Anda di halaman 1dari 39

Tumbuhan paku

divisi tumbuhan
Tumbuhan paku

Resam, anggota tumbuhan paku

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

Divisi: Tracheophyta

Subdivisi: Polypodiophytina

Kelas (sensu Smith et al. 2006[1])

Psilotopsida
Equisetopsida
Marattiopsida
Polypodiopsida

Klad-klad fosil:

†Cladoxylopsida
†Zygopteridales
†Stauropteridales (incertae sedis)
†Rhacophytales (incertae sedis)
Sinonim

Monilophyta
Polypodiophyta
Filicophyta
Filices
Tumbuhan paku, paku-pakuan, atau
pakis-pakisan adalah sekelompok
tumbuhan dengan sistem pembuluh
sejati (Tracheophyta) tetapi tidak pernah
menghasilkan biji untuk reproduksi
seksualnya. Alih-alih biji, kelompok
tumbuhan ini melepaskan spora sebagai
alat penyebarluasan dan
perbanyakannya, menyerupai kelompok
organisme seperti lumut dan fungi.

Tumbuhan paku tersebar di seluruh


bagian dunia, kecuali daerah bersalju
abadi dan lautan, dengan kecenderungan
ditemukan tumbuh di tempat-tempat
yang tidak subur untuk pertanian. Total
spesies yang diketahui sekitar 12.000[2],
dengan perkiraan 1.300[3] sampai 3000
lebih[4] spesies di antaranya tumbuh di
kawasan Malesia (yang mencakup
Indonesia).

Pengelompokan klasik anggota


tumbuhan paku (Pteridophyta, dalam arti
luas, mis. menurut Haeckel (1866)[5])
pada pengetahuan terkini dianggap
bersifat parafiletik. Dari kelompok-
kelompok cabang utama tumbuhan
berpembuluh, satu kelompok yang
mencakup paku kawat, kumpai, serta
rane, ternyata memisah paling awal dari
kelompok lainnya. Kelompok tersebut
sekarang dimasukkan dalam divisio
Lycopodiophyta. Ini menyebabkan
"Pteridophyta" sekarang memiliki dua
pengertian: arti luas (sebagaimana arti
klasik, mencakup Lycopodiophyta) dan
arti sempit (arti klasik minus
Lycopodiophyta). Kelompok tumbuhan
paku arti sempit bersifat holofiletik atau
monofiletik, dan sekarang disebut
Pteridophyta atau, untuk menghindari
kebingungan, disebut Polypodiophyta
atau Monilophyta.

Fosil paku tertua berasal dari kala Devon,


sekitar 360 juta tahun yang lalu [6] tetapi
suku-suku dan jenis-jenis modern baru
muncul sekitar 145 juta tahun yang lalu,
di awal kala Kapur, di saat tumbuhan
berbunga sudah mendominasi vegetasi
bumi.

Pemanfaatan tumbuhan paku oleh


manusia terbatas. Kebanyakan menjadi
tanaman hias, sebagian kecil dimakan,
sebagai tumbuhan obat, atau bahan baku
untuk alat bantu kegiatan sehari-hari.

Ciri dan botani

 
"Gulungan membuka" tunas muda, menjadi ciri
tumbuhan paku yang paling mudah dikenali.

Bentuk luar (morfologi) tumbuhan paku


bermacam-macam, sesuai dengan hasil
evolusi adaptasinya. Secara umum, pakis
dikenal karena daunnya tumbuh dari
tunas secara "gulungan membuka"
(bahasa Jawa: mlungker) atau circinate
vernation dalam bahasa Inggris. Namun
demikian, ciri ini sebenarnya hanya
berlaku untuk paku leptosporangiatae
dan anggota Marattiales.
Penampilan luar paku ada yang berupa
pohon (paku pohon, biasanya tidak
bercabang), semak, epifit, tumbuhan
merambat, mengapung di air, hidrofit,
tetapi biasanya berupa terna dengan
rimpang yang menjalar di tanah atau
humus. Organ fotosintetik dan
reproduktif paku disebut ental (bahasa
Inggris frond) dengan ukuran yang
bervariasi, dari beberapa milimeter
sampai enam meter. Ental paku sejati
yang masih muda selalu menggulung
seperti gagang biola dan menjadi satu
ciri khas.

Sebagian besar anggota paku-pakuan


tumbuh di daerah tropika basah. Paku-
pakuan cenderung ditemukan pada
kondisi tumbuh marginal, seperti lantai
hutan yang lembap, tebing perbukitan,
menempel atau merayap pada batang
pohon atau bebatuan, di dalam
airkolam/danau, daerah sekitar kawah
vulkanik, serta sela-sela bangunan yang
tidak terawat[3]. Ketersediaan air yang
mencukupi pada rentang waktu tertentu
diperlukan karena salah satu tahap
hidupnya tergantung pada keberadaan
air, yaitu sebagai media bergeraknya sel
sperma menuju sel telur. Karena itulah,
tumbuhan ini juga lebih banyak dijumpai
di kawasan pegunungan yang basah dan
teduh.
Pergiliran keturunan
(metagenesis)

Protalium (bawah) dengan tumbuhan paku muda


(atas, tumbuh tegak).

Daur hidup tumbuhan paku mengenal


pergiliran keturunan (metagenesis), yang
terdiri dari dua tahap: gametofit dan
sporofit. Tumbuhan paku yang mudah
kita lihat merupakan bentuk fase sporofit
(sporophyte, berarti "tumbuhan dengan
spora") karena menghasilkan spora.
Bentuk generasi gametofit (gametophyte,
berarti "tumbuhan dengan gamet")
dinamakan protalus (prothallus) atau
protalium (prothallium), yang berwujud
tumbuhan kecil berupa lembaran
berwarna hijau, mirip lumut hati, tidak
berakar (tetapi memiliki akar semu
(rizoid) sebagai penggantinya), tidak
berbatang, tidak berdaun. Prothallium
tumbuh dari spora yang jatuh di tempat
yang lembap. Protalium menghasilkan
anteridium (antheridium, penghasil
spermatozoid atau sel kelamin jantan)
dan arkegonium (archegonium, organ
penghasil ovum atau sel telur). Baik
anteridium maupun arkegonium
berukuran mikroskopik, tidak mudah
dilihat mata tanpa bantuan alat khusus.
Pembuahan sel telur mutlak memerlukan
bantuan air sebagai media spermatozoid
berpindah dengan berenang menuju
arkegonium untuk membuahi sel telur.
Ovum yang terbuahi berkembang
menjadi zigot, yang pada gilirannya
tumbuh menjadi sporofit baru.

Daur hidup (disederhanakan) tumbuhan paku.


Beberapa tumbuhan paku (seperti
anggota Selaginellales dan Salviniales)
memiliki spora jantan berukuran lebih
kecil, disebut mikrospora, daripada spora
betina, disebut megaspora atau
makrospora. Gejala ini disebut
heterospori (tumbuhannya disebut
heterospor). Kelompok dengan ukuran
spora sama besar disebut homospor.

Tumbuhan berbiji (Spermatophyta) juga


memiliki daur hidup seperti paku
heterospor tetapi telah berevolusi lebih
jauh sehingga tahap gametofitnya tidak
dapat hidup mandiri dan harus disangga
kehidupannya oleh sporofit. Spora yang
dihasilkan langsung tumbuh menjadi
serbuk sari (jantan) atau kantung embrio
(betina).

Cakupan anggota dan


klasifikasi

Cakupan tradisional …

Paku laut Acrostichum aureum, tumbuh di rawa


mangrove.

Secara tradisional, sebagaimana


diajarkan di sekolah menengah,
tumbuhan paku (Pteridophyta, arti luas)
mencakup semua tumbuhan
berpembuluh (Tracheophyta) berspora,
atau kormofita berspora selain lumut hati
(Hepatophyta), lumut tanduk
(Anthocerophyta), dan tumbuhan lumut
sejati (Musci)[7]. Pteridophyta
ditempatkan pada takson divisio dengan
lima kelas:

Psilotiinae (misalnya paku telanjang


Psilotum)
Lycopodiinae (misalnya rane, kumpai,
dan paku kawat)
Isoëtinae
Equisetinae (rumput betung atau paku
ekor kuda)
Filicinae / Filices (paku sejati/benar,
mencakup Eusporangiatae (ordo
Ophioglossales dan Marattiales) dan
Leptosporangiatae).

Sampai sekarang, ilmu yang mempelajari


anggota lima kelompok tumbuhan ini
disebut pteridologi dan ahlinya disebut
pteridolog.

Cakupan dengan dukungan biologi


molekuler

Perubahan mendasar dipublikasikan oleh


Smith et al. (2006)[1], dengan
mengajukan revisi terhadap tumbuhan
paku masa kini (tidak mencakup
tumbuhan paku fosil yang sudah punah)
berdasarkan data morfologi dan
didukung dengan hasil analisis molekular
(sekuens DNA plastid). Berdasarkan
usulan ini, Lycopodiinae dan Isoëtinae
dianggap merupakan tumbuhan
berpembuluh yang pertama kali terpisah
dari yang lain, sehingga dikelompokkan
dalam divisio tersendiri: Lycopodiophyta
(atau Lycophyta[8]). Paku-pakuan serta
tumbuhan berbiji berada pada kelompok
lain, disebut Euphyllophytina (atau
Pterophyta[8]). Selanjutnya semua
kormofita berspora yang tersisa
tergabung dalam satu kelompok besar,
yang layak dikatakan sebagai anggota
divisio tumbuhan paku (Pteridophyta)
yang sebenarnya. Nama baru yang
diusulkan untuk mencegah kerancuan
cakupan Pteridophyta adalah
"Monilophyta" (dari moniliform,
"berbentuk kalung", mengacu pada
bentuk stele seperti kalung yang dimiliki
tumbuhan yang dianggap moyang semua
tumbuhan paku modern[9]) atau
""Polypodiophyta" (dari Polypodium,
genus yang menjadi genus tipe).

Akibat revisi ini, pengelompokan


tradisional menjadi parafiletik (tidak
mencakup seluruh cabang), karena
cabang Euphyllophytina "terbelah".
Kelompok yang parafiletik tidak
dianjurkan untuk dipakai dalam
taksonomi modern, meskipun dalam hal-
hal praktis masih dapat digunakan.

Revisi Smith et al. (2006) juga


menunjukkan bahwa sejumlah paku-
pakuan yang dulu dianggap sebagai paku
primitif, seperti anggota Psilotales,
ternyata lebih dekat berkerabat dengan
Ophioglossales (yang sebelumnya
merupakan anggota kelas Filicinae yang
dianggap lebih "modern"), sementara
paku ekor kuda (Equisetales) sama
dekatnya dengan paku sejati maupun
terhadap Marattiales.

Semenjak klasifikasi baru ini diterbitkan,


ditambah dengan beberapa perbaikan
lanjutan[10][11], kesepakatan klasifikasi
tumbuhan paku sampai 2013, adalah
sebagai berikut (hingga takson
bangsa/ordo)[1][12]:
Trachaeophyta

Lycopodiopsida

Lycopodiophyta
Isoetopsida

Euphyllophytina
Sp

Pteridophyta

E
P
Penggolongan terhadap tumbuhan paku
dengan cakupan menyempit ini membagi
menjadi empat kelas[13]:
Psilotopsida (mencakup bangsa
Psilotales dan Ophioglossales) dengan
sekitar 92 spesies,
Equisetopsida (paku ekor kuda dan
termasuk kerabatnya yang sudah
punah) dengan sekitar 15 spesies yang
masih bertahan di bumi,
Marattiopsida dengan sekitar 150
spesies,
Polypodiopsida (mencakup seluruh
paku leptosporangiataea) dengan lebih
dari 9000 spesies.

Penelitian lanjutan kemudian ada yang


memisahkan Psilotales dari
Ophioglossales[10]. Akibat
pengelompokan ini, Marattiales dan
Ophioglossales, yang secara tradisional
dianggap sebagai "paku sejati" (salah
satunya karena tunas daun mudanya
yang berkembang secara gulungan
membuka), tidak termasuk dalam
golongan paku yang "benar-benar sejati"
(sensu Leptosporangiatae)[14].

Perkembangan penggolongan tanaman


paku sampai 2014 secara umum
menyepakati penggolongan sampai
tingkat bangsa (ordo), tetapi masih
mempermasalahkan bagaimana
hubungan di antara bangsa-bangsa
tersebut serta anggota masing-masing di
dalamnya. Misalnya, Rai dan Graham
(2010) menyatakan "sampai sekarang
barangkali yang dapat dikatakan
berdasarkan kajian-kajian modern
mengenai bentuk hubungan di antara
kelompok besar silsilah dalam
monilophyta adalah bahwa kita tidak
benar-benar mengenal mereka"[15].
Grewe et al. (2013) tetap memastikan
dimasukkannya paku ekor kuda dalam
tumbuhan paku, namun juga
mengingatkan ada ketidakjelasan dalam
posisi sebenarnya.[10]. Mereka
memperlihatkan bahwa paku ekor kuda
membentuk satu kelompok dengan
Psilotopsida, berbeda dengan Smith et
al. (2006) yang menempatkan paku ekor
kuda sebagai sepupu dari Marattiopsida
dan Polypodiopsida.
Penggolongan paling terbaru yang
menunjukkan arah perubahan
penggolongan tumbuhan paku, termasuk
Lycopodiales, dipublikasi oleh
Christenhusz dan Chase (2014)[16].

Pemanfaatan
Karena kecenderungan untuk tumbuh di
tempat marginal, tumbuhan paku
bukanlah kelompok tumbuhan yang
memiliki peran budaya yang menonjol.

Banyak anggotanya menjadi tanaman


hias, baik taman, pekarangan, atau
ditaruh di pot sebagai tanaman beranda
atau dalam rumah (indoor plant). Contoh-
contohnya adalah berbagai paku pedang
(Nephrolepis), berbagai paku epifit
(misalnya paku tanduk rusa, kadaka,
Davallia, Drynaria, sering kali tumbuh
secara spontan lalu dipelihara), suplir
(Adiantum), berbagai paku pohon, dan
beberapa paku air untuk penghias
akuarium (mis. Ceratopteris
thalictroides).

Ental muda beberapa jenis paku dapat


menjadi sayur, seperti paku sayur
Diplazium esculentum, kadaka (di
Taiwan), dan Cyathea (oleh orang Maori
di Selandia Baru).

Berbagai jenis Azolla bersimbiosis


dengan bakteri pengikat nitrogen bebas
dari udara (Anabaena azollae). Akibatnya,
biomassa Azolla ("azo" berarti berikatan
dengan nitrogen) mengandung nitrogen
yang tinggi dan dimanfaatkan dalam
pertanian sebagai pupuk hijau[17].

Ada jenis paku yang bersifat sebagai


penimbun logam berat dan potensial
dalam fitoremediasi, seperti Pteris vittata
dan Azolla spp.[18].

Spora yang diekstrak dari strobilus


Lycopodium dimanfaatkan sebagai
lycopodium powder yang biasa
digunakan untuk efek ledakan karena
akan menyala sangat kuat namun
dengan suhu rendah sehingga cukup
aman untuk hiburan.
Lihat juga
Tumbuhan lumut
Paku air
Spora

Referensi
1. ^ a b c Smith AR, Pryer KM,
Schuettpelz E, Korall P, Schneider H,
Wolf PG. 2006. A classification for
extant ferns . Taxon 55:705-731.
2. ^ Chapman, Arthur (2010-08-26).
"Numbers of Living Species in
Australia and the World. Report for
the Australian Biological Resources
Study. Canberra, Australia.
September 2009" .
Environment.gov.au. Diakses tanggal
2013-09-07.
3. ^ a b Sastrapradja, Setijati; Afriastini,
J ohar J.; Darnaedi, Dedy; Widjaja,
Elizabeth A. (1979). Jenis Paku
Indonesia (edisi ke-1). Bogor:
Lembaga Biologi Nasional - LIPI.
4. ^ Flora Malesiana cit. Hassler M &
Swale B. World fern statistics by
country .
5. ^ Haeckel, E. (1866). Generale
Morphologie der Organismen .
Berlin: Verlag von Georg Reimer. pp.
vol.1: i–xxxii, 1–574, pls I–II; vol. 2: i–
clx, 1–462, pls I–VIII.
. ^ "Pteridopsida: Fossil Record" .
University of California Museum of
Paleontology. Diakses tanggal
2014-03-11.
7. ^ lihat, misalnya, Tjitrosoepomo G.
2014. Taksonomi Tumbuhan:
Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta,
Pteridophyta). Gadjah Mada
University Press. Cetakan ke-10. 309
halaman.
. ^ a b Saritha Pujari. 6 Most Important
Types Stelar System in Ferns
9. ^ Kenrick P., P.R. Crane. 1997. The
origin and early diversification of
land plants: a cladistic study.
Smithsonian Press, Washington, D.C.,
USA.]
10. ^ a b c Grewe, Felix; et al. (2013).
"Complete plastid genomes from
Ophioglossum californicum,
Psilotum nudum, and Equisetum
hyemale reveal an ancestral land
plant genome structure and resolve
the position of Equisetales among
monilophytes" . BMC Evolutionary
Biology. 13 (1): 1–16.
doi:10.1186/1471-2148-13-8 .
ISSN 1471-2148 . Diakses tanggal
21 May 2013.
11. ^ Karol, Kenneth G; et al. (2010).
"Complete plastome sequences of
Equisetum arvense and Isoetes
flaccida: implications for phylogeny
and plastid genome evolution of
early land plant lineages" . BMC
Evolutionary Biology. 10: 321–336.
doi:10.1186/1471-2148-10-321 .
ISSN 1471-2148 . Diakses tanggal
21 May 2013.
12. ^ Li F-W, Kuo L-Y, Rothfels CJ, Ebihara
A, Chiou W-L, et al. (2011). rbcL and
matK Earn Two Thumbs Up as the
Core DNA Barcode for Ferns . PLoS
ONE 6(10): e26597.
DOI:10.1371/journal.pone.0026597
13. ^ Eric Schuettpelz (2007). "The
evolution and diversification of
epiphytic ferns" (PDF). Duke
University PhD thesis. Parameter
|contribution= akan diabaikan
(bantuan)
14. ^ Stace, Clive (2010b). New Flora of
the British Isles (edisi ke-3rd).
Cambridge, UK: Cambridge University
Press. hlm. xxviii. ISBN 978-0-521-
70772-5.
15. ^ Rai, Hardeep S. & Graham, Sean W.
(2010). "Utility of a large, multigene
plastid data set in inferring higher-
order relationships in ferns and
relatives (monilophytes)". American
Journal of Botany. 97 (9): 1444–
1456. doi:10.3732/ajb.0900305 ., p.
1450
1 . ^ Christenhusz, Maarten J.M. &
Chase, Mark W. (2014). "Trends and
concepts in fern classification" .
Annals of Botany. 113 (9): 571–594.
17. ^ Artikel Azolla di laman IRRI
Knowledge bank.
1 . ^ Daftar tumbuhan hiperakumulator
di Wikipedia Inggris

Pranala luar

Wikispecies mempunyai informasi


mengenai
Pteridophyta
Wikimedia Commons memiliki
media mengenai Pteridophyta.

Wikimedia Commons memiliki


media mengenai Tumbuhan paku.

(Inggris) Tree of Life Web Project:


Filicopsida
(Inggris) Klasifikasi tumbuhan paku

(Inggris) A fern book bibliography

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Tumbuhan_paku&oldid=17025404"

Terakhir disunting 3 bulan yang lalu oleh Kembangraps


Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali
dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai