REFKA
REFKA
Oleh:
Elfiana Ibrahim
N 111 18 014
Pembimbing:
dr. Salsiah Hasan, Sp.An., KIC
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako
Pembimbing, Mahasiswa
PENDAHULUAN
Anestesi adalah hilangnya sensasi, biasanya akibat cedera saraf atau reseptor.
Anestesi juga dapat didefinisikan hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri,
disebabkan oleh pemberian obat atau intervensi medis lainnya. [1] Anestesi telah
diberikan pada lebih dari 75 juta pasien operasi di dunia setiap tahun.[2]
Pada saat anestesi, posisi pasien yang bebeda diperlukan untuk menyediakan
akses untuk prosedur bedah yang berbeda. Setiap posisi memiliki implikasi untuk
ventilasi dan hemodinamik. Ahli anestesi memainakn peran penting dalam
meminimalkan risiko yang berkaitan dengan posisi. Pada umumnya posisi
anestesi yaitu posisi supinasi, litotomi, lateral, pronasi, dan duduk.[4]
BAB II
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. SB
Berat Badan : 55 kg
Agama : Islam
Alamat : Pasangkayu
II. Pra-Anestesi
S : Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri pinggang
1. Hipertensi (+)
4. Asma (-)
5. Liver (-)
6. Ginjal (+)
O : 1. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
Buang air kecil normal dengan frekuensi 4-5 kali sehari, berwarna
kuning
B5 (Bowel)
2. Pemeriksaan tambahan
HCT : 39,9%
HbsAg : Nonreaktif
h. Pemeriksaan EKG
Irama : sinus
Interval PR : normal
Segmen ST : normal
Gelombang T : normal
A : Assesment Pre-Anestesi
1. Mallampati 1
2. PS ASA kelas 2
P : 1. Rencana Anestesi
2. Rencana Bedah
Ureterolitotomi sinistra
3. Persiapan Anestesi
a. Ruangan
b. Dikamar operasi
Hal-hal yang perlu disiapkan :
III. Intra-Anestesi
1. Intra-Anestesi
S : Nyeri pinggang kiri dan kanan, terasa seperti ditusuk-tusuk dan tembus
hingga belakang. Mual (-), muntah (-), pusing (-), demam (-), BAK (+)
lancar, BAB (+), biasa.
O : Pemeriksan
Kesadaran : Composmentis
Tanda-Tanda Vital
2. Induksi Anestesi
a. Premedikasi : Emegran 1 mg
c. Oksigenasi : O2 3 liter/menit
e. Maintanance : - O2 3 liter/menit
f. Monitoring intra op :
Systol Diastol Pulse
Waktu Obat yang masuk
(mmHg) (mmHg) (x/m)
Bupivaaine HCl 0,5% :
0 (08.30) 156 82 117 5 mg (anestesi lokal)
15 mg (anestesi spinal)
5 (08.35) 152 80 110
10 (08.40) 128 63 89
15 (08.45) 116 81 88
20 (08.45) 120 79 86
25 (08.50) 118 64 69
30 (08.55) 112 60 68
35 (09.00) 104 58 68 Emegran 1 mg
40 (09.05) 110 59 69
45 (09.10) 113 63 69
50 (09.15) 114 62 68
55 (09.20) 116 63 69
60 (09.25) 115 64 68
65 (09.30) 114 66 77
70 (09.35) 117 68 79
d. Bila mual (-), muntah (-), peristaltik (+), boleh makan dan minum
sedikit-sedikit
BAB III
PEMBAHASAN
Mallampati adalah metode standar untuk menilai potensial intubasi
berdasarkan struktur anatomi yang terlihat. Mallampati terbagi menjadi kelas 1-4.
Kelas 1 menunjukkan bahwa struktur yang terlihat yaitu pallatum mole, pallatum
durum, fauces, uvula, dan pilar tonsil. Kelas 2 menunjukkan pallatum mole,
pallatum durum, fauces, dan uvula. Kelas 3 menunjukkan pallatum mole dan
pallatum durum. Kelas 4 menunjukkan pallatum durum. Mallampati kelas 1 dan 2
merupakan prediksi intubasi mudah. Sedangkan kelas 3 dan 4 merupakan indikasi
intubasi sulit. Pada pasien termasuk mallampati kelas 1 karena terlihat pallatum
mole, pallatum durum, fauces, uvula, dan pilar tonsil dengan jelas, sehingga
kemungkinan mudah untuk dilakukan intubasi.[5]
e. Kelas 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi
mungkin saja menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih
besar
f. Kelas 6 : Pasien yang telah dinyatakan mati otaknya yang mana organnya
masih dapat diberikan sebagai organ donor.
Untuk operasi darurat, dibelakang aknga diberi huruf E (Emergency) atau D
(Darurat). Pada pasien ini termasuk dalam PS ASA Kelas 2, karena pasien
memiliki gangguan sistemik ringan-sedang, yaitu hipertensi dan gangguan ginjal.
[6]
Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang paling
sering digunakan terutama untuk prosedur bedah pada daerah abdomen bawah
serta ekstremitas bagian bawah. Banyak keuntungan yang diperoleh dari teknik
anestesia regional terutama anestesia spinal, antara lain adalah prosedur
pelaksanaan yang lebih singkat, mula kerja cepat, kualitas blokade sensorik dan
motorik yang lebih baik, mampu mencegah respons stres lebih sempurna, serta
dapat menurunkan perdarahan intraoperatif.[7]
Bupivacaine adalah obat bius lokal tipe amida yang bekerja lama secara
kimia. Bupivacaine menyebabkan blokade propagasi impuls reversibel sepanjang
serabut saraf dengan mencegah pergerakan ion natrium melewati membran saraf.
Bupivacain memiliki durasi yang panjang, dari 2-5 jam, dengan onset aksi 1-17
menit. Pada kasus ini penggunaan bupivacain digunakan sebagai induksi dengan
dosis 15 mg. Dosis tersebut telah sesuai dengan teori, yaitu untuk spinal anestesi
pada pembedahan memiliki dosis rentang 10-15 mg.[9]
Selain obat induksi, diberikan pula obat premedikasi, dalam hal ini adalah
emegran 1 mg. Emegran berisi granisetron hidroclorid. Granisetron adalah
antagonis reseptor 5-hydroxytryptamin (5-HT3) yang sangan selektif dan
memiliki potensi antiemetik. Granisetron bekerja sebagai reseptor dari 5-HT3
yang terletak secara perifer pada terminal saraf vagal dan terpusat di
chemoresepter triger zone pada area posterma. Dosis granisetron pada orang
dewasa untuk mencegah mual dan muntah pasca operasi yaitu 1 mg secara
intravena sebelum dilakukan induksi anestesi.[10]
1. Supinasi
2. Lithotomy
3. Lateral
Posisi lateral (Lateral decubitus position) paling umum dikaitkan dengan
torakotomi untuk prosedur kardiotoraks, tetapi juga dapat digunakan untuk
keuntungan pada operasi ginjal, obstetrik, ginekologi, bedah saraf dan
ortopedi. Jenis-jenis posisi lateral termasuk posisi jackknife lateral, the kidney
position, posisi Sims dan gabungan posisi lateral dan supinasi. Komplikasi
yang dapat ditimbulkan yaitu cedera nervus radialis dan nervus perineus
communis, dan neuropati plexus brachialis.[4,11]
4. Pronasi
5. Duduk/Kursi Pantai
Posisi duduk atau kursi pantai biasanya digunakan dalam beberapa operasi
intrakranial, terutama dari fossa anterior. Komplikasi yang dapat ditimbulkan
yaitu iskemia cerebral, emboli udara vena, emboli udara parodoksal dan
quadriplegi.[4]
6. Trendelenburg
Pada kasus ini, posisi anestesi pasien saat pembedahan yang menerapkan
posisi lateral. Penerpan posisi tersebut dikarenakan proses pembedahan yang akan
dilakukan yaitu ureterolitotomi sinistra, yang mana area tersebut berada pada
daerah pinggang.
Perhitungan keseimbangan cairan pada pasien ini dihitung dengan cara :
1. Cairan masuk
Pre-operatif : RL 500 mL
2. Cairan keluar
Perdarahan : 300
Urin : 100 cc +
3. Terapi cairan
Berat Badan : 55 kg
=3.575 mL
=0,0839 x 100%
=8,39%
4. Perhitungan cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi
M = 10 kg pertama = 10 kg x 4 cc = 40 cc
10 kg kedua = 10 kg x 2 cc = 20 cc
Sisa BB = 35 kg x 1 cc = 35 cc +
Total = 95 cc/jam
P = lama puasa x M
= 8 x 95 cc
= 760 cc
= 20 x 480 / 20
= 480 cc
= 760 cc – 480 cc
= 280 cc
5. Stress operasi
Stress operasi sedang = 6 cc/kgBB/jam x BB (kg)
= 6 cc/kgBB/jam x 55 kg
= 330 cc/jam
= 1.885 cc
7. Keseimbangan cairan
= +600 cc
Pada kasus ini, cairan yang masuk ke dalam tubuh pasien sebanyak 1.000 cc yang
terdiri dari cairan kristaloid. Untuk cairan yang keluar dari tubuh pasien yaitu
sebanyak 400 cc (berasal dari urin 100 cc dan darah 300 cc). Sehingga
keseimbangan cairan pasien yaitu sebanyak +600 cc, yang artinya cairan yang
masuk dan keluar tubuh pasien lebih 600 cc. Untuk mengganti darah yang hilang,
bisa menggunakan cairan kristaloid, koloid, atau transfusi. Akan tetapi, pada
pasien ini belum dibutuhkan transfusi karena darah yang keluar hanya sebanyak
8,39%. Sehingga untuk mengganti darah yang keluar hanya perlu menggunakan
koloid atau kristaloid. Pada pasien ini menggunakan kristaloid, sehingga jumlah
darah yang keluar perlu dikalikan 3 (darah keluar 300 cc x 3 = 900 cc, cairan yang
telah digunakan untuk mengganti darah sebelumnya sebanyak 300 cc, sehingga
perlu tambahan 600 cc lagi untuk mengganti darah yang keluar). Dengan
demikian, kelebihan keseimbangan cairan sebanyak 600 cc dapat digunakan
sebagai tambahan untuk mengganti darah yang hilang, sehingga cairan yang
tersisa sebanyak 0 cc. Akan tetapi, bila dikurangi dengan jumlah kebutuhan cairan
pasien selama operasi 1 jam yaitu, 95 cc/jam untuk maintanance, 760 cc defisit
cairan selama puasa, 330 cc stress operasi sedang, maka pasien masih kekurangan
cairan sebanyak 1.185 cc.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus ini dilakukan ureterolitotomi pada pasien dengan diagnosis batu
ureter sinistra dengan hidronefrosis sinstra usia 43 tahun, dan setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka ditentukan status
fisik (PS) ASA kelas 2 dan dilakukan regional anestesi (SAB).
1. W.A. Newman D. Kamus saku kedoketeran dorland edisi 28. Jakarta : EGC ;
2011