Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk dapat hidup manusia memiliki banyak kebutuhan untuk dapat menopang
kelangsungan kehidupannya. Kebutuhan manusia dapat dibagi menjadi kebutuhan primer
(pangan), kebutuhan sekunder (sandang dan pangan) dan kebutuhan tersier. Untuk dapat
memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus memiliki usaha guna memperoleh kebutuhan
itu. Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia untuk dapat bertahan hidup, sehingga
manusia harus menanam padi, sayur-sayuran, buah-buahan untuk dapat memenuhi kebutuhan
pangan mereka. Kegiatan menanam tanaman kebutuhan pangan ini dilakukan oleh
masyarakat pedesaan. Jenis tanaman yang ditanam di pedesaan sangat bergantung pada
keadaan tanah, musim dan iklim. Keadaan tanah yang subur tentunya sangat menentukan
hasil dari pertanian. Kehidupan masyarakat pada umumnya mengalami perubahan baik secara
cepat maupun secara lambat. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan adanya faktor yang
menunjang dan mempengaruhi setiap individu di dalam masyarakat tersebut.
Desa dapat ditandai dengan luas wilayah yang tidak terlalu besar, tempat dimana
sistem kekerabatannya masih erat, adanya sistem gotong-royong yang tinggi, kehidupan
masyarakat sangat bergantung pada alam, mata pencarian bersifat homogen, dan jumlah
penduduk yang tidak terlalu banyak. Pada umumnya mata pencarian pada masyarakat
pedesaan adalah bertani. Musim atau iklim sangat mempengaruhi masyarakat pedesaan.
Karena musim atau iklim menentukan jenis tanaman yang dapat ditanam oleh masyarakat.
Umumnya desa tidak terlalu bergantung pada kota, karena masyarakat desa dapat
memproduksi kebutuhan primer mereka sendiri.
Terbentuknya suatu pemukiman sebagai tempat tinggal kelompok hal ini disebabkan
naruni alamiah untuk mempertahankan kelompok. Di dalam kelompok tersebut terjalin sendi-
sendi yang melandasi hubungan-hubungan antara sesama warga kelompok berdasarkan
hubungan kekerabatan ataupun kekeluargaan.
Lau Kapur adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tiga Binanga,
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduk di desa ini sekitar 150 KK.
Luas wilayah desa ini adalah sekitar 425 Ha. Jarak Desa Lau Kapur dengan Kecamatan
adalah sekitar 8 Km, sedangkan jarak Desa ke Ibukota Kabupaten sekitar 44 Km. Hampir
80% mata pencarian penduduknya adalah bertani.
Pada umumnya petani di Desa Lau Kapur menanam tanaman seperti : cengkeh, padi,
tembakau, kacang tanah, dan pisang hanya sebagai tanaman tambahan saja. Kehidupan
bertani bagi masyarakat Desa Lau Kapur sudahlah mendarah daging. Kehidupan masyarakat
Desa Lau Kapur yang agraris ini dulunya bersifat subsisten yaitu hasil pertanian mereka
hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sebelum tahun 1974 masyarakat Desa Lau
Kapur hanya menanam Padi yang merupakan tanaman pokok untuk kebutuhan masyarakat.
Padi pada umumnya di panen dua kali dalam satu tahun. Namun, ketika padi ditanam di lahan
yang sama secara berulang–ulang maka hasil padi dari tahun ke tahun tidak bisa
dipertahankan. Setiap tahunnya hasil dari tanaman padi semakin menurun sehingga
masyarakat mulai beralih ke tanaman lain yaitu tembakau. Walaupun tetap menanam padi
namun tidak menjadi tanaman pokok dan tidak sebanyak dulu. Masyarakat menanam padi
menjadi sekali dalam setahun, hal ini dilakukan supaya bisa memperoleh hasil yang sama
setiap tahunnya. Pada tahun 1965 tembakau mulai di tanami oleh masyarakat Desa Lau
Kapur karena hasil padi semakin menurun dan harga tembakau yang sangat tinggi membuat
masyarakat berlomba-lomba untuk menanamnya, walaupun nilai tembakau semakin tinggi di
pasaran namun masyarakat tidak sepenuhnya meninggalkan tanaman padi. Mereka menanam
tanaman tersebut bergantian di lahan yang sama supaya hasilnya lebih memuaskan, dan hasil
panen masyarakat tersebut dijual ke pasar Tiga Binanga yang hanya beroprasi pada hari
selasa saja.
Tidak hanya padi dan tembakau yang menjadi penghasilan masyarakat, tapi mereka
juga menanam kacang tanah dan cengkeh sebagai tanaman tambahan yang bisa di jual untuk
menambah penghasilan masyarakat tersebut. Namun tanaman tersebut tidak bertahan lama
karena cengkeh merupakan tanaman tua yang menunggu proses panen yang sangat lama.
Walaupun harga cengkeh yang begitu tinggi di pasaran tetapi karena waktu panen yang
begitu lama maka dari itu masyarakat menebang pohon cengkeh tersebut. Menanam kacang
tanah dan di pinggir ladang tersebut sebagian ditanam pohon pisang sebagai tanaman
tambahan.
Desa Lau Kapur termasuk daerah yang bentuk dan alamnya sebagian berbukit-bukit
dengan dataran rendah yang tidak begitu lurus, di beberapa tempat terdapat jurang yang
sangat sempit memiliki ketinggian 710-800 M / DPL. Beriklim tropis dengan suhu udara di
Desa Lau Kapur antara 22° s/d 29° derajat celcius dengan kelembapan udaranya rata-rata 28°.
Letaknya yang berada di daerah pegunungan, maka daerah ini memiliki curah hujan yang
cukup banyak.
Dengan berkembangnya tanaman jagung di sekitar kecamatan Tiga Binanga maka
masyarakat Desa Lau Kapur juga ikut menanam tanaman tersebut, karena dari panen jagung
tersebut dapat membuahkan hasil yang sangat menjanjikan. Pada tahun 1974 masyarakat
Desa Lau Kapur mulai beralih dari tanaman tua ke tanaman muda, seperti peralihan dari
tanaman tembakau menjadi tanaman jagung. Peralihan ini disebabkan oleh harga komoditi
jagung pada saat ini melambung tinggi dan faktor lain karena usia jagung sangat rendah yaitu
sekitar 4 bulan sehingga dalam setahun masyarakat Desa Lau Kapur dapat menanam dan
memanen jagung sebanyak 2 kali. Dan jagung juga merupakan tumbuhan yang tidak
memerlukan cara kerja yang terlalu banyak sehingga masyarakat tidak harus selalu mengatur
tanaman tersebut.
Pertanian jagung di Desa Lau Kapur ini ternyata banyak sekali membawa dampak
yang besar bagi kehidupan masyarakat di desa tersebut. Pertanian jagung mampu menaikkan
pendapatan masyarakat Desa Lau Kapur. Dengan semakin meningkatnya pendapatan dan
meningkatnya taraf hidup masyarakat sehingga muncul keinginan untuk meningkatkan
pendidikan anak-anak mereka. Semakin meningkatnya pendapatan dan tingkat pendidikan
masyarakat, hal ini juga mempengaruhi pola kehidupan masyarakat Desa Lau Kapur. Ini bisa
terlihat di kehidupan sehari-hari seperti memperbaiki lingkungan, di mana masyarakat
tersebut sudah mulai ada kesadaran untuk bergotong royong memperbaiki jalan dengan biaya
dari masyarakat sendiri . Mengingat pada waktu itu, jarak dari Kabupaten Karo sangat jauh
sehingga pemerintah tidak dapat menjangkau daerah Lau Kapur ini sehingga proses
perbaikan maupun pembenahan desa sangat minim.
Di dalam kehidupan sehari-hari pun pola makanan sudah diperhatikan, dan penduduk
sudah tahu arti kesehatan serta gizi untuk makanan bagi anak-anak mereka, karena dari
makananlah anak-anak dapat berpikir dan tumbuh kembang sebagai anak yang cerdas. Begitu
juga dengan sarana transportasi, sebagian besar masyarakat masih menggunakan hewan
peliharan mereka seperti kerbau atau lembu sebagai pengangkut hasil panen mereka untuk di
bawa ke rumah masing- masing. Namun, ada juga yang memiliki mobil pick up, walaupun
tidak banyak yang memiliki mobil tersebut tetapi masyarakat bisa menggunakannya untuk
mengangkut hasil panen mereka karena mobil tersebut juga di sewakan oleh si pemilik mobil
dan kerbau juga ikut di sewakan masyarakat untuk mengangkat hasil panen tersebut.
Tulisan ini mengkaji tentang sebuah sejarah perkembangan ekonomi perdesaan yang
cukup mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat desa Lau Kapur. Adapun judul tulisan ini
adalah “Pertanian Jagung di Desa Lau Kapur Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo
(1974-2004)”.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Letak Geografis
Desa Lau Kapur merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tiga Binanga
Kabupaten Karo. Jarak antara Desa Lau Kapur dengan Kecamatan Tiga Binanga sekitar 8
km, sedangkan ke pusat Kabupaten sekitar 44 km. Desa Lau Kapur merupakan suatu desa
yang terdapat di Kecamatan Tiga Binanga, dan Kecamatan Tiga Binanga juga terdiri dari 18
desa, yaitu Perbesi, Limang, Bunga Baru, Simpang Pergendangen Perlamben, Pergendangen,
Gunung, Kuala, Kuta Bangun, Kuta Raya, Kuta Galoh, Kuta Buara, Kem-Kem, Simolap,
Pertumbuken, Kutambaru Punti, Batu Mamak, Kuta Gerat dan Lau Kapur.
Lau Kapur adalah suatu desa yang penduduk aslinya adalah marga Ginting yang
berasal dari daerah Naga 10 , tidak ada bukti yang pasti mengenai tahun kedatangan marga
Ginting ke daerah Lau Kapur akan tetapi dari informasi yang di dapat bahwa marga Ginting
sudah mulai bermukim di daerah tersebut dan desa Lau Kapur mulai di kenal orang-orang di
sekitar daerah tersebut pada tahun 1800 akan tetapi masyarakatnya terdiri dari beberapa
keluarga saja dan kemudian disusul oleh marga Tarigan dan Sebayang.
Desa Lau Kapur berada pada posisi 710-800 M / DPL dari permukaan laut. Suhu
udara di desa Lau Kapur antara 22° s/d 29° derajat celcius dengan kelembapan udaranya rata-
rata 28°. Ada dua musim yang terdapat di desa Lau Kapur yaitu musim hujan dan kemarau.
Musim hujan terjadi pada bulan Maret sampai bulan Oktober. Hal ini disebabkan karena arah
angin yang berhembus di desa Lau Kapur terbagi atas dua yaitu: pada musim hujan, angin
berhembus dari arah Barat sedangkan pada musim kemarau angin Timur Tenggara
berhembus dari arah Timur.
Desa Lau Kapur terletak di Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo yang
berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan aliran sungai (lau bengap)
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tanah Pinem Desa Butar dan Desa
Lau Riman
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanah Pinem Desa Kuta Gamber
dan Desa Liren.
Sebelah Timur berbatasan dengan lahan Desa Gunung dan lahan Desa Kem- Kem.
2.2 Kondisi Pertanian Masyarakat Lau Kapur Sebelum Tahun 1974
Sebelum tahun 1974 mata pencaharian masyarakat Desa Lau Kapur menanam padi,
cengkeh, tembakau, dan pisang adalah sebagai tanaman tambahan saja. Tingkat
perekonomian yang hanya mengandalkan pertanian biasanya memiliki kehidupan
perekonomian yang tergolong rendah. Pertanian yang seperti ini juga terkadang bergantung
pada kondisi alam untuk mempertahankan hasil panen. Masyarakat Desa Lau Kapur dengan
kondisi yang masih tertinggal melakukan pertanian dengan mengandalkan tenaga
keluarga(aron) dan hanya menggunakan alat pertanian yang sederhana. Seperti cangkul, sabit,
dan yang lainnya, sedangkan untuk membajak persawahan hanya menggunakan tenaga
seadanya seperti tenaga hewan yaitu tenaga kerbau. Pengetahuan tentang pertanian juga
masih berdasarkan pengalaman dari masyarakat setempat ataupun nenek moyang mereka.
Berikut ini ada beberapa tanaman pokok yang dijadikan masyarakat sebagai mata
pencaharian utama :

2.2.1. Pertanian Padi


Tanaman padi adalah merupakan tanaman yang sangat diperlukan oleh masyarakat
Desa sebagai kelangsungan hidup mereka. Pertanian padi yang ada di Desa Lau Kapur ini
tidak diketahui tepatnya kapan dimulai tetapi jelas diketahui bahwa pertanian padi ini sudah
turun-temurun dan mendarah daging di kehidupan masyarakatnya bahkan dari nenek moyang
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat desa ini sudah tidak nomaden lagi.
Masyarakat sudah menetap dan melakukan pertanian selama berpuluh-puluh tahun yang lalu
sekalipun pertanian yang dilakukan tersebut masih secara tradisional. Padi merupakan
tanaman yang sangat penting bagi masyarakat. Padi juga merupakan tanaman pokok dan jenis
tanaman yang dapat langsung dikonsumsi masyarakat tanpa melalui pasar karena padi
ditanam sendiri oleh masyarakat tersebut sebagai petani subsisten . Biasanya padi ditanam
sekali dalam satu tahun di lahan yang kering sedangkan padi yang di tanam di daerah
persawahan ditanam dua kali dalam setahun oleh masyarakat Desa Lau Kapur. Selain
menanam padi masyarakat juga menanam tembakau, cengkeh, dan pisang sebagai tanaman
tambahan. Tujuan penanaman tanaman tambahan ini bukan saja sebagai aktivitas ketika
menunggu padi siap untuk di panen namun juga untuk makanan tambahan. Sudah menjadi
suatu kebiasaan bagi masyarakat Karo untuk menanam padi sebagai tanaman pokok mereka,
untuk lauknya biasanya masyarakat di desa ini pergi memancing dan terkadang juga berburu
ke hutan. Masyarakat Desa Lau Kapur ini juga memelihara hewan ternak seperti ayam, babi,
kerbau, kambing,dll. Hewan ini bukan untuk dijual melainkan untuk dikonsumsi sendiri. Jadi
ketika masyarakat di desa ini kedatangan tamu, mereka tidak kewalahan harus pergi ke pasar
untuk membeli hewan karena sudah ada hewan peliharaan mereka sebagai persediaan lauk
mereka.
Di Desa Lau Kapur terdapat dua jenis penanaman padi yaitu penanaman padi pada
lahan kering dan penanaman pada sawah. Tanaman padi yang di tanam di daerah lahan
kering ditanam sekali dalam satu tahun, biasanya masyarakat menanam jenis padi seperti padi
Udang, padi Siantar, dll. Penanaman ini sekitar bulan Juli sampai Agustus. Dan musim panen
sekitar bulan November sampai Desember. Dan ada juga padi yang di tanam dua kali dalam
setahun yang berada di daerah persawahan. Biasanya masyarakat menanam jenis padi yang
berumur sekitar 4-5 bulan. Jenis padi yang ditanam seperti padi GR 64. Musim penanaman
padi di lahan persawahan terjadi di bulan Februari sampai Maret, dan musim panen itu sekitar
bulan April sampai Mei.
Dalam mengerjakan lahan pertanian mulai dari penanaman sampai dengan panen
masyarakat Desa Lau Kapur biasanya melakukannya dengan sistem Aron, yaitu saling
membantu dengan perjanjian tenaga diganti dengan tenaga16 . Dalam pengolahan lahan
pertanian masyarakat Desa Lau Kapur masih belum menggunakan traktor melainkan dengan
tenaga kerbau untuk membajak lahan pertanian. Lahan yang digunakan oleh masyarakat
sebagai lahan untuk persawahan hanyalah lahan yang bisa dialiri oleh sungai dan yang agak
landai. Dengan sedikitnya lahan yang bisa digunakan untuk penanaman padi membuat
masyarakat desa ini tetap menanam pisang sebagai tanaman tambahan. Mengingat pada
waktu itu, jajanan yang instan belum ada ditemui di Desa Lau Kapur.
Dalam hal pemupukan tanaman padi masyarakat desa ini hanya melakukan sekedar
saja dan biasanya hanya sekali pemupukan. Hal ini dikarenakan oleh tingginya harga pupuk
sedangkan masyarakat tidak sanggup untuk membeli pupuk. Saat itu pupuk yang tersedia
adalah pupuk non subsidi karena pupuk subsidi pemerintah baru muncul di tahun 1982.
Akibat penurunan hasil tanaman padi dalam pertanian masyarakat yang cenderung tidak
mampu untuk membiayai kebutuhan selama setahun, maka sulit bagi para petani untuk tetap
bertahan dengan menanam padi saja. Masyarakat tidak jarang hanya memakan sagu di pagi
hari dan memakan nasi pada siang harinya untuk menghemat beras tersebut . Hasil panen
yang dihasilkan biasanya untuk kelangsungan hidup selama setahun. Namun tidak jarang juga
masyarakat harus menjual hasil panen sebagian untuk biaya sekolah anaknya, itupun jika
hasil panen bagus. Namun, lain lagi jika para petani mengalami kegagalan panen, masyarakat
harus berusaha menghemat dan menanam jagung dan ubi supaya bisa membantu biaya untuk
kehidupan sehari-hari.
Keterbatasan ekonomi di Desa Lau Kapur sebelum tahun 1974 sangat jelas kelihatan.
Ini terlihat dari tingkat pendidikan yang rendah. Sebelum tahun 1974 pendidikan di Desa Lau
Kapur ini sangat rendah, masih banyak masyarakat yang adalah hanya SLTP. Rendahnya
perekonomian masyarakat yang hanya mengandalkan tanaman padi sebagai mata pencaharian
juga dapat dilihat dari bentuk-bentuk rumah yang ada di Desa Lau Kapur. Rumah-rumah
masih sangat sederhana seperti rumah si waluh jabu dan rumah yang memiliki lantai papan
dan atap ijuk.
2.2.2. Pertanian Tembakau
Seiring dengan berkembangannya tanaman tembakau di daerah kecamatan maka
masyarakat desa Lau Kapur juga menanam tembakau karena tembakau merupakan golongan
tanaman semusim yang cukup banyak di budi dayakan oleh petani pada saat itu. Karena nilai jual
yang sangat tinggi sehingga masyarakat pun berlomba- lomba untuk menanam tanaman tersebut
walau pun cara tanamnya sangat rumit namun masyarakat tetap ingin mempertahankan karena
dengan menanam tembakau tersebut mereka berpikir kehidupan akan lebih bagus. Tanaman
tembakau sangat bervariasi dan tergantung jenis tembakaunya juga. Karena Tembakau juga
memerlukan temperatur udara yang rendah di dataran tinggi dan di daerah rendah memerlukan
temperatur yang tinggi. Sehingga tidak sembarangan untuk menanam tanaman tersebut. Suhu
udara yang cocok untuk penanaman adalah antara 21-32 derajat C, pH antara 5-6, harus memiliki
curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun, tumbuh di ketinggian antara 200-3.000 m dpl. Dan di
tanam pada tanah yang gembur, mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik
supaya menghasilkan tanaman yang bagus.
Bibit yang di pergunakan oleh masyarakat Desa Lau Kapur pada saat itu adalah bibit
lokal yang di bawa oleh penetua adat dari kecamatan, kemudian masyarakat membeli untuk di
tanam. Sesudah itu mereka menabur di lahan mereka masing-masing dengan ukuran yang ingin
mereka tanam. untuk menaman tembakau tersebut masyarakat harus melakukan pembibitan
dahulu selama satu bulan. Sesudah pembibitan tersebut dilakukan baru mereka harus
menyediakan lahan tempat penanaman.
Lahan yang ingin di pergunakan untuk menanam tembakau tersebut masyarakat harus
menaburkan pupuk kandang, sesudah itu membajak/menggemburkan tanah dan di diamkan
selama satu minggu untuk mempersubur tanah tersebut. Jarak tanam yang dilakukan sekitar 90-
100 cm dengan arah membujur antara Timur dan Barat. Jika kita menginginkan daun yang tipis
dan halus maka jarak tanam harus rapat, sekitar 90 x 70 cm. Dan jika masyarakat ingin menanam
seperti biasa maka masyarakat harus membuat jarak 90 × 90 cm. Ketika tanaman tembakau yang
di tanam dengan jarak tanam rapat (jumlah populasi 20.000-30.000 tanaman/ha) menghasilkan
daun lebih kecil dan tipis. Sehingga masyarakat harus betul-betul memperhatikan jarak tanam
supaya tanaman tembakau tersebut terhindar dari penyakit cendawan, dan tidak menyebabkan
tanaman tumbuh kurus dan tidak produktif karena penerimaan sinar matahari pada setiap tanaman
kurang baik.
Penanaman yang dilakukan untuk tumbuhan tersebut sebaiknya berada pada tempat yang
sudah di basahi dan baiknya di tanam pada pagi hari atau sore hari supaya tanaman tersebut tidak
langsung terkena terik matahari. Dan sesudah penanaman tersebut dilakukan maka satu- tiga
minggu sudah mulai bisa dilihat mana yang tidak tumbuh dan bisa di ganti lagi dengan tanaman
yang baru tetapi harus seumuran dengan tanaman yang sudah duluan di tanam supaya lebih
mudah untuk memperhatikan perkembangan tanamana tersebut.
Karena harga pupuk pun pada saat itu masih mahal maka masyarakat hanya
memberikan pupuk kandang dan ada pun pupuk yang di beri yaitu pupuk NPK 151515(PAC)
sebagai pupuk tambahan. Dengan pupuk seadanya maka tanaman tersebut tidak memuaskan.
Untuk proses pengairan diberikan 7 hari setelah penanaman dengan 1-2 lt air/tanaman,
kemudian umur 7-25 hari setelah tanam dengan 3-4 lt/tanaman dan waktu penyiraman di
lakukan 3-5 hari sekali, umur 25-30 hari setelah tanam 4 lt/tanaman dengan waktu
penyiraman satu minggu sekali . Pada umur 45 hari setelah tanam pertumbuhan sangat cepat
dan kebutuhan air juga sangat meningkat sehingga waktu penyiraman di lakukan 3-5 hari
sekali dengan air 5 lt/tanaman. Pada umur 65 hari setelah tanam penyiraman dihentikan,
kecuali bila cuaca sangat kering. Pemetikan daun tembakau yang baik adalah jika daun-
daunnya telah cukup umur dan telah berwarna hijau kekuning-kuningan.Untuk golongan
tembakau cerutu maka pemungutan daun yang baik pada tingkat tepat masak/hampir masak
hal tersebut di tandai dengan warna keabu-abuan. Sedangkan untuk golongan sigaret pada
tingkat kemasakan tepat masak/masak sekali, apabila pasar menginginkan krosok yang halus
maka pemetikan dilakukan tepat masak. Sedangkan bila menginginkan krosok yang kasar
pemetikan diperpanjang 5-10 hari dari tingkat kemasakan tepat masak. Daun dipetik mulai
dari daun terbawah ke atas. Waktu yang baik untuk pemetikan adalah pada sore/pagi hari.
Pemetikan dapat dilakukan berselang 3-5 hari, dengan jumlah daun satu kali petik antara 2-4
helai tiap tanaman. Untuk setiap tanaman dapat dilakukan pemetikan sebanyak lima kali.
Tembakau yang di tanam oleh masyarakat tersebut sesudah di panen dan dilanjutkan proses
pengirisan yang di lakukan juga sekitar satu bulan sekalian di jemur untuk dapat di jual ke
pasar. Namun tanaman tembakau tidak bertahan lama karena tanaman tembakau tersebut
terserang penyakit yang membuat tanaman terus menjadi rusak dan tidak bisa menghasilkan
untuk memenuhi kehidupan masyarakat Desa Lau Kapur. Maka dari itu masyarakat tidak
mau mempertahankan tanaman tersebut karena terus terkena penyakit makanya masyarakat
juga ingin beralih juga dari tanaman yang tidak bisa menghasilkan bagi kehidupan mereka ke
depannya.

2.2.3. Pertanian Cengkeh


Cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian yang tinggi nilai ekonominya,
karena cengkeh pada mulanya hanya di pergunakan untuk obat-obatan. Namun dalam
perkembangannya manfaat cengkeh menjadi lebih luas dan kebanyakan yang di pergunakan
adalah bunganya. Baik sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan
dalam pembuatan minyak atsiri. Pada tahun 1920 di Indonesia cengkeh semakin berkembang
menjadi bahan baku untuk pembuatan rokok kretek sehingga 1930 pemakaian cengkeh
sebagai bahan baku rokok kretek terbesar di dunia. Tanaman cengkeh yang tumbuh optimal
pada 300 - 600 dpal dengan suhu 22°-30°C, curah hujan 1500-4500 mm/tahun. Tanah
gembur dengan dalam solum minimum 2 m, tidak berpadas dengan pH optimal 5,5 - 6,5.
Tanah jenis latosol, andosol dan podsolik merah baik untuk dijadikan perkebunan cengkeh.
Untuk menanam Cengkeh maka masyarakat harus membuat bedengan untuk naungan dengan
lebar 1- 1,2 m dan panjang sesuai kebutuhan dengan arah membujur ke utara selatan. Kanan
kiri bedengan dibuat parit sedalam 20 cm dan lebar 50 cm. Diatas bedengan dibuat naungan
setinggi 1,8 m dibagian timur dan 1,2 m dibagian selatan. Benih di tanam dalam polybag
ukuran 15 cm x 20 cm, tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1 dan berikan per
20 25 kg pupuk kandang yang telah jadi dan diperam selama ± 2 minggu. Dan sebelum bibit
ditanam siram tanah dengan 5 ml/lt air atau 0,5 tutup per liter air. Kemudian susun polybag
pada persemaian yang telah disiapkan.
Penyiraman dilakukan dua kali dalam sehari. Penyiangan dilakukan 2-3 kali dalam
sebulan disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Intensitas naungan perlahan-lahan
dikurangi secara bertahap hingga tinggal 40% saat bibit dipindahkan ke lapang. Pupuk yang
di gunakan oleh masyarakat pada waktu itu adalah NPK 151515 dilakukan dengan dosis 10
gr untuk satu pohon per tahun nya dan kadang tidak di beri pupuk karena susah dan mahalnya
harga pupuk pada masa itu. Terkadang masyarakat hanya menaburkan kandang saja sebagai
pupuk tambahan.
Cara penanaman yang di lakukan oleh masyarakat tersebut adalah dengan
mencangkul tanah yang telah diberi air dengan ukuran lubang tanam 75 x 75 x 75 cm.
Lakukan penanaman pada awal musim hujan. Berikanlah pupuk kandang 25 - 50 kg campur
hingga rata dengan pupuk yang telah di sediakan. Masukkan bibit dan gumpalan tanahnya
kedalam lubang hingga batas leher akar. Beri peneduh buatan setingggi 30 cm dengan
intensitas 50%. Karena keterbatasan pupuk maka masyarakat hanya sekali saja memberi
pupuk pada tanaman tersebut.
Cengkeh juga sering mengalami serangan hama dan penyakit sehingga bisa
menurunkan produktivitas bagi masyarakat desa. Namun masyarakat hanya bisa membasmi
dengan cara tradisional saja karena pada saat itu belum ada alat penyemprot untuk membasmi
itu dan masyarakat hanya bisa mengikuti cara yang di lakukan oleh nenek moyang yang
dulunya sudah menanam terlebih dahulu. Ada pun jenis hama dan penyakit yang sering
mengganggu pertumbuhan tanaman cengkeh tersebut adalah: Cengkeh dapat mulai dipanen
mulai umur tanaman 4,5 - 6,5 tahun, untuk memperoleh mutu yang baik bunga cengkih
dipetik saat matang petik, yaitu saat kepala bunga kelihatan sudah penuh tetapi belum
membuka. Matang petik setiap tanaman umumnya tidak serentak dan pemetikan dapat
diulangi setiap 10-14 hari selama 3 - 4 bulan. Bunga cengkeh dipetik per tandan tepat diatas
buku daun terakhir. Bunga yang telah dipetik lalu dimasukkan ke dalam keranjang/karung
kecil dan di keringkan untuk dapat di jual. Ketika harga cengkeh yang semakin menurun
maka masyarakat juga menebangi pohon cengkeh tersebut karena masyarakat desa Lau
Kapur juga tidak ingin mempertahankan kehidupan mereka yang begitu saja dengan
kekurangan. Maka dari itu mereka mencari tanaman yang bisa membawa kehidupan mereka
yang lebih baik, masyarakat juga tidak mau mempertahankan kehidupan mereka yang serba
kekurangan itu namun mereka harus mencari bagaimana cara supaya kehidupan mereka juga
berkembang.
2.3. Perkembangan dan pengaruh Pertanian Jagung bagi masyarakat di Desa Lau
Kapur
Pertanian padi, tembakau dan cengkeh yang ada di Desa Lau Kapur tidak banyak
membawa pengaruh terhadap perekonomian masyarakat karena waktu panen yang sangat
lama dan membutuhkan proses yang lama juga untuk menghasilkan uang untuk membeli
kebutuhan hidup mereka sehari-hari dan untuk masa depan anak-anak mereka sulit juga untuk
dipertahankan jika tetap mempertahankan tanamana itu saja. Namun tanaman cengkeh dan
tembakau tersebut tidak bertahan lama karena sangat minimnya teknologi untuk mendukung
sarana dan prasarana dalam memperoleh hasil maupun dalam pemasarannya. Dan pada saat
itu juga masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehingga mereka
pun berusaha untuk mencari tanaman yang cocok untuk di tanam didaerah tersebut yang bisa
membawa kebutuhan hidup mereka.
Pada tahun 1974, Ngurupi Ginting selaku kepala desa di Desa Lau Kapur membawa
bibit jagung dari kecamatan. Masyarakat pada awalnya tidak yakin bahwa bibit jagung yang
di bawa Ngurupi itu cocok untuk di tanam di daerah tersebut, oleh sebab itu kepala desa
bersama perangkat desa memberi penyuluhan kepada masyarakat bahwa tanaman jagung
tersebut bagus untuk di tanam di daerah tersebut karena sudah banyak terbukti dan di tanam
di daerah kecamatan. Maka dengan penyuluhan tersebut akhirnya masyarakat juga ikut
menanam tanaman tersebut dengan modal yang sangat minim maka masyarakat pun hanya
menanam sebagian saja untuk membuktikan apa yang sudah di bilang oleh kepala desa
tersebut. Setelah tanaman Jagung itu dibawa oleh kepala desa tersebut dan sudah
mendengarkan penyuluhan tentang budi daya tanam tersebut maka masyarakat juga ingin
memperluas lahan mereka untuk menanam tanaman tersebut.
Bibit yang di tawarkan oleh kepala desa tersebut adalah bibit jagung lokal dan proses
penanamannya pun tidak sulit. Tahun 1974 masyarakat juga terbatas untuk memakai pupuk
karena pada saat itu pupuk masih mahal dan sulit juga untuk ditemukan. Ada pun pupuk yang
di gunakan pada saat itu seperti Urea, Tsp, dan untuk membasmi hama pada tanaman tersebut
hanya menggunakan baterai senter dan minyak lampu yang di semprotkan ke tanaman
tersebut. Dan masyarakat juga pada saat itu menggunakan sistem tenaga aron yang berarti
masyarakat desa yang berinisiatif membentuk kelompok kerja yang melaksanakan tugasnya
secara bergotong- royong tanpa mengharapkan imbalan pada tiap-tiap pekerjaan yang mereka
laksanakan di ladang masing-masing pada setiap anggota yang ada di dalam kelompok
tersebut. Karena pekerjaan tersebut akan bergantian pada ladang anggota masing-masing.
Sehingga masyarakat juga ingin mencoba untuk menanam tanaman tersebut. Karena cara
kerja untuk menanam jagung tersebut pun sangat mudah makanya masyarakat berlomba-
lomba untuk menanam tanaman tersebut walaupun tempatnya belum seluas yang sekarang.
Pertanian baru yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lau Kapur sejak tahun1974 ini
membawa pengaruh terhadap masyarakat desa ini. Banyak sekali perubahan yang terlihat sampai
pada tahun 2004. Selama tiga puluh tahun menggeluti pertanian jagung masyarakat mulai
berkembang dan tidak subsistensial lagi. Pertanian jagung yang dimulai sejak tahun 1974
mendapat tempat nomor satu pada masyarakat desa ini. Petani jagung membuat tanaman jagung
ini sebagai tanaman untuk menafkahi keluarga para petani. Seperti yang sudah dijelaskan di bab
yang sebelumnya bahwa pertanian jagung ini berkembang sangat cepat dan mendapat perhatian
dari masyarakat Desa Lau Kapur dan menjadikan tanaman jagung menjadi tanaman pokok.
Semakin tahun semakin banyak yang memperluas lahan untuk menanam tanaman jagung. Ini
diakibatkan kecocokan tanaman jagung untuk tumbuh di daerah ini dan harga jagung yang
melonjak saat itu. Dari hasil pertanian jagung ini, sangat banyak perubahan yang terlihat di Desa
Lau Kapur dan merupakan pengaruh dari pertanian jagung ini. Pertanian jagung di Desa Lau
Kapur mempunyai pengaruh yang sangat banyak bagi aspek kehidupan masyarakat, diantaranya
yakni, terutama aspek pendapatan (ekonomi), Kesahatan, dan Pendidikan. Inilah yang menjadi
sebuah fenomena bagaimana diversivikasi konsep peralihan pertanian dari yang sebelumnya
adalah pertanaian padi, tembakau, dan cengkeh, kemudian beralih ke pertanian jagung yang dapat
membuat pengaruh yang signifikan bagi kelangsungan hidup masyarakat Lau Kapur.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan pertanian Jagung sangat membawa dampak besar terhadap kehidupan
masyarakat, namun setelah dibukanya lahan pertanian di desa Lau Kapur pada tahun 1974
maka jumlah penduduk yang tinggal di daerah tersebut juga bertambah banyak. Dan banyak
orang yang berdatangan ke desa tersebut untuk pekerja. Pertanian yang semakin berkembang
di desa ini juga membawa pengaruh besar bagi perekonomian masyarakat, karena dalam
pertanian jagung juga mereka tidak terlalu repot untuk mengurus tanaman tersebut karena
proses budi daya tanam jagung tersebut sangat mudah dan dapat menghasilkan uang dua kali
dalam satu tahun. Namun dengan peningkatan pertanian jagung ini masyarakat beranggapan
bahwa bisa mengubah perekonomian mereka baik dari segi modal, pembibitan, panen dan
bisa mendatangkan pekerja dari luar untuk membantu mereka untuk melakukan pekerjaan
tersebut.
Awalnya petani di Kecamatan Tiga Binanga adalah petani cengkeh, padi, tembakau,
kacang tanah, dan pisang hanya tanaman tambahan, tetapi pertanian ini dianggap tidak
banyak mengembangkan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah
masuknya bibit Jagung ke Desa Lau Kapur maka lambat laun penghasilan dari pertanian
Jagung meningkat. Peningkatan pendapatan akhirnya berpengaruh pada kehidupan
masyarakat Desa Lau Kapur.
Banyak pengaruh yang terjadi setelah perkembangan pertanian jagung di Desa Lau
Kapur tersebut diantaranya adalah meningkatnya bidang pendidikan, kesehatan dan semakin
berkembangnya desa tersebut. Karena adanya jalan yang sudah memadai dan transportasi
juga maka untuk mengakses jalan untuk keluar dari Desa tersebut lebih mudah, hasil panen
masyarakat juga lebih mudah lagi untuk menjualnya.
DAFTAR PUSTAKA

AAK :Teknik Bercocok Tanam Jagung. Penerbit Kanisius. 1993

Agus Ruhnayat : Memproduktifkan Cengkih Tanaman Tua Dan Tanaman Terlantar :


penerbit PT Penebar Swadaya, 2002.

Agus Setyono, Suparyono : Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi, Jakarta: Penebar


Swadaya, 1997.

Cahyono ,Bambang : Tembakau Budi Daya Dan Analisis Usaha Tani: penerbit Kansius,
1998.

Rukmana,Rahman, : Usaha Tani Jagung, Yogyakarta:Kanisius, 1994.

Scott, James, C : Moral Ekonomi Petani, Jakarta: LP3ES,1981.

Tambun. P : Adat Istiadat Karo,Jakarta: Balai Pustaka, 1952.

Tarigan,Sarjani : Dinamika Orang Karo: Budaya dan Modernisasi, Medan: Babki, 2008.

Anda mungkin juga menyukai