Anda di halaman 1dari 41

1

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep dasar Gagal Ginjal Akut


1.1 Definisi
Gagal ginjal akut Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan
ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia
progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah( Imam Parsoedi A dan Ag.
Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )

AKI (Akute Kidney Injury) adalah penurunan fungsi ginjal yang cepat dan
ditandai dengan penurunan Laju filtrasi Glomerulus (LFG) dan berakibat
penurunan pembuangan produk nitrogen, hilangnya regulari air,elektrolit dan
asam basa. Laju filtrasi gromelurus yang menurun dengan cepat menyebabkan
kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen
urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai
oleh oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari).

1.2 Etiologi
1.2.1 Azotemia Prarenal ( Penurunan Perfusi Ginjal )
a. Deplesi volume cairan ekstrasel ( ECF ) Abssolute
1) Perdarahan : Operasi besar, Trauma, dan Fasca partum.
2) Diuresis berlebihan.
3) Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat : Muntah, diare.
4) Kehilangan cairan dari ruang ketiga : Luka bakar, peritonitis,
pankreatitis
b. Penurunan volume sirkulasi arteribyang efektif
1) Penurunan curah jantung : Infark miokardium, disritmia, gagal
jantung kongestif, tamponede jantung dan emboli paru.
2) Vasodilatasi perifer : Sepsis, anafilaksis, obat anastesi, antihipertensi
, nitrat.
3) Hipoalbuminemia : sindrom nefrotik, dan gagal hati ( sirosis )
c. Perubahan hemodinamik ginjal primer

1
2

1) Penghambat sintesis prostaglandin, aspirin, dan obat NSAID lain.


2) Vasodilatasi arteriol eferen : penghambat enzim pengkonversi
angiotensin misalnya captropil.
3) Obat vasokontriksi : Obat alfa-adrenergik ( misal : norepinefrin )
angiotensin II.
4) Sindrioma hepatorenal
d. Obstruksi vaskuler ginjal bilateral
1) Stenosis arteri ginjal, emboli, dan trombosis.
2) Trombosis vena renalis bilateral.
1.2.2 Azotemia pascarenal ( Obstruksi saluran Kemih )
a. Obstruksi uretra : Katup uretra, striktur uretra
b. Obstruksi aliran keluar kandung kemih : hipertrofi prostat, karsinoma.
c. Obstruksi ureter bilateral ( unilateral jika saat ginjal berfungsi )
1) Intraureter : batu, bekuan darah.
2) Ekstraureter ( kompresi ) : fibrosis retroperitoneal, neoplasma
kandung kemih, prostat atau seviks ligasi bedah yang tidak sengaja
atau cedera.
d. Kandung kemih neurogenik.
1.2.3 Azotemia Renal/Intrinsic
a. Nekrosis tubular akut
1) Paska iskemik, syok, sepsis, bedah jantung terbuka, bedah aorta
( semua penyebab azotemia prarenal berat )
2) Nefrotoksis
a) Nefrotoksis eksogen
1) Antibody : aminoglikosida, amfoterisisn B
2) Media kontras teriodinasi ( terutama pada penderita diabetes )
3) Logam berat : sisplatinbiklorida merkuri, arsen
4) Siklosporin : takrolimus
5) Pelarut : karbon tetraklorida, etilene glikol, metanol.
b) Nefrotiksis endogen
1) Pigmen intratubular : hemoglobin, mioglobin
3

2) Protein intratubular : myeloma multiple


3) Kristal intratubular : asam urat
b. Penyakit vascular atau glomelurus ginjal primer
1) Glomerulonefritis cepat atau pascastreptokokus akut
2) Hipertensi maligna
3) Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait-pembatasan
garam atau air.
c. Nefritis tubulointerstisial akut
1) Alergi : beta-laktam ( penisilin, sefalosporin, sulfonamide )
2) Infeksi ( misal pielonefritis akut )

1.3 Tanda dan Gejala ( M. Nursalam, 2006 )


1.3.1 Pasien tampak menderita, mual mutah serta diare.
1.3.2 Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi dan nafas mungkin
berbau urine ( fetouremik ).
1.3.3 Manifestasi sitem syaraf : lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang.
1.3.4 Perubahan pengeluaran produksi urine sedikit dapat mengandung darah.
1.3.5 Anoreksia ( disebabkan oleh akumulasi produk sisa nitrogen )
1.3.6 Sakit dan nyeri pada tulang dan sendi ( karena kehilangan kalsium dari
tulang )
1.3.7 Kelelahan akibat anemia
1.3.8 Hipertensi, peningkatan BB edema

1.4 Patofisiologi
Menurut teori, nefron utuh kehilangan funsi ginjal normal akibat dari penurunan
jumlah nefron yang berfungsi dengan tepat. Gambaran dari teori ini adalah
bahwa keseimbangan antara glometuli dan tubulus dipertahankan. Bila jumlah
nefron berkurang sampai jumlah yang tidak adekuat untuk mempertahankan
keseimbangan homeostatis, terjadi akibat gangguan fisiologi. Ginjal gagal
melakukan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksin dari darah
( Tambayong jan, 2000 )
dehidrasi, sequestrasi, iskemik, renal berat tumor, obstruksi kandung
dll) eklamsia aefropati kemih, dll)
Aliran urin dari ginjal
Penurunan sirkulasi heroin, dll)
menurun
ginjal Penumpukan zat toksin di
Gangguan fungsi dan ginjal
Kerja ginjal terganggu struktur jaringan ginjal Merusak jaringan ginjal

ACUTE KIDNEY INJURY


(GAGAL GINJAL AKUT)

Ketidakmampuan ginjal Penumpukan asam


GFR menurun mengsekresikan ulin organik H+

Kreatinin serum meningkat Retensi cairan Na dan Muatan asam H+


elektrolit meningkat
dan ureum meningkat

Penumpuka Cairan tubuh PH darah menurun


Hipertensi Hiperkalemia
n dikulit meningkat,
edema Asidosis metabolik
Kulit kering Dx : Peningkatan Distriam otot
dan gatal Pernafasan kusmaul
Kelebihan gangguan jantung
(Pruritus) Volume jantung
Cairan Dx : Ketidakefektifan
PATHWAY ACUTE KIDNEY INJURY

Dx : Kerusakan Tertekannya Resti gagal Pola Nafas


Integritas Kulit pembuluh jantung
darah
Dx : Gangguan
Aliran darah
Rasa Nyaman
tidak sampai
di perifer
4

Dx :
Ketidakefektifan P
erfusi Jaringan
Perifer
5

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Arteriogram ginjal
1.5.2 Biopsi ginjal
1.5.3 KUB Foto: menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya
obstruksi Pielografi retrograde
1.5.4 Sistouretrogram berkemih
1.5.5 Ultrasono ginjal
1.5.6 Endoskopi ginjal nefroskopi
1.5.7 Radiologi : Foto polos abdomen, USG, IVP (Intra Vena Pielografi),
Renogram, Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel
1.5.8 EKG
1.5.9 Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas
b. Urin: volume, warna, ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat
jenis
c. Laju Endap Darah (LED) : meninggi oleh karena adanya anemia dan
albuminemia

1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Dialisis (dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius.
1.6.2 Penanganan hiperkalemia (untuk menyeimbangkan cairan dan elektrolit
merupakan masalah utama AKI.
1.6.3 Mempertahankan keseimbangan cairan.

1.7 Komplikasi
1.7.1 Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial
1.7.2 Gangguan elektrolit : uremia, hiperkalemia, hiponatremia, asidosis
metabolik
6

1.7.3 Neurologi : kejang uremik, flap, tremor, koma, iritabilitas neuromuskular,


gangguan kesadaran
1.7.4 Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan
gastrointestinal
1.7.5 Hematologi : hipertensi, anemia, diatesis hemoragik
1.7.6 Jantung : Payah jantung, edema paru, aritmia, efusi perikardium

1.8 Asuhan Keperawatan


1.8.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Penyakit (Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga)
d. Pemeriksaan Fisik
e. Pemeriksaan Laboratorium
f. Pengkajian 11 Pola Gordon ( Persepsi kesehatan, nutrisi, eliminasi,
aktivitas, istirahat tidur, kognitif, persepsi diri, peran-hubungan,
seksualitas, koping, dan nilai kepercayaan )
1.8.2 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Pola Nafas
b. Kerusakan Integritas Kulit
c. Kelebihan Volume Cairan
d. Gangguan Rasa Nyaman
e. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
1.8.3 Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan Pola Napas

NOC

Respiratory Status

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan pola


nafas klien efektif dengan kriteria :
7

1) Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang


normal, tidak ada suara nafas abnormal)
2) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

NIC

Oxygen Therapy

1) Bersihkan mulut, hidung, dan seckret trakea, jika diperlukan


2) Pertahankan jalan napas yang paten
3) Monitor aliran oksigen
4) Pertahankan posisi klien
5) Monitor TD, nadi, dan RR

b. Kerusakan Integritas Kulit


NOC

Tissue Integrity: Skin and Mucous Membrane

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan


integritas kulit klien dapat diatasi dengan kriteria hasil :

1) Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan


2) Tidak ada luka/lesi pada kulit
3) Perfusi jaringan baik
4) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan keseimbangan kulit
dan perawatan alami

NIC

Skin Care
c. Monitor karakteristik luka
1) Bersihkan luka dengan normal saline atau pembersih yang bersifat
nonracun
2) Pelihara teknik steril ketika dilakukan perawatan pada luka
3) Ubah posisi pasien
8

4) Intruksikan pasien atau anggota keluarga mengetahui prosedur


perawatan luka
5) Intruksikan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala dari infeksi
6) Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan perubahannya
Skin Surveillance
1) Inspeksi kulit dan membran mukosa dari kemerahan, panas yang
tinggi, edema, dan drainage
2) Observasi ekstremitas(warna,kehangatan, pembengkakan, denyutan,
tekstur, edema, dan ulcer
3) Inspeksi kondisi dari insisi bedah
4) Monitor warna kulit dan suhuh
5) Monitor kulit dan membran mukosa dari perubahan warna, memar,
dan kerusakan.
6) Monitor dari infeksi
7) Monitor dari sumber tekanan dan fraksi
8) Dokumentasikan perubahan kulit dan mukosa membran

c. Kelebihan Volume Cairan


NOC
Ctrolyte and Acid-Base Balance
Fluid Balance

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam kelebihan


volume cairan klien teratasi dengan kriteria hasil :

1) Tekanan arteri rata-rata dalam rentang yang diharapkan


2) Nadi perifer teraba
3) Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
4) Suara nafas tambahan tidak ada
5) Tidak ada asites , distensi vena, edema perifer

NIC
9

Fluid Management
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Pasang urin kateter jika diperlukan
3) Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt,
osmolalitas urin 
4) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCW
5) Monitor vital sign
6) Monitor indikasi retensi/ kelebihan cairan (cracles, CVP, edema,
distensi vena leher, asites)
7) Kaji lokasi dan luas edema
8) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
9) Monitor status nutrisi
10) Berikan diuretik sesuai interuksi
11) Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan
serum Na < 130 mEq/l
12) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

d. Gangguan Rasa Nyaman


NOC
Comfort Status: Physical
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah
gangguan rasa nyaman klien berkurang dengan kriteria hasil :
1) Pasien dalam keadaan nyaman
2) Menggunakan pakaian yang nyaman
3) Suhu tubuh dalam rentang normal
4) Rasa gatal-gatal yang dialami pasien dapat berkurang
NIC
Relaxation Therapy
Enviromental Management: Convenience
10

1) Hindari sumber-sumber ketidaknyamanan seperti balutan yang


lembab, balutan yang tertekan, seprei yang kusut, serta lingkungan
yang mengganggu.
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman aman dan bersih serta gunakan
pakaian berbahan lembut seperti katun atau wol
3) Monitor TTV pasien
4) Kaloborasi pemberian obat atau salep untuk mengurangi rasa gatal,
jika diperlukan
5) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

e. Ketidakefektifan Perfusi jaringan perifer


NOC
Circulation Status
Tissue Perfusion: Peripheral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam perfusi
jaringan perifer klien menjadi efektif dengan kriteria hasil
1) Pengisian ulang kapiler
2) Warna kulit
3) Sensasi

NIC

Circulatory Care: Arterial Insufficiency


1) Lakukan penilaian yang komprehensif pada pada sirkulasi perifer
(misalnya memeriksa denyut nadi perifer, edema, waktu pengisian
kapiler, warna, dan suhu)
2) Inspeksi kulit untuk adanya luka pada arteri atau kerusakan jaringan
3) Ubah posisi pasien setidaknya setiap 2 jam dengan tepat
4) Dukung pasien melakukan kegiatan olahraga
5) Lindungi ujung kaki dan tangan dari cidera (misalnya sepatu longgar)
6) Lakukan perawatan luka dengan tepat
Circulatory Care: Venous Insufficiency
11

1) Lakukan penilaian yang komprehensif pada pada sirkulasi perifer


(misalnya memeriksa denyut nadi perifer, edema, waktu pengisian
kapiler, warna, dan suhu)
2) Nilai udem dan nadi perifer
3) Monitor level ketidaknyamanan atau nyeri
4) Dukung lathan ROM aktif dan pasif, terutama pada ekstrimitas bawah
selama beristirahat
5) Instruksikan pasien melakukaan perawatan kaki yang benar

II. Konsep Dasar Hemodialisa


1.1 Pengertian
Dialisis merupakan proses yang menggantikan secara fungsional pada
gangguan fungsi ginjal dengan membuang kelebihan cairan dan akumulasi
toksin endogen atau eksogen (Doenges, 2000). Hemodialisis merupakan suatu
proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semi
permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat
mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black & Hawks,
2006; Ignatavicius & Workman, 2006). Sedangkan menurut Baradero (2008),
hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi yang kemudian darah kembali lagi ke
dalam tubuh pasien.Bagi pasien dengan penyakit ginjal kronik, hemodialisis
merupakan salah satu terapi yang mampu memperpanjang kehidupan (Smeltzer
et al, 2008).

Jadi Hemodialisa adalah suatu proses pencucian darah dengan ginjal


buatan dengan menggunakan selaput membran semipermeabel untuk
mengeluarkan sisa metabolisme dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta untuk memperpanjang hidup penderita gagal ginjal tersebut.
12

1.2 Epidemiologi
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, pada bulan Januari sampai
Desember tahun 2011, didapatkan jumlah penderita penyakit ginjal kronik yang
tercatat dari Rumah Sakit Umum Pemerintah dan Daerah berjumlah 1171 rawat
inap dan laporan pada bulan Januari sampai Desember tahun 2011 jumlah pasien
yang mengalami rawat jalan adalah 661. Peningkatan kasus baru hemodialisa
sebesar 33% pertahun. Diperkirakan telah lebih dari 100.000 pasien yang akhir-
akhir ini menjalani dialisis. ). Sementara di RSUP H. Adam Malik Medan
didapatkan total pasien HD pada Februari 2013 sebanyak 197 pasien dengan
jumlah tindakan hemodialisis sebanyak 1.081 (Maruli, 2013).

1.3 Tujuan Hemodialisa


a. Meningkatkan kualitas hidup pasien menderita penurunan fungsi ginjal.
b. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer (asam basa) tubuh.
c. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan lain.
Tujuan hemodialisa adalah menghilangkan gejala, yaitu mengendalikan uremia,
kelebihan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien
dengan penyakit ginjal tahap akhir. Hemodialisa efektif mengeluarkan cairan,
elektrolit, dan sisa metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan
untuk memperpanjang umur klien (Kallenbach et all, 2003). Menurut Brunner dan
Suddarth (2001), tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen
yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada
hemodialisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien
1.4 Indikasi Hemodialisa
13

Indikasi dilakukannya hemodialisa secara umum, diantaranya yaitu: (Brunner &


Suddarth, 2008)
a. Gagal ginjal akut
b. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
c. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
d. Ureum lebih dari 200 mg/dl
e. pH darah kurang dari 7,1
f. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
g. Intoksikasi obat dan zat kimia
h. Sindrom hepatorenal
Menurut Daugirdas, Blake & Ing (2007), indikasi hemodialisis dibedakan menjadi
2 yaitu: hemodialisis emergency atau hemodialisis segera dan hemodialisis
kronik. Keadaan akut tindakan dialisis dilakukan pada keadaan kegawatan ginjal
dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi, oliguria (produksi urine <200
ml/12 jam), anuria (produksi urine <50 ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika
terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5 mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau
bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL), ensefalopati uremikum,
neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat (Na>160
atau <115 mmol/I), hipertermia dan keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang
bisa melewati membran dialisis.
Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialysis. Dialisis
dimulai jika GFR <15 ml/menit, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15
ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika
dijumpai salah satu dari: 1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis; 2) gejala
uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah;, 3) adanya malnutrisi
atau hilangnya massa otot; 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan
cairan dan 5) komplikasi metabolik yang refrakter
1.5 Kontraindikasi Hemodialisa
a. Tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa.
b. Akses vaskuler sulit.
14

c. Hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organic (Pernefri, 2006)

1.6 Proses Hemodialisa


Komponen Hemodialisa
a. Dializer
Dializer atau ginjal buatan terdiri dari membran semi permeabel yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat. Dializer merupakan kunci utama dalam proses
hemodialisa. Dializer berbentuk silinder dengan panjang rata-rata 30 cm dan
diameter 7 cm dan di dalamnya terdapat ribuan filter yang sangat kecil. Dializer
terdiri dari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan dialysate dan darah.
Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran semipermiabel yang
mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi satu.
b. Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialisa dipakai sebagai pencampur dialisat pekat (diasol).
Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang
harus dimurnikan terlebih dahulu dengan cara “water treatment” sehingga
memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical
Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu sesi hemodialisis seorang
pasien adalah sekitar 120 Liter.
c. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Jenis larutan dialisat yang sering digunakan yaitu dialisat bicarbonate.
1. Konsentrasi Bicarbonate
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan
larutan bikarbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba
karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia
15

dan alkalosis metabolik yang akut. Kandungan dialisat bikarbonat yaitu


natrium: 140, 0 mmol/liter, kalium: 2,0 mmol/liter, kalsium: 1,3 mmol/liter,
magnesium: 0,2 mmol/liter, Cloride: 110,0 mm0l/liter, acetat: 3,0 mmol/liter,
bicarbonate: 32,0 mmol/liter.

Tabel 1. Konsentrasi substansi dalam darah dan dialisat

Darah Substansi Dialisat


133 – 144 Natrium (mmol/L) 132 – 155
3,3 – 5,3 Kalium (mmol/L) 0 – 3,0
2,5 – 6,5 Ureum (mmol/L) 0
60 – 120 Creatinin (mmol/L) 0
2,2 – 2,6 Kalsium (mmol/L) 1,25 – 2,0
0,85 Magnesium (mmol/L) 0,25 – 0,75
4,0 – 6,6 Glukosa (g/L) 0 –10
22 – 30 Bicarbonat (mmol/L) 30 –40

d. Sistem Pemberian Dialisat


Sistem pemberian dialisat yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis
dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-
air.
e. Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat
dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat
tusukan vaskuler kepada dializer. Kecepatan dapat diatur biasanya antara 200-300
ml per 3,3-8,33 menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi diperlukan tekanan negatif.
Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor
larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 340-390C sebelum
dialirkan kepada dializer. Sistem monitoring setiap mesin hemodialisa sangat
penting untuk menjamin efektivitas proses dialisis dan keselamatan penderita.
16

f. Arterial-Venouse Blood Line (AVBL)


1. Arterial Blood Line (ABL)
Arterial Blood Line (ABL) adalah tubing atau line plastic yang
menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser,
disebut inlet ditandai dengan warna merah.
2. Venouse Blood Line (VBL)
Venouse Blood Line (VBL) adalah tubing atau line plastic yang
menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing akses vaskular menuju tubuh
pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru.
g. Akses Vaskuler
Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek teknik untuk
program hemodialisa akut maupun kronik. Tusukan vaskuler merupakan tempat
keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi
ke tubuh penderita. Darah harus dapat keluar dan masuk tubuh penderita dengan
kecepatan 200-400 ml/menit. Teknik-teknik akses vaskuler utama untuk
hemodialisis dibedakan menjadi akses eksternal dan akses internal (Price &
Wilson, 2006).
1. Akses Internal (Permanen)
a) Arterio-Venous Fistula (AVF)
AVF dibuat dengan teknik bedah melalui anastomosis langsung dari suatu
arteri dengan vena (biasanya arteri radialis dan vena sefalika pergelangan
tangan). Hubungan ke sistem dialisis dibuat dengan menempatkan satu
jarum di distal (garis arteri) dan sebuah jarum lagi di proksimal (garis vena)
pada vena yang sudah di arterialisasi tersebut (Price & Wilson, 2006).
b) Arterio-Venous Graft (AVG)
AVG diciptakan dengan menempatkan ujung kanula dari teflon dalam arteri
(biasanya arteri radialis atau tibialis posterior) dan sebuah vena yang
berdekatan. Ujung-ujung kanula kemudian dihubungkan dengan selang
karet silikon dan suatu sambungan teflon yang melengkapi pirau. Pada
waktu dilakukan dialisis, maka selang pirau eksternal dipisahkan dan dibuat
17

hubungan dengan dializer. Darah kemudian mengalir dari jalur arteri,


melalui dializer dan kemudian kembali ke vena.

2. Akses Eksternal atau Kateter


Kateter adalah suatu pipa berlubang yang dimasukkan ke dalam vena subklavia,
jugularis, atau vena femoralis yang memiliki akses langsung menuju jantung
kateter ini merupakan akses vaskular sementara. Akses ini digunakan jika akses
internal tidak dapat digunakan untuk pengobatan, dan pasien membutuhkan
dialisis darurat.

Prinsip Dasar Hemodialisa


Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi
tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel
dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi)
ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat
membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (Brunner & Suddarth,
2008).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau
bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat
molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga
sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma,
bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan
konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Ada 3 prinsip dasar dalam hemodialisa yang bekerja pada saat yang sama, yaitu:
(Price & Wilson, 2006)
Proses Difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat
terlarut dari kompartemen darah akan berpindah ke dalam kompartemen dialisat
18

setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel
demikian juga sebaliknya.
Ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan
dari kompartemen darah ke dalam kompartemen dialisat melalui membran
semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
Ultrafiltrasi Hidrostatik
Transmembrane Pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen
dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut di dalamnya berpindah dari darah ke
dialisat melalui membran semipermiabel akibat perbedaan tekanan hidrostatik
antara kompertemen darah dan kompartemen dialisat.
Koefisien Ultrafiltrasi (KUf)
KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg
perbedaan tekanan atau perbedaan TMP yang melewati membran.
Ultrafiltrasi osmotic
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran semipermiabel,
bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding “A”, maka
konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”. Dengan
demikian air akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus akan
membawa zat-zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap
membrane yang pada akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi
sama.
Proses Osmosis
Proses osmosis merupakan proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu
perbedaan osmolaritas darah dan dialisat (Lumenta), di mana terjadi perpindahan
cairan dari larutan dengan osmolaritas rendah ke osmolaritas yang lebih tinggi.
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita
dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini
memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka
dibuat suatu hubungan buatan di antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
19

melalui pembedahan. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan
untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik
pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam
kondisi aseptic.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dializer maka
diberikan heparin. Di dalam dializer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori
memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi kimia yang
menyerupai cairan tubuh normal. Tekanan di dalam ruang dializer lebih rendah
dibandingkan dengan tekanan dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan
zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat.
Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput
buatan ini.

Gambar 1. Proses Hemodialisa


Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah akan dikeluarkan melalui proses
difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan
dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradien tekanan. Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Karena
20

pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk


mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia atau keseimbangan cairan. Sistem
bufer tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari
cairan dialisat kedalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk
membentuk bikarbonat.
Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita. Darah yang
telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser.
Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah
dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien (Brunner & Suddarth, 2008).
1.7 Faktor yang Mempengaruhi Hemodialisa
a. Aliran darah
Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang membatasi
kemungkinan tersebut antara lain: tekanan darah dan jarum yang digunakan.
Terlalu besar aliran darah bisa menyebabkan syok pada penderita.
b. Luas selaput/membran yang dipaka
Luas selaput yang biasa dipakai adalah 1−1,5 cm2 tergantung dari besar badan/
berat badan pasien.
c. Aliran dialisat
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisa, sehingga dapat
menimbulkan borosnya pemakaian cairan.
d. Temperatur suhu dialisat
Temperature dialisat tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme
dari vena sehingga aliran darah melambat dan penderita menggigil. Temperatur
dialisat tidak boleh lebih dari 420C karena bisa menyebabkan hemolisis.
1.8 TEKNIK DAN PROSEDUR HEMODIALISA
a. Melakukan Punksi dan Kanulasi
Suatu tindakan memasukkan jarum AV Fistula ke dalam pembuluh darah untuk
sarana hubungan sirkulasi yang akan digunakan selama proses hemodialisis.
Tujuan adalah agar proses hemodialisis dapat berjalan lancar sesuai dengan hasil
21

yang diharapkan. Punksi dan kanulasi terdiri dari punksi cimino dan punksi
femoral.
1) Punksi Cimino
a. Persiapan Alat-alat
- 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari: 3 buah mangkok kecil (1
untuk tempat NaCL, 1 untuk tempat Betadine, 1 untuk Alkohol 20%), arteri
klem
- 1 spuit 20 cc, 1 spuit 10 cc, 1 spuit 1 cc
- Kassa 5 lembar (secukupnya), IPS sarung tangan, lidocain 0,5 cc (bila
perlu)
- Plester, masker, 1 buah gelas ukur / math can, 2 buah AV Fistula
- Duk steril, perlak untuk alas tangan, plastik untuk kotoran
b. Persiapan Pasien
- Timbang berat badan, observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
- Raba desiran pada cimino apakah lancer
- Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
- Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke
tubuh pasien
- Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
- Letakkan perlak di bawah tangan pasien
- Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
c. Persiapan Perawat
- Mencuci tangan, memakai masker, buka bak instrumen steril
- Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan
Betadine
- Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrument, memakai sarung
tangan
- Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan)
- Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula
d. Memulai Desinfektan
22

- Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah
cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu
masukkan kassa bekas ke kantong plastic
- Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan vena
lain dengan cara seperti no.1
- Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering,
masukkan kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di
gelas ukur
- Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di
tangan

e. Memulai Punksi Cimino


- Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi)
dengan spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain.
- Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 – 10 cm dari anastomose
- Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm
- Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain
- Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril
f. Memasukkan Jarum AV Fistula
- Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat pada
saat pemberian anestesi lokal
- Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan NaCl
0,9% yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan, dan ujung
AV Fistula ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester dan pada atas
sayap fistula diberi kassa steril dan diplester
- Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan inlet
dan outlet usahakan lebih dari 3 cm
- Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian pasang
sensor monitor
- Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien
23

- Bila aliran kurang dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan penusukan
pada daerah femoral
- Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat
dipakai kembali di bawa ke ruang disposal
- Penusukan selesai, perawat mencuci tangan

2) Punksi Femoral
Cara Melakukan Punksi Femoral
- Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan
- Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk
fleksi
- Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh
3 jari di atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri
- Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV Fistula

1.9 Melakukan Kanulasi Double Lumen


Cara kerjanya:
- Observasi tanda-tanda vital
- Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan
- Berikan posisi tidur pasien yang nyaman, dekatkan alat ke pasien
- Perawat mencuci tangan
- Buka kassa penutup catheter dan lepaskan pelan-pelan
- Perhatikan posisi catheter double lumen: apakah tertekuk?, apakah posisi catheter
berubah?, apakah ada tanda-tanda meradang /nanah? Jika ada laporkan pada
dokter
- Memulai desinfektan
- Tentukan posisi kateter dengan tepat dan benar
- Pangkal kateter diberi Betadine dan ditutup dengan kassa steril
- Kateter difiksasi kencang
- Kateter double lumen siap disambungkan dengan arteri blood line dan venus line
- Alat-alat dirapikan, pisahkan dengan alat-alat yang terkontaminasi
- Bersihkan alat-alat, perawat cuci tangan
24

Kateter double lumen mempunyai 2 cabang berwarna merah untuk inlet (keluarnya
darah dari tubuh pasien ke mesin) dan biru untuk outlet (masuknya darah dari mesin
ke tubuh pasien)
1.10 Pengukuran Adekuasi Hemodialisa
Hemodialisa dinilai adekuat bila mencapai hasil sesuai dosis yang direncanakan.
Adekuasi hemodialisa diukur secara kuantitatif dengan menghitung kt/V yang
merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisa dengan volume distribusi
urea dalam cairan tubuh. Konsesus Dialisis Pernefri (2006) menyatakan bahwa di
Indonesia adekuasi hemodialisa dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisa 10-
15 jam perminggu. Pasien yang menjalani hemodialisa 3 kali/minggu diberi target
Kt/V 1,2, sedangkan pasien yang menjalani hemodialisa 2 kali/minggu diberi target
Kt/V 1,8. Kt/V untuk setiap pelaksanaan hemodialisa yang direkomendasikan
adalah minimal 1,2 dengan target adekuasi 1,4.
Penghitungan Kt/V dapat dilakukan denga menggunakan rumus Daugirdas sebagai
berikut:

Kt/V = - In (R-0,008t) + (4-3,5R) x (BB pre dialysis - BB post dialisis)


BB post dialisis

Keterangan:
K : Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/menit
Ln : Logaritma natural
R : Ureum post dialisis
Ureum pre dialisis
t : Lama dialisis (jam)
V : Volume cairan tubuh dalam liter (laki-laki 65 % BB/berat badan dan wanita BB
berat badan).
1.11 Komplikasi Hemodialisa
Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup
pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat
menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang
menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
25

menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis.


Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis
regular, namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan darahnya justru
meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension
(Agarwal & Weir, 2010).
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah
hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung,
gatal, demam dan menggigil (Bieber & Himmelfarb, 2013; Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Simadibrata & Setiati 2009)

Tabel 1. Komplikasi Akut Hemodialisis

Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi,
infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu
cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel
disequilibirium menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
Masalah pada dialisat Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal
Chlorine
Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala
26

neurologi, aritmia
Kontaminasi Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari
bakteri/endotoksin dialisat maupun sirkuti air

b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit jantung,
malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, renal osteodystrophy,
neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,
infeksi, amyloidosis dan Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb,
2013).
1.12 Penatalaksanaan Diet pada Pasien Hemodialisa
Anjuran diet didasarkan pada frekuensi hemodialisa, sisa fungsi ginjal dan ukuran
tubuh. Tujuan diet gagal ginjal dengan dialisis adalah:
a. Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi,
agar pesien dapat melakukan aktifitas normal.
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.

c. Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan.


Adapun syarat-syarat diet dengan dialisis adalah sebagai berikut:
a. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal.
b. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti
asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg BB
c. ideal/hari.
d. Karbohidrat cukup, yaitu 55-75 % dari kebutuhan energi total.
e. Lemak normal, yaitu 15-30 % dari kebutuhan energi total.
f. Natrium diberikan seseuai jumlah urin yang keluar /24 jam yaitu 1 g untuk tiap
1/2 liter urin.
g. Kalium sesuai dengan urin yang keluar /24 jam yaitu 1 g untuk tiap 1 liter urin.
h. Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan suplemen kalsium.
i. Fosfor dibatasi, yaitu < 17 mg/kg BB ideal/hari.
j. Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin /24 jam ditambah 500-750 ml.
27

k. Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B12,
l. asam folat dan vitamin C.

m. Bila nafsu makan kurang, berikan suplemen enteral yang mengandung energi dan
protein tinggi (Almatsier, 2008).
Diet pada dialisis bergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal dan berat
badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialisis biasanya harus direncanakan
perorangan. Berdasarkan berat badan, diet dialisis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
a. Diet dialisis I, 60 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 50
kg.
b. Diet dialisi II, 65 g protein, diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 60 kg.

c. Diet dialisis III, 70 g protein, diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 65
kg (Almatsier, 2008).

Adapun makanan yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi yaitu:


a. Kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu
b. Kelapa
c. Santan
d. Minyak kelapa
e. Margarin
f. Lemak hewan

g. Sayuran dan buah kalium tinggi

1.13 Pendidikan Kesehatan


Pasien hemodialisa yang akan memulai terapi memerlukan pengajaran tentang
topik-topik berikut:
a. Rasional dan tujuan terapi dialysis.
b. Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dengan dialysis.
c. Efek samping obat dan antikoagulan pasien HD.
d. Perawatan akses vaskuler; pencegahan, pendeteksian dan penatalaksanaan
komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler.
28

e. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan; konsekuensi akibat kegagalan
dalam mematuhi pembatasan ini.
f. Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan.
g. Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus,
neuropati serta gejala-gejala lainnya.
h. Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis,
diet yang membatasi, obat-obatan).
i. Strategi untuk menangani dan mengurangi kecemasan serta ketergantungan
pasien sendiri dan anggota keluarga mereka.
j. Pilihan lain yang tersedia buat pasien
k. Pengaturan finansial untuk dialisis, strategi untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber finasial
l. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga (Cahyaningsih, 2009).

1.14 Keuntungan dan Kelemahan dari Hemodialisa


a. Keuntungan
- Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
- Waktu dialisis cepat
- Dialiser akan mengeluarkan melekul dengan laju yang lebih cepat dan
melakukan ultrafiltrasi dengan kecepatan tinggi hal ini di perkirakan akan
memperkecil kemungkinan komplikasi dari hemodialisis misalnya emboli udara
dan ultrafiltrasi yang tidak kuat atau berlebihan (hipotensi, kram otot, muntah).
- Resiko kesalahan teknik kecil
- Adequasy dapat ditetapkan sesegera, underdialisis segera dapat dibenarkan
b. Kelemahan atau Kerugian
Fungsi ginjal yang tersisa cepat menurun, ketergantungan pasien dengan mesin
hemodialisa, akses vaskular dapat menyebabkan infeksi dan trombosis, sering
terjadi hipotensi dan kram otot, pembatasan asupan cairan dan diet lebih ketat,
kadar hemoglobin lebih rendah sehingga kebutuhan akan eritropoetin lebih
tinggi (Cahyaningsih, 2009).
29

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Meliputi: nama klien, no. RM, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, dx medis dan mula inisiasi HD
2. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien diantara keluhan yang
dirasakan yang didapatkan secara langsung dari pasien/keluarga.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Riwayat kesehatan sekarang didapatkan mulai dari pasien
mengalami keluhan sampai mencari pelayanan kesehatan sampai
,mendapatkan terapi dan harus menjalani terapi HD (pasien HD
pertama).
- Kondisi atau keluhan yang di rasakan oleh pasien setelah HD
sampai HD kembali (bagi pasien menjalani HD rutin).
b. Riwayat Kesehatan Lalu
Riwayat kesehatan dahulu di dapatkan dari pengalaman pasien
mengalami kondisi yang berhubungan dengan gangguan system
urinaria (misal DM, hipertensi, BPH dll)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Di dapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit pasien sekarang (DM, hiperensi, penyakit sistem
perkemihan)
4. Pemeriksaan Fisik
- Kepala: rambut rontok
- Neuro: penurunan kesadaran, nyeri (pusing), kejang karena keracunan
pada SSP, kelemahan karena suplai O2 kurang, baal (mati rasa dan
kram) karena rendahnya kadar Ca dan PH
- Mata: konjungtiva anemis, odema palpebra, uremic cross
30

- Hidung: napas cuping hidung


- Mulut: stomatitis, bleeding/perdarahan, nafas bau ammonia.
- Leher: hiperparathyroid karena peningkatan reabsorbsi kalsium dari
tulang,hiperkalemia, hiperkalsiuria, prembesaran vena jugularis.
- Dada: bunyi nafas tambahan (wheezing), otot bantu pernafasan,
dypsnea, edema pulmo, suara paru (ronkhi)
- Abdomen: asites, gangguan peristaltik, bleeding
- Ekstremitas: CRT > 3 detik, edema, nyeri, kekakuan otot menurun

- Integumen: pruritis, kulit kering, warna kehitaman, turgor kulit jelek,


bersisik dan dekubitus.
5. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang dapat ditemukan data sebagai berikut:
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan hematologi: Hb menurun adanya anemia, eritrosit,
leukosit, trombosit.
b. Pemeriksaan RFT (renal fungsi test)
Ureum ( 20-40 mg/dl)
Kreatinin ( 0,5-1,5 mg/dl)
c. Pemeriksaan LFT (liver fungsi test)
d. Pemeriksaan elektrolit: Klorida, kalium dan kalsium
e. CCT (Clearance Creatinin Test)
f. GFR kurang dari 15 ml/menit, GFR kurang dari 10 ml/menit dengan
gejala uremia atau malnutrisi dan GFR kurang dari 5 ml/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis
g. Pemeriksaan urin
Urin rutin : Protein
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan
penurunan sintesis, karena kekurangan asam amino esensial
31

pemeriksaan Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat


jenis.
Urin khusus: Benda keton dan analisa kristal/batu
h. Pemeriksaan Radiologi
i. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15 ml/menit, LFG kurang
dari 10 ml/menit dengan gejala uremia atau malnutrisi dan LFG
kurang dari 5 ml/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
B. Diagnosa Keperawatan Hemodialisa
Pre Hemodialisa (NANDA,2015)
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional akibat prosedur terapi
ditandai dengan klien mengatakan merasa cemas, klien tampak gelisah
dan ketakutan
Intra Hemodialisa
1. Nyeri akut berhubungan agens cedera ditandai dengan melaporkan nyeri
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan efek samping pengobatan yaitu
penggunaan obat antikoagulan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer akibat prosedur invasif akses vaskular
Post Hemodialisa
1. Mual berhubungan dengan terapi penggunaan agen farmakologis yaitu
cairan dialisat yang bersifat asam ditandai dengan klien mengeluh
merasa mual, klien mengatakan ingin muntah, peningkatan sekresi saliva
2. Intoleransi Aktivitas

3. Gangguan Integritas kulit


32

1. INTERVENSI
a. Pre hemodialisa
Nursing Outcome Nursing Intervention
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) Classification(NIC)

1. Kelebihan volume cairan b.d NOC : NIC :


Fluid Balance Fluid Management :
penurunan haluaran urin dan
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan ;
retensi cairan dan natrium. keperawatan selama 3x24 jam timbang berat
volume cairan seimbang. badan,keseimbangan
Kriteria Hasil: masukan dan haluaran,
IR ER turgor kulit dan adanya
Indikator edema
 Terbebas dari 2. Batasi masukan cairan
edema, efusi, 3. Identifikasi sumber
anasarka potensial cairan
 Bunyi nafas 4. Jelaskan pada pasien
bersih,tidak dan keluarga rasional
adanya dipsnea pembatasan cairan
5. Kolaborasi pemberian
 Memilihara
cairan sesuai terapi.
tekanan vena
sentral, tekanan
Hemodialysis therapy
kapiler paru,
1. Ambil sampel darah
output jantung
dan meninjau kimia
dan vital sign
darah (misalnya BUN,
normal
kreatinin, natrium,
pottasium, tingkat
phospor) sebelum
perawatan untuk
mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam tanda vital:
berat badan, denyut
nadi, pernapasan, dan
tekanan darah untuk
mengevaluasi respon
terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan
filtrasi untuk
menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan
berlebih di tubuh klien.

2. Ansietas NOC : NIC :


  Anxiety control Anxiety Reduction
Perasaan gelisah yang tak
  Coping (penurunan kecemasan)
jelas dari ketidaknyamanan
Setelah dilakukan asuhan  Gunakan
atau ketakutan yang disertai
keperawatan selama 1x8 jam pendekatan yang
respon autonom (sumner
ansietas teratsi. menenangkan
tidak spesifik atau tidak
Kriteria Hasil:  Nyatakan dengan
diketahui oleh individu);
perasaan keprihatinan jelas harapan terhadap
Kriteria Hasil : pelaku pasien
33

disebabkan dari antisipasi IR ER  Jelaskan semua


terhadap bahaya. Sinyal ini Indikator prosedur dan apa yang
merupakan peringatan  Klien mampu dirasakan selama
adanya ancaman yang akan mengidentifik prosedur
datang dan memungkinkan asi dan  Temani pasien
individu untuk mengambil mengungkapk untuk memberikan
langkah untuk menyetujui an gejala keamanan dan
terhadap tindakan cemas mengurangi takut
Ditandai dengan  Mengidentifik  Berikan informasi
        Gelisah asi, faktual mengenai
        Insomnia mengungkapk diagnosis, tindakan
        Resah an dan prognosis
        Ketakutan menunjukkan  Dorong keluarga
        Sedih tehnik untuk untuk menemani anak
        Fokus pada diri mengontol  Lakukan back /
        Kekhawatiran cemas neck rub
        Cemas  Dengarkan dengan
 Vital sign
dalam batas penuh perhatian
normal  Identifikasi tingkat
 Postur tubuh, kecemasan
ekspresi  Bantu pasien
wajah, bahasa mengenal situasi yang
tubuh dan menimbulkan kecemasan
tingkat  Dorong pasien
aktivitas untuk mengungkapkan
menunjukkan perasaan, ketakutan,
berkurangnya persepsi
kecemasan  Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
34

b. Intra hemodialisa
Nursing Outcome Nursing Intervention
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) Classification(NIC)

1. Nyeri akut NOC : NIC :


  Pain Level, Pain Management
Definisi :   Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak   Comfort level secara komprehensif
menyenangkan dan Setelah dilakukan asuhan termasuk lokasi,
pengalaman emosional yang keperawatan selama 1x8 jam nyeri karakteristik, durasi,
muncul secara aktual atau teratasi dengan Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas dan
potensial kerusakan jaringan IR ER faktor presipitasi
atau menggambarkan adanya Indikator  Observasi reaksi
kerusakan (Asosiasi Studi  Mampu nonverbal dari
Nyeri Internasional): mengontrol ketidaknyamanan
serangan mendadak atau nyeri (tahu  Gunakan teknik
pelan intensitasnya dari penyebab komunikasi terapeutik
ringan sampai berat yang nyeri, untuk mengetahui
dapat diantisipasi dengan mampu pengalaman nyeri pasien
akhir yang dapat diprediksi menggunaka  Kaji kultur yang
dan dengan durasi kurang n tehnik mempengaruhi respon
dari 6 bulan. nonfarmakol nyeri
ogi untuk  Evaluasi pengalaman
Batasan karakteristik : mengurangi nyeri masa lampau
- Laporan secara verbal nyeri,  Evaluasi bersama pasien
atau non verbal mencari dan tim kesehatan lain
- Fakta dari observasi bantuan) tentang ketidakefektifan
- Posisi antalgic untuk  Melaporkan kontrol nyeri masa
menghindari nyeri bahwa nyeri lampau
- Gerakan melindungi berkurang  Bantu pasien dan
- Tingkah laku berhati-hati dengan keluarga untuk mencari
- Muka topeng menggunaka dan menemukan
- Gangguan tidur (mata n dukungan
sayu, tampak capek, sulit manajemen  Kontrol lingkungan yang
atau gerakan kacau, nyeri dapat mempengaruhi
menyeringai)
 Mampu nyeri seperti suhu
- Terfokus pada diri sendiri
mengenali ruangan, pencahayaan
- Fokus menyempit
nyeri (skala, dan kebisingan
(penurunan persepsi
intensitas,  Kurangi faktor presipitasi
waktu, kerusakan proses
frekuensi nyeri
berpikir, penurunan
dan tanda  Pilih dan lakukan
interaksi dengan orang
nyeri) penanganan nyeri
dan lingkungan)
 Menyatakan (farmakologi, non
- Tingkah laku distraksi,
rasa nyaman farmakologi dan inter
contoh : jalan-jalan,
setelah nyeri personal)
menemui orang lain
berkurang  Kaji tipe dan sumber
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital nyeri untuk menentukan
- Respon autonom (seperti dalam intervensi
diaphoresis, perubahan rentang  Ajarkan tentang teknik
tekanan darah, perubahan normal non farmakologi
nafas, nadi dan dilatasi  Berikan analgetik untuk
pupil) mengurangi nyeri
- Perubahan autonomic  Evaluasi keefektifan
35

dalam tonus otot kontrol nyeri


(mungkin dalam rentang  Tingkatkan istirahat
dari lemah ke kaku)  Kolaborasikan dengan
- Tingkah laku ekspresif dokter jika ada keluhan
(contoh : gelisah, dan tindakan nyeri tidak
merintih, menangis, berhasil
waspada, iritabel, nafas  Monitor penerimaan
panjang/berkeluh kesah) pasien tentang
- Perubahan dalam nafsu manajemen nyeri
makan dan minum

Faktor yang berhubungan :


Agen injuri (biologi, kimia,
fisik, psikologis)

2. Risiko perdarahan NOC Label : NIC Label: Bleeding


Blood Loss Severity Precaution
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 1 x … jam  Monitor kondisi yang
diharapkan pasien tidak mengalami dapat menyebabkan
perdarahan dengan kriteria hasil: perdarahan
IR ER  Monitor jumlah dan
kenampakan kehilangan
Indikator
darah
 Tidak terlihat
 Catat hemogblobin dan
kehilangan
hematocrit
darah
 Monitor statius intake
 Tidak ada
dan output cairan
Hematuria
 Monitor protein
 Tekanan
koagulasi (PT/PTT,
darah sistolik
fibrinogen, jumlah
dan diastolik
platelet)
normal
 Monitor faktor yang
 Tidak terjadi
mempengaruhi distribusi
Penurunan
oksigen (PaO2, SaO2,
kesadaran
dan hemoglobin serta
 Tidak terjadi
kardiak output)
Penurunan
 Perkirakan kemungkinan
kadar darah
transfusi darah
(HGB)
 Berikan produk darah
 Tidak terjadi
penurunan
pembekuan
darah (HCT)
3. Resiko infeksi NOC : NIC :
Immune Status, Knowledge : Infection Control (Kontrol
Definisi : Peningkatan resiko Infection control, Risk control infeksi)
masuknya organisme Setelah dilakukan asuhan  Bersihkan
patogen keperawatan selama 1x8 jam risiko lingkungan setelah
infeksi teratasi dengan Kriteria dipakai pasien lain
Faktor-faktor resiko : Hasil:  Cuci tangan setiap
- Prosedur Infasif IR ER sebelum dan sesudah
- Tidak adekuat Indikator tindakan kperawtan
pertahanan tubuh  Klien bebas  Gunakan baju,
primer (kulit tidak utuh, dari tanda sarung tangan sebagai
36

trauma jaringan, dan gejala alat pelindung


penurunan kerja silia, infeksi  Pertahankan
cairan tubuh statis,  Mendeskrips lingkungan aseptik
perubahan sekresi pH, ikan proses selama pemasangan alat
perubahan peristaltik) penularan  Ganti letak IV
- Penyakit kronik penyakit, perifer dan line central
factor yang dan dressing sesuai
mempengaru dengan petunjuk umum
hi penularan
serta Infection Protection
penatalaksan (proteksi terhadap infeksi)
aannya,  Monitor tanda dan
 Menunjukka gejala infeksi sistemik
n dan lokal
kemampuan  Partahankan teknik
untuk aspesis pada pasien yang
mencegah beresiko
timbulnya  Dorong masukkan
infeksi nutrisi yang cukup
 Jumlah  Dorong masukan
leukosit cairan
dalam batas  Dorong istirahat
normal
 Menunjukka
n perilaku
hidup sehat

c. Post Hemodialisa

Nursing Outcome Nursing Intervention


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) Classification(NIC)

1. Mual  NOC : NIC :


Comfort level, Hidrasil, Fluid Management
berhubungan dengan:  Pencatatan intake output
- Pengobatan: iritasi Nutritional Status secara akurat
Setelah dilakukan asuhan  Monitor status nutrisi
gaster, distensi gaster, keperawatan selama 1x8 jam mual  Monitor status hidrasi
obat kemoterapi, toksin teratasi dengan Kriteria Hasil: (Kelembaban membran
- Biofisika: gangguan mukosa, vital sign
Kriteria Hasil : adekuat)
biokimia (KAD, IR ER  Anjurkan untuk makan
Uremia), nyeri jantung, Indikator pelan-pelan
tumor intra abdominal,  Melaporkan  Jelaskan untuk
bebas dari menggunakan napas
penyakit oesofagus / mual dalam untuk menekan
pankreas.  Mengidentifik reflek mual
asi hal-hal  Batasi minum 1 jam
- Situasional: faktor yang sebelum, 1 jam sesudah
psikologis seperti nyeri, mengurangi dan selama makan
takut, cemas mual
37

 Nutrisi
adekuat
 Status hidrasi:
hidrasi kulit
membran
mukosa baik,
tidak ada rasa
haus yang
abnormal,
panas, urin
output normal,
TD, HCT
normal

2. Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :


Energy conservation, Self Care : Energy Management
curah jantung yang rendah,  Observasi adanya
ketidakmampuan memenuhi ADLs pembatasan klien dalam
Setelah dilakukan asuhan melakukan aktivitas
metabolisme otot rangka, keperawatan selama 1x8 jam  Dorong anal untuk
kongesti pulmonal yang Intoleransi aktifitas teratasi dengan mengungkapkan perasaan
Kriteria Hasil: terhadap keterbatasan
menimbulkan hipoksinia,
 Kaji adanya factor yang
dyspneu dan status nutrisi menyebabkan kelelahan
yang buruk selama sakit  Monitor nutrisi  dan
Batasan karakteristik : sumber energi
 melaporkan secara tangadekuat
verbal adanya kelelahan  Monitor pasien akan
Kriteria Hasil :
atau kelemahan. adanya kelelahan fisik
IR ER
 Respon abnormal dari dan emosi secara
tekanan darah atau nadi Indikator berlebihan
terhadap aktifitas  Berpartisipasi  Monitor respon
 Perubahan EKG yang dalam kardivaskuler  terhadap
menunjukkan aritmia aktivitas fisik aktivitas
atau iskemia tanpa disertai  Monitor pola tidur dan
 Adanya dyspneu atau peningkatan lamanya tidur/istirahat
ketidaknyamanan saat tekanan darah, pasien
beraktivitas. nadi dan RR
 Mampu
Faktor factor yang melakukan
aktivitas
berhubungan : sehari hari
 Tirah Baring atau (ADLs) secara
imobilisasi mandiri
 Kelemahan
menyeluruh
 Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
 Gaya hidup yang
dipertahankan.
3. Gangguan integritas kulit NOC : Tissue Integrity : Skin and NIC : Pressure
Mucous Membranes Management
38

Definisi : Perubahan pada Setelah dilakukan asuhan  Anjurkan pasien untuk


epidermis dan dermis keperawatan selama 1x8 jam menggunakan pakaian
Gangguan Integritaskulit teratasi yang longgar
Batasan karakteristik : dengan Kriteria Hasil:  Hindari kerutan padaa
- Gangguan pada bagian tempat tidur
tubuh IR ER  Jaga kebersihan kulit agar
- Kerusakan lapisa kulit Indikator tetap bersih dan kering
(dermis)  Integritas  Mobilisasi pasien (ubah
- Gangguan permukaan kulit yang posisi pasien) setiap dua
kulit (epidermis) baik bisa jam sekali
Faktor yang berhubungan : dipertahanka  Monitor kulit akan
Eksternal : n adanya kemerahan
- Hipertermia atau  Melaporkan  Oleskan lotion atau
hipotermia adanya minyak/baby oil pada
- Substansi kimia gangguan derah yang tertekan
- Kelembaban udara sensasi atau  Monitor aktivitas dan
- Faktor mekanik (misalnya nyeri pada mobilisasi pasien
: alat yang dapat daerah kulit  Monitor status nutrisi
menimbulkan luka, yang pasien
tekanan, restraint) mengalami  Memandikan pasien
- Immobilitas fisik gangguan dengan sabun dan air
- Radiasi
 Menunjukka hangat
- Usia yang ekstrim
n
- Kelembaban kulit
pemahaman
- Obat-obatan
dalam proses
Internal :
perbaikan
- Perubahan status
kulit dan
metabolik
mencegah
- Tulang menonjol
terjadinya
- Defisit imunologi
sedera
- Faktor yang berhubungan
berulang
dengan perkembangan
 Mampu
- Perubahan sensasi
melindungi
- Perubahan status nutrisi
kulit dan
(obesitas, kekurusan)
mempertaha
- Perubahan status cairan
nkan
- Perubahan pigmentasi
kelembaban
- Perubahan sirkulasi
kulit dan
- Perubahan turgor
perawatan
(elastisitas kulit)
alami
39

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan


dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.


New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan


Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Herdman, T.H.dkk.2015.Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC

Moorhead,Sue,dkk.2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Jakarta: ELSEVIER

Bulecheck,Gloria, M.2013.Nursing Intervention Classification (NIC).Jakarta:


ELSEVIER.
40

Agarwal, R. & Weir, M.R. (2010). Dry-weight: A concept revised in an effort to avoid
medication-directed approaches for blood pressure control in hemodialysis
patients. Clinical Journal American Society of Nephrology, 55-60.

Almatsier, S. (2010).prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Beiber, S.D. & Himmelfarb, J. (2013). Hemodialysis. In: schrier’s disease of the kidney.
9th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2006). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcomes. 8th Edition. Philadelpia: WB. Saunders Company

Brunner and Suddarth. (2008). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8, Volume
1. Jakarta: EGC

Cahyaningsih, N.D. (2009). Hemidialisis; panduan praktis perawatan gagal ginjal.


Cetakan ke-2. Jogyakarta: Mitra Cendikia Press

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M. (2004). Nursing Intervention


Clasification (NIC). 5th edition. St Louis, Missouri: Mosby.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G. & Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis. 4th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical-surgical nursing. Fifth Edition.
Philadelphia: Elsivier Inc.

Morhead, S., Jhonson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (2004). Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. St Louis, Missouri: Mosby.

NANDA. (2015). Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2015-2017.


Philadephia: NANDA International.

Pernefri. (2006), Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu
Penyakit dalam.. Jakarta: FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
41

Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses penyakit.
Volume 2. Jakarta: EGC

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata,M. & Setiati, S. (2009). Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jilid II, Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai