Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1987, Keperawatan

jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang didasarkan pada ilmu

perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan

dengan respons psiko-sosial yang mal adaptif yang disebabkan oleh gangguan

bio-psiko-sosial, dengan menggunakan cirri sendiri dan terapi keperawatan

untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah

kesehatan jiwa individu, keluarga dan masyarakat (Riyadi, 2009).

Menurut Undang-Undang No 3 tahun 1996 keperawatan jiwa adalah

suatu pelayananan keperawatan profesional yang memungkinkan

perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan

perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Riyadi, 2009).

Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku

akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidak wajaran dalam

bertingkah laku (Nasir, 2011). Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran,

perasaan atau tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan atau

terganggunya fungsi sehari-hari.

Gangguan jiwa meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung

tetapi menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu serta beban

berat bagi keluarga (Townsend, 2010). Hal ini dipicu oleh adanya keinginan

seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam mempertahankan

1
hidup sehingga seseorang dihadapkan untuk berpikir, berkeinginan untuk

mencapai cita-cita yang mengharuskan seeorang untuk berhubungan dengan

orang lain. Akibatnya, timbullah perasaan tertekan, yang ditandai dengan

menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya pencapaian sebuah keinginan, yang

juga akan berimbas dengan menurunya semua fungsi kejiwaan, terutama minat

dan motivasi sehingga membuat seseorang gagal dalam mempertahankan

kualitas hidup. Perasaan tertekan atau depresi akan mengawali terjadinya

penyimpangan kepribadian yang merupakan awal dari terjadinya gangguan

jiwa (Nasir, 2011).

Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan

mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan kesalahan

dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

(WHO dalam Yosep, 2009). Pengertian seseorang tentang gangguan jiwa

berasal dari apa yang orang tersebut yakini sebagai factor penyebab (Stuart,

2006).

Secara umum gangguan jiwa yang sering muncul adalah skizofrenia.

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah

(Stuart, 2006).

Perilaku yang muncul pada pasien skizofrenia adalah isolasi dan

menarik diri dari hubungan sosial, harga diri rendah (HDR), ketidak sesuaian

sosial, tidak tertarik dengan aktivitas rekreasi, kerancuan identitas gender,

2
menarik diri dari orang lain yang berhubungan dengan stigma, penurunan

kualitas hidup (Stuart, 2006).

Skizofrenia atau gangguan jiwa berat saat ini masih menjadi salah satu

masalah kesehatan di indonesia. Berdasarkan definisi medis, skizofrenia adalah

suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan prilaku psikotik,

pemikiran konkret, kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).

Menurut data World Health Organization (WHO) (dalam Stuart, 2006),

prevalensi penderita skizofrenia sekitar 0,2% hingga 2% atau berjumlah 24 juta

penderita di seluruh dunia, sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul

tiap tahun sekitar 0,01%.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 (Rikesdas 2013)

prevalensi penderita gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 1,7 per mil,

dengan prevalensi terbanyak adalah Propinsi DI Yogyakarta (2,7 permil),Aceh

(2,7%), Sulawesi Selatan (2,6%), Bali (2,3%), Jawa Tengah (2,3%), Jawa

Timur dan Bangka Belitung (2,2%), sedangkan Sulawesi Tenggara (1,1%).

Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi

Tenggara tahun 2016 diperoleh data jumlah pasien yang mengalami gangguan

jiwa yang dirawat inap pada tahun 2014 tercatat sebanyak 1111 pasien, tahun

2015 sebanyak 1132 pasien dan tahun 2016 Sampai bulan September sebanyak

1042 pasien. Jumlah pasien gangguan jiwa yang dirawat di ruang rawat inap

yaitu Ruang Melati dan Tulip berjumlah 19 pasien dimana pasien HDR

sebanyak 4 pasien (21,05%). Ruang Matahari berjumlah 16 pasien dimana

3
pasien HDR sebanyak 3 pasien (18,75%). Ruang Asoka berjumlah 23 pasien

dimana pasien HDR sebanyak 4 pasien (17,39%). Ruang Teratai berjumlah 20

pasien dimana pasien HDR sebanyak 2 pasien (10%). Ruang Anggrek

berjumlah 7 pasien dimana pasien HDR sebanyak 1 pasien (14,28%). Ruang

Flamboyan berjumlah 21 pasien dimana pasien HDR sebanyak 3 pasien

(14,28%). Ruang Delima berjumlah 17 pasien dimana pasien HDR sebanyak 2

pasien (11,76%). Ruang Srikandi berjumlah 6 pasien dimana pasien HDR

sebanyak 1 pasien (16,66%) (Rekam Medik RS Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara

Tahun 2016).

Harga diri rendah kronik menempati urutan ketiga dari masalah

keperawatan yang muncul dan rata-rata dari mereka berkisar antara usia 20-45

tahun, masalah utama harga diri rendah dalam kasus keperawatan jiwa

mempunyai tingkatan rentang yang berbeda. Dengan meningkatnya angka

gangguan jiwa diIndonesia pada umumnya, maka perlunya dilakukan

perawatan yang lebih intensif pada klien dengan Harga Diri Rendah Kronik

secara menyeluruh meliputi bio – psiko – sosio – spiritual, dimana penanganan

klien dengan Harga Diri Rendah kronik pada khususnya dan gangguan jiwa

pada umumnya, menekankan kearah profesionalisme profesi keperawatan,

karena seseorang yang mengalami gangguan jiwa dengan harga diri rendah

pasti akan merasa dirinya tidak berharga, tidak mampu, dan selalu mengatakan

bahwa dirinya tidak berguna, yang mana hal ini dapat memicu seseorang

mengalami stress (Rekam Medik RS Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara Tahun

2016).

4
Peran perawat dalam menangani hargadirirendah di rumah sakit salah

satunya  melakukan penerapan standar asuhan keperawatan yang mencakup

penerapan strategi pelaksanaan. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar

asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan

untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi

pelaksanaan pada pasien harga diri rendah mencakup membina hubungan

saling percaya, mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki,

menilai kemampuan yang digunakan, merencanakan kegiatan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki, melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan

kemampuannya (Yosep, 2009).

Dampak yang bisa terjadi jika penerapan asuhan keperawatan tidak

diterapkan pada pasien harga diri rendah antara lain pasien semakin kurang

komunikatif, pandangan hidup yang pesimis, semakin menarik diri, penurunan

produktivitas, penolakan terhadap kemampuan diri, kurang aktivitas, kurang

memperhatikan kebersihan diri, pasien beresiko bunuh diri, sehingga proses

penyembuhan membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu

dibutuhkan pengetahuan yang tinggi, sikap yang positif, dan tindakan yang

baik dalam mengaplikasikan ilmu keperawatan yang dimiliki (Damaiyanti,

2008).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

membuat laporan kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.J

Dengan Harga Diri Rendah Kronik Diruang Asoka Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2016”.

5
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan jiwa pada klien Tn.J

dengan Harga Diri Rendah Kronik.

2. Tujuan Khusus

Diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien Tn. J

dengan Harga Diri Rendah Kronik, penyusun akan:

2.1 Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Harga Diri Rendah

Kronik.

2.2 Mampu merumuskan diagnose keperawatan yang timbul pada klien

Tn. J dengan Harga Diri Rendah Kronik.

2.3. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien Tn. J dengan

Harga Diri Rendah Kronik.

2.4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Tn. J dengan

Harga Diri Rendah Kronik.

2.5. Mampu membuat evaluasi dari tindakan keperawatan pada klien Tn. J

dengan Harga Diri Rendah Kronik.

2.6. Mampu membuat dokumentasi asuhan keperawatan pada klien Tn. J

dengan Harga Diri Rendah Kronik.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Perawat

Dapat memberikan pemikiran bagi perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien Tn. J dengan Harga Diri Rendah Kronik.

6
2. Bagi Institusi

Makalah tentang Asuhan Keperawatan pada klien Tn. J dengan Harga

Diri Rendah Kronik dapat menambah bahan – bahan referensi di

perpustakaan institusi.

3. Bagi Pembaca

Makalah ini dapat dijadikan pengalaman dan latihan bagi pembaca

dalam menyusun asuhan keperawatan Harga Diri Rendah Kronik.

Anda mungkin juga menyukai