Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS Mei 2019

POSISI ANESTESI SAAT PEMBEDAHAN

PADA PASIEN URETEROLITHOTOMY

Oleh:
Elfiana Ibrahim
N 111 18 014

Pembimbing:
dr. Salsiah Hasan, Sp.An., KIC

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


RSUD UNDATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Elfiana Ibrahim

NIM : N 111 18 014

Judul Laporan Kasus : Posisi Anestesi saat Pembedahan pada Pasien


Ureterolithotomy

Telah menyelesaikan tugas L dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian


Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako :

Bagian Anestesiologi dan Reanimasi

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, Mei 2019

Pembimbing, Mahasiswa

dr. Salsiah Hasan, Sp.An., KIC Elfiana Ibrahim


BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi adalah hilangnya sensasi, biasanya akibat cedera saraf atau reseptor.
Anestesi juga dapat didefinisikan hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri,
disebabkan oleh pemberian obat atau intervensi medis lainnya. [1] Anestesi telah
diberikan pada lebih dari 75 juta pasien operasi di dunia setiap tahun.[2]

Berbagai teknik anestesi telak dikembangkan untuk memfasilitasi tindakan


operasi. Akhir-akhir ini pemakaian anestesi regional menjadi semakin
berkembang dan meluas. Anestesi spinal termasuk teknik yang mudah dilakukan
untuk mendapatkan kedalaman dan kecepatan bolkade saraf dengan cara
memasukkan dosis kecil larutan anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid.
Keuntungan teknik ini adalah biaya yang relatif lebih murah, efek sistemik relatif
kecil, analgesia adekuat, dan kemampuan mencegah respon stress lebih sempurna.
[3]

Pada saat anestesi, posisi pasien yang bebeda diperlukan untuk menyediakan
akses untuk prosedur bedah yang berbeda. Setiap posisi memiliki implikasi untuk
ventilasi dan hemodinamik. Ahli anestesi memainakn peran penting dalam
meminimalkan risiko yang berkaitan dengan posisi. Pada umumnya posisi
anestesi yaitu posisi supinasi, litotomi, lateral, pronasi, dan duduk.[4]
BAB II

KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. SB

Umur : 30-07-1975 (43 tahun)

Jenis Kelamin : Perempuan

Berat Badan : 55 kg

Agama : Islam

Alamat : Pasangkayu

Diagnosis : Batu ureter sinistra + hidronefrosis sinistra

II. Pra-Anestesi

S : Anamnesis

Keluhan utama

Nyeri pinggang

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk IGD RSUD Undata dengan keluhan nyeri pada


pinggang sebelah kiri dan kanan sejak ±1 bulan yang lalu. Nyeri
dirasakan terus-menerus dan terasa seperti ditusuk-tusuk hingga tembus
belakang. Keluhan disertai mual (+), muntah (-), BAK (+) lancar, BAB
(+) biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu

1. Hipertensi (+)

2. Diabetes melitus (-)

3. Penyakit jantung (-)

4. Asma (-)

5. Liver (-)

6. Ginjal (+)

7. Alergi makanan dan obat (-)

8. Operasi sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit hipertensi (-), asma (-), jantung (-), diabetes


melitus (-).

O : 1. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breath)

Airway bebas, gurgling (-), snoring (-), crowing (-), potrusi


mandibula (-), buka mulut 4 jari pasien, jarak mentohyoid 4 cm,
jarak hyothyroid 5 cm, leher pendek (-), gerak leher bebas (+),
tonsil (T1/T1) faring hiperemis (-), frekuensi respirasi 20 kali per
menit, askultasi respirarsi vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-), massa (-), gigi ompong (-), gigi palsu (-), gigi goyang (-), skor
mallampati 1 (pilar faring, fauces, uvula, palatum mole, palatum
durum terlihat jelas)
B2 (Blood)

Akral hangat : ekstremitas atas (+/+), ekstremitas bawah (+/+).


Tekanan darah 170/110 mmHg, denyut nadi 94 kali/menit secara
regular dan kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni reguler.

B3 (Brain)

Kesadaran komposmentis, pupil isokor ±2,5 mm/±2,5 mm, defisit


neurologis (-)

B4 (Bladder)

Buang air kecil normal dengan frekuensi 4-5 kali sehari, berwarna
kuning

B5 (Bowel)

Abdomen : tampak datar kesan normal, peristaltik (+) kesan


normal, massa (-), nyeri tekan (+) regio ilica dextra et sinistra,
tympani (+) seluruh regio abdomen

B6 (Back & Bone)

Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas (-)

2. Pemeriksaan tambahan

a. Pemeriksaan Darah Rutin (10-4-2019)

RBC : 4,86 x 106/µL

HGB : 13,8 g/dL

HCT : 39,9%

WBC : 8,08 x 103/µL


PLT : 466 x 103/µL

b. Pemeriksaan Kimia Darah (10-04-2019)

GDS : 108,6 mg/dL

c. Pemeriksaan Imunoserologi (10-04-2019)

HbsAg : Nonreaktif

d. Pemeriksaan Fungsi Hati (10-04-2019)

SGOT : 18,9 U/L

SGPT : 13,4 U/L

e. Pemeriksaan Fungsi Ginjal (10-04-2019)

Ureum : 65,9 mg/dL

Creatinin : 1,70 mg/dL

f. Pemeriksaan Elektrolit (10-04-2019)

Natrium : 148 mmol/L

Kalium : 4,9 mmol/L

Clorida : 108 mmol/L

g. Pemeriksaan USG Abdomen (11-04-2019)

Nephrolitiasis sinstra dengan hydronephrosis sedang sinistra

h. Pemeriksaan EKG

Irama : sinus

Denyut jantnug : 76x/m, reguler

Interval PR : normal

Axis : normal axis deviasi


Morfologi : Gelombang P : normal

Kompleks QRS : normal

Segmen ST : normal

Gelombang T : normal

A : Assesment Pre-Anestesi

1. Mallampati 1

2. PS ASA kelas 2

3. Diagnosis bedah : Batu ureter sinistra + hidronefrosis sinistra

P : 1. Rencana Anestesi

Regional anestesi (SAB). Alternatif : General anestesi TIVA

2. Rencana Bedah

Ureterolitotomi sinistra

3. Persiapan Anestesi

a. Ruangan

1) Surat persetujuan operasi (√), surat persetujuan anestesi


(√)
2) Pusa (+) 8 jam pre operasi
3) Mandi sebelum ke kamar operasi
4) Tidak menggunakan make up dan sejenisnya pada saat ke
kemar operasi
5) IVFD (Intravenous Fluid Drop) 20 tetes/menit
6) Persiapan PRC (Packed Red Cell) 2 kantong
7) Amlodipin 10 mg 0-0-1

b. Dikamar operasi
Hal-hal yang perlu disiapkan :

1) Meja operasi dengan peralatan yang diperlukan


2) Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
3) Monitor : EKG, tekanan darah, nadi, respirasi, SpO2
4) Alat pantau : spygmomanometer, suhu tubuh, pulse
oxymeter, kabel elektroda dan elektroda
5) Alat-alat resusitasi (STATICS)
6) Tiang infus
7) Meja anestesi
8) Penerangan
9) Desinfeksi : kasa steril, povidon iodine, alkohol, handskun
steril
10) Cairan resusitasi : RL 500 mL 2 kolf, koloid 500 mL 1
kolf
11) Persiapan untuk spinal : spinocain 26 G, disposible
syringe 5 cc, bupivacain 0,5% 20 mg
12) Persiapan untuk general anestesi TIVA (alternatif) :
midazolam 5 mg, propofol 200 mg, disposible syring 5 cc
dan 10 cc, dan lain-lainnya
13) Obat resusitasi : misalnya adrenalin, atropin, aminofilin,
dan lain-lainnya
14) Nasal kanul
15) Obat premedikasi : misalnya ondancentron 4 mg,
ketorolac 30 mg, dan lain-lainnya
16) Kartu catatan medik anestesi

III. Intra-Anestesi

1. Intra-Anestesi
S : Nyeri pinggang kiri dan kanan, terasa seperti ditusuk-tusuk dan tembus
hingga belakang. Mual (-), muntah (-), pusing (-), demam (-), BAK (+)
lancar, BAB (+), biasa.

O : Pemeriksan

Kesadaran : Composmentis

Tanda-Tanda Vital

 Tekanan Darah : 150/90 mmHg


 Nadi : 92x/menit, reguler, kuat angkat
 Suhu : 36,7⁰C
 Respirasi : 20x/menit

Thorax : Vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas atas : akral hangat (+/+)

Ekstremitas bawah : akral hangat (+/+)

2. Induksi Anestesi

a. Premedikasi : Emegran 1 mg

b. Induksi : Bupivacain HCl 0,5% 15 mg

c. Oksigenasi : O2 3 liter/menit

d. Posisi pasien : Lateral

e. Maintanance : - O2 3 liter/menit

- Input cairan RL 1.000 cc

- Output cairan 400 cc (urin 100 cc dan darah


300 cc)

- Balance cairan 1.000 cc – 400 cc = +600 cc

f. Monitoring intra op :
Systol Diastol Pulse
Waktu Obat yang masuk
(mmHg) (mmHg) (x/m)
Bupivaaine HCl 0,5% :
0 (08.30) 156 82 117 5 mg (anestesi lokal)
15 mg (anestesi spinal)
5 (08.35) 152 80 110
10 (08.40) 128 63 89
15 (08.45) 116 81 88
20 (08.45) 120 79 86
25 (08.50) 118 64 69
30 (08.55) 112 60 68
35 (09.00) 104 58 68 Emegran 1 mg
40 (09.05) 110 59 69
45 (09.10) 113 63 69
50 (09.15) 114 62 68
55 (09.20) 116 63 69
60 (09.25) 115 64 68
65 (09.30) 114 66 77
70 (09.35) 117 68 79

3. Post-Anestesi (pasien ke Recovery Room)

a. Evaluasi tekanan darah, nadi, pernapasan, dan aktivitas motorik

b. Beri O2 3 liter/menit, via nasal kanul

c. Bromage score pasien yaitu 4, sehingga pasien belum boleh pindah ke


ruang perawatan dan harus dilakukan evaluasi (bila ≤2 boleh pindah
ke ruangan)

d. Bila mual (-), muntah (-), peristaltik (+), boleh makan dan minum
sedikit-sedikit

e. Fentanil 50 mcg dalam RL 20 tpm

BAB III
PEMBAHASAN
Mallampati adalah metode standar untuk menilai potensial intubasi
berdasarkan struktur anatomi yang terlihat. Mallampati terbagi menjadi kelas 1-4.
Kelas 1 menunjukkan bahwa struktur yang terlihat yaitu pallatum mole, pallatum
durum, fauces, uvula, dan pilar tonsil. Kelas 2 menunjukkan pallatum mole,
pallatum durum, fauces, dan uvula. Kelas 3 menunjukkan pallatum mole dan
pallatum durum. Kelas 4 menunjukkan pallatum durum. Mallampati kelas 1 dan 2
merupakan prediksi intubasi mudah. Sedangkan kelas 3 dan 4 merupakan indikasi
intubasi sulit. Pada pasien termasuk mallampati kelas 1 karena terlihat pallatum
mole, pallatum durum, fauces, uvula, dan pilar tonsil dengan jelas, sehingga
kemungkinan mudah untuk dilakukan intubasi.[5]

Pasien yang akan mengalami anestesi dan pembedahan dapat dikategorikan


dalam beberapa kelas status fisik (PS). Status fisik diklasifikasikan menjadi 3
kelas, yaitu[6] :

a. Kelas 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain


penyakit yang akan dioperasi

b. Kelas 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan


sedang selain penyakit yang akan dioperasi

c. Kelas 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain yang akan


dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa

d. Kelas 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa


selain penyakit yang akan dioperasi

e. Kelas 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi
mungkin saja menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih
besar

f. Kelas 6 : Pasien yang telah dinyatakan mati otaknya yang mana organnya
masih dapat diberikan sebagai organ donor.
Untuk operasi darurat, dibelakang aknga diberi huruf E (Emergency) atau D
(Darurat). Pada pasien ini termasuk dalam PS ASA Kelas 2, karena pasien
memiliki gangguan sistemik ringan-sedang, yaitu hipertensi dan gangguan ginjal.
[6]

Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang paling
sering digunakan terutama untuk prosedur bedah pada daerah abdomen bawah
serta ekstremitas bagian bawah. Banyak keuntungan yang diperoleh dari teknik
anestesia regional terutama anestesia spinal, antara lain adalah prosedur
pelaksanaan yang lebih singkat, mula kerja cepat, kualitas blokade sensorik dan
motorik yang lebih baik, mampu mencegah respons stres lebih sempurna, serta
dapat menurunkan perdarahan intraoperatif.[7]

Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang


berada di ureter (terletak pada daerah abdomen bawah). Sehingga pada pasien ini
dilakukan anestesi spinal. Anestesi spinal merupakan metode yang sederhana dan
murah, dan tidak memerlukan prosedur pemantauan invasif selama operasi. Risiko
terhadap paru, jantung, dan hematologi minimal. Teknik anestesi spinal dilakukan
dengan menyuntikan agen anestesi lokal ke ruangan subaraknoid, dan ditandai
dengan blok sensorik, motorik, dan simpatis yang bersifat sementara.[8]

Teknik anestesi spinal pada pasien ini menggunakan spinocain 26G,


disposible syring 5 cc, handskun steril, povidon iodin dan alkohol. Sebelum
memulai anestesi, dilakukan desinfeksi terlebih dahulu menggunakan povidon
iodin dan alkohol. Setelah itu dilakukan anestesi lokal menggunakan bupivacaine
HCl 0,5% 5 mg. Kemudian dilakukan insersi spinocaine 26G pada interspace
vertebra L3-4 dengan paramedian approach (pasien dalam posisi LLD). Ketika
cairan serebrospinal (+), darah (-), dan barbotage (+), kemudian injeksi
bupivacaine HCl 0,5% 15 mg. Setelah itu pasien langsung kembali ke posisi
supinasi dan dilakukan prick test setinggi T6.

Bupivacaine adalah obat bius lokal tipe amida yang bekerja lama secara
kimia. Bupivacaine menyebabkan blokade propagasi impuls reversibel sepanjang
serabut saraf dengan mencegah pergerakan ion natrium melewati membran saraf.
Bupivacain memiliki durasi yang panjang, dari 2-5 jam, dengan onset aksi 1-17
menit. Pada kasus ini penggunaan bupivacain digunakan sebagai induksi dengan
dosis 15 mg. Dosis tersebut telah sesuai dengan teori, yaitu untuk spinal anestesi
pada pembedahan memiliki dosis rentang 10-15 mg.[9]

Selain obat induksi, diberikan pula obat premedikasi, dalam hal ini adalah
emegran 1 mg. Emegran berisi granisetron hidroclorid. Granisetron adalah
antagonis reseptor 5-hydroxytryptamin (5-HT3) yang sangan selektif dan
memiliki potensi antiemetik. Granisetron bekerja sebagai reseptor dari 5-HT3
yang terletak secara perifer pada terminal saraf vagal dan terpusat di
chemoresepter triger zone pada area posterma. Dosis granisetron pada orang
dewasa untuk mencegah mual dan muntah pasca operasi yaitu 1 mg secara
intravena sebelum dilakukan induksi anestesi.[10]

Posisi pasien yang berbeda diperlukan untuk menyediakan akses untuk


prosedur bedah yang berbeda. Ahli anestesi memainkan peran penting dalam
meminimalkan risiko yang terkait dengan posisi. Pada umumnya, posisi anestesi
pada saat pembedahan yaitu[4] ;

1. Supinasi

Posisi supinasi digunakan untuk sebagai besar prosedur bedah. Komplikasi


yang dapat timbul termasuk neuropati (nervus ulnaris maupun plexus
brachialis) dan penekanan pada daerah tertentu (oksiput, sakrum, dan
tumit).]4]

2. Lithotomy

Posisi lithotomy digunakan untuk berbagai prosedur termasuk opersi


ginekologis dan urologis. Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu periferal
neuropati (nervus sciatic, nervus perineus communis, nervus saphenus),
sindrom kompartemen pada kaki, dan trombosis vena.[4]

3. Lateral
Posisi lateral (Lateral decubitus position) paling umum dikaitkan dengan
torakotomi untuk prosedur kardiotoraks, tetapi juga dapat digunakan untuk
keuntungan pada operasi ginjal, obstetrik, ginekologi, bedah saraf dan
ortopedi. Jenis-jenis posisi lateral termasuk posisi jackknife lateral, the kidney
position, posisi Sims dan gabungan posisi lateral dan supinasi. Komplikasi
yang dapat ditimbulkan yaitu cedera nervus radialis dan nervus perineus
communis, dan neuropati plexus brachialis.[4,11]

4. Pronasi

Posisi pronasi digunakan untuk beberapa jenis operasi, termasuk bedah


intrakranial dan spinal maupun perbaikan tendon achiles. Kompulasi yang
dapat ditimbulkan yaitu cedera plexus brachialis maupun saraf spinal,
penurunan aliran darah arteri carotis vertebra, hilangnya kemampuan visual
pasca operasi, iskemia retina, dan iskemik optik neuropati.[4]

5. Duduk/Kursi Pantai

Posisi duduk atau kursi pantai biasanya digunakan dalam beberapa operasi
intrakranial, terutama dari fossa anterior. Komplikasi yang dapat ditimbulkan
yaitu iskemia cerebral, emboli udara vena, emboli udara parodoksal dan
quadriplegi.[4]

6. Trendelenburg

Trendelenburg adalah istilah yang digunakan ketika pasien berbaring di


tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki (sudut
kemiringan 15 derajat). Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu edema
laring, barotrauma, cedera plexus brachialis, dan meningkatkan tekanan
intrakranial dan intraokular.[4]

Pada kasus ini, posisi anestesi pasien saat pembedahan yang menerapkan
posisi lateral. Penerpan posisi tersebut dikarenakan proses pembedahan yang akan
dilakukan yaitu ureterolitotomi sinistra, yang mana area tersebut berada pada
daerah pinggang.
Perhitungan keseimbangan cairan pada pasien ini dihitung dengan cara :

1. Cairan masuk

Pre-operatif : RL 500 mL

Durante operatif : RL 500 mL +

Total input cairan : 1000 mL

2. Cairan keluar

Perdarahan : 300

Urin : 100 cc +

Total output cairan : 400 cc

3. Terapi cairan

Berat Badan : 55 kg

Jumlah perdarahan : 300 cc

EBV =BB x 65 mL/kg BB

=55 kg x65 mL/kg

=3.575 mL

%Perdarahan =Jumlah perdarahan : EBV x 100%

= 300 cc : 3.575 x 100%

=0,0839 x 100%

=8,39%

4. Perhitungan cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi

Cairan maintanance (M)

M = 10 kg pertama = 10 kg x 4 cc = 40 cc

10 kg kedua = 10 kg x 2 cc = 20 cc

Sisa BB = 35 kg x 1 cc = 35 cc +

Total = 95 cc/jam

Sehingga, M yang dibutuhkan selama 1 jam yaitu 95 cc/jam

b. Defisit cairan selama puasa (P)

P = lama puasa x M

= 8 x 95 cc

= 760 cc

c. Cairan yang masuk saat puasa

= jumlah infus (tpm) x lama puasa (menit) / 20

= 20 x 480 / 20

= 480 cc

d. Cairan defisit puasa - cairan masuk saat puasa

= 760 cc – 480 cc

= 280 cc

5. Stress operasi
Stress operasi sedang = 6 cc/kgBB/jam x BB (kg)

= 6 cc/kgBB/jam x 55 kg

= 330 cc/jam

6. Total kebutuhan cairan selama operasi 1 jam

= M + defisit cairan selama puasa + stress operasi + urin + defisit darah


selama operasi

= 95 cc + 760 cc + 330 cc + 100 cc + 300 cc

= 1.885 cc

7. Keseimbangan cairan

Cairan masuk – cairan keluar = 1000 cc – 400 cc

= +600 cc

Pada kasus ini, cairan yang masuk ke dalam tubuh pasien sebanyak 1.000 cc yang
terdiri dari cairan kristaloid. Untuk cairan yang keluar dari tubuh pasien yaitu
sebanyak 400 cc (berasal dari urin 100 cc dan darah 300 cc). Sehingga
keseimbangan cairan pasien yaitu sebanyak +600 cc, yang artinya cairan yang
masuk dan keluar tubuh pasien lebih 600 cc. Untuk mengganti darah yang hilang,
bisa menggunakan cairan kristaloid, koloid, atau transfusi. Akan tetapi, pada
pasien ini belum dibutuhkan transfusi karena darah yang keluar hanya sebanyak
8,39%. Sehingga untuk mengganti darah yang keluar hanya perlu menggunakan
koloid atau kristaloid. Pada pasien ini menggunakan kristaloid, sehingga jumlah
darah yang keluar perlu dikalikan 3 (darah keluar 300 cc x 3 = 900 cc, cairan yang
telah digunakan untuk mengganti darah sebelumnya sebanyak 300 cc, sehingga
perlu tambahan 600 cc lagi untuk mengganti darah yang keluar). Dengan
demikian, kelebihan keseimbangan cairan sebanyak 600 cc dapat digunakan
sebagai tambahan untuk mengganti darah yang hilang, sehingga cairan yang
tersisa sebanyak 0 cc. Akan tetapi, bila dikurangi dengan jumlah kebutuhan cairan
pasien selama operasi 1 jam yaitu, 95 cc/jam untuk maintanance, 760 cc defisit
cairan selama puasa, 330 cc stress operasi sedang, maka pasien masih kekurangan
cairan sebanyak 1.185 cc.
BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus ini dilakukan ureterolitotomi pada pasien dengan diagnosis batu
ureter sinistra dengan hidronefrosis sinstra usia 43 tahun, dan setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka ditentukan status
fisik (PS) ASA kelas 2 dan dilakukan regional anestesi (SAB).

1. Pada pasien ini dilakukan manajemen anestesi dari pre-operatif, intra-


operatif, serta post-operatif

2. Posisi anestesi terdiri posisi supinasi, litothomy, lateral, pronasi, duduk/kursi-


pantai, dan trendelenburg

3. Berdasarkan penggunaan cairan dibagi atas beberapa golongan, yaitu :

a. Kebutuhan cairan maintanance adalah 95 cc/jam

b. Defisit cairan pengganti puasa selama 8 jam adalah 760 cc

c. Total keutuhan cairan selama operasi 1 jam adalah 1.885 cc

d. Keseimbangan cairan pada ini yaitu +600 cc


DAFTAR PUSTAKA

1. W.A. Newman D. Kamus saku kedoketeran dorland edisi 28. Jakarta : EGC ;
2011

2. Istiqoma DK, Zullier I, Inayah. Evaluasi efektivitas dan keamanan


penggunaan obat anestesi umum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
2012

3. Jeffry FL, Ike SR, A Himendra W. Perbandingan efektivitas anestesi spinal


menggunakan bupivakain isobarik dengan bupivakain hiperbarik pada pasien
yang sedang menjalani operasi abdomen bagian bawah. Jurnal Anestesi
Perioperatif. 2013;1(2):70

4. Jennifer H, Luke B. Patient positioning during anesthesia. General


Anesthesia. 2015;1-6

5. Girindro AS, Suwarman, Rudi KK. Perbandingan antara uji mallampati


modifikasi dan mallampati ekstensi sebagai prediktor kesulitan intubasi
endotrakeal di RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi
Perioperatif. 2017;5(3):164

6. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Persiapan anestesi dan


premidaksi. Makassar : FK UNHAS ; 2010

7. Fahruddin, Imtihanah A, Wahyudi. Perbandingan efek antara


dexmedetomidin dosis 0,25 mcg/kgBB dan 0,5 mcg/kgBB intravena terhadap
durasi blok anestesi spinal pada bedah ekstremitas bawah. Jurnal Kesehatan
Tadulako. 2017;3(2):2

8. Yeliz K. Spinal anesthesia and neurological complication a brief report.


BJMMR. 2016;17(1):2-3

9. MIMS. Bupivacain. Indonesia : MIMS ; 2017

10. MIMS. Emegran. Indonesia : MIMS ; 2017


11. Basic principles of patient positioning (a continuing education self-study
activity). Colorado : Pfiedler Enterprises ; 2013

Anda mungkin juga menyukai