LAPORAN PENDAHULUAN
AKI (Akute Kidney Injury) adalah penurunan fungsi ginjal yang cepat dan
ditandai dengan penurunan Laju filtrasi Glomerulus (LFG) dan berakibat
penurunan pembuangan produk nitrogen, hilangnya regulari air,elektrolit dan
asam basa. Laju filtrasi gromelurus yang menurun dengan cepat menyebabkan
kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen
urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai
oleh oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari).
1.2 Etiologi
1.2.1 Azotemia Prarenal ( Penurunan Perfusi Ginjal )
a. Deplesi volume cairan ekstrasel ( ECF ) Abssolute
1) Perdarahan : Operasi besar, Trauma, dan Fasca partum.
2) Diuresis berlebihan.
3) Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat : Muntah, diare.
4) Kehilangan cairan dari ruang ketiga : Luka bakar, peritonitis,
pankreatitis
b. Penurunan volume sirkulasi arteribyang efektif
1) Penurunan curah jantung : Infark miokardium, disritmia, gagal
jantung kongestif, tamponede jantung dan emboli paru.
2) Vasodilatasi perifer : Sepsis, anafilaksis, obat anastesi, antihipertensi
, nitrat.
3) Hipoalbuminemia : sindrom nefrotik, dan gagal hati ( sirosis )
c. Perubahan hemodinamik ginjal primer
1
2
1.4 Patofisiologi
Menurut teori, nefron utuh kehilangan funsi ginjal normal akibat dari penurunan
jumlah nefron yang berfungsi dengan tepat. Gambaran dari teori ini adalah
bahwa keseimbangan antara glometuli dan tubulus dipertahankan. Bila jumlah
nefron berkurang sampai jumlah yang tidak adekuat untuk mempertahankan
keseimbangan homeostatis, terjadi akibat gangguan fisiologi. Ginjal gagal
melakukan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksin dari darah
( Tambayong jan, 2000 )
dehidrasi, sequestrasi, iskemik, renal berat tumor, obstruksi kandung
dll) eklamsia aefropati kemih, dll)
Aliran urin dari ginjal
Penurunan sirkulasi heroin, dll)
menurun
ginjal Penumpukan zat toksin di
Gangguan fungsi dan ginjal
Kerja ginjal terganggu struktur jaringan ginjal Merusak jaringan ginjal
Dx :
Ketidakefektifan P
erfusi Jaringan
Perifer
5
1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Dialisis (dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius.
1.6.2 Penanganan hiperkalemia (untuk menyeimbangkan cairan dan elektrolit
merupakan masalah utama AKI.
1.6.3 Mempertahankan keseimbangan cairan.
1.7 Komplikasi
1.7.1 Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial
1.7.2 Gangguan elektrolit : uremia, hiperkalemia, hiponatremia, asidosis
metabolik
6
NOC
Respiratory Status
NIC
Oxygen Therapy
NIC
Skin Care
c. Monitor karakteristik luka
1) Bersihkan luka dengan normal saline atau pembersih yang bersifat
nonracun
2) Pelihara teknik steril ketika dilakukan perawatan pada luka
3) Ubah posisi pasien
8
NIC
9
Fluid Management
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Pasang urin kateter jika diperlukan
3) Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt,
osmolalitas urin
4) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCW
5) Monitor vital sign
6) Monitor indikasi retensi/ kelebihan cairan (cracles, CVP, edema,
distensi vena leher, asites)
7) Kaji lokasi dan luas edema
8) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
9) Monitor status nutrisi
10) Berikan diuretik sesuai interuksi
11) Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan
serum Na < 130 mEq/l
12) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
NIC
1.2 Epidemiologi
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, pada bulan Januari sampai
Desember tahun 2011, didapatkan jumlah penderita penyakit ginjal kronik yang
tercatat dari Rumah Sakit Umum Pemerintah dan Daerah berjumlah 1171 rawat
inap dan laporan pada bulan Januari sampai Desember tahun 2011 jumlah pasien
yang mengalami rawat jalan adalah 661. Peningkatan kasus baru hemodialisa
sebesar 33% pertahun. Diperkirakan telah lebih dari 100.000 pasien yang akhir-
akhir ini menjalani dialisis. ). Sementara di RSUP H. Adam Malik Medan
didapatkan total pasien HD pada Februari 2013 sebanyak 197 pasien dengan
jumlah tindakan hemodialisis sebanyak 1.081 (Maruli, 2013).
c. Hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organic (Pernefri, 2006)
setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel
demikian juga sebaliknya.
Ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan
dari kompartemen darah ke dalam kompartemen dialisat melalui membran
semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
Ultrafiltrasi Hidrostatik
Transmembrane Pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen
dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut di dalamnya berpindah dari darah ke
dialisat melalui membran semipermiabel akibat perbedaan tekanan hidrostatik
antara kompertemen darah dan kompartemen dialisat.
Koefisien Ultrafiltrasi (KUf)
KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg
perbedaan tekanan atau perbedaan TMP yang melewati membran.
Ultrafiltrasi osmotic
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran semipermiabel,
bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding “A”, maka
konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”. Dengan
demikian air akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus akan
membawa zat-zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap
membrane yang pada akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi
sama.
Proses Osmosis
Proses osmosis merupakan proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu
perbedaan osmolaritas darah dan dialisat (Lumenta), di mana terjadi perpindahan
cairan dari larutan dengan osmolaritas rendah ke osmolaritas yang lebih tinggi.
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita
dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini
memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka
dibuat suatu hubungan buatan di antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
19
melalui pembedahan. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan
untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik
pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam
kondisi aseptic.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dializer maka
diberikan heparin. Di dalam dializer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori
memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi kimia yang
menyerupai cairan tubuh normal. Tekanan di dalam ruang dializer lebih rendah
dibandingkan dengan tekanan dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan
zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat.
Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput
buatan ini.
yang diharapkan. Punksi dan kanulasi terdiri dari punksi cimino dan punksi
femoral.
1) Punksi Cimino
a. Persiapan Alat-alat
- 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari: 3 buah mangkok kecil (1
untuk tempat NaCL, 1 untuk tempat Betadine, 1 untuk Alkohol 20%), arteri
klem
- 1 spuit 20 cc, 1 spuit 10 cc, 1 spuit 1 cc
- Kassa 5 lembar (secukupnya), IPS sarung tangan, lidocain 0,5 cc (bila
perlu)
- Plester, masker, 1 buah gelas ukur / math can, 2 buah AV Fistula
- Duk steril, perlak untuk alas tangan, plastik untuk kotoran
b. Persiapan Pasien
- Timbang berat badan, observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
- Raba desiran pada cimino apakah lancer
- Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
- Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke
tubuh pasien
- Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
- Letakkan perlak di bawah tangan pasien
- Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
c. Persiapan Perawat
- Mencuci tangan, memakai masker, buka bak instrumen steril
- Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan
Betadine
- Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrument, memakai sarung
tangan
- Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan)
- Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula
d. Memulai Desinfektan
22
- Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah
cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu
masukkan kassa bekas ke kantong plastic
- Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan vena
lain dengan cara seperti no.1
- Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering,
masukkan kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di
gelas ukur
- Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di
tangan
- Bila aliran kurang dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan penusukan
pada daerah femoral
- Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat
dipakai kembali di bawa ke ruang disposal
- Penusukan selesai, perawat mencuci tangan
2) Punksi Femoral
Cara Melakukan Punksi Femoral
- Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan
- Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk
fleksi
- Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh
3 jari di atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri
- Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV Fistula
Kateter double lumen mempunyai 2 cabang berwarna merah untuk inlet (keluarnya
darah dari tubuh pasien ke mesin) dan biru untuk outlet (masuknya darah dari mesin
ke tubuh pasien)
1.10 Pengukuran Adekuasi Hemodialisa
Hemodialisa dinilai adekuat bila mencapai hasil sesuai dosis yang direncanakan.
Adekuasi hemodialisa diukur secara kuantitatif dengan menghitung kt/V yang
merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisa dengan volume distribusi
urea dalam cairan tubuh. Konsesus Dialisis Pernefri (2006) menyatakan bahwa di
Indonesia adekuasi hemodialisa dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisa 10-
15 jam perminggu. Pasien yang menjalani hemodialisa 3 kali/minggu diberi target
Kt/V 1,2, sedangkan pasien yang menjalani hemodialisa 2 kali/minggu diberi target
Kt/V 1,8. Kt/V untuk setiap pelaksanaan hemodialisa yang direkomendasikan
adalah minimal 1,2 dengan target adekuasi 1,4.
Penghitungan Kt/V dapat dilakukan denga menggunakan rumus Daugirdas sebagai
berikut:
Keterangan:
K : Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/menit
Ln : Logaritma natural
R : Ureum post dialisis
Ureum pre dialisis
t : Lama dialisis (jam)
V : Volume cairan tubuh dalam liter (laki-laki 65 % BB/berat badan dan wanita BB
berat badan).
1.11 Komplikasi Hemodialisa
Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup
pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat
menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang
menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
25
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi,
infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu
cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel
disequilibirium menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
Masalah pada dialisat Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal
Chlorine
Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala
26
neurologi, aritmia
Kontaminasi Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari
bakteri/endotoksin dialisat maupun sirkuti air
b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit jantung,
malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, renal osteodystrophy,
neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,
infeksi, amyloidosis dan Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb,
2013).
1.12 Penatalaksanaan Diet pada Pasien Hemodialisa
Anjuran diet didasarkan pada frekuensi hemodialisa, sisa fungsi ginjal dan ukuran
tubuh. Tujuan diet gagal ginjal dengan dialisis adalah:
a. Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi,
agar pesien dapat melakukan aktifitas normal.
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
k. Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B12,
l. asam folat dan vitamin C.
m. Bila nafsu makan kurang, berikan suplemen enteral yang mengandung energi dan
protein tinggi (Almatsier, 2008).
Diet pada dialisis bergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal dan berat
badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialisis biasanya harus direncanakan
perorangan. Berdasarkan berat badan, diet dialisis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
a. Diet dialisis I, 60 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 50
kg.
b. Diet dialisi II, 65 g protein, diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 60 kg.
c. Diet dialisis III, 70 g protein, diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 65
kg (Almatsier, 2008).
e. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan; konsekuensi akibat kegagalan
dalam mematuhi pembatasan ini.
f. Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan.
g. Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus,
neuropati serta gejala-gejala lainnya.
h. Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis,
diet yang membatasi, obat-obatan).
i. Strategi untuk menangani dan mengurangi kecemasan serta ketergantungan
pasien sendiri dan anggota keluarga mereka.
j. Pilihan lain yang tersedia buat pasien
k. Pengaturan finansial untuk dialisis, strategi untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber finasial
l. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga (Cahyaningsih, 2009).
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi: nama klien, no. RM, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, dx medis dan mula inisiasi HD
2. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien diantara keluhan yang
dirasakan yang didapatkan secara langsung dari pasien/keluarga.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Riwayat kesehatan sekarang didapatkan mulai dari pasien
mengalami keluhan sampai mencari pelayanan kesehatan sampai
,mendapatkan terapi dan harus menjalani terapi HD (pasien HD
pertama).
- Kondisi atau keluhan yang di rasakan oleh pasien setelah HD
sampai HD kembali (bagi pasien menjalani HD rutin).
b. Riwayat Kesehatan Lalu
Riwayat kesehatan dahulu di dapatkan dari pengalaman pasien
mengalami kondisi yang berhubungan dengan gangguan system
urinaria (misal DM, hipertensi, BPH dll)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Di dapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit pasien sekarang (DM, hiperensi, penyakit sistem
perkemihan)
4. Pemeriksaan Fisik
- Kepala: rambut rontok
- Neuro: penurunan kesadaran, nyeri (pusing), kejang karena keracunan
pada SSP, kelemahan karena suplai O2 kurang, baal (mati rasa dan
kram) karena rendahnya kadar Ca dan PH
- Mata: konjungtiva anemis, odema palpebra, uremic cross
30
1. INTERVENSI
a. Pre hemodialisa
Nursing Outcome Nursing Intervention
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) Classification(NIC)
b. Intra hemodialisa
Nursing Outcome Nursing Intervention
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) Classification(NIC)
c. Post Hemodialisa
Nutrisi
adekuat
Status hidrasi:
hidrasi kulit
membran
mukosa baik,
tidak ada rasa
haus yang
abnormal,
panas, urin
output normal,
TD, HCT
normal
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Agarwal, R. & Weir, M.R. (2010). Dry-weight: A concept revised in an effort to avoid
medication-directed approaches for blood pressure control in hemodialysis
patients. Clinical Journal American Society of Nephrology, 55-60.
Beiber, S.D. & Himmelfarb, J. (2013). Hemodialysis. In: schrier’s disease of the kidney.
9th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2006). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcomes. 8th Edition. Philadelpia: WB. Saunders Company
Brunner and Suddarth. (2008). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8, Volume
1. Jakarta: EGC
Daugirdas, J.T., Blake, P.G. & Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis. 4th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical-surgical nursing. Fifth Edition.
Philadelphia: Elsivier Inc.
Morhead, S., Jhonson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (2004). Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. St Louis, Missouri: Mosby.
Pernefri. (2006), Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu
Penyakit dalam.. Jakarta: FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
41
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses penyakit.
Volume 2. Jakarta: EGC
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata,M. & Setiati, S. (2009). Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jilid II, Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing