Anda di halaman 1dari 2

Sejarah Perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-

1830)

Sejak awal abad ke-18 Belanda memperluas daerah kekuasaannya dan berhasil menguasai sebagian besar
wilayah Mataram pada tahun 1812. Pengaruh Belanda mulai menyebar di kalangan istana dan mengancam
kehidupan agama Islam. Sebagai salah seorang pemimpin negara dan pemuka agama, Pangeran Diponegoro
tergerak untuk melakukan perlawanan.

a. Sebab-sebab umum
1) Rakyat menderita akibat pemerasan Belanda dengan menarik pajak.
2) Kaum bangsawan merasa dikurangi haknya, misalnya, tidak boleh menyewakan tanahnya.
3) Adanya campur tangan Belanda di istana, misalnya dalam pengangkatan sultan, mengubah tata cara istana,
sajian sirih dihapus, dan orang Belanda duduk sejajar dengan sultan.

b. Sebab-sebab khusus
Pembuatan jalan melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro tanpa seizin di Tegalrejo dianggap merupakan
penghinaan sehingga Pangeran Diponegoro mengangkat senjata pada tanggal 20 Juli 1825.

Pembantu-pembantu Pangeran Diponegoro adalah Kiai Mojo, Sentot Ali Basa Prawirodirjo, dan Pangeran
Mangkubumi. Pusat pergerakan ialah di Selarong. Sistem yang dipergunakannya adalah perang gerilya dan
perang sabil. Pangeran Diponegoro juga dianggap penyelamat negara dan seorang pemimpin yang besar
sehingga mendapat julukan "Sultan Abdul Hamid Erucokro Amirulmukmin Syayidin Panotogomo Kalifatulah
Tanah Jawa".

Karena kuatnya perlawanan Pangeran Diponegoro belanda sampai membuat sayembara untuk
menangkapnya. Apabila ada yang berhasil menyerahkan Pangeran Diponegoro akan mendapat uang 20.000
ringgit. Namun, tidak ada yang bersedia.

Akhirnya Belanda berhasil menangkap Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830 dan dibawa ke
Batavia dengan kapal "Pollaz", terus diasingkan ke Manado. Pada tahun 1834 dipindahkan ke Makassar dan
akhirnya wafat pada tanggal 8 Januari 1855.

Anda mungkin juga menyukai