Anda di halaman 1dari 33

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Akhlak Tasawuf Prof. Dr. Asmal May,Ma

TASAWUF DAN PSIKOLOGI

OLEH
Desfindah Ranita R. (11414206169)
III G

Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN SUSKA RIAU
Pekanbaru
2015
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mandiri Makalah Akhlak dan
Taswawuf ini dengan tepat waktu. Karena tanpa pertolongan-Nya saya tidak dapat
menyelesaikan Makalah ini. Sholawat serta salam terlimpah curah kepada Nabi Muhammad
SAW.
Adapun tujuan pembuatan makalah dengan judul ” Tasawuf dan Psikologi“ adalah salah
satu tugas mandiri mata kuliah Akhlak Tasawuf di program studi Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas tarbiyah dan keguruan pada Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr.
Asmal May,Ma. selaku dosen pembimbing mata kuliah Akhlak Tasawuf dan kepada segenap
pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamua’laikum Wr Wb

Pekanbaru,  2 Desember 2015

Penyusun
Daftar Isi

Kata pengantar…………………………………………………………………………… i

Daftar Isi………………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….…. 1

A. Latar Belakang………………………………………………………..…………….….. 1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………….…..…….. 3

B. Pengertian Tasawuf…………………….………………………………………………. 3

1. Definisi Tasawuf………………………………………………………………... 3

2. Definisi Psikologi……………………………………………………………..… 6

C. Hubungan Tasawuf dan Psikologi………………………………………………..…….. 10

1. Tasawuf dan sikologi Humanistik……………………………………….……… 10

2. Tasawuf dan Psikologi Transpersonal………………………………………….. 12

D. Komparasi antara Psikologi Barat dengan Psikologi Sufi ……………………………. 24

1. Anggapan Psikologi Barat (tradisional)……………………………………….. 24

2. Puncak Kesadaran Manusia menurut Psikologi Barat…………………………. 24

3. Anggapan Psikologi Barat tentang Alam Semesta………………………….…. 24

4. Keterkaitan Psikologi Tradisional dengan Sifat Manusia…………………..….. 24

E. Problema Psikologis di Era Modern danPeran Tasawuf………………………………. 24

1. Gangguan Kejiwaan Modern……………………………………………….….. 26

2. Peran Tasawuf dalam Menghadapi Problema Psikologis……………………… 27

BAB III PENUTUP………………………………………………………………. 30

F. Kesimpulan…………………………………………………………………………….. 30
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini amatlah pesat. Tidak hanya dalam pengetahuan
keagamaan saja, dalam ilmu terapan lain juga banyak mengalami eskalasi. Baik munculnya hal
atau pendapat baru, maupun perpaduan ilmu yang saling bersangkutan. Tasawuf dengan
psikologi misalnya, keduanya dianggap sebagai pengetahuan yang sama – sama membahas
manusia. Karakteristik, potensi yang dimiliki dan pengembangan kemampuan tak lepas dari
kajian pembahasan.

Sebelum kita mencari dan menghubungkan antara tasawuf dengan psikologi, terlebih
dahulu kita harus mengerti atau memberikan pengertian dari keduanya. Apa itu tasawuf dan
bidang kajiannya? Juga, apa itu psikologi dan kajiannya? Agar kita tidak terjebak dalam
pengintergrasian diantara keduanya.

Tasawuf adalah disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritualitas yang mengacu
pada moralitas yang bersumber dari nilai islam, dengan pengertian bahwa pada prinsipnya
tasawuf bermakna moral dan semangat islam, karena seluruh agama islam dari berbagai
aspeknya adalah prinsip moral. Tasawuf membina manusia agar mempunyai mental utuh dan
tangguh, sebab didalam ajarannya yang menjadi sasaran utamanya adalah manusia dengan segala
tingkah lakunya. Tasawuf mengajarkan bagaimana rekayasa agar manusia dapat menjadi insan
yang berbudi luhur, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai hamba dalam hubungannya
dengan Khaliq pencipta alam semesta.

Sedangkan psikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari perilaku manusia secara
umum dapat dilihat dari segi mental, baik yang bersifat perasaan ataupun bukan, dengan tujuan
untuk mencapai kaidah kaidah yang dapat dipakai guna memahami berbagai motif perilaku,
mengenali dan memastikan (gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam perilaku).
Dalam percakapan sehari hari, banyak yang mengaitkan tasawuf dengan unsure kejiwaan dalam
diri manusia. Dan hal ini cukup beralasan mengingat substansi pembahasannya, yaitu berkisar
pada jiwa manusia. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsure kejiwaan.

Perpaduan Psikologi dan tasawuf dianggap pendekatan yang paling representatif. Bidang
ini sudah sejak lama mengorientasikan pusat objek kajian pada manusia (antroposentris). Meski
sebagian corak psikologi mempunyai pandangan berbeda mengenai manusia, namun dalam
perspektif yang terbaru saat ini yaitu humanistik dan transpersonal membuktikan bahwa ada
kesamaan dengan tasawuf. Dimana manusia dipercaya mempunyai kemampuan untuk
melakukan aktualisasi diri. Tak hanya itu, kajian nilai spiritual juga bisa menjadi sorotan.
Keduanya menempatkan agama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

Mengingat adanya hubungan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas tasawuf dan
ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak terlepas dari kajian tentang
kejiwaan manusia itu sendiri. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa
dengan badan. Tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan jiwa dan badan dalam
tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan ini dikonsepsikan oleh para
sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktekkan manusia dengan
dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu terjadi. Dimana semua yang
dimunculkan melalui jiwanya tersebut baik sikap dan kepribadian seseorang tidak terlepas dari
keudua unsure ini yakni tasawuf dan psikologi.

Dan makalah ini mencoba menguraikan tentang hubungan tasawuf dengan psikologi dan
sebaliknya yaitu dengan melihat dari sudut pandang psikologi dan sudut pandang tasawuf,
bagaimana keduanya saling menginterpretasi satu sama lain sehingga dari kedua unsur tersebut
dapat ditemukan keterikatan dalam "hubungan tasawuf dengan psikologi".

BAB II
PEMBAHASAN

B. Pengertian Tasawuf dan Psikologi

1.      Definisi Tasawuf

Sebagai salah satu disiplin ilmu, tasawuf merupakan bidang yang oleh sementara
kalangan dianggap sebagai disiplin yang ada pada wilayah yang berbeda dengan ilmu
pengetahuan pada umumnya.

Secara etimologi arti kata Tasawuf memiliki bermacam perkiraan asal kata. Diantaranya,
ada yang mengatakan tasawuf berasal dari bahasa Yunani yaitu sophos yang memiliki pengertian
Hikmat. Ada juga yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari bahasa Arab dengan berbagai
macam pandangan pula. Diantaranya al-Suffah (ahl al-Suffah) orang yang ikut bersama Nabi
pindah dari kota Mekka ke Madinah, saf (barisan), sufi (suci), dan suf (kain wol). Kata ahl as-
Suffah misalnya, menggambarkan keadaan yang rela mencurahkan jiwa dan raga, tenaga, harta
dan sebagainya hanya untuk Allah.

Adapun pengertian tasawuf secara terminologi: upaya melatih jiwa dengan berbagai
kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari berbagai pengaruh kehidupan dunia sehingga
mencerminkan akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dalam bahasa yang lebih
sederhana, tasawuf dapat diartikan sebagai bidang kegiatan yang berhubungan dengan
pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.

Ada banyak banyak defenisi yang ditampilkan oleh para ahli tentang tasawuf, sangat sulit
mendefenisikannya secara lengkap karena masing-masing ahli mendefenisikan tasawuf hanya
dapat menyentuh salah satu sudutnya saja, sebagaimana dikemukakan oleh Anne Marie
Schimmel, seorang sejarahwan dan dosentasawuf pada Harvard University 1sebagai contoh apa
yang telah didefenisikan oleh Syekh al-Imam al-Qusyairi dalam kitabnya Risālah al-
Qusyairiyyah

‫المراعون انفاسهم مع هللا تعالي الحافظون قلوبهم عن طوارق الغفلة باسم التصوف‬

‘Orang-orang yang senantiasa mengawasi nafasnya bersamaan dengan Allah Ta’ala. Orang-
orang yang senantiasa memelihara hati atau qalbunya dari berbuat lalai dan lupa kepada Allah
dengan cara tersebut di atas dinamakan tasawuf.

Menurut Abu Muhammad al-Jariri yang disebutkan dalam kitab al-Risalah al-


kusyairibeliau ditanya tentang tasawuf, maka ia menjawa :

‫الدخول في كل خلق سني والخروج من كل خلق دني‬

1
K. Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 31
‘Masuk dalam setiap moral yang luhur dan keluar dari setiap moral yang rendah.

Menurut Abd al-Husain al-Nur memberikan batasan dalam defenisi yang lain yaitu
akhlak yang membentuk tasawuf :

‫التصوف الحرية والكرم وترك التكلف والسخاء‬

‘Tasawuf adalah kemerdekaan, kemurahan  tidak membebani diri serta dermawan’2

      Dengan beberapa pengertian tasawuf tersebut di atas menunjukkan bahwa hubungan Allah


dengan manusia yang tak terpisah, sampai merasuk dalam qalbusehingga manusia yang

ber-tasawuf itu selalu berada dalam daerah Ilahi yang qadim,karena manusia dalam


pengertian qalbu dan ruh, dapat dihubungkan dengan Allah seperti firman Allah dalam hadis
Qudsi :

‫قوله تعالي في الحديث القدسي ما وسعني ارضي وال سماءي ووسعني قلب عبد المؤمن‬

‘Allah berfirman dalam hadis Qudsi, sekiranya Aku, diletakkan di bumi dan langit-Ku tidak
mampu memuat Aku dan qalbu-nya orang mukmin dapat memuat Aku’. 3

            Bahwa hadis Qudsi tersebut menggambarkan tentang bumi dan langit tidak dapat secara
langsung dekat Allah swt. Bahkan andaikata Allah swt. Akan ditempatkan dan diletakkan dalam
bumi dan langit itu tidak akan sanggup membawa dan memuatnya, akan tetapi sekiranya Allah
swt. Akan ditempatkan dan diletakkan dalam qalbu-nya orang mukmin, niscaya akan sanngup
dan mampu memuatnya karena manusia itu lebih tinggi martabatnya, dibandingkan dengan
makhluk lainnya, setelah itu pula manusia mempunyai nur (cahaya dari Allah) dengan demikian
mudah berhubungan, nur dengannur.     

Jadi, tasawuf adalah disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritualitas yang
mengacu pada moralitas yang bersumber dari nilai islam, dengan pengertian bahwa pada
prinsipnya tasawuf bermakna moral dan semangat islam, karena seluruh agama islam dari
berbagai aspeknya adalah prinsip moral. Tasawuf membina manusia agar mempunyai mental
utuh dan tangguh, sebab didalam ajarannya yang menjadi sasaran utamanya adalah manusia
dengan segala tingkah lakunya. Tasawuf mengajarkan bagaimana rekayasa agar manusia dapat
menjadi insan yang berbudi luhur, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai hamba dalam
hubungannya dengan Tuhan pencipta alam semesta.

2
Sahabuddin, Metode Mempelajari Ilmu Tasawuf, menurut Ulama Sufi (Cet. II; Surabaya:
Media Varia Ilmu, 1996), h.13
3
Al-Syekh Abd al-Karim ibn Ibrahim al-Jaeliy, Insān al-Kāmil fi Ma’rifat Awāliri wa al-Awā’il ,
jilid II (Mesir: Syarikah Matba’ah Mustafa- Babil Halabi wa Alādih, 1375 H), h. 25.
Tasawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para sahabat radhiyallahu
‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang utama (generasi sahabat, tabi’in dan
tabi’it tabi’in). Ajaran ini baru muncul sesudah zaman tiga generasi ini4. Berkata Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah, “Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi
yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah
dinukil dari beberapa orang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam
Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari
Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan
dariHasan Al Bashri” 5.

            Kemudian Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwasanya ajaran ini pertama kali muncul di
kota Bashrah, Iraq, yang dimulai dengan timbulnya sikap berlebih-lebihan dalam zuhud dan
ibadah yang tidak terdapat di kota-kota (islam) lainnya. 6

Berkata Imam Ibnu Al Jauzi: “Tasawuf adalah suatu aliran yang lahirnya diawali dengan
sifat zuhud secara keseluruhan, kemudian orang-orang yang menisbatkan diri kepada aliran ini
mulai mencari kelonggaran dengan mendengarkan nyanyian dan melakukan tari-tarian, sehingga
orang-orang awam yang cenderung kepada akhirat tertarik kepada mereka karena mereka
menampakkan sifat zuhud, dan orang-orang yang cinta dunia pun tertarik kepada mereka karena
melihat gaya hidup yang suka bersenang-senang dan bermain pada diri mereka7. 

            Dan berkata DR. Shabir Tha’imah dalam kitabnya Ash Shufiyyah Mu’taqadan Wa


Maslakan (hal. 17) “Dan jelas sekali besarnya pengaruh gaya hidup kependetaan Nasrani -yang
mereka selalu memakai pakaian wol ketika mereka berada di dalam biara-biara- pada orang-
orang yang memusatkan diri pada kegiatan ajaran tasawuf ini di seluruh penjuru dunia, padahal
Islam telah membebaskan dunia ini dengan tauhid, yang mana gaya hidup ini dan lainnya
memberikan suatu pengaruh yang sangat jelas pada tingkah laku para pendahulu ahli tasawuf.”8

            Dan berkata Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir dalam kitab beliau At Tashawuf, Al Mansya’ wa
Al Mashdar hal. 28 “Ketika kita mengamati lebih dalam ajaran-ajaran tasawuf yang dulu maupun
yang sekarang dan ucapan-ucapan mereka, yang dinukil dan diriwayatkan dalam kitab-kitab
tasawuf yang dulu maupun sekarang, kita akan melihat suatu perbedaan yang sangat jelas antara
ajaran tersebut dengan ajaran Al Quran dan As Sunnah. Dan sama sekali tidak pernah kita dapati
bibit dan cikal bakal ajaran tasawuf ini dalam perjalanan sejarah Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum yang mulia, orang-orang yang
terbaik dan pilihan dari hamba-hamba Allah ‘azza wa jalla, bahkan justru sebaliknya kita dapati

4
Lihat Haqiqat Ash Shufiyyah hal. 14
5
Majmu’ Al Fatawa 11/5
6
Majmu’ Al Fatawa, 11/6
7
Talbis Iblis hal 161
8
Dinukil oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya Haqiqat At Tasawwuf, hal. 13
ajaran tasawuf ini diambil dan dipungut dari kependetaan model Nasrani, dari kebrahmanaan
model agama Hindu, peribadatan model Yahudi dan kezuhudan model agama Budha” 9

            Dari keterangan yang kami nukilkan di atas, jelaslah bahwa tasawuf adalah ajaran yang
menyusup ke dalam Islam, hal ini terlihat jelas pada amalan-amalan yang dilakukan oleh orang-
orang ahli tasawuf, amalan-amalan asing dan jauh dari petunjuk islam. Dan yang kami
maksudkan di sini adalah orang-orang ahli tasawuf zaman sekarang, yang banyak melakukan
kesesatan dan kebohongan dalam agama, adapun ahli tasawuf yang terdahulu keadaan mereka
masihlumayan, seperti Fudhail bin ‘Iyadh, Al Junaid, Ibrahim bin Adham dan lain-lain. 10

2.  Definisi Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang sudah mulai berkembang sejak abad 17 dan 18 serta nampak
pesat kemajuannya pada abad 20. Pada awalya ilmu ini adalah bagian daripada filsafat
sebagaimana pula ilmu-ilmu yang lain seperti misalnya ilmu hukum tatanegara maupun ilmu
ekonomi, namun kemudian memisahkan diri dan berdiri sebagai ilmu tersendiri

Semuanya itu bersumber dari tuhan yang maha esa sebagai pencipta segala sesuatu,dan
hasil ciptaan itulah yang menjadi obyek atau sasaran dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Karenanya sebagai sumber ilmu pengetahuan adalah tuhan yang Maha Esa. Yang lahir pertama
kali adalah filsafat, yang membahas hakekat segala sesuatu. Dari padanya lahirlah berbagai
cabang ilmu pengetahuan, oleh karna itu dalam semua ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri
dari filsafat itu akan dijumpai tokoh-tokoh filsafat kuno seperti, socrates, plato dan aristoteles
yang ikut mengembangkan fikiran dan penemuannya dalam ilmu-ilmu tersebut sehinga tokoh-
tokoh nanti akan dijumpai juga dalam mempelajari psikologi serta cabang-cabang psikologi11.

Secara etimologi, “Psikologi“ berasal dari perkataan Yunani ”Psyche” yang artinya jiwa,


dan”Logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologi psikologi artinya ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun
latarbelakangnya.12

Menurut Rosleny Marliany 13psikologi dapat diartikan ilmu jiwa. Makna ilmu jiwa bukan
mempelajari jiwa dalam pengertian jiwa sebagai soul atau roh, tetapi lebih mempelajari kepada
gejala-gejala yang tampak dari manusia yang ditafsirkan sebagai latar belakang kejiwaan
seseorang atau spirit dari manusia sebagai mahluk yang berjiwa.

9
Dinukil oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya “Haqiqat At Tashawuf”hal. 14
10
Lihat kitab Haqiqat At Tashawwuf tulisan Syaikh Shalih Al Fauzan hal. 15
11
Sudarsono Ardhana. 1963. Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum. h. 3
12
Abu Ahmadi. Psikologi Sosial. h. 1
13
Rosleny Marliany. Psikologi Umum. h. 13
Psikologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat-sifat kejiwaan
manusia dengan cara mengkaji sisi perilaku dan kepribadiannya, dengan pandangan bahwa setiap
perilaku manusia berkaitan dengan latar belakang kejiwaannya.14

Secara terminologi, menurut Wilhem Wund Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang


kehidupan mental, seperti pikiran,, perhatian, persepsi, inteligensi, kemauan, dan ingatan.
Kemudian John Watson juga mempelopori pengertian psikologi yang lain yaitu Psikologi
merupakan ilmu pengetahuan tentang perikaku organisme, seperti perilaku kucing terhadap tikus,
perilaku manusia terhadap sesamanya, dan sebagainya. 15

Dalam wacana psikologi kontemporer, pengertian Jonh Watson inilah yang lazim di
pakai, karena teori ini memandang bahwa semua organisme memiliki gejala kejiwaan. Manusia
merupakan makhluk hidup yang memiliki jiwa, namun secara empirik hakikat jiwa itu tidak
dapat diketahui, yang dapat diketahui hanya proses, fungsi dan kondisi kejiwaan.

Dalam kajian Psikologi Islam, sebagai induk dari cabang-cabang Ilmu psikologi dalam
Islam, psikologi diartikan sebagai “Studi tentang jiwa”. Pengertian dianggap paling cocok
dengan Psikologi Islam sebagai cabang ilmu mandiri yang masih berada pada proses awal dan
memandang jiwa manusia sebagai jiwa yang khusus dan tidak sama dengan jiwa binatang. 16

Jadi, psikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari perilaku manusia secara umum
dapat dilihat dari segi mental, baik yang bersifat perasaan ataupun bukan, dengan tujuan untuk
mencapai kaidah kaidah yang dapat dipakai guna memahami berbagai motif perilaku, mengenali
dan memastikan gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam perilaku. Dalam percakapan sehari-
hari, banyak yang mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Dan hal ini
cukup beralasan mengingat substansi pembahasannya, yaitu berkisar pada jiwa manusia. Dari
sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan.

a) Psikologi Memandang Manusia.

 Berangkat dari pengertian psikologi sebagai ilmu yang menelaah perilaku manusia, para ahli
psikologi umumnya berpandangan bahwa kondisi ragawi, kualitas kejiwaan, dan situasi
lingkungan merupakan penentu utama perilaku dan corak kepribadian manusia. Dalam hal ini
unsur rohani  tidak masuk hitungan, karena dianggap termasuk dimensi kejiwaan dan merupakan
penghayatan subjektif semata.  Di samping itu, filsafat manusia yang melandasi psikologi
bercorak antroposentrisme di mana manusia ditempatkan sebagai pusat dari segala pegalaman

14
Ibid. h. 13
15
Abdul Mujib CS, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Edisi 1 Cet.2., Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2002, hal. 1-2.
16
Ibid., hal. 3.
dan segenap relasinya serta penentu utama segala peristiwa yang berkaitan dengan manusia dan
kemanusiaan.

            Sampai akhir abad keduapuluh, terdapat empat aliran besar psikologi yakni Psikoanalisis,
Perilaku (Behaviorisme), Humanistik, dan Transpersonal. Masing-masing aliran melihat manusia
dari sudut pandang berbeda, dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai
dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, lalu membangun teori dan filsafat tentang manusia.

            Aliran Psikoanalisis yang dipelopori oleh Freud (1856 – 1939) berangkat dari
pengalaman dengan para pasiennnya. Ia menemukan berbagai dimensi dan prinsip tentang
manusia, kemudian menyususn teori yang sangat mendasar, majemuk, serta luas implikasinya
dalam bidang ilmu-ilmu sosial, humaniora, filsafat, dan ilmu agama, serta memberikan inspirasi
terhadap berbagai karya seni.

            Freud berpendapat bahwa kepribadian manusia terdiri atas tiga sistem yaitu Id (dorongan-
dorongan biologis), Ego (kesadaran terhadap realitas kehidupan), dan Superego (kesadaran
normatif) yang berinteraksi satu sama lain dan masing-masing  memiliki fungsi dan mekanisme
yang khusus. Id adalah berbagai potensi yang terbawa sejak lahir, insting dan nafsu primer,
sumber energi psikis yang memberi daya kepada Ego dan Superego untuk menjalankan fungsi-
fungsinya.  Selain dari itu, manusia juga memiliki tiga tingkatan kesadaran yaitu Alam Sadar
(The Conscious), Alam Prasadar (The Preconscious), dan Alam Taksadar (The Unconscious). 
Psikoanalisis klasik dari Freud beranggapan bahwa perilaku manusia banyak dipengaruhi  oleh
Alam Taksadar dan dorongan-dorongan biologis (termasuk nafsu) yang selalu menuntut
kenikmatan untuk segera dipenuhi. Dengan demikian, Psikoanalisis klasik beranggapan bahwa
pada hakikatnya manusia adalah buruk, liar, kejam, sarat nafsu, egois dan sejenisnya yang
berorientasi pada kenikmatan jasmani.

            Aliran  Perilaku (Behaviorisme) beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya netral,


baik buruknya perilaku seseorang dipengaruhi oleh situasi dan perlakuan yang dialaminya.
Psikologi Perilaku memberikan sumbangan besar dengan ditemukannya asas-asas perubahan
perilaku yang banyak digunakan dalam kegiatan pendidikan, psikoterapi, pembentukan
kebiasaan, perubahan sikap, dan penertiban sosial melalui law enforcement dalam bentuk:

a)) Classical Conditioning (pembiasaan klasik) yaitu rangsang (stimulus) netral akan


menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsang itu sering diberikan bersamaan dengan
rangsang lain yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut.

b)) Law of effect (hukum akibat) yakni perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang


memuaskan pelaku cenderung diulangi; sebaliknya  perilaku yang menimbulkan akibat tidak
memuaskan atau merugikan cenderung dihentikan.

c))   Operant conditioning (pembiasaan operan): suatu pola perilaku akan mantap apabila


berhasil diperoleh hal-hal yang diinginkan pelaku (penguat positif) atau mengakibatkan
hilangnya hal-hal yang tak diinginkan (penguat negatif). Di sisi lain suatu pola perilaku tertentu
akan menghilang apabila perilaku itu mengakibatkan dialaminya hal-hal yang tidak
menyenangkan (Hukuman), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang menyenangkan pelaku
(Penghapusan).

d))  Modeling (peneladanan): perubahan perilaku dalam kehidupan sosial terjadi karena proses


dan peneladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi dan dikagumi.

            Keempat asas perubahan perilaku itu berkaitan langsung dengan proses belajar yang
melibatkan unsur-unsur kognisi (pemikiran), afeksi (perasaan),konasi (kemauan),
dan aksi (tindakan) atau dengan kata lain meliputi unsur cipta, rasa, karsa, dan karya.

Aliran psikologi Humanistik memandang manusia berbeda dengan Psikoanalisa yang


beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya buruk, berbeda pula dengan
aliran Behaviorisme yang menganggap manusia pada hakikatnya netral. Aliran ini menganggap
manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi baik. Asumsi dasar yang digunakan dalam
memandang manusia bahwa manusia memiliki otoritas atas kehidupan dirinya sendiri.
Aliran Logonterapi yang dikelompokkan orang pada aliran Humanistik menemukan ada dimensi
lain dalam diri manusia selain dari dimensi raga (pisik) dan kejiwaan (psikis). Dimensi lain itu
adalah noetik atau disebut juga dimensi kerohanian, namun tidak mengandung konotasi agamis.
Victor Frankl yang menemukan Logoterapi memandang dimensi ini sebagai inti kemanusiaan
dan merupakan sumber makna hidup.

            Aliran Tanspersonal berpandangan bahwa manusia memiliki potensi-potensi luhur (the


highest potentials) dan fenomena kesadaran (states of consciousness). Gambaran selintas tentang
Psikologi Transpersonal bahwa aliran ini mencoba menjajaki dan melakukan telaah ilmiah
terhadap suatu dimensi yang sejauh ini lebih dianggap sebagai garapan kalangan kebatinan dan
mistikus. Aliran ini berpendapat bahwa di luar alam kesadaran biasa terdapat ragam dimensi lain
yang luar biasa potensinya. (Bastaman,  2005:49-54).

            Teori-teori yang dikonstruksi oleh para ahli psikologi dalam berbagai aliran telah
memberikan sumbangan besar dalam pembentukan perilaku dan kepribadian manusia. Di
samping itu, perkembangan psikologi yang sangat pesat dengan berbagai cabang antara lain,
Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidikan, Psikologi Komunikasi, Psikologi
Abnormal,   dan lain-lain telah mendominasi ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Teori-teori yang
dihasilkan   telah diaplikasikan untuk berbagai lini kehidupan dan boleh dikatakan cukup efektif
dalam pembentukan perilaku.
C.  Hubungan Tasawuf dan Psikologi

Keterkaitan antara tasawuf dengan psikologi ini dibahas dalam psikologi transpersonal
yaitu sebuah aliran baru dalam psikologi yang merupakan pengembangan dari psikologi
humanistik yaitu yang menolak teori dan metode sebelumnya yaitu psikoanalitik dan
behavoristik. Aliran ini berusaha mengembangkan potensi manusia, hanya saja aliran ini
menjangkau hal yang bersifat adikodrati dan spiritual. Berikut beberapa ulasan tentang psikologi
humanistik:

1. Tasawuf  dan Psikologi Humanistik

Yang menonjol dari humanistik adalah adanya pengakuan terhadapbasic


needs (kebutuhan dasar), Self-Actualization (aktualisasi diri) dan peak experience (pencapaian
pengalaman puncak). Intinya dalam humanistik maupun tasawuf semuanya bermuara pada
kebaikan. Dalam tasawuf kebaikan yang dimaksud adalah Tuhan. Psikologi Humanistik dan
tasawuf sudah menjadi dua materi yang berkaitan. Beberapa hal di dalamnya saling sambung.
Ada juga yang berasumsi eksisitensi mereka adalah upaya penyempurnaan akan jawaban hakikat
manusia. Terlepas dari opini, setidaknya ada beberapa persamaan dan perbedaan keduanya.
Berikut adalah perbandingan yang ada pada 2 disiplin ilmu tersebut.

a. Potensi Dasar Manusia (fitrah)

Tasawuf dan Psikologi Humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang suci,
dimana setiap perbuatan memiliki kecenderungan untuk senantiasa berbuat baik. Dalam ajaran
tasawuf Allah adalah sumber kebaikan dan kebenaran yang mutlak, sehingga ketika manusia itu
beribadah kepada Allah maka ia dianggap mendekati kebaikan. Ajaranini dibenarkan oleh
Abraham Maslow dalam teorinya.17

Namun tak dipungkiri juga manusia memiliki keingainan kearah kejahatan dikarenakan
berbagai rangsangan dari luar atau lingkungan. Abraham Maslow berpendapat ketika manusia
bertahan dan cenderung memilih kebaikan maka itu akan mengarahkannya pada selangkah
mendekati aktualisasi diri, begitu sebaliknya. Menurut pandangan sufisme orang yang memilih
melakukan keburukan akan dikenal dengan buruk akhlaknya. Namun jika seseorang lebih
cenderung dan memutuskan pada kebaikan maka orang tersebut akan mencapai derajat
pengalaman spiritual yang sering kita sebut maqamat dan ahwal.

Upaya aktualisasi diri sangat diperlukan bagi manusia. tak hanya untuk menikmati
kehidupan sendiri, melainkan untuk bersosialisasi bahkan digunakan untuk menjaga
keseimbangan alam. Aktualisasi diri merupakan proses dimana seserang tidak lagi berorientasi
pada kebutuhan dasar, mulai memfokuskan pada apa yang dia bisa perbuat untuk sekitar. Bagi

17
Dewi's Blog, “Hubungan Tasawuf dan Psikologi” , diakses dari
http://dewihasana.blogspot.co.id/2014/04/hubungan-tasawuf-dan-psikologi.html, pada tanggal 1
Desember 2015 pukul 19:19
pribadi, aktualisasi diri adalah pengontrol keinginan yang berlebihan (nafsu). Setiap manusia
memiliki potensi ini, dan sangat dimungkinkan memiliki.

Sayangnya beberapa ajaran tasawuf meyakini bahwa apa yang manusia lakukan adalah
wujud kasih sayang Tuhan, tak terkecuali dalam bentuk kebaikan atau keburukan. Terlepas
segala perbuatan adalah kehendak murni sendiri, namun sufisme yakin ada campur tangan Tuhan
(Takdir) dalam penentuan setiap perbuatan. Tentu inilah yang menjadi pembeda untuk dua
disiplin ilmu ini.

b. Konsep Perkembangan Jiwa

Potensi – potensi yang ada pada manusia sangatlah luar biasa. Manusia bebas berekspresi
dan melakukan sesuatu di dunia ini. Selain didukung dengan bentuk fisik yang sempurna,
manusia juga dibekali dengan akal. Inilah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk
yang lain. Pun dengan konsepsi perkembangan jiwa, ia akan selalu berkembang seiring dengan
pengalaman hidup orang tersebut.

Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan hidupnya. Menuju kearah


kebaikan atau sebaliknya. Dalam pandangan Maslow orang yang menuju kearah keburukan
dipengaruhi oleh kurangnya motivasi (deficiency motivation) atau bisa juga karena kebutuhan
dasar yang rendah (deficiency needs). Kondisi demikian sejalan dengan pandangan tasawuf,
yaitu konsep nafs al-ammarah(dorongan atau kecenderungan rendah). 18Jika dorongan ini tidak
terpenuhi maka akan menimbulkan permasalahan berupa penyakit mental yang menjauhkan dari
proses aktualisasi diri.

c. Karakter perkembangan Jiwa

Karakter perkembangan jiwa lebih merujuk pada konsep awal masing-masing ilmu.
Tasawuf dengan maqomat dan ahwal-nya, sedangkan psikologi humanistik dengan self
actualization, peak experience dan metamotivation (bagian dari basic needs). Maqomat berada
setara dengan  self actualization, dan ahwal bersama dengan peak
experience dan metamotivation.

Dalam struktur maqomat masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, perbedaan


ini bergantung pada pelaku tasawuf, sedang berada di level mana pengalaman hidupnya. Perilaku
yang ditampilkan pada maqomat tertentu dapat pula dijelaskan sebagai wujud aktualisasi dirinya.
Sebagai contoh ketika pada maqom taubat, seseorang akan mampu mengontrol stabilitas
nafsunya untuk tidak mengulang lagi perbuatan buruknya. Dalam Humanistik inilah yang
dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi dirinya karena bertindak atas kemampuan dirinya.

18
Ibid.,
Konsep ahwal memiliki banyak kesamaan karakter dengan metamotivationdan peak
experience. Meski menjurus kepada perasaan yang abstrak namun, tak bisa dinafikan jika
kesamaan konsep ini tetap ada. Contoh dalam konsep mahabbah (cinta). Cinta yang dimaksud
bukan cinta yang direkayasa, melainkan cinta yang sebenar-benarnya yang merupakan panggilan
hati. Kondisi seperti ini akan membuat manusia berusaha melakukan yang terbaik untuk yang
dicintainya, berusaha setia, saling mengerti dan sebagainya. Ini juga bentuk aktualisasi diri
dalam teori maslow.

Selain adanya persamaan, terdapat pula perbedaan bagi keduanya. Untuk  mengetahui
perbedaan antara maqomat dan aktualisasi diri dan pengalaman puncak dapat dilihat tabel
berikut.

No. Maqomat dan Ahwal Self Actualization, Peak


Experience DanMetamotivation
1 Proses yang harus dilalui menuju Sebagai tujuan akhir
kesempuranaan diri
2 Struktur hirarkis kedalaman Kesatuan karakter yang ada pada
spiritual sesorang seseorang
3 Bersifat hirarkis yang Bersifat satu keastuan yang
membutuhkan pemenuhan syarat otomatis dimiliki keselurahan
untuk naik ke level selanjutnya
4 Berdasarkan nilai ajaran agama Berdasarkan kebutuhan dasar(basic
needs)
5 Mengedepankan wahyu sebagai Mengedepankan potensi yang ada
pengendali pada manusia
6 Tujuan akhir adalah Allah aktualisasi diri dari manusia
7 Epistemologi (subjektif) Epistemologi (berdasarkan
lapangan, penelitaian dan klinis)
8 Penggerak berasal kemauan bebas Penggerak kehendak manusia itu
manusia tetapi juga berasal dari sendiri
kehendak sang illahi

2. Tasawuf dan Psikologi Transpersonal

Tidak banyak yang dibahas hubungan Psikologi Transpersonal dengan tasawuf, selain
corak psikologi ini masih baru dan merupakan pengembangan dari humanistik, masih banyak hal
yang belum digali di dalamnya. Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan
mencoba melihat manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki
potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh
pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang, humanistik
bepijak atas pandangan manusia yang sehat secara mental, maka psikologi transpersonal melihat
semua manusia memiliki aspek spiritual, yang bersifat ketuhanan. 19Namun ada satu titik dimana
keduanya berkaitan yakni dalam banyak membicarakan tentang karakter manusia ideal atau
manusia  sempurna dan jalan yang harus ditempuh untuk meraihnya. 20Senada  dengan tasawuf
yang  juga membahas tetang maqomat dan ahwal dalam proses menuju kesempurnaan. Karakter
kesempurnaan yang dimaksudkan juga banyak menyerupai kesamaan.

Kunci Psikologi Transpersonal terletak pada dua hal yaitu : highest potential atau potensi
luhur yang ada pada setiap manusia. Dan  pada state of consciousness (fenomena kesadaran)
yang mengarah pada keruhanian, pengalaman mistis dll. Transpersonal menunjukkan terdapat 
banyak dimensi yang luar biasa potensial di luar kesadaran. Seperti halnya tasawuf yang juga
membahas pada keruhanian.

Tasawuf menggunakan istilah insan kamil untuk sebutan sosok manusia yang mencapai
derajat kesempurnaan. Sedangkan dalam psikologi lebih dikenal dengan istilah manusia ideal.

Dari Psikologi Transpersonal kedua ilmu tersebut yaitu tasawuf dan psikologi ditemukan
persamaan yaitu Persamaan konsepsi tentang potensi dasar dan perkembangan jiwa manusia.

Manusia yang sehat secara psikologis memiliki potensi yang bersifat kodrati maupun
ruhaniah. Potensi ini dalam bahasa psikologi, dipandang mempunyai hubungan dengan tingkah
laku psikologis, yang tercermin pada keterkaitan motivasi dengan perilaku yang ditampilkan. 21

Dikalangan para ilmuwan muslim terutama para ahli tasawuf hampir terjadi kesepakatan
bahwa seluruh umat manusia adalah dilahirkan dalam keadaan suci atau fitrah. Yang dimaksud
fitrah disni adalah bahwa manusia ketika dilahirkan adalah dalam kondisi yang tidak memilih
dosa sama sekali, bahkan manusia memiliki potensi dasar, yakni ketaatan kepada Allah. 22

Konsep tentang fitrah, memiliki kesamaan dengan pandangan Maslow ahli psikologi
humanistik, dalam perspektif Maslow, dikendalikan bukan dikendalikan bukan oleh faktor
eksternal dan kekuatan tak sadar, melainkan oleh potensi manusia sendiri yang bersifat kodrati.
Kemungkinan ini terjadi karena setiap manusia secara biologis dan psikologis memiliki kodrati
yang tidak dapat diganti atau dihilangkan. 23Dengan demikian, manusia memiliki peluang untuk
19
Ujam Jaenuddin, Psikologi Transpersonal, hlm. 25-26.
20
op.cit.,
21
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, hal. 58.
22
Catatanku,”Tasawuf dan Psikologi”, Ilmu bagaikan hewan buruan maka tangkaplah ia dengan
menuliskannya, diakses dari, http://lutfisayonk.blogspot.com/2013/03/tasawuf-dan-
psikologi.html, pada tanggal 1 Desember 2015 pukul 20:11
23
Abraham H. Maslow, Toward a Psychology of Being, New York: Van Nostrand Reinhold Company, 1968, hal. 3.
Dalam buku: Abdullah Khadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, cet.1, Semarang: RaSAIL, 2005,
berbuat kreatif sesuai dengan potensi kodrati yang ada dalam dirinya. Namun pada umumnya
manusia hanya menggunakan sebagian kecil kemampuannya. Kebanyakan manusia justru lebih
didominasi oleh rangsangan dari luar dirinya yang dapat mengarahkan pada pilihan mundur, atau
kejahatan.

Menurut Maslow dalam teori motivasinya, asumsi optimistis tentang intrinsik manusia
yang bersifat baik (kodrati), memandang sebagai corak biologis paling utama, yang secara umum
menjadi spesies yang utuh, dan menjadi bagian individu dan unik. Ia memandang dasar atau diri
ini sebagai dinamika untuk tumbuh dan beraktualisasi. 24

Jadi, konsepsi tentang potensi dasar dan perkembangan jiwa manusia, dalam ajaran
tasawuf dan psikologi mempunyai persamaan yang saling mempunyai peluang untuk
mengaktualisasikan potensi dasar tersebut. Dengan kehendak bebasnya manusia diberi
kebebasan untuk memilih maju atau mundur, dimna pilihan ini lah yang dapat merubah kondisi
psikologis manusia.

‫إِ َّن هَّللا َ ال يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّرُوا َما بِأ َ ْنفُ ِس ِه ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah
keadaan mereka sendiri". (QS. Ar Ra'd (13): 11)

Dari ayat tersebut jelas sekali bahwa perkembangan dan pertumbuhan manusia sangat
ditentukan oleh pilihannya sendiri. Jika ia konsisten dengan fitrahnya maka ia akan berkembang
secara wajar.

Diantara bahasan ilmu psikologi (Jiwa) adalah kesehatan mental, yaitu mental yang sehat
dan tidak sehat. Mental disini adalah mental dalam  hubungannya dengan tindak tanduk manusia,
mental dengan hubungannya dengan rasa bahagia dan tidak bahagia, dan lain-lain.

Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup
karena dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu melaksanakan segala
potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara yang membawanya kepada kebahagiaan
dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas,
terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

Sementara cakupan orang yang kurang sehat mentalnya sangat luas, mulai yang paling
ringan sampai yang paling berat; dari yang merasa terganggu ketentramanhatinya sampai yang

hal. 193-194.

24
Heleb Graham, Psikologi Humanistik (Dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Sejarah), cet.1, Terj., Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005, hal. 86.
sakit jiwa. Gejala-gejala umum yang tergolong kurang sehat dapat dilihat dalam berbagai segi,
antara lain :

a.        Perasaan, yaitu perasaan terganggu, selalu tidak tentram, gelisah tidak tentu yang
digelisahkan, tetapi tidak dapat pula menghilangkannya (anxiety); rasa takut yang tidak masuk
akal apa yang ditakutkannya (phobi), rasa iri, rasa sedih yang tidak beralasan, rasa rendah diri,
sombong, suka bergantung pada orang lain, tidak mau bertanggungjawab, dll.

b.        Pikiran, yaitu gangguan terhadap kesehatan mental, dapat pula mempengaruhi pikiran,
misalnya anak-anak menjadi bodoh, malas, dan sebagainya. Begitu pula orang dewasa mungkin
merasa bahwa kecerdasan telah merosot, ia merasa kurang mampumelaksanakan sesuatu yang
telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhio orang lain, menjadi pemalas, apatis, dan
sebagainya.

c.        Kelakuan, yaitu pada umumnya kelakuan-kelakuan yang kurang baik, seperti kenakan,
keras kepala, suka berdusta, dan lain sebagainya yang menyebabkan orang lain menderita,
haknya teraniyaya, akibat dari keadaan mental yang terganggu kesehatannya. Kesehatan, yaitu
jasmaniah dapat terganggu, bukan karena adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani
itu, tetapi rasanya sakit karena jiwanya tidak tentram, penyakit seperti ini disebut psyco-tematic.
Di antara gejala penyakit ini, yang sering terjadi seperti sakit kepala, lemas, letih, dan
sebagainya. Hal yang penting diperhatikan adalah penyakit jasmani ini tidak mempunyai sebab-
sebab fisik sama sekali.

Berbagai penyakit terasebut akan timbul pada diri manusia yang tidak tenang hatinya,
yaitu hati yang jauh dari Tuhannya. Ketidak tenangan itu akan menimbulkan penyakit-penyakit
mental, yang pada gilirannya akan menjelma menjadi perilaku yang tidak baik dan menyeleweng
dari norma-norma umum yang sisepakati.

Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya , yang akan tampak dalam kepribadiannya
adalah peribadi-peribadi yang tenang, dan perilakunyapun akan menampakan perilaku-perilaku
atau akhlak-akhalak yang terpuji. Adapun pola kedekatan manusia kepada Tuhannya, inilah yang
menjadi garapan dalam tasawuf. Disinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dan ilmu
jiwa atau ilmu kesehatan mental. Tasawuf sebagai metode pendekatan diri kepada Allah bisa
melalui banyak jalan.

 a)      Jalan Hati.

Mengabdi kepada Allah adalah salah satu praktik mendasar dalam menempuh jalan
tasawuf. Niat pengabdian dan penghambaan diri hanya kepda Allah pada akhirnya membuahkan
rasa Cinta. Dan ketika rasa Cinta ini sudah membara maka tidak ada lain dalam kehidupan ini
selain ingin selalu bersama dengan yang dicinta. Rumi dalam sebuah syairnya menulis:

               Sejak kudengar dunia Cinta

               Kuserahkan hidupku, hatiku

               Dan mataku di jalan ini

               Mulanya, aku meyakini bahwa cinta

               Dan yang dicintai adalah berbeda

               Kini, kupahami mereka adalah sama

               Aku melihat keduanya dalam kesatuan.

 b)     Jalan Akal.

Kearifan seorang sufi tidak hanya ditandai dengan pengetahuan yang ada dalam
kepalanya, namun juga menerapkanya. Karena bagi seorang sufi seorang sarjana yang tidak
mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya bagaikan seekor keledai yang mengangkut banyak
buku.

 c)      Jalan Kelompok.

Sebagai makhluk sosial manusia cenderung untuk memebentuk sebuah kelompok atau
komunitas. Nah jalan tasawuf bisa juga dengan cara berkelompok. Mereka kemudian melakukan
praktik spiritualnya secara bersama-sama dalam wirid mingguan, manakib bulanan dsb; dimana
dalam kelompok tersebut ada seorang Syekh atau pemimpin yang senantiasa memberikan
pelajaran.

 d)     Jalan Pelayanan.

Jalan pendekatan ini lebih erat kaitannya dengan aktifitas sosial, kepedulian terhadap
sesama dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Bukankah dalam ajaran Islam juga disebutkan
bahwa tidak beriman seseorang ketika dia tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya
dalam keadaan lapar.
 e)      Jalan Zikir.

Jalan berzikir, jalan mengingat Allah adalah salah satu jalan pendekatan diri. Tentu dalam
berdizikir ini ada yang bersifat jahr, dengan lisan, ada yang bersifat kalbu dengan hati. Dengan
senantiasa berdizikir inilah kita akan senantiasa memusatkan perhatian kita kepada Allah.

Di dalam ilmu tasawuf juga dibahas hubungan antara jiwa dan jasmani. Ini dirumuskan
oleh para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan perilaku manusia dengan dorongan yang
dimunculkan oleh jiwanya sehingga perbuatan tersebut dapat terjadi. Menurut para sufi, perilaku
atau akhlak seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa dalam dirinya. Apakah dikuasai
oleh hawa nafsu hewani atau dikuasai oleh cahaya Ilahi. Karena itulah, dalam tasawuf, jiwa
mesti terus dibersihkan dengan berbagai latihan dan amalan. 25

Orang yang sehat mental adalah orang yang mampu mengatasi persoalan-persoalan
pribadinya. Misalnya ketika ada  masalah dia tidak mudah stress, tapi mencoba mencari solusi
pemecahannya dengan cara mencari sebab-sebab permasalahannya. Orang yang sehat mentalnya
tentulah tercermin dalam diri orang yang baik kepribadiannya yang sangat tercermin dalam
tingkah laku atau akhlaknya. Dia tidak akan sombong ketika memiliki kelebihan dari yang lain;
dia tidak akan mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati yang lain dsb. Pada porsi inilah
ajaran-ajarn tasawuf sangat menunjang. Misalnya ketika seseorang sangat bersedih karena
kehilangan seseorang yang sangat dicintainya, maka ajaran tasawuf mengatakan bahwa semua
ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Pada orang yang resah dan galau, maka ajaran
tasawuf akan mengatakan dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.

 Jadi ada persamaan antara tasawuf dengan psikologi. Tasawuf merupakan bidang kajiaan
islam yang membahas jiwa dan gejala kejiwaan dalam bentuk tingkah laku manusia dengan lebih
mengonsentrasikan kebersihan jiwa dengan pendekatan diri kepada Tuhan melalui berbagai
Ibadah. Sedangkan psikologi adalah  ilmu sosial yang membahas gejala kejiwaan, tetapi tidak
membahas jiwa itu sendiri. Psikologi lebih banyak menggunakan teori-teori dengan berbagai
solusi diluar konteks ibadah atau zikir yang dikenal dalam tasawuf. 26

Selain tasawuf dan psikologi ada juga yang disebut psikologi Islam. Menurut Achmad
Mubarok, selama ini telah berkembang beberapa definisi psikologi Islam, yaitu:

25
Tamami HAG, Psikologi Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung:2011, hal 38
26
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, Prenada Media Group, Bogor:2003, hal 61
a) Psikologi Islam ialah ilmu yang berbicara tentang manusia, terutam masalahkepribadian
manusia, yang bersifat filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari
sumber-sumber formal Islam (Al-Qur’an dan hadits) dan akal, indera dan intuisi.

b) Psikologi Islam ialah konsep psikologi modern yang telah mengalami proses filterisasi di
dalamnya terdapat wawasan Islam.

c) Psikologi Islam ialah perspektif Islam terhadap psikologi modern dengan membuang konsep-
konsep yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Islam.

d) Psikologi Islam ialah ilmu tentang manusia yang kerangkakonsepnya benar-benar dibangun
dengan semangat Islam dan bersandarkan pada sumber formal (Al-Quran dan hadits) yang
dibangun dengan memenuhi syarat-syarat ilmiah.

f) Psikologi Islam ialah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang
mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan
diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam kerohanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan
mental dan kualitas keberagaman.

Definisi-definisi di atas belum tegas apakah psikologi Islam juga membahas jiwa seperti
tasawuf dan tidak hanya membahas gejala kejiwaan seperti pada psikologi. Yag tegas pada
definisi-definisi di atas ialah bahwa psikologi Islam ialah memberi wawasan Islam pada
psikologi dan membuang unsur-unsur yang tidak sesuai dengan Islam.

Dengan demikian, psikologi Islam masih menggunakan teori dan metodologi psikologi
modern, sedang tasawuf lepas sama sekali dari teori dan metodologi psikologi. Inilah yang
membedakan antara tasawuf dengan psikologi Islam.

Namun tasawuf mempunyai kontribusi besar dalam pengembangan psikologi Islam,


karena tasawuf merupakan bidang kajian Islam yang membahas jiwa dan gejala kejiwaan. Unsur
Islam dalam psikologi Islam kan banyak berasal dari tasawuf.

Mana boleh dikata bahwa psikologi Islam berkembang tidak semata-mata karena ingin
memberi wawasan Islam kepada psikologi, tetapi juga karena Islam selama ini telah memiliki
tasawuf yang ruang lingkupnya lebih luas daripada psikologi, sehingga akan lebih komprehensif
dalam mengkaji masalah jiwa dan kejiwaan umat Islam. Hal itu diperkuat oleh kenyataan bahwa
masalah-masalah kejiwaan yang dibahas dalan psikologi Islam juga merupakan maslah-masalah
yang selama ini dibahas dalam tasawauf, seperti:27

1. hati keras dan kasar (Ali ‘Imran : 159).

2. hati yang bersih (Asy-Syu’araa’:89).

27
Ibid., hlm.64
3. hati yang terkunci mati (Asy-Syu’araa’:24 dan Al-Mu’min: 35).

4. Hati yang bertobat (Qaaf:33).

5. Hati yang berdosa (Al-Baqarah:283).

6. Hati yang terdinding (An-Anfaal: 24).

7. Hati yang tenang (An-Nahl: 24).

8. Hati yang lalai (Al-Anbiya’:3).

9. Hati yang menerima petunjuk Tuhan (At-Thagaabun: 11).

10. Hati yang teguh (Al-Qashash: 10 dan Huud: 129).

11. Hati yang takwa (Al-Hajj: 32).

12. Hati yang buta ( Al- Hajj:46).

13. Hati yang terguncang (An- Nuur:37).

14. Hati yang sesak ( Al- Mu’min: 18).

15. Hati yang tersumbat (Al-Baqarah: 88).

16. Hati yang sangat takut ( An- Naazi’aat: 8).

17. Hati yang keras membatu (Al-Baarah:74).

19. Hati yang lebih suci ( Ak-Ahzaab: 53).

20. Hati yang hancur ( At- Taubah: 110).

21. Hati yang ingkar (An- Nahk: 22).

22. Hati yang takut ( Al- Mu’miuun: 60).

23. Hati yang kosong (Ibrahim: 42 dan Al- Qashash: 10).

24. Hati yang terbakar ( All- Humazah: 6-7).

Selain itu psikologi Islam juga membahas muatan-muatan psikologis yang terdapat dalam
Al Qur’an, seperti:

1. Penyakit hati ( Al- Baqarah: 10 dan Al- Ahzaab: 32).


2. Perasaan takut ( Ali ‘Imran: 151).

3. Keberanian ( Ali ‘Imran: 126).28

4. Getaran dan kasih sayang (Al- Hadiid: 27).

5. Kedamaian (Al- Fath: 4).

6. Cinta dan kasih sayang (Al-Hadiid:27).

7. Kebaikan ( l-Anfaal: 70)

8. Iman ( Al- Hujaraat: 7 dan 14).

9. Kedengkian (Al-Hasyr: 10).

10. Kufur (Al-Baqarah: 93).

11. Kesesatan ( Ali ‘Imran: 7).

12. Penyesalan ( Ali ‘Imran: 156).

13. Panas hati ( At-Taubah:15)

14. Keraguan ( At-Taubah: 45).

15. Kemunafikan ( At-Taubah: 77).

16. Kesombongan ( Al- Fath: 26).

Psikologi Islam juga harus mengkaji amalan-amalan yang telah dilaksanakan oleh umat
Islam yang diduga memiliki dasar psikologis. Dalam bidang konseling misalnya meski para
ulama tidak mengenl teori-teori bimbingan dan konseling modern, tetapi terapi psikologi bukan
hal yang asing bagi mereka.

Paradigma yang dipergunakan oleh ulama berbeda denga psikologi modern, karena
mereka menggunakan paradigma tasawuf, tetapi solusi yang mereka lakukan atas masalah-
masalh psikologis memenuhi sasaran, karena relavan dengan nilai-nilai yang dianut oleh umat
Islam.

Perlu juga diteliti pengucapan niat dalma shalat yang dalam fiqih disebut al talaffuzh bi al
niyah, apakah hal itu mempunyai dasar psikologis atau tidak terutama bagi orang awam.

Demikian juga tradisi tahlilan di rumah orang yang ditinggal keluarganya, apakah ia
memiliki sandaran teori dilihat sebagai terapi bagi orang yang sedang kena musibah. Tak kalah

28
Ibid., hlm 65-66
pentingnya juga diteliti metode zikir yang digunakan oleh misalnya klinik Inabah di Pesantren
Suralaya ( Abah Anom) untuk terapi pecandu narkotik.

Jika memang ruang lingkup modern terbatas pada tiga dimensi, yaitu fisik – biologi,
kejiwaan dan sosio -kultural, maka ruang lingkup psikologi Islam di samping tiga hal ini juga
mencakup dimensi kerohanian dan spiritual, suatu wilayah yang belum pernah disentuh oleh
psikologi modern, karena perbedaan dasar pijakan.29

Harus diakui, jiwa manusia seringkali sakit, ia tidak akan sehat sempurna tanpa
melakukan perjalanan menuju Allah. Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, kepribadiannya
tampak tenang dan prilakunya pun terpuji. Pola kedekatan manusia dengan Tuhannya inilah yang
menjadi garapan dalam tasawuf, dari sinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dan
ilmu jiwa.

            Telah dikemukakan di atas bahwa ajaran pokok tasawuf berkisar sekitar proses penyucian
jiwa dan jalan pendekatan diri menuju Tuhan. Pembentukan perilaku saleh dan mendekatkan diri
pada Allah terus menerus tanpa putus menjadi tujuan dari tasawuf. Teori-teori psikologi yang
telah ditemukan para ahli Psikologi  dengan berbagai aliran dapat berintegrasi dan
berinterkoneksi dengan Tasawuf.

            Secara sepintas dipahami bahwa aliran Humanistik lebih mirip dengan kajian tasawuf,
namun terdapat perbedaan yang mendasar. Dalam mengadakan penelitian, mengikuti cara
fenomenologis di mana penelitian dilakukan terhadap manusia dengan mengungkap apa-apa
yang dirasakan dan dipikirkan, tanpa membawa praduga terlebih dahulu. Logonterapi yang
termasuk aliran ini melihat bahwa ada dimensi lain dalam diri manusia yakni noetik (kerohanian)
hanya saja tidak memperlihatkan nuansa agama. Penelitian-penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan berbagai teknik antara lain yang dilakukan oleh Abraham Maslow menemukan
lima jenjang kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman,
kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan akan
aktualisasi diri. Hanya saja tidak dapat dijelaskan apakah setelah lima jenjang kebutuhan tersebut
terpenuhi, manusia akan menjadi statis dan berhenti berperilaku atau tetap berperilaku.
Seandainya tetap berperilaku dikhawatirkan muncul sikap antroposetrisme di mana manusia
percaya diri dengan kemampuannya dan memperlakukan manusia lain sesuai kemauannya. Pada
hakikatnya, kajian tasawuf dapat mengisi ruang ini dengan mengaitkan pada ajaran Tuhan.

            Ajaran ini memberikan rambu-rambu tentang  cara berhubungan dengan Tuhan dan
berhubungan dengan manusia. Dalam dua bentuk hubungan itu harus ada keadilan dan
keseimbangan agar menjadi   manusia sempurna (insan kamil). Ajaran tasawuf dengan berbagai
maqamat yang harus dilewatinya selalu melatih dan membiasakan diri dengan takhalli
(mengosongkan diri dari sifat-sifat buruk/keduniaan), tahalli (membiasakan diri dan memakai
sifat-sifat terpuji), dan tajalli (merealisasikan sifat-sifat terpuji dalam kehidupan).  Agar

29
Ibid., hlm 67
pelaksanaan latihan tersebut dapat  dilakukan dengan baik,  diperlukan bantuan psikologi yang
telah menemukan teknik pembelajaran dan perubahan perilaku yang telah ditemukan oleh tokoh-
tokoh aliran Behaviorisme.

            Teori Abraham Maslow tentang pengalaman puncak (peak experinence) boleh dikatakan
mirip dengan maqam tertinggi wahdatul wujud dari Ibnu ‘Arabi. Keduanya mengemukakan
pendapat  tentang bersatunya individu dengan alam, hanya saja Ibnu ‘Arabi menghubungkan
dengan Tuhan, Pencipta alam di mana dia melihat bayangan Tuhan di alam, semetara Maslow
tidak menyertakan nuansa keagamaan.  

            Selain dari itu teknik-teknik asesmen dalam psikologi untuk mengukur berbagai perilaku
dapat pula digunakan buat mengukur perilaku saleh yang dikemukakan dalam tasawuf. Psikologi
telah menemukan teknik-teknik yang relatif tepat untuk mengetahui dimensi kejujuran,
keamanahan, meningkatkan semangat kerja, dan lain-lain, namun  belum  memasukkan dimensi
pengontrolan Tuhan terhadap perilaku manusia. Perilaku beriman dan berihsan dengan
menyeimbangkan antara hakikat dan syari’at dapat diketahui dengan teknik-teknik asesmen
tersebut.

            Penelitian-penelitian masyarakat yang bernuansa Tasawuf dapat pula diintegrasikan


dengan Psikologi. Konsep-konsep tasawuf diupayakan pengukurannya dengan teknik
pengukuran pskologis. Hal ini dapat dilakukan baik untuk metode penelitian dengan jenis 
kuantitatif, maupun kualitatif.  Tanpa menghiraukan kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing metode, menurut penulis  penelitian kualitatif lebih mendekati kebenaran untuk
penelitian tasawuf daripada penelitian kuantitatif.  Dengan demikian,  penelitian tasawuf tidak
hanya dapat dilakukan dengan library research, tetapi juga berlaku untuk penelitian lapangan
atau penelitian konteks.

            Ditemukan adanya keterkaitan antara kedua ilmu tersebut. Berkaitan dengan pencarian
titik singgung antara tasawuf dan psikologi agama itu dapat dijabarkan lagi seperti beberapa
temuan berikut: Pertama, tasawuf dan psikologi agama sama-sama berpijak pada kajian kejiwaan
manusia. Perbedaannya hanya terletak pada metode pengkajiannya. Tasawuf lebih banyak
menggunakan metode intuitif, metode nubuwah, metode ilahiyah, dan metode-metode yang
berkaitan dengan “qalb” lainnya. Sementara psikologi agama menggunakan metode pengkajian
psikologis empirik. Tasawuf membahas bagaimana “menyucikan jiwa spiritualitas manusia
beragama”, psikologi agama membahas “bagaimana pengaruh ajaran agama terhadap seluruh
aspek kehidupan manusia yang observeableterutama. Kedua, Tasawuf dan psikologi agama
berbicara tentang kondisi keberagamaan seseorang. Tasawuf menggunakan pendekatan “rasa”,
sementara psikologi agama menggunakan pendekatan “positivisme”, cara berfikir positif, dan
rasional empirik. Ketiga, kedekatan hubungan tasawuf dengan psikologi agama ditemukan ketika
ternyata “salah satu kajian psikologi agama adalah perilaku para sufi”. Hanya saja psikologi
agama melihat ketasawufan para sufi melalui fenomena yang dapat diteliti dan diobservasi.
Psikologi agama tidak mengkaji tasawuf dari segi ajaran dan ritus-ritusnya, melainkan hanya
mengkaji bukti-bukti empirik ketasawufan seorang sufi. Psikologi agama tidak melibatkan diri
dalam pembelaan atau penyangkalan terhadap hasil penghayatan para sufi. Psikologi agama
hanya mengungkap pengaruh ajaran tasawuf terhadap perilaku dan kepribadian seseorang.
Berkaitan dengan ungkapan tersebut, Bernard Spilka secara jelas menyatakan, “amalan mistik
(tasawuf) berpengaruh terhadap proses kejiwaan seseorang”.35 Kesimpulan hasil risetnya
tersebut dilakukan dengan menggunakan data-data temuan secara empirik dan keterangan-
keterangan dari pengalaman para sufi. Keempat, persinggungan tasawuf dan psikologi agama
dapat ditemukan dalam “obyek kajian”. Psikologi agama bersinggungan dengan tasawuf
dikarenakan ada kepentingan obyek kajian dan atau obyek penelitian. Sebagaimana dalam uraian
di atas, salah satu obyek kajian psikologi agama adalah kesadaran dan pengalaman
keberagamaanseseorang. Sementara dua hal tersebut banyak ditemukan dalam ajaran dan
perilaku kehidupan para sufi. Berkait dengan itu, Nicholson menyatakan “Sufism is the type of
religious experiences” (Sufisme, tasawuf, merupakan suatu bentuk berbagai pengalaman
keberagamaan). Dengan demikian, titik persinggungan antara tasawuf dan psikologi agama dapat
ditemukan dalam beberapa aspek, sebagaimana diungkap di atas, sekalipun persinggungannya
tidak bersifat esensial. Secara hakiki, kedua bidang kajian tersebut memiliki titik kajian, metode,
tujuan, dan pendekatan berbeda. Bahkan dapat dikatakan, tasawuf lebih bersikap pasif,
sedangkan psikologi lebih bersikap agresif. Penghayatan tasawuf para sufi sama sekali tidak
pernah berorientasi pada kepentingan keilmuan. Mereka hanya memiliki satu orientasi, yaitu,
bagaimana memperoleh kebahagiaan dan kedekatan sedekat-dekatnya dengan Allah, Sang
Khaliq, sementara psikologi agama cenderung terus mencari dan meneliti “semua perilaku dan
perikehidupan para sufi”. Kapanpun psikologi agama berdiskusi, maka aspek kehidupan esoterik
sufistik umat beragama tidak bisa ditinggalkan. Bahkan aspek tasawuf menjadi bagian kajian
yang menyita ruang buku-buku dan riset-riset psikologi agama. Sekalipun persinggungan antara
keduanya bersifat pasif aktif, namun persinggungannya dapat dikatakan bersifat mutualisme.
Persinggungan antara kedua saling memberi keuntungan dan saling memberi manfaat, terutama,
bagi upaya pengembangan dan pemahaman masing-masing ilmu tersebut. Studi terhadap
pengalaman para sufi dapat memberikan kesempurnaan pengkajian psikologi agama. Sedangkan
pengalaman para sufi yang diungkap melalui kajian psikologi agama dapat memberikan
pemahaman dan sekaligus manfaat bagi orang yang hendak mengkaji dan atau mendalaminya.

D. Komparasi antara Psikologi Barat dengan Psikologi Sufi (pemikiran Robert Frager)

 1. Psikologi barat (tradisional) beranggapan bahwa manusia tidak lebih dari tubuh dan pikiran
yang berkembang dari sistem saraf tubuh. Sementara menurut psikologi sufi elemen terpenting
dalam diri manusia adalah hati yang merupakan tempat intuisi batiniah, pemahaman dan
kearifan. Manusia tidak hanya sekedar tubuh dan pikiran, namun juga perwujudan ruh Ilahi. Dan
dimensi Ilahiah inilah yang seharusnya kita optimalkan dalam kehidupan ini. Karena kita dicipta
oleh Allah untuk mengikuti jalan penyucian dan penyempurnaan diri dan  kemudian akan
kembali ke Allah.30

 2. Menurut psikologi barat, puncak kesadaran seorang manusia terdapat pada kesadaran
rasional.Beitu juga dalam menetapkan kecerdasan seseorang dengan kecerdasan intelektual. Oleh
karena itu psikologi barat menempatkan nalar logika sebagai puncak keahlian dan jalan manusia
memperoleh pengetahuan. Sementara psikologi sufi menempatkan puncak kesadaran ada pada
hati, begitu pula puncak kecerdasan seseorang ada pada kecerdasan spiritual. Dan dalam
memperoleh pengetahuan tidak hanya tergantung pada kemampuan nlar logika dan rasional, tapi
juga bisa melalui jalan penyucian diri. Dalam ajaran Islam dengan jalan takwa Allah akan
memberi pengetahuan kepada seseorang.

 3. Tentang alam semesta psikologi barat bernggapan bahwa alam adalah materi semata yang
diperuntukan bagi kehidupan manusia. Namun bagi psikologi sufi alam adalah materi hidup yang
mempunyai ruh dan merupakan manifestasi atau tanda eksistensi Allah. Oleh karena itu bila kita
bersahabat dengan alam, maka alampun akan bersahabat dengan kita, sebaliknya bila alam kita
aniaya, maka dampak buruknyapun akan menimpa kita.

4. Berkaitan dengan sifat manusia, psikologi tradisional memusatkan perhatianya hanya pada
keterbatasan manusia dan tendensi –tendensi neurotik, atau pada kebaikan lahiriah dan sifat
positif dasar manusia. Sementara psikologi sufi menempatkan manusia pada posisi antara sifat
malaikat dan sifat hewan. Manusia mempunyai potensi bisa lebih tinggi dari malaikat, dan lebih
rendah dari binatang.

E. Problema Psikologis di Era Modern dan Peran Tasawuf

Ketika inovasi teknologi mempunyai tempat penting dalam masyarakat, inovasi juga
membawa gaya hidup yang membahayakan. Pola-pola aktivitas manusia sebagian besar berkutat
disekitar wacana. Mungkin wacana berfungsi sebagai medium penting dalam hubungan yang
dijalin. Karena wacana berada dalam pasar terbuka, yang ditandai oleh kekacauan dan perubahan
yang menyebar dengan cepat. Maka pola-pola tindakan manusia itu akan terus terjadi selamanya.

Sebenarnya zaman modern ditandai dengan dua hal sebagai cirinya, yaitu:

a.       Penggunaan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan manusia


30
Nongkrong, Yuk!,”Tasawuf dan Psikologi (Ilmu Jiwa)” Harkaman Milik Saya untuk Semua,
diakses dari https://harkaman01.wordpress.com/2013/05/15/tasawuf-dan-psikologi-ilmu-jiwa/,
pada tanggal 1 Desember 2015 pukul 20:39
b.      Berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia. 31

Manusia modern adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai
teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Semestinya manusia modern lebih
bijak dan arif dengan kecerdasan dan teknologi, akan tetapi dalam kenyataanya banyak manusia
yang kualitas kemanusiaannya lebih rendah disbanding kemajuan teknologi yang dicapainya.
Akibat dari tidak keseimbangan ini kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan.

Salah satu dertita manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan makna seperti
‘manusia dalam kerangkeng’. Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa
yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan alienasi32, yang
disebabkan oleh:

a.       Perubahan sosial yang berlangsung cepat

b.      Hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi yang gersang

c.       Lembaga tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional

d.      Masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen

e.       Stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial33.

Begitulah manusia modern, ia melakukan sesuatu bukan karena ingin melakukannya,


tetapi karena merasa orang lain menginginkan agar ia melakukannya. Ia sibuk meladeni
keinginan orang lain sampai ia lupa kehendak sendiri.

1. Gangguan Kejiwaan Manusia Modern

Sebagai akibat problema moderinitas yang telah disebutkan maka manusia modern mengidap
gangguan kejiwaan antara lain:

31
Nurcholis Madjid, dkk, Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif,Jakarta: IIMaN
dan Penerbit Hikmah, 2002, hal. 167.
32
Konsep alienasi atau keterasingan yang lahir dari pemikiran Karl Marx adalah muncul akibat
adanya kapitalisme yang mengguncang Eropa pasca revolusi industri. Alienisasi adalah hasil dari
eksploitasi Kapitalisme terhadap buruh dengan mengartikanya sebagai modal. Alienasi atau
Keterasingan terjadi jika semakin banyaknya modal terkumpul untuk Kapitalis, dan semakin
miskin pula si Buruh akibat dari hasil eksploitasi si kapitalis.
Lihat: http://jannastudi.blogspot.com/2013/10/konsep-alienasi-keterasingan-karl-marx.html di
unduh pada pukul 21.36 WIB. Tanggal 02 Desember 2015.

33
Nurcholis Madjid, dkk, op.cit., hal. 168-169
a.      Kecemasan

Perasaan cemas yang diderita manusia modern bersumber dari hilangnya makna hidup.
Sebagaimana fitrah manusia memiliki kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup dimiliki
seseorang manakala ia memiliki kejujuran dan merasa hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan
telah mengerjakan sesuatu yang bermakna untuk orang lain. 34

Sebagai contoh para pejuang yang memiliki dedikasi tinggi untuk apa yang ia
perjuangkannya, ia sanggup berkorban, bahkan korban jiwa sekalipun. Meskipun yang dilakukan
pejuang itu untuk kepentingan orang lain tetapi dorongan untuk berjuang lahir dari diri sendiri
bukan untuk memuaskan orang lain.

Adapun manusia modern justru tidak memiliki makna hidup, karena mereka tidak
memiliki prinsip hidup. Segala yang dilakukannya adalah mengikuti trend, mengikuti tuntutan
sosial, sedangkan tuntutan sosial belum tentu berprinsip yang mulia. Sehingga ia diperbudak
untuk melayani perubahan. Karena merasa hidupnya tidak bermakna, tidak ada dedikasi dalam
perbuatannya, maka ia dilanda kegelisahan dan kecemasan yang berkepanjangan.

b.      Kesepian

Sebagai akibat dari hubungan manusia yang gersang, di kalangan masyrakat modern yang
tidak lagi tulus dan hangat. Manusia modern ini merasa sepi, meski ia berada ditengah
keramaian. Ini disebabkan karena semua manusia modern menggukan topeng-topeng sosial
untuk menutupi wajah kepribadiannya.

c.       Kebosanan

Karena hidup tidak lagi bermakna, dan hubungan dengan manusia lain terasa hambar
krena ketiadaan ketulusan hati, kecemasan yang selalu menganggu jiwanya dan kesepian yang
berkepanjangan, menyebabkan gangguan kejiawaan yang berupa kebosanan.

Kecemasan dan kesepian yang berkepanjangan akhirnya membuat bosan, bosan kepada
kepura-puraan, kepada kepalsuan, akan tetapi tidak tahu harus melakukan apa untuk
menghilangkan kebosanan tersebut.

d.      Perilaku Menyimpang

Kecemasan, kesepian dan kebosanan yang diderita berkepanjangan menyebabkan


seorang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan. Dalam keadaan jiwa yang kosong dan rapuh
ini seseorang tidak mampu berfikir jauh. Maka yang terjadi mudah sekali diajak atau dipengaruhi
untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan meskipun perbuatan itu menyimpang dari norma-
norma moral. Misalnya terpengaruh dengan obat-obat terlarang.

34
Ibid., hal. 171.
.       e. Psikosomatik

Gangguan psikosomatik adalah gangguan jiwa yang dimanifestasikan pada gangguan


susunan saraf vegetatif yang sebagian besar disebabkan oleh permusuhan,depresi, dan
kecemasan dalam berbagai proporsi. Gangguan ini menggambarkan interaksi yang erat antara
jiwa (psycho) dan badan (soma). 35Psikosomatik adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh
factor-faktor kejiwaan dan sosial. Seseorang jika emosinya menumpuk dan memuncak maka hal
itu dapat menyebabkan terjadinya goncangan dan kekacauan dalam dirinya.

Penderita psikosomatik biasanya selalu mengeluh merasa tidak enak badan, jantungnya
berdebar-debar, merasa lemah dan tidak bisa konsentrasi. Wujudd psikosomatik bisa dalam
bentuk syndrom, trauma, stress, ketergantungan pada obat penenang/alkohol/narkotika atau
perilaku menyimpang. 36

Jadi, psikosomatik dapat disebut sebagai penyakit gabungan fisik dan mental. Yang sakit
sebetulnya jiwanya tapi menjelma dalam bentuk sakit fisik.

2. Peran Tasawuf dalam Menghadapi Problema Psikologis

Sudah sejak awal bahwa tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
(taqarrub ila Allah). Akan tetapi, ini menunjukkan betapa kita pada saat ini masih jauh dari-Nya,
karena kita sekarang hidup di perantauan jauh dari asal dan tempat kembali kita yang sejati.

Tasawuf bukan hanya menyadarkan kita akan keterpisahan dari sumber dan tempat
kembali kita yang sejati. Tetapi juga sekaligus menjelaskan kepada kita dari mana kita berasal
dan kemana kita akan kembali. Dengan demikian tasawuf member kita arah dalam hidup kita.

Dari ajaran para sufi, kita jadi paham bahwa manusia itu bukan hanya makhluk fisik,
tetapi juga makhluk spiritual, di samping fisiknya, yang memiliki asal-usul spiritualnya pada
Tuhan. Dengan menyadari betapa manusia itu juga makhluk spiritual, maka lebih mungkin kita
akan bertindak lebih bijak dan seimbang dalam memperlakukan diri kita. Dengan
memperhatikan kesejahteraan, kebersihan dan kesehatan jiwa. 37

Dalam menjawab problema psikologis, tasawuf mengajarkan tentang hidup bahagia.


Hidup bahagia haruslah hidup sehat, karena orang yang tidak sehat alias sakit mungkin sekali
tidak bahagia. Hidup sehat meliputi fisik dan jiwa.
35
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/03/11/gangguan-psikosomatik/ di unduh
pada pukul 22.15 WIB. Tanggal 2 Desember 2015.
36
Nurcholis Madjid, dkk, op.cit., hal. 174.
37
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006, hal. 272.
a. Kesehatan Fisik

Kesehatan fisik dalam ajaran tasawuf tergantung pada makanan dan minuman. Makanan
dan minuman yang dikonsumsi harus sehat dan halal. Makanan dan minuman yang tidak sehat
dapat menimbulkan penyakit, dan yang haram dapat mendorong kepada pembentukan karakter
yang buruk merupakan cermin jiwa yang tidak sehat. 38

Makanan haram bukan hanya babi dan minuman yang haram. Tetapi juga penghasilan
yang diperoleh dengan cara haram, seperti hasil curian dan korupsi.

Selain sehat dan halal, dalam tasawuf makanan dianjurkan lebih banyak sayur-sayuran
dan buah-buahan, serta sebaiknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi daging, karena daging
dapat membentuk karakter yang keras, padahal kita dianjurkan bersikap lemah lembut kepada
sesama makhluk lainnya. 39

Mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan juga sejalan dengan gerakan kembali ke


alam (back to nature).

b. Kesehatan Jiwa

Selain makanan dan minuman, ibadah seperti shalat, puasa dan dzikir juga ikut
berpengaruh terhadap kesehatan fisik maupun jiwa. Shalat selain untuk beribadah ataupun
melatih jiwa juga terdiri atas beberapa posisi tubuh yang masing-masing berdampak positif bagi
kesehatan.

Misalnya sujud, dengan posisi ini lutut yang membentuk sudut yang tepat memungkinkan
otot-otot perut berkembang dan mencegah timbulnya kegembyoran di bagian tengah, menambah
aliran darah ke bagian atas tubuh terutama kepala (termasuk mata, telinga dan hidung) dan juga
paru-paru.

Selain shalat, puasa juga mengandung manfaat bagi kesehatan. Puasa adalah berpantang
dari makanan, minuman dan berhubungan seks mulai dari waktu imsak sampai maghrib.

Dengan berpuasa, maka fungsi-fungsi tubuh diistirahatkan dan diberi peluang untuk segar
kembali. Selama berpuasa kegiatan yang biasa dalam pencernaan dikurangi, sehingga
memungkinkan tubuh untuk mengeluarkan bahan-bahan yang tidak berguna serta memperbaiki
kerusakan akibat kesalahan pola makan yang berlangsung lama.

38
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, Bogor: Kencana, 2003, hal. 29.
39
Ibid., hal. 30.
Ibadah lain yang berdampak positif terhadap kesehatan adalah dzikir. Dzikir berarti
mengingat, menyebut atau mengagungkan Allah dengan mengulang-ngulang salah satu namanya
atau kalimat keagungannya.40

Dengan dzikir, pikiran dan perasaan dapat menjadi tenang, sehingga orang akan hidup
sehat, terhindar dari penyakit-penyakit yang biasa timbul dari gangguan jiwa, seperti stress.

Dzikir juga akan membentuk akselerasi mulai dari renungan, sikap, aktualisasi sampai
memperhatikan alam. Dzikir berfungsi untuk memantapkan hati, energi akhlak, terhindar dari
bahaya dan terapi jiwa yang semua fungsi tersebut sangat diperlukan oleh manusia sekarang ini
yang cenderung sekuler.

BAB III

PENUTUP

F. Kesimpulan

40
Ibid., hal. 39.
Hal-hal yang dapat membedakan dengan psikologi hanya pada ruang lingkup pengkajian.
Tasawuf dianggap lebih kompleks dari psikologi. Namun begitu, tasawuf tetap menjadi
komponen penting dalam pengembangan psikologi. Psikologi klasik tidak menyentuh sama
sekali tentang nilai spiritual yang ada pada manusia. Gejala kejiwaan yang dimiliki individu
diabaikan, padahal gejala kejiwaan mempunyai andil besar dalam mempengaruhi watak, tingkah
laku, dan pandangan manusia.
Tasawuf dengan psikologi mempunyai hubungan yang sangat erat. Karena tasawuf
memberikan kemudahan untuk manusia dalam mengembangkan potensi kepribadian dan
orientasi kehidupan. Walaupun memiliki hubungan yang sangat erat, namun kajian ilmu tasawuf
lebih luas dibandingkan ilmu psikologi. Pembahasan mengenai ruh misalnya, dalam tasawuf roh
atau hal ruhaniah menjadi kredit tersendiri dalam manusia yang mana bagian ini yang tidak
dibahas dalam psikologi.
Setiap manusia mempunyai daya untuk melakukan hal yang baik atau jahat sekalipun.
Tasawuf dan Psikologi sepakat mengenai hal tersebut.  Sebagai contoh kasus  seseorang yang
cenderung untuk berbuat keburukan, dalam tasawuf berarti tipe orang  ini sudah terbawa oleh
nafsu dan tidak lagi mengedepankan nilai akal sehat dan hati nurani. Orang ini juga kan dicap
sebagai orang yang buruk ahlaknya. Menurut pandangan psikologi orang tersebut akan
mengalami masalah batin baik dalam dirinya sendiri maupun dengan oramg lain (masyarakat).
Jelas sudah bahwa psikologi dan tasawuf mempunyai kesamaan dan keterkaitan. Selain
sama – sama bersifat antroposentris, objek pembahsannya juga sama, yakni mengenai kejiwaan
manusia.

Anda mungkin juga menyukai