang tahun. Dengan adanya sistem ini, para Wajib Pajak diharapkan lebih

mudah melaksanakan kewajibannya terutama dalam pelaporan SPT tanpa harus

mengantri di Kantor Pelayanan Pajak sehingga dirasa lebih efektif dan efisien. Selain

itu, pengiriman data Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dilakukan dimana saja dan

kapan saja selama (24 jam dalam 7 hari), dimana data akan dikirim langsung ke
12

database Direktorat Jendral Pajak dengan fasilitas internet yang disalurkan melalui

website DJP.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian SPT tahunan dengan

menggunakan (e-filing) tergantung dari kenyamanan Wajib Pajak dalam penggunaan

Sistem Informasi (e-filing). Olehnya itu perilaku Wajib Pajak terhadap penggunaan

Sistem Informasi (e-filing) dapat dipengaruhi oleh kemudahan Wajib Pajak dalam

mengakses atau menggunakan Sistem informasi (e-filing) dalam penyampaian atau

pelaporan SPT tahunan. Menurut Titis (2011), Tujuan perilaku ditentukan oleh sikap

atas perilaku tersebut. Dalam hal ini yaitu e-filing, perilaku penerimaan pengguna

untuk menggunakan e-filing ditentukan oleh minat yang dibentuk dari sikap.

Pengertian penerapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses,

cara perbuatan menerapkan; pemasangan; pemanfaatan. E-Filing merupakan bagian

dari sistem dalam administrasi pajak yang digunakan untuk menyampaikan SPT

secara online yang realtime kepada kantor pajak. Jadi, penerapan sistem e-filing

adalah salah satu proses atau cara memanfaatkan sistem yang digunakan untuk

menyampaikan SPT secara online yang realtime yang diterapkan oleh Direktorat

Jendral Pajak.

Penerapan sistem e-filing ini diharapkan dapat membantu, mempermudah dan

memberikan kenyamanan wajib pajak karena dapat dikirimkan kapan saja dan

dimana saja sehingga dapat meminimalkan biaya dan waktu dalam penghitungan,

pengisian, dan penyampaian SPT. Dalam penerapan sistem e-filing, sosialisasi

perpajakan sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan penerapan sistem e-Filing, hal

ini dilakukan agar dapat memberikan pengertian, informasi, meningkatkan


13

pengetahuan, kesadaran dan keinginan masyarakat untuk tertib dalam penghitungan,

pengisian, dan penyampaian SPT melalui sistem e-Filing.

Setiap Wajib Pajak terdaftar tentu memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP), dianggap sudah mengerti dan memahami mengenai peraturan perpajakan

yang berlaku. Namum menurut Ortax.org, dalam prakteknya masih banyak Wajib

Pajak yang kurang paham tentang peraturan perpajakan bahkan masih ada Wajib

Pajak yang tidak tahu sama sekali mengenai peraturan perpajakan yang berlaku.

Masih ada beberapa Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya memahami tentang

peraturan perpajakan akan berdampak pada penerimaan pajak di Indonesia. Seorang

Wajib Pajak dapat dikatakan patuh dalam kegiatan perpajakan apabila memahami

secara penuh tentang peraturan perpajakan antara lain: mengetahui dan berusaha

memahami Undang-Undang Perpajakan, cara pengisian formulir perpajakan, cara

menghitung pajak, cara melaporkan SPT dan selalu membayar pajak tepat waktu.

Masih kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak, tidak terlepas

dari faktor pengetahuan dan pemahaman tentang perpajakan itu sendiri karena bila

setiap wajib pajak mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang

peraturan perpajakan, maka dapat dipastikan wajib pajak secara sadar akan patuh

dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.

Dalam mendukung kepatuhan wajib pajak, pemahaman mengenai pajak, wajib

dimiliki oleh wajib pajak. Pemahaman mengenai perpajakan merupakan hal yang

paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa adanya

pemahaman tentang pajak, maka sulit bagi wajib pajak dalam menjalankan

kewajiban perpajakannya, seperti dalam perhitungan pajak, membayar pajak dan

melaporkan pajak. Menurut (Lovihan 2014) Pemahaman peraturan perpajakan adalah


14

cara wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada. Wajib pajak

yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas cenderung akan menjadi

wajib pajak yang tidak taat. Pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan

adalah cara wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada

(Hardiningsih dan Yuliananwati,2011).

Nurmantu (2010) menyebutkan bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan wajib pajak adalah tingkat pemahaman perpajakan yang dimiliki oleh

wajib pajak. Semakin tinggi tingkat pemahaman wajib pajak, maka semakin mudah

pula bagi mereka untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Tapi masih ada wajib pajak

yang belum memahaminya bahkan belum mengerti sama sekali terkait dengan

peraturan perpajakan (Sri Ernawati dan Melly 2011) bahwa pemahaman perpajakan

tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di Banjarmasin karena sebagian

besar wajib pajak masih menggunakan jasa konsultan pajak sehingga belum tentu

wajib pajak terdaftar telah memahami perpajakan.

Biaya kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab lain yang

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Biaya-biaya yang dipungut tersebut tidak

hanya meliputi biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak (tax complience cost).

Beberapa wajib pajak beranggapan bahwa sistem perpajakan kita khususnya pajak

penghasilkan masih terlalu kompleks. Kompleksitas peraturan tersebut ternyata

menimbulkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang wajib pajak

untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sejumlah biaya yang harus dikeluarkan

oleh wajib pajak dalam melaksanakan pembayaran perpajakan merupakan biaya

kepatuhan. Biaya kepatuhan adalah biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam
15

memenuhi persyaratan perpajakan yang dikenakan pada mereka oleh hukum dan

otoritas tertentu (Sanford,1994).

Biaya kepatuhan bukan hanya dalam artian uang (Direct Money Cost), tetapi

juga waktu (Time Cost) dan pikiran (Psychological Cost). Wajib Pajak yang telah

berusaha patuh untuk membayar kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan

Undang-Undang perpajakan yang berlaku, berharap agar dapat mengeluarkan biaya-

biaya seminimal mungkin yang terkait dengan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Oleh sebab itu, apabila biaya kepatuhannya berubah maka akan berpengaruh

terhadap kepatuhan itu sendiri. Barbone et. AI (2012) menyatakan bahwa kepatuhan

tidak akan terjadi tanpa adanya effort (usaha), dalam istilah ekonomi, effort hanyalah

bahasa lain untuk “biaya”. Sehingga menjadi warga negara yang patuh pada hukum,

dibutuhkan effort yang lebih, yakni biaya kepatuhan.

Faktor lain yang juga mempengaruhi kepatuhan wajib pajak adalah sanksi

perpajakan. Sanksi perpajakan dikenakan kepada para WP OP yang tidak mematuhi

aturan dalam Undang-undang Perpajakan. Sanksi perpajakan merupakan alat

pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Namun

pada kenyataannya, sanksi pajak yang diberikan terutama sanksi administrasi yang

dikenakan kepada wajib pajak masih rendah, sehingga wajib pajak masih terlambat

untuk menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT). Namun pada kenyataannya, sanksi

pajak yang diberikan masih rendah, dan fenomena yang terjadi di masyarakat

menurut Darmin Nasution menyatakan bahwa masih sangat rendahnya sanksi pajak

terutama sanksi administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak, sehingga wajib

pajak masih terlambat untuk menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT).


16

Mardiasmo (2009:57) di dalam bukunya menjelaskan sanksi pajak merupakan

jaminan bahwa ketentuan peraturan undang-undang perpajakan akan dapat dipatuhi

atau dengan kata lain sanksi pajak adalah alat pencegahan agar Wajib Pajak tidak

akan melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Sanksi yang diberikan pada Wajib

Pajak yang lalai ataupun dengan sengaja melakukan tindak kecurangan, maka Wajib

Pajak akan berpikir dua kali untuk melanggar norma perpajakan sehingga Wajib

Pajak akan lebih memilih patuh daripada menerima sanksi yang diberikan oleh

fiskus. Pada intinya, pemberian sanksi yang berat dan adil kepada Wajib Pajak dalam

berusaha melanggar undang-undang diharapkan bisa menjadi untuk lebih patuh.

Sanksi perpajakan yang dikenakan pada penghasilan yang tidak dilaporkan

oleh Wajib Pajak akan berpengaruh terhadap kepatuhan pajak dan semakin tinggi

sanksi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan mendorong Wajib Pajak untuk

patuh. Sanksi perpajakan yang dikenakan kepada pelanggar dapat berupa sanksi

administrasi maupun sanksi pidana (Pranata dan Setiawan, 2015). Penerapan sanksi

perpajakan baik administrasi (denda, bunga dan kenaikan) dan pidana (kurungan atau

penjara) mendorong kepatuhan Wajib Pajak akan tetap penerapan saksi perpajakan

tersebut haruslah konsisten dan berlaku terhadap semua Wajib Pajak yang tidak

memenuhi kewajiban perpajakan karena perlakuan pajak yang diskriminasi dan tidak

adil mengakibatkan rendahnya kepatuhan pajak.

Pelayanan petugas yang baik, keramah tamahan petugas pajak dan kemudahan

dalam sistem informasi perpajakan termasuk dalam pelayanan perpajakan diharapkan

dapat mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Untuk meningkatkan kepatuhan

wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, kualitas pelayanan pajak

harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan petugas yang baik akan memberikan
17

kenyamanan bagi wajib pajak. Kepuasan wajib pajak adalah terpenuhinya tuntutan

dan kebutuhan konsumen atas pelayanan sesuai harapannya, dengan indikator hasil

kerja petugas sesuai harapan, fasilitas dan persyaratan sesuai dengan spesifikasi

(Heryanto 2012:196). Kepuasan kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT tahunan. Jika wajib pajak merasa

puas dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas KPP maka wajib pajak akan

patuh dalam menyampaikan SPT tahunan.

Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan pelaporan SPT Wajib Pajak

Orang Pribadi yaitu dengan memberikan kualitas pelayanan yang baik bagi wajib

pajak dengan cara menyediakan sarana-prasarana maupun sistem informasi terutama

dalam penmbetukan perilaku pegawai yang berdasarkan prinsip budaya kerja

profesional yang siap melayani masyarakat selaku wajib pajak. Peningkatan kualitas

pelayanan dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pada

wajib pajak sebagai pelanggan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan dalam

bidang perpajakan (Prabawa 2012).

Kualitas pelayanan adalah merupakan suatu proses bantuan kepada orang lain

dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal

agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan. Pelayanan yang dapat memberikan

kepuasan kepada wajib pajak dan dalam batasan memenuhi standar pelayanan yang

dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.

Penelitian yang dilakukan oleh Riyantono (2017) tentang Pengaruh

Pemahaman, Pelayanan Fiskus, Kesadaran dan Sanksi pajak terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak pemilik Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kecamatan Sleman

menemukan bukti bahwa Terdapat pengaruh secara signifikan antara pelayanan


18

fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak dan Terdapat pengaruh signifikan antara

sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Upaya peningkatan kualitas pelayanan dari DJP diharapkan dapat memberikan

kepuasan wajib pajak sebagai pelanggan, dengan begitu kepatuhan dibidang

perpajakan juga akan meningkat dengan sendirinya. Kualitas pelayanan disebut

sebagai tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan wajib pajak. Peningkatan

kualitas pelayanan yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas dan

kemampuan dibidang perpajakan, perluasan tempat pelayanan terpadu, penggunaan

sistem teknologi dan informasi yang dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna

dana atau pengaruh tertentu kepada individu. Karena seseorang akan taat membayar

pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya,

hasil pungutan pajak itu telah memberikan konstribusi nyata pada pembangunan di

wilayahnya, hal ini di menunjukkan bahwa lingkungan wajib pajak berada secara

parsial berpengaruh siginifakn terhadap kepatuhan WPOP di Surabaya, karena

apabila masyarakat ditempat lingkungan wajib pajak patuh, wajib pajakpun akan ikut

patuh (Jotopurnomo dan Mangoting, 2013:51).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putu RaraSusmita dan Ni Luh Supadmi

(2016) mengenai pengaruh kualitas pelayanan, sanksi perpajakan, biaya kepatuhan

pajak dan penerapan e-filling terhadap kepatuhan wajib pajak menemukan bukti

bahwa kualitas pelayanan, sanksi perpajakan dan penerapan e-filling berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi sedangkan biaya

kepatuhan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
19

Sejalan dengan hasil penelitian dari Puput Solekhah & Supriono (2018) yang

menguji variabel e-filling bersama dengan variabel pemahaman pajak dan kesadaran

pajak pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Purworejo, adapun indikator

dari e-filling yang diuji didasarkan pada keuntungan dari pemanfaatan e-filling yaitu

penyampaian SPT lebih cepat, biaya pelaporan SPT lebih murah, penghitungan

dilakukan secara cepat karena menggunakan sistem komputer, kemudahan pengisian

SPT dalam bentuk wizard, kelengkapan data yang disampaikan wajib pajak, dan

lebih ramah lingkungan karena meminimalisir penggunaan kertas.

Berdasarkan penelitian terdahulu, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mengambil Judul “Pengaruh penerapan sistem e-Filing, tingkat

pemahaman perpajakan, biaya kepatuhan dan sanksi perpajakan terhadap

tingkat kepatuhan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dengan

kepuasan kualitas pelayanan pajak sebagai variabel intervening di Kecamatan

Cikarang.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka

masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Penerimaan pajak masih rendah yang dikarenakan masih sedikitnya wajib pajak

yang melaksanakan kewajiban perpajakannya.

2. Tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia yang masih kurang salah satunya

tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kabupaten Bekasi.

3. Masih banyak Wajib pajak yang belum mengerti sepenuhnya cara melaporkan

SPTnya secara elektronik.


20

4. Tingkat penerapan sistem e-filling dalam pelaporan SPT WPOP masih kurang.

5. Pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai perpajakan masih kurang.

6. Sanksi pajak dalam pelaporan SPT dianggap cukup memberatkan bagi wajib

pajak.

7. Biaya yang dikeluarkan wajib pajak dalam pelaporan SPT dianggap

memberatkan bagi wajib pajak.

8. Kurang meratanya informasi tentang perpajakan yang di terima seluruh

masyarakat.

9. Seberapa besar tingkat kepuasan Wajib Pajak terhadap pelayanan sistem

perpajakan.

10. Kurang tanggapnya pelayanan pajak terhadap pertanyaan atau keluhan dari

wajib pajak.

11. Masih banyak wajib pajak yang tidak melaporkan SPT Tahunan.

12. Jumlah pelapor SPT tahun 2018 lebih rendah dibandingkan dengan pelaporan

SPT tahun sebelumnya.

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari supaya tidak terjadi perluasan pembahasan dan juga

penelitian lebih terarah, maka penulis membatasi penelitan hanya pada pengaruh

penerapan sistem e-filling, pemahaman pajak, sanksi perpajakan dan biaya kepatuhan

terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan surat

pemberitahuan tahunan (SPT tahunan). Data yang dianalisi peneliti yaitu Wajib

Pajak Orang Pribadi di wilayah Kecamatan Cikarang.


21

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka

masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Apakah berpengaruh penerapan sistem e-filling terhadap kepuasan kualitas

pelayanan pajak?

2. Apakah berpengaruh pemahaman perpajakan wajib pajak terhadap kepuasan

kualitas pelayanan pajak?

3. Apakah berpengaruh biaya kepatuhan terhadap kepuasan kualitas pelayanan

pajak?

4. Apakah berpengaruh sanksi perpajakan terhadap kepuasan kualitas pelayanan

pajak?

5. Apakah berpengaruh kualitas pelayanan terhadap kepatuhan pelaporan SPT

Tahunan wajib pajak orang pribadi?

6. Apakah berpengaruh penerapan sistem e-filling terhadap tingkat kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?

7. Apakah berpengaruh pemahaman perpajakan wajib pajak terhadap tingkat

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?

8. Apakah berpengaruh biaya kepatuhan terhadap kepuasan tingkat kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?

9. Apakah berpengaruh sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan pelaporan

SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?

10. Apakah berpengaruh penerapan sistem e-filling terhadap tingkat kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi melalui kepuasan kualitas

pelayanan pajak sebagai variabel intervening?


22

11. Apakah berpengaruh pemahaman perpajakan terhadap tingkat kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi melalui kepuasan kualitas

pelayanan pajak sebagai variabel intervening?

12. Apakah berpengaruh biaya kepatuhan terhadap tingkat kepatuhan pelaporan SPT

Tahunan wajib pajak orang pribadi melalui kepuasan kualitas pelayanan pajak

sebagai variabel intervening?

13. Apakah berpengaruh sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan pelaporan

SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi melalui kepuasan kualitas pelayanan

pajak sebagai variabel intervening?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah, maka kontribusi penelitian yang ingin

dicapai yaitu;

1. Untuk menguji empiris pengaruh penerapan sistem e-filling terhadap kepuasan

kualitas pelayanan pajak?

2. Untuk menguji empiris pengaruh pemahaman perpajakan wajib pajak terhadap

kepuasan kualitas pelayanan pajak?

3. Untuk menguji empiris pengaruh biaya kepatuhan terhadap kepuasan kualitas

pelayanan pajak?

4. Untuk menguji empiris pengaruh sanksi perpajakan terhadap kepuasan kualitas

pelayanan pajak?

5. Untuk menguji empiris pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?


23

6. Untuk menguji empiris pengaruh penerapan sistem e-filling terhadap tingkat

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?

7. Untuk menguji empiris pengaruh pemahaman perpajakan wajib pajak terhadap

tingkat kepatuhan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?

8. Untuk menguji empiris pengaruh biaya kepatuhan terhadap kepuasan tingkat

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?

9. Untuk menguji empiris pengaruh sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi?

10. Untuk menguji empiris pengaruh penerapan sistem e-filling terhadap tingkat

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi melalui kepuasan

kualitas pelayanan pajak sebagai variabel intervening?

11. Untuk menguji empiris pengaruh pemahaman perpajakan terhadap tingkat

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi melalui kepuasan

kualitas pelayanan pajak sebagai variabel intervening?

12. Untuk menguji empiris pengaruh biaya kepatuhan terhadap tingkat kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi melalui kepuasan kualitas

pelayanan pajak sebagai variabel intervening?

13. Untuk menguji empiris pengaruh sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi melalui kepuasan kualitas

pelayanan pajak sebagai variabel intervening?

F. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi dunia akademik dan

praktik, yang dijelaskan sebagai berikut:


24

1. Manfaat untuk penulis

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Akuntansi pada Program

Studi Magister Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YAI, serta menambah

wawasan pengetahuan dan daya nalar penulis sebagai bagian dari proses belajar

sehingga dapat lebih memahami bagaimana penerapan aplikasi dari teori-teori

yang telah penulis peroleh selama berkuliah.

2. Manfaat Akademik

a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa/i untuk menambah

pengetahuan mengenai e-filling yang merupakan sarana penting dalam pelaporan

pajak. E-filling membantu mempermudah WP dalam melaporkan SPT mereka

karena tidak perlu datang ke KPP tetapi cukup secara online.

b. Sebagai dasar memperdalam teori yang telah diperoleh dan menerapkannya di

lapangan serta sebagai kajian bagi penelitian berikutnya.

3. Manfaat Praktik

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu fiskus untuk mengetahui

kelemahan dari sistem informasi (e-filling) yang menyebabkan Wajib Pajak

datang langsung ke KPP untuk melaporkan SPT tahunannya.

b. Bagi Wajib Pajak, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

kontribusi dalam usaha peningkatan kepatuhan wajib pajak dengan mengetahui

beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, serta sebagai

cerminan bagi wajib pajak untuk menjadi wajib pajak yang patuh terhadap

ketentuan perpajakan di Indonesia.


25

Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi tentang mudahnya

melaporkan SPT melalui sistem e-filling sehingga semakin banyak masyarakat

yang melaporkan SPT Tahunan dan membayar pajaknya.

c. Bagi Direktorat Jendral Pajak, penelitian ini diharapkan akan menghasilkan

informasi yang bermanfaat sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi pemerintah

untuk memberikan pelayanan yang prima melalui e-filling untuk Wajib Pajak.

d. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dalam penelitian ini dapat dijadikan literature

bagi penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

4. Manfaat untuk pihak lain

Sebagai masukan untuk meningkatkan pengetahuan perpajakan dan menjadi

bahan referensi untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah

perpajakan yang dibahas dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai