Anda di halaman 1dari 248

ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO KLINIS DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA RUMAH


SAKIT DI KOTA MAKASSAR

Analysis of Clinical Risk Management Implementation and Its Influencing


Factors in Hospitals in Makassar

HALAMAN JUDUL
MARSELLA WAHYUNI OLII

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO KLINIS DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA RUMAH
SAKIT DI KOTA MAKASSAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

MARSELLA WAHYUNI OLII

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Marsella Wahyuni Olii

Nomor mahasiswa : P1806214014

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, 26 Februari 2018

Yang menyatakan,

Marsella Wahyuni Olii

iv
PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan

judul Analisis Implementasi Manajemen Risiko Klinis dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi pada Rumah Sakit di Kota Makassar dapat penulis

selesaikan.

Terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada

Dr.Fridawaty Rivai, SKM.,MARS. selaku pembimbing I dan Prof. Sukri

Palutturi, KM., M.Kes., M.Sc.PH, Ph.D selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi sehingga penulisan

tesis ini dapat selesai.

Dalam proses penyusunan hingga terwujudnya tesis ini, tidak terlepas

dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan

ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor Universitas

Hasanuddin Makassar.

2. Prof. Dr. drg. A. Dzulkifli Abdullah, M.Kes. selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

3. Dr. Ridwan Mochtar Thaha. M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

v
4. Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS., Dr. dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc dan

Ansariadi, SKM, M.Sc.PH, Ph.D, selaku dewan penguji atas bimbingan,

saran dan masukannya.

5. Seluruh dosen dan pegawai di lingkungan kampus Pascasarjana

Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin yang telah

banyak memberikan pengetahuan, informasi, dan bantuan selama

penulis mengikuti pendidikan.

6. Rumah sakit tempat penulis melakukan penelitian:

a. Direktur dan Ketua Sub Komite Manajemen Risiko RSUP Wahidin

Sudirohusodo

b. Direktur dan Ketua Komite Mutu RSUD Labuang Baji

c. Direktur dan Ketua Komite Mutu RSUD Sayang Rakyat

d. Direktur dan Ketua Sub Komite Manajemen Risiko RSK Dr.Tadjuddin

Chalid Makasar

e. Direktur dan Ketua Komite Mutu RSKIAD Pertiwi

f. Direktur dan Ketua Departemen Mutu RS Awal Bros

g. Direktur dan Ketua Komite Mutu RS Stella Maris

h. Direktur dan Sekretaris Komite Mutu RS UNHAS

i. Direktur dan Ketua Komite Mutu RS Pelamonia

7. Pimpinan dan seluruh staf RS Dr. Tadjuddin Chalid Makassar, tempat

Penulis bekerja, yang telah memberi dukungan dari awal hingga akhir

penyusunan tesis ini.

vi
8. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Magister Administrasi Rumah

Sakit Angkatan XV (MARS XV) yang telah memberikan dukungan selama

pendidikan dan penyusunan tesis ini.

Tesis ini Penulis persembahkan kepada Almarhum Ayah tercinta

(Djamali Olii), Mama tersayang (Djuriah Kaimuddin), Saudara-saudaraku

(Rima Frisandy Olii, Audia Triani Olii, Fatria Mayasari Olii, Winnie Asriaty

Olii), dan terkhusus untuk Suamiku tercinta (Muhammad Rum Setiawan).

Terima kasih untuk semua cinta, doa, semangat dan dukungan yang

diberikan sejak awal penulis kuliah hingga penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mohon saran dan kritik untuk

perbaikan dimasa yang akan datang.

Makassar, 26 Februari 2018

Penulis

Marsella Wahyuni Olii

vii
viii
ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………...... i


LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS…………………………………………. iv
PRAKATA……………………………………………………………………... v
ABSTRAK……………………………………………………………………... viii
ABSTRACT.............................................................................................. ix
DAFTAR ISI............................................................................................. x
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Kajian Masalah..................................................................... 10
C. Rumusan Masalah............................................................... 19
D. Tujuan Penelitian.................................................................. 19
E. Manfaat Penelitian................................................................ 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori dan Konsep
1. Definisi Manajemen Riisiko Klinis.................................. 22
2. Proses Manajemen Risiko Klinis................................... 23
3. Implementasi Manajemen Risiko Klinis......................... 27
4. Elemen dan Faktor yang Mempengaruhi Manajemen
Risiko Klinis.................................................................... 28
B. Tinjauan Hasil Penelitian...................................................... 31
C. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
1. Kerangka Teori .…………..……………….…………....... 35

x
2. Kerangka Konsep ……………………………………....... 37
D. Definisi Operasional............................................................. 38
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ....………………………………………....... 52
B. Pengelolaan Peran Peneliti ………………………….………. 53
C. Waktu dan Lokasi Penelitian …………………......….……… 53
D. Populasi, Sampel dan Informan …………………..……….… 54
E. Unit Analisis dan Sumber Data ……………………..……..… 55
F. Teknik Pengumpulan Data …………….……………..…….… 56
G. Teknik Analisis Data ……………………………….………….. 57
H. Bahan dan Cara Kerja ....…………………..…….…………... 58
I. Pengujian Validitas .....………………………………………... 62
J. Tahapan Penelitian .………………………...…………………. 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum................................................................. 68
B. Hasil Penelitian..................................................................... 73
C. Pembahasan ....................................................................... 116
D. Implikasi Manajerial………………………………………….... 140
E. Keterbatasan Penelitian………………………………………. 142
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………….. 143
B. Saran……………………………………………………………. 144
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 146

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Definisi Operasional .............................................................. 38


Tabel 2 Partisipasi responden berdasarkan jenis rumah sakit............ 73
Tabel 3 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit WS................................................................................. 74
Tabel 4 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit LB.................................................................................. 75
Tabel 5 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit SR................................................................................. 76
Tabel 6 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit TC.................................................................................. 77
Tabel 7 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit AB.................................................................................. 79
Tabel 8 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit UH................................................................................. 80
Tabel 9 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit PL.................................................................................. 81
Tabel 10 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit SM................................................................................. 82
Tabel 11 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit PW................................................................................. 83
Tabel 12 Rekapitulasi Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis
pada Rumah Sakit Responden Berdasarkan Nilai Indeks
Penilaian.................................................................................. 85
Tabel 13 Persentase Jumlah Rumah Sakit Responden
BerdasarkanTingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis... 87

xii
Tabel 14 Perbandingan Rata-rata Nilai Indeks Pada Rumah Sakit
dengan Tingkat Implementasi MRK Tinggi dan Rendah......... 89
Tabel 15 Nilai Indeks MRK pada Rumah Sakit dengan Tingkat
Implementasi Tinggi................................................................ 91
Tabel 16 Nilai Indeks MRK pada Rumah Sakit dengan Tingkat
Implementasi Rendah............................................................. 92
Tabel 17 Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Jenis Rumah Sakit... 94
Tabel 18 Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Kelas Rumah Sakit.. 94
Tabel 19 Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Status Kepemilikan
RS............................................................................................ 95
Tabel 20 Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Status Akreditasi
Rumah Sakit............................................................................ 95

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kajian Masalah Penelitian................................................ 17


Gambar 2 Model Sistem Manajemen Risiko Klinis............................ 30
Gambar 3 Kerangka Teori................................................................. 35
Gambar 4 Kerangka Konsep............................................................. 37
Gambar 5 Indeks Manajemen Risiko Klinis....................................... 59
Gambar 6 Content analysis pertanyaan 1......................................... 98
Gambar 7 Content analysis pertanyaan 2......................................... 101
Gambar 8 Content analysis pertanyaan 3......................................... 103
Gambar 9 Content analysis pertanyaan 4......................................... 105
Gambar 10 Content analysis pertanyaan 5......................................... 107
Gambar 11 Content analysis pertanyaan 6......................................... 108
Gambar 12 Content analysis pertanyaan 7......................................... 110
Gambar 13 Content analysis pertanyaan 8......................................... 112
Gambar 14 Content analysis pertanyaan 9......................................... 113
Gambar 15 Content analysis pertanyaan 10....................................... 115
Gambar 16 Content analysis pertanyaan 11....................................... 116

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian 150


Lampiran 2 Panduan Wawancara 164
Lampiran 3 Rekapitulasi Kuesioner 167
Lampiran 4 Matriks Hasil Wawancara 197
Lampiran 5 Permohonan Ijin Penelitian 214
Lampiran 6 Rekomendasi Persetujuan Etik 215
Lampiran 7 Persetujuan Ijin Penelitian 216
Lampiran 8 Surat Keterangan Selesai Penelitan 223
Lampiran 9 Biodata Peneliti 230
Lampiran 10 Dokumentasi 231

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

“Pengobatan dapat lebih buruk daripada penyakit itu sendiri”

merupakan istilah yang menggambarkan bahwa keamanan dan keselamatan

pasien masih menjadi hal yang rawan dalam proses perawatan (Vincent,

2011). Keamanan dan keselamatan pasien masih menjadi fokus perhatian

utama dalam pelayanan kesehatan karena risiko yang terkait dengan

pemberian pelayanan tersebut tidak akan dapat dihilangkan secara total

(Briner et al., 2010). Layanan kesehatan yang tidak aman dan memiliki

potensi risiko yang mengancam nyawa menjadi penyebab utama kematian

dan peningkatan angka mortalitas pada pasien yang dirawat di rumah sakit di

berbagai Negara. Kejadian yang tidak diinginkan atau insiden yang terjadi di

rumah sakit telah dianggap sebagai masalah yang sangat serius diberbagai

belahan dunia, setiap tahunnya jumlah pasien yang meninggal dunia akibat

masalah ini melebihi jumlah pasien yang meninggal akibat kanker payudara

ataupun AIDS. (Adibi et al., 2012).

Masih tingginya prevalensi risiko pada pelayanan kesehatan seperti

KTD (Kejadian Tidak Diinginkan), KNC (Kejadian Nyaris Cedera), dan insiden

klinis lainnya menjadi perhatian besar pada organisasi penyedia layanan

kesehatan (Farokhzadian et al., 2015; Adibi et al., 2012). Beberapa penelitian

1
mengungkapkan bahwa sekitar 2.9%-16.6% pasien mengalami kejadian yang

tidak diinginkan dan 5%-13% diantaranya berakibat pada kematian, dimana

50% dari kejadian ini sebenarnya dapat dicegah (Adibi et al., 2012). Selain

dampak yang ditimbulkan kepada pasien, masalah ini juga memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap faktor sosioekonomi (Farokhzadian et al., 2015).

Codman membuat kategori tentang faktor-faktor yang membuat kegagalan

dalam pengobatan pasien:

a. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan

keterampilan tenaga medis

b. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya ketelitian dalam

pertimbangan untuk tindakan operasi

c. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya perawatan dan

kepedulian

d. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya peralatan

e. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya kemampuan

mendiagnosa

f. Kondisi penyakit pasien yang sulit disembuhkan

g. Penolakan pasien terhadap pengobatan

h. Kejadian insiden atau komplikasi yang tidak dapat dikontrol (Vincent,

2011)

Manajemen terhadap kejadian yang tidak diharapkan menjadi fokus

perhatian penting setiap hari bagi organisasi dengan risiko tinggi seperti

2
rumah sakit. Dunia kedokteran moderen telah berkembang menjadi bentuk

yang kompleks pada proses perawatan dan pelayanannya. Hal ini

menyebabkan peningkatan peluang untuk perbaikan pelayanan namun dilain

pihak juga meningkatkan risiko terjadinya kejadian yang tidak diinginkan yang

dapat membahayakan pasien. Perubahan demografi pasien juga

memberikan tantangan dalam praktek kedokteran (Briner et al., 2010;

Farokhzadian et al., 2015). Oleh karena lingkungan rumah sakit serta

kegiatan-kegiatan yang dilakukan didalamnya memiliki banyak risiko, maka

program identifikasi risiko menjadi sangat penting untuk efisiensi dan

efektifitas pelayanan (Zaboli et al., 2011). Organisasi penyedia layanan

kesehatan bertanggungjawab untuk menyediakan layanan yang berkualitas

kepada pasien dan sekaligus bertanggungawab untuk menyediakan

lingkungan yang aman bagi pasien dan pegawai.

Dalam sistem layanan kesehatan, khususnya rumah sakit,

permasalahan yang disebabkan oleh kelalaian dan kinerja pegawai yang

buruk selalu menjadi momok yang menjerat pihak manajemen.

Permasalahan yang sering muncul antara lain kesalahan perawatan,

kesalahan diagnosis, salah amputasi, cedera saraf pada bayi saat persalinan,

kematian ibu karena kesalahan penanganan, kesalahan penggunaan alat,

kesalahan daerah operasi, meninggalkan sponge pada daerah operasi dan

infeksi nosokomial (Zaboli et al., 2011). Dan untuk organisasi penyedia

layanan kesehatan yang kompleks seperti rumah sakit, tantangan terhadap

3
keselamatan pasien tersebut lebih sering disebabkan oleh faktor

organisasional dibandingkan faktor klinis. Oleh karena itu untuk mengatasi

tantangan ini maka perlu penerapan dan pengembangan Manajemen Risiko

Klinis yang sistematis (Briner et al., 2013; Adibi et al., 2012).

The Institute of Medicine (IOM) dalam laporannya mengindikasikan

bahwa sebagian besar risiko klinis bersumber dari permasalahan dan

insufisiensi pada sistem pelayanan kesehatan (Adibi et al., 2012). Dan

meskipun WHO telah menekankan Implementasi Manajemen Risiko Klinis,

namun masih banyak indikator yang menunjukkan bahwa pelayanan

kesehatan masih belum aman seperti yang diharapkan dan bahwa hak-hak

pasien masih belum sepenuhnya dipenuhi. Penelitian menunjukkan bahwa

sekitar 4%-17% pasien masih menderita akibat bahaya Risiko klinis yang

terjadi, seperti kecacatan, kesakitan, memanjangnya waktu rawat inap

bahkan kematian (Farokhzadian et al., 2015). Risiko klinis menyebabkan

masalah yang sangat serius dalam pelayanan kesehatan, dan angka

kematian akibat Risiko klinis ini melebihi angka kematian akibat AIDS atau

kanker payudara setiap tahunnya (Adibi et al., 2012). Selain masalah yang

langsung ditimbulkan terhadap pasien, Risiko klinis juga menyebabkan beban

finansial yang sangat signifikan terhadap sistem pelayanan kesehatan

(Farokhzadian et al., 2015).

Laporan WHO yang dirilis pada Bulan Juni 2014 mengungkap 10 fakta

tentang keselamatan pasien, yaitu:

4
1. Keselamatan pasien menjadi isu kesehatan global yang serius. Sejak

diluncurkannya Program Keselamatan pasien oleh WHO pada Tahun

2004, saat ini sekitar 140 negara sedang berjuang menghadapi

tantangan pelayanan yang tidak aman.

2. Satu dari 10 pasien mengalami kecelakaan/kejadian yang tidak

diinginkan selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Hal ini

khususnya terjadi di negara-negara berkembang. Masalah yang muncul

diakibatkan oleh beragam kesalahan atau kejadian yang tidak diinginkan.

3. Infeksi nosokomial rata-rata terjadi pada 14 pasien dari setiap 100 pasien

yang masuk rumah sakit. Ratusan juta pasien tertular infeksi nosokomial

setiap tahunnya diseluruh dunia, padahal dengan tindakan pencegahan

yang sederhana dan murah seperti mencuci tangan dengan benar dapat

mengurangi angka infeksi nosokomial lebih dari 50%.

4. Banyak masyarakat yang masih mendapatkan kesulitan untuk

memperoleh layanan alat kesehatan yang memadai. Lebih separuh dari

negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah tidak memiliki

kebijakan nasional terkait teknologi kesehatan yang mampu menjamin

efektifitas penggunaan sumber daya yang dimiliki, yang meliputi

perencanaan yang baik, penilaian menyeluruh, akuisisi dan manajemen

peralatan medis.

5. Terjadi penurunan insiden injeksi yang tidak aman dari tahun 2000

hingga tahun 2010 sebesar 88%.

5
6. Pembedahan yang aman memerlukan pendekatan kerjasama tim yang

baik. Diperkirakan sebanyak 234 juta operasi dilakukan setiap tahunnya

di seluruh dunia. Tindakan operasi berkaitan erat dengan Risiko

terjadinya komplikasi. Kesalahan operasi dapat menyebabkan beban

penyakit yang sangat signifikan, meskipun dikatakan bahwa 50%

komplikasi yang berkaitan dengan tindakan operasi tersebut dapat

dihindari.

7. Sekitar 20%-40% pembiayaan kesehatan menjadi terbuang sia-sia

karena rendahnya kualitas layanan. Penelitian menunjukkan bahwa

penambahan waktu perawatan, biaya litigasi, infeksi nosokomial,

kecacatan, hilangnya produktifitas, dan biaya medis lainnya

menghabiskan dana sebesar USD 18 Milyar setiap tahunnya di beberapa

negara. Oleh karena itu maka peningkatan keselamatan pasien juga

akan sangat menguntungkan dari segi ekonomi.

8. Rendahnya sistem pencatatan/perekaman keselamatan pelayanan

kesehatan. Industri-industri lain dengan Risiko yang lebih tinggi, seperti

industri penerbangan dan nuklir, memiliki sistem perekaman keselamatan

yang lebih baik dibandingkan dengan industri layanan kesehatan.

Sebagai perbandingannya, di dalam penerbangan peluang terjadinya

kecelakaan pada seorang penumpang adalah 1 berbanding 1.000.000,

sedangkan pada pelayanan kesehatan peluang terjadinya

6
kecelakaan/kejadian yang tidak diinginkan dari seorang pasien adalah 1

berbanding 300.

9. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan masyarakat merupakan

faktor kunci. Pengalaman dan perspektif masyarakat merupakan sumber

yang berharga untuk mengidentifikasi kebutuhan, mengukur kemajuan

serta mengevaluasi outcome yang ada.

10. Kemitraan rumah sakit memainkan peranan yang penting. Kemitraan

antara rumah sakit dalam peningkatan keselamatan dan kualitas

pelayanan kepada pasien telah dilaksanakan selama beberapa dekade

dalam hal kerjasama teknis antara tenaga kesehatan (WHO, 2014)

Manajemen risiko memainkan peran yang sangat penting dalam

mencegah dan menangani kesalahan medis, karena dapat dilakukan

identifikasi dan pencegahan terhadap potensi risiko. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa menciptakan pemahaman yang luas dan mendalam

tentang manajemen kesalahan medis dapat meningkatkan pelayanan kepada

pasien yang berhubungan dengan pelaporan insiden (Zaboli et al., 2011).

Penerapan manajemen risiko telah terbukti mampu menurunkan angka

kesalahan pada unit gawat darurat (Zimmer et al., 2010). Pendekatan yang

berdasar pada manajemen risiko prospektif dapat secara efektif

meningkatkan keselamatan di rumah sakit (Pretagostini et al., 2010). Neale

Graham dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 20% insiden terjadi di

dalam kamar operasi dan bahwa penerapan manajemen risiko dapat

7
mengurangi angka kejadian tersebut. Demikian juga dengan Handel yang

menyatakan bahwa penerapan program manajemen risiko dapat secara

efektif mengurangi angka kesalahan medis (Zaboli et al., 2011). Penelitian

yang dilakukan di Kementerian Kesehatan Pendidikan Kedokteran Iran

mengungkapkan bahwa clinical governance merupakan suatu kerangka kerja

untuk mencapai pelayanan klinis yang prima (Dehnavieh et al., 2013),

dimana Manajemen Risiko Klinis merupakan komponen yang penting dalam

clinical governance tersebut (Webb et al., 2010), oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa Manajemen Risiko Klinis memainkan peran yang penting

untuk mencapai pelayanan klinis yang prima.

Setelah melakukan penelitian terhadap human errors dan sistem

manajemen risiko klinis pada institusi kesehatan di Italia, Verbano dan Turra

menyimpulkan bahwa perhatian terhadap risiko dan manajemennya berbeda

di setiap rumah sakit yang berkaitan dengan perbedaan budaya pada setiap

orang, dan bahwa budaya risiko harus ditegakkan melalui program pelatihan

manajemen risiko, penerapan manajemen risiko klinis dan investigasi

kebijakan, serta penekanan pada tata kelola klinis di rumah sakit (Verbano

and Turra, 2010). Sementara Alan wolfe et al dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa setelah diterapkannya manajemen risiko di unit gawat

darurat terjadi penurunan angka kecelakaan/kesalahan medis dari 3,24%

menjadi 0,48% (Zaboli et al., 2011).

8
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa salah satu elemen dasar

dalam keselamatan pasien adalah penerapan program manajemen risiko.

Penilaian terhadap manajemen risiko di rumah sakit adalah infrastruktur dari

suatu perencanaan penerapan manajemen krisis yang merupakan salah satu

isu mendasar di dunia kedokteran (Zaboli et al., 2011). Hasil penelitian Zaboli

et al di rumah sakit di Kota Tehran pada Tahun 2011 menunjukkan minimnya

kebijakan dan prosedur terkait manajemen risiko di bangsal.

Penting bagi rumah sakit untuk menilai status kemapanan

implementasi manajemen risiko yang mereka miliki sebagai dasar dan

penunjuk arah dalam pengembangan program manajemen risiko klinis.

Dalam penelitian yang terkait dengan Manajemen Risiko Klinis di beberapa

negara, telah berhasil diidentifikasi hambatan-hambatan dalam

penerapannya, antara lain beban kerja yang tinggi, kurangnya sumber daya

keuangan dan fisik, budaya organisasi, program pelatihan yang tidak

memadai, pendidikan yang tidak memadai (Adibi et al., 2012), pergantian

manager yang cepat, kurangnya dukungan kepemimpinan, dan kurangnya

penilaian dan pengawasan terhadap jalannya program Manajemen Risiko

Klinis (Dehnavieh et al., 2013).

Meskipun telah banyak literatur dan penelitian yang mengungkapkan

berbagai komponen dan instrumen dari Manajemen Risiko Klinis (checklist,

sistem pelaporan insiden, metode-metode penilaian risiko), namun masih

sedikit yang mengkaji implementasi dan tingkat kemapanan penerapan

9
Manajemen Risiko Klinis secara keseluruhan (tingkat pengembangan

Manajemen Risiko Klinis) di rumah sakit (Briner et al., 2013; Briner et al.,

2010) apalagi di Indonesia, terkhusus Kota Makassar. Oleh karena itu maka

penelitian ini ingin menilai tingkat kemapanan penerapan Manajemen Risiko

Klinis serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

B. Kajian Masalah

Beberapa elemen penting dalam Manajemen Risiko Klinis telah

diungkapan dalam beberapa penelitian. Elemen-elemen ini mempengaruhi

tingkat keberhasilan implementasi program tersebut. Menurut Briner et al.

(2010) elemen terpenting dari Manajemen Risiko Klinis adalah:

1. Pendekatan sistematis terhadap risiko klinis dan keselamatan pasien

2. Implementasi proses manajemen risiko

3. Kepemimpinan

4. Partisipasi staf

5. Budaya keselamatan pembelajaran dari insiden atau kesalahan yang

terjadi

6. Pendidikan dan pelatihan

Sedangkan menurut Adibi et al. (2012) elemen yang berpengaruh dalam

sistem manajemen risiko adalah:

1. Nilai, prinsip dan komitmen organisasi

2. Kepemimpinan dan pembimbingan

10
3. Kewenangan, tanggungjawab dan komunikasi

4. Perencanaan sistem dan tugas

5. Sistem manajemen informasi dan monitoring

Adapun Zaboli (2011) dan Farokhzadian (2015) yang melakukan penelitian

terhadap tenaga kesehatan yang bertugas di berbagai unit yang berbeda

memilih variabel manajemen risiko sebagai berikut:

1. Pemahaman staf terhadap manajemen risiko

2. Status pengorganisasian manajemen risiko

3. Kebijakan dan prosedur

4. Pelatihan manajemen risiko

5. Posisi manajemen risiko

6. Pemantauan analisis, evalusi dan kontrol risiko

Dalam buku Risk Management Handbook for Health Care Organization,

disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen risiko

pada organisasi kesehatan adalah:

1. Elemen penentu, yaitu kewenangan, visibilitas, komunikasi dan kordinasi

2. Ruang lingkup program manajemen risiko

3. Strategi

4. Kebijakan dan prosedur (Carroll, 2009)

11
Keseluruhan teori ini memiliki kesamaan dalam faktor inti dari elemen yang di

anggap berpengaruh, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang menjadi

faktor mendasar dalam Manajemen Risiko Klinis adalah sebagai berikut:

1. Nilai dan prinsip organisasi

Nilai dan prinsip organisasi merupakan hal yang mendasar yang

menunjang kesuksesan implementasi Manajemen Risiko Klinis. Nilai-nilai

dan prinsip-prinsip tersebut harus menunjukkan komitmen rumah sakit

dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien dan menempatkan

manjemen risiko sebagai prioritas. Menempatkan keselamatan sebagai

prioritas, membuat dan melaksanakan suatu pendekatan yang tidak

identik dengan hukuman, serta menyediakan sumber daya esensial dan

staf yang efisien merupakan tugas utama rumah sakit.

2. Pendekatan sistematis

Pendekatan yang sistematis merupakan salah satu faktor kunci untuk

dapat mengimplementasikan Manajemen Risiko Klinis. Hal ini berkaitan

dengan integrasi organisasi, ruang lingkup kewenangan, alokasi sumber

daya, tujuan strategis dan operasional serta tata kelola klinis.

Terintegrasinya unit atau penanggungjawab Manajemen Risiko Klinis

kedalam struktur organisasi rumah sakit akan memberikan kekuatan

hukum yang lebih serta kejelasan alur kordinasi, demikian pula dengan

penentuan ruang lingkup kewenangan yang detail akan memberikan arah

dalam pelaksanaan program tersebut. Pengalokasian sumber daya yang

12
memadai penting sebagai mesin penggerak dalam suatu program, baik

itu sumber daya manusia yang sesuai (latar belakang profesi, pendidikan,

pelatihan) maupun sumber daya keuangan yang mencukupi untuk

menjalankan seluruh kegiatan. Tujuan strategis dan tujuan operasional

dibuat sebagai pedoman dan panduan dalam pelaksanaan program.

3. Kepemimpinan

Kepemimpinan menentukan kondisi kerja yang kondusif untuk dapat

mengeksekusi program Manajemen Risiko Klinis dengan sukses. Dalam

kepemimpinan juga terdapat unsur pembelajaran dan pengembangan

yang harus dilakukan oleh seorang Manajer Rumah Sakit dari berbagai

laporan insiden dan kesalahan yang terjadi serta dari hasil analisa yang

dilakukan. Seorang Pemimpin Rumah Sakit juga harus menjamin adanya

kebijakan, prosedur dan uraian tugas tertulis yang mendukung

pelaksanaan Manajemen Risiko Klinis.

4. Partisipasi staf

Partisipasi staf juga merupakan elemen yang berpengaruh untuk

menentukan kondisi yang kondusif bagi eksekusi program Manajemen

Risiko Klinis. Peran aktif staf sangat diperlukan dalam implementasi

Manajemen Risiko Klinis baik di tingkat organisasi rumah sakit maupun

pada tingkat unit pelayanan. Staf diharapkan aktif untuk melaporkan jika

terjadi insiden atau kesalahan di unit kerjanya tanpa merasa takut untuk

disalahkan atas insiden tersebut dan juga memberikan umpan balik.

13
Dalam proses pelaporan tersebut juga akan terjadi proses pembelajaran

bagi staf, sehingga diharapkan insiden atau kesalahan yang sama tidak

akan terulang. Untuk memudahkan kordinasi antara unit pelayanan

dengan penanggungjawab program Manajemen Risiko Klinis maka

diperlukan seorang penghubung yang aktif memantau dalam lingkup unit

pelayanan dan membuat laporan.

5. Komunikasi dan informasi

Komunikasi yang berjalan baik antara semua pihak yang terkait dengan

program Manajemen Risiko Klinis, baik itu dari penanggungjawab

program, pimpinan rumah sakit dan penghubung di unit pelayanan, serta

alur informasi yang lancar dan transparan memudahkan terjadinya

kordinasi.

6. Budaya keselamatan

Salah satu faktor utama yang diperlukan untuk berjalannya program

Manajemen Risiko dengan baik adalah terciptanya budaya untuk tidak

menyalahkan (non-blaming culture). Hal ini bisa membuat staf lebih

terbuka untuk melaporkan insiden atau kesalahan yang terjadi di unit

kerja mereka tanpa adanya rasa takut untuk disalahkan atas insiden

tersebut. Hal ini menjadi penting karena pembelajaran atas insiden atau

kesalahan yang terjadi hanya bisa berproses jika data insiden tersebut

dapat tercatat dan kemudian dianalisa untuk dipelajari dan kemudian

dibuat langkah pencegahan. Faktor lainnya dari budaya keselamatan

14
adalah menbuat standardisasi terhadap semua prosedur tindakan yang

dilaksanakan di rumah sakit, hal ini dapat meminimalkan terjadinya risiko

serta meningkatkan keselamatan pasien maupun pegawai.

7. Pembelajaran

Tujuan utama dari faktor pembelajaran ini adalah agar insiden atau

kesalahan yang telah terjadi tidak terulang lagi. Untuk mendukung

berjalannya proses pembelajaran ini maka rumah sakit perlu

mengembangkan sistem pelaporan insiden pada tingkat rumah sakit

secara umum maupun pelaporan insiden lokal pada tingkat unit

pelayanan. Sistem pelaporan ini kemudian didukung dengan

pendokumentasian yang baik, sehingga semua data laporan dapat

tersimpan dengan baik dan dapat digunakan setiap saat.

8. Pendidikan dan pelatihan

Pihak manajemen rumah sakit perlu menjamin bahwa tenaga yang

ditempatkan sebagai penanggungjawab Manajemen Risiko Klinis

memiliki kompetensi memadai. Perlu diperhatikan latar belakang

pendidikan dan latar belakang profesi yang bersangkutan. Pengetahuan

dan keterampilan pegawai yang terkait dengan program Manajemen

Risiko Klinis juga perlu untuk diperbaharui melalui program pelatihan

berkelanjutan.

15
9. Proses implementasi

Proses implementasi Manajemen Risiko Klinis berjalan pada tingkat

rumah sakit secara umum dan pada tingkat unit pelayanan. Proses ini

merupakan faktor kunci untuk berjalannya program Manajemen Risiko

Klinis secara sistematis. Faktor-faktor lain memberikan pengaruh yang

spesifik pada masing-masing proses ini. Sebagai contoh faktor

kepemimpinan memberikan pengaruh pada proses Manajemen Risiko

Klinis yang terjadi di tingkat rumah sakit, sedangkan faktor komunikasi

dan informasi mempengaruhi proses yang terjadi di tingkat unit layanan.

10. Metode analisa risiko

Faktor ini memberikan gambaran tentang metode yang digunakan oleh

rumah sakit untuk melakukan analisa terhadap insiden ataupun

kemungkinan risiko yang dilaporkan. Metode yang digunakan antara lain

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Root cause Analysis

(RCA).

11. Sistem manajemen informasi dan monitoring

Sistem ini merupakan pendukung terhadap sistem pelaporan dan

dokumentasi yang dibutuhkan untuk pembelajaran.

(Briner et al., 2010; Adibi et al., 2012; Zaboli et al., 2011; Carroll, 2009)

Berikut skema kajian masalah untuk Manajemen Risiko Klinis:

16
PATIENT SAFETY
a.Kesalahan yang berhubungan dengan (masih menjadi masalah)
kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tenaga medis Setiap tahunnya jumlah pasien yang meninggal dunia akibat
b.Kesalahan yang berhubungan dengan insiden/kesalahan melebihi jumlah pasien yang meninggal Dampak
kurangnya ketelitian dalam pertimbangan akibat kanker payudara ataupun AIDS. (Adibi et al., 2012).
untuk tindakan operasi 1. Peningkatan Mortalitas
c.Kesalahan yang berhubungan dengan 2.9%-16.6% pasien mengalami kejadian yang tidak diinginkan 2. Peningkatan Morbiditas
kurangnya perawatan dan kepedulian dan 5%-13% diantaranya berakibat pada kematian, dimana 3. Masalah finansial
d.Kesalahan yang berhubungan dengan 50% dari kejadian ini sebenarnya dapat dicegah (Adibi et al., 4. Masalah hukum
kurangnya peralatan 2012) 5. Penurunan kepercayaan
e.Kesalahan yang berhubungan dengan masyarakat terhadap
kurangnya kemampuan mendiagnosa Satu dari 10 pasien mengalami kecelakaan/kejadian yang tidak Dokter/RS
f.Kondisi penyakit pasien yang sulit diinginkan selama mendapatkan perawatan di rumah sakit
disembuhkan (WHO, 2014)
g.Penolakan pasien terhadap pengobatan
h.Kejadian insiden atau komplikasi yang 20%-40% pembiayaan kesehatan menjadi terbuang sia-sia
tidak dapat dikontrol karena rendahnya kualitas layanan (WHO, 2014)
(Vincent, 2011)
Dalam penerbangan peluang terjadinya kecelakaan pada
seorang penumpang adalah 1 berbanding 1.000.000,
sedangkan pada pelayanan kesehatan peluang terjadinya
Butuh Manajemen Risiko untuk mengatasi masalah kecelakaan/kejadian yang tidak diinginkan dari seorang pasien
(Briner et al., 2013), (Adibi et al., 2012) adalah 1 berbanding 300 (WHO, 2014)

MANAJEMEN RISIKO MANAJEMEN RISIKO KLINIS

Dalam sistem pelayanan kesehatan,


khususnya rumah sakit, permasalahan yang
Risiko yang berhubungan dengan disebabkan oleh kelalaian dan kinerja 1. Nilai dan Prinsip Organisasi
perawatan pasien pegawai yang buruk selalu menjadi momok
yang menjerat pihak manajemen. (Zaboli et
al., 2011) 2. Pendekatan Sistematis
Risiko yang berhubungan dengan
staf medis Untuk organisasi penyedia layanan a. Integrasi organisasi
kesehatan yang kompleks seperti rumah b. Ruang lingkup kewenangan
sakit, tantangan terhadap keselamatan c.Alokasi sumber daya (SDM,
Risiko yang berhubungan dengan pasien tersebut lebih sering disebabkan Keuangan)
pegawai oleh faktor organisasional dibandingkan d. Tujuan strategis
faktor klinis. Oleh karena itu untuk e. Tujuan operasional
mengatasi tantangan ini maka perlu f. Tata kelola klinis
Risiko yang berhubungan dengan penerapan dan pengembangan Manajemen
bangunan/peralatan Risiko Klinis yang sistematis (Briner et al.,
2013), (Adibi et al., 2012)
3. Kepemimpinan

Risiko keuangan a. Kepemimpinan


b. Pembelajaran dan pengembangan
8. Pembelajaran
c. Kebijakan, prosedur dan Uraian
a. Sistem pelaporan insiden RS tugas tertulis
Lain-lain b. Sitem pelaporan insiden lokal
(Caroll, 2009) c. Dokumentasi

4. Partisipasi Staf
9. Pendidikan dan Pelatihan
a. Peran aktif staf
a. Latar belakang profesi b. Pembelajaran
b. Pelatihan berkelanjutan c. Petugas penghubung/komunikasi di
unit layanan
10. Proses Implementasi

1. Proses implementasi di tingkat 5. Komunikasi, Informasi dan kordinasi


organisasi
2. Proses implementasi di tingkat unit
layanan
6. Karakteristik struktural organisasi

11. Metode analisa resiko


7. Budaya Keselamatan
a. Budaya tidak menyalahkan (non-
12. Sistem Manajemen informasi dan blaming culture)
monitoring b. Standarisasi prosedur

Gambar 1. Kajian Masalah Penelitian (Modifikasi Teori Brinner (2010); Adibi


(2012); Zaboli (2011); Robert Caroll (2009))

17
Faktor-faktor di atas merupakan elemen yang ada dalam Manajemen Risiko

Klinis, namun untuk melihat sejauh mana tingkat kemapanan

implementasinya tidak semua faktor tersebut dinilai. Menurut Briner ( 2013)

faktor-faktor yang dinilai untuk melihat tingkat kemapanan implementasi

Manajemen Risiko Klinis pada tingkat rumah sakit adalah:

1. Proses implementasi pada tingkat rumah sakit

2. Kepemimpinan

3. Partisipasi staf

4. Pelatihan

5. Pelaporan insiden pada tingkat rumah sakit

Sedangkan untuk melihat tingkat kemapanan implementasi pada tingkat unit

pelayanan yang dilihat adalah:

1. Proses implementasi pada tingkat unit pelayanan

2. Komunikasi dan informasi

3. Dokumentasi

4. Pembelajaran dan pengembangan

5. Pelatihan

6. Pelaporan insiden lokal (Briner et al., 2013)

Oleh karena itu maka pada penelitian ini Peneliti akan terlebih dahulu

memfokuskan pada faktor-faktor tersebut untuk bisa mendapatkan gambaran

implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit yang diteliti dan

18
kemudian mengkategorikan rumah sakit tersebut berdasarkan tingkat

kemapanan implementasinya.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Manajemen Risiko Klinis pada rumah sakit di

Kota Makassar?

2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap implementasi

Manajemen Risiko Klinis?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat implementasi Manajemen Risiko Klinis pada rumah

sakit di Kota Makassar.

2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi

Manajemen Risiko Klinis.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan mafaat sebagai berikut:

1. Manfaat bagi pengembangan Ilmu

a. Hasil penelitian ini dapat menjadi dokumen akademik yang dapat

dijadikan acuan bagi para akademisi yang ingin melakukan kajian

terhadap program patien safety dan Manajemen Risiko Klinis dari

perspektif lain.

19
b. Mengingat kurangnya penelitian yang terkait dengan Manajemen

Risiko Klinis khususnya di Indonesia, maka penelitian ini diharapkan

dapat memperkaya referensi hasil penelitian tentang hal tersebut.

2. Manfaat bagi Institusi/Rumah Sakit

a. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran

tentang tingkat implementasi Manajemen Risiko Klinis di

organisasi/rumah sakit mereka.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi dasar dalam

melakukan pengembangan program Manajemen Risiko Klinis di

rumah sakit.

c. Memberikan arah bagi pengembangan dan peningkatan program

patient safety di rumah sakit.

d. Menjadi masukan bagi pihak manajemen untuk melakukan penguatan-

penguatan pada faktor yang berpengaruh terhadap implementasi

Manajemen Risiko Klinis

3. Manfaat bagi Peneliti

Bagi peneliti, manfaat praktis yang diharapkan adalah bahwa dari semua

tahapan penelitian yang dilakukan serta dari hasil penelitian yang

diperoleh dapat memperluas wawasan serta pengetahuan empirik penulis

terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat pada umumnya dan

khususnya dalam bidang manajemen pelayanan kesehatan di rumah

sakit.

20
4. Manfaat bagi Penelitian lain

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran

peta implementasi Manajemen Risiko Klinis pada rumah sakit yang

berbeda di kota Makassar.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan

data untuk pengembangan penelitian lanjutan terkait Manajemen

Risiko Klinis.

21
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Dan Konsep

1. Definisi Manajemen Risiko Klinis

Risiko didefinisikan sebagai suatu ketidakpastian akan munculnya

suatu kejadian di masa yang akan datang. Semakin tinggi tingkat

ketidakpastian ini maka akan semakin tinggi pula kemungkinan risiko

yang akan terjadi (Zaboli et al., 2011). Ruang lingkup manajemen risiko

dalam dunia kesehatan terdiri dari:

a. Risiko yang berhubungan dengan perawatan pasien

b. Risiko yang berhubungan dengan staf medis

c. Risiko yang berhubungan dengan pegawai

d. Risiko yang berhubungan dengan bangunan/peralatan

e. Risiko keuangan

f. Lain-lain (Carroll, 2009)

Manajemen Risiko Klinis sendiri merupakan suatu bagian dan bentuk

spesifik dari manajemen risiko yang berfokus pada proses klinis yang

berhubungan dengan pasien, baik itu proses yang secara langsung

bersentuhan dengan pasien maupun yang tidak langsung.

Sehingga dapat dikatakan bahwa Manajemen Risiko klinis merupakan

keseluruhan struktur, proses, instrumen dan aktivitas yang

22
membuat rumah sakit dapat mengidentifikasi, menganalisa, dan

menangani risiko yang mungkin muncul pada saat perawatan dan

pemberian layanan (Briner et al., 2010). Manajemen risiko dalam

pelayanan kesehatan juga dapat didefinisikan sebagai suatu keragaman

pengukuran yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas dan

penjaminan keselamatan dalam pelayanan terhadap pasien (Zaboli et al.,

2011). Sedangkan The Joint Commision mendefinsikan manajemen risiko

klinis dalam pelayanan kesehatan sebagai semua aktifitas klinis dan

adminitratif yang dilakukan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan

mengurangi risiko terjadinya kejadian yang tidak diinginkan terhadap

pasien, pegawai dan pengunjung, serta mengurangi kerugian terhadap

organnisasi itu sendiri (Adibi et al., 2012). Manajemen risiko rumah sakit

merupakan suatu program untuk mengurangi angka kejadian dan

prevalensi dari kasus-kasus yang dapat dicegah. Manajemen risiko

adalah alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan medis di rumah sakit (Zaboli et al., 2011). Sedangkan patient

safety atau keselamatan pasien didefinisikan sebagai upaya untuk

menghindari, mencegah dan memperbaiki kejadian yang tidak diinginkan

atau kerugian yang ditimbulkan dari proses perawatan (Vincent, 2011).

2. Proses Manajemen Risiko Kinis

Manajemen Risiko Klinis meliputi keseluruhan struktur, proses,

instrumen dan aktivitas yang membuat rumah sakit dapat

23
mengidentifikasi, menganalisa, dan menangani risiko yang mungkin

muncul pada saat perawatan dan pemberian layanan (Briner et al., 2013).

Pendekatan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan dan menjamin keamanan pasien, pengunjung, dan pegawai

serta dapat menurunkan biaya yang berhubungan dengan sistem

pelayanan kesehatan (Farokhzadian et al., 2015; Verbano and Turra,

2010). Oleh karena itu maka dikatakan bahwa Manajemen Risiko Klinis

memainkan peran yang sangat penting untuk mendukung rumah sakit

meningkatkan keselamatan pasien (Briner et al., 2013). Seperti halnya

sistem manajemen keselamatan pasien, Manajemen Risiko Klinis yang

sistematis mengintegrasikan pendekatan proaktif maupun reaktif dan

berfokus pada rumah sakit sebagai suatu sistem dan bukan pada individu

serta potensi mereka untuk melakukan kesalahan (Briner et al., 2010).

Setiap organisasi memiliki risiko masing-masing. Risiko tercipta dari

dampak internal maupun eksternal, namun upaya untuk mengelola risiko

tersebutlah yang menentukan sukses atau tidaknya suatu organisasi

(Zaboli et al., 2011). Tujuh langkah dalam proses manajemen risiko

adalah:

1. Menetapkan konteks

2. Identifikasi

3. Analisis

4. Evaluasi

24
5. Menangani risiko

6. Pemantauan dan peninjauan berkelanjutan

7. Komunikasi dan konsultasi (Adibi et al., 2012)

Sedangkan menurut George L. Head dan Stephen Horn II, proses

manajemen risiko terdiri dari lima tahapan, yaitu:

1. Identifikasi dan analisis paparan kerugian

2. Mempertimbangkan alternatif teknik yang memungkinkan

3. Memilih teknik atau kombinasi teknik manajemen risiko terbaik

4. Menerapkan teknik terpilih

5. Memantau dan meningkatkan program manajemen risiko (Carroll,

2009)

Adalah suatu hal yang penting untuk menempatkan manajemen

risiko sebagai prioritas dalam program rumah sakit, membuat kebijakan

yang mendukung implementasinya diantara pegawai, terutama bagi para

Dokter dan Perawat yang harus paham tentang metode-metode

manajemen risiko di rumah sakit (Zaboli et al., 2011). Joint Commission

of Accreditation dalam beberapa standarnya telah menekankan kepada

rumah sakit untuk menerapkan manajemen risiko dan dalam proses

akreditasi berfokus pada peran organisasi untuk mencegah

kejadian dan kecelakaan yang tidak diinginkan guna peningkatan kualitas

pelayanan kesehatan (Zaboli et al., 2011). Dimana tujuan utama dari

manajemen Risiko Klinis ini adalah untuk menunjukkan

25
komitmen dari pihak manajemen rumah sakit untuk memantau

keseluruhan praktek klinis yang berlangsung dan untuk melindungi

keselamatan pasien (Adibi et al., 2012).

Banyak instrumen manajemen risiko yang diadaptasi dari industri-

industri lain yang memiliki risiko tinggi, seperti industri penerbangan,

misalnya pelaporan insiden yang banyak diterima dan diterapkan di

rumah sakit karena dianggap sebagai suatu metode yang dapat

mendorong pembelajaran dari insiden yang terjadi (Briner et al., 2010).

Standar manajemen risiko yang digunakan di Australia dan Selandia Baru

dianggap sebagai salah satu standar yang paling komprehensif dan

dapat diterapkan di rumah sakit. Standar ini menggambarkan manajemen

risiko sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan yang baik dan

menyatakan bahwa manajemen risiko harus masuk dalam praktek

organisasi dan proses bisnis. Standar ini juga menekankan pada

komunikasi di dalam maupun antar semua unit organisasi. Elemen utama

dalam standar ini adalah:

a. Strategi risiko; menentukan konteks manajemen risiko eksternal

maupun internal, mengembangkan kriteria dan menetapkan struktur

manajemen risiko.

b. Identifikasi risiko; mengidentifikasi apa, kapan, dimana, bagaimana

dan mengapa suatu insiden bisa terjadi

26
c. Analisa risiko: menentukan konsekuensi dan insiden-insiden yang

mungkin terjadi serta tingkat risikonya.

d. Evaluasi risiko: membandingkan risiko terhadap kriteria dan

menentukan prioritas. Memutuskan tindakan yang dibutuhkan.

e. Penanganan masalah: mengidentifikasi pilihan-pilihan yang ada.

Menyiapkan dan menjalankan rencana tindakan (Briner et al., 2010)

3. Implementasi manajemen Risiko Klinis

Untuk menerapkan dan mengembangkan Manajemen Risiko Klinis

dengan sukses dan memonitor perkembangannya dari waktu ke waktu,

rumah sakit membutuhkan data tentang kekuatan dan kelemahan mereka

(Briner et al., 2010). Implementasi Manajemen Risiko Klinis dapat diukur

baik pada tingkat organisasi rumah sakit secara umum maupun pada

tingkat unit pelayanan. Perbedaan pengukuran ini dilakukan untuk

membuat penilaian menjadi lebih akurat karena mempertimbangkan

difusi dan homogenitas dari komponen dan instrumen Manajemen Risiko

Klinis (Briner et al., 2013; Briner et al., 2010).

Berapa variabel yang mempengaruhi kemapanan implementasi

Manajemen Risiko Klinis pada tingkat organisasi rumah sakit

sebagaimana yang dijelaskan di atas adalah proses manajemen risiko

yang sedang berjalan di tingkat organisasi, kepemimpinan, partisipasi

staf, pelatihan, dan sistem pelaporan insiden. Sedangkan variable yang

berpengaruh pada tingkat unit pelayanan adalah proses manajemen

27
risiko yang berjalan di tingkat unit pelayanan, komunikasi dan informasi,

dokumentasi, pembelajaran dan pengembangan, pelatihan dan sistem

pelaporan insiden lokal (Briner et al., 2013).

Dalam pengembangan kebijakan dan program sistem manajemen

risiko meliputi penetapan pemimpin dan kordinator serta merumuskan

perannya, membangun komunikasi dengan pimpinan rumah sakit dan

komite, menguraikan proses yang akan dilaksanakan serta

mempersiapkan infrastruktur untuk pendidikan keamanan pasien dan

membangun budaya. Manajemen risiko memiliki pendekatan reaktif

maupun proaktif termasuk pelaporan insiden dan pembelajaran,

investigasi akar rumput dan analisis mode dan efek kegagalan (FMEA)

(Adibi et al., 2012).

4. Elemen-Elemen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi

Manajemen Risiko Klinis

Beberapa penelitian telah mengemukakan elemen-elemen dan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan Manajemen Risiko

Klinis, seperti yang diungkapkan oleh Zaboli (2011) dan Farokhzadian

(2015), bahwa implementasi Manajemen Risiko Klinis memiliki unsur

sebagai berikut:

a. Pemahaman pegawai tentang Manajemen Risiko Klinis

b. Status pengelolaan Manajemen Risiko Klinis

c. Kebijakan dan prosedur terkait manajemen risiko

28
d. Pelatihan tentang manajemen risiko

e. Posisi program manajemen risiko di rumah sakit

f. Pemantauan analisa, evaluasi dan pengendalian risiko

Hasil penelitian Briner (2010), mengungkapkan bahwa elemen yang

terkandung dalam Manajemen Risiko Klinis adalah:

a. Pendekatan sistematis

b. Proses Manajemen Risiko Klinis yang berjalan

c. Kepemimpinan

d. Partisipasi pegawai

e. Budaya keselamatan pasien

f. Pembelajaran dari insiden/kesalahan

g. Pendidikan dan pelatihan

Sedangkan dalam penelitiannya Adibi (2012) membuat model sistem

manajemen risiko sebagai berikut:

29
Nilai, Prinsip dan Komitmen
Organisasi

Kepemimpinan dan
Tata Kelola Klinis Manajemen Rumah Sakit
Pembimbingan

Kewenangan, Tanggungjawab
dan Komunikasi

Pendidikan dan Pembangunan Budaya Pelaporan Insiden dan Pembelajaran


Perencanaan Sistem dan Tugas
FMEA RCA

Informasi dan Pemantauan

Gambar 2. Model Sistem Manajemen Risiko (Adibi et al., 2012)

Dan dalam buku Risk Management Handbook For Health Care

Organization oleh Roberta L. Caroll menuliskan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi efektifitas manajemen risiko adalah:

a. Elemen struktural, yang meliputi kewenanangan, komunikasi dan

kordinasi

b. Ruang lingkup yang memadai

c. Strategi risiko yang tepat

30
d. Kebijakan dan prosedur tertulis (Carroll, 2009).

B. Tinjauan Hasil Penelitian

Pentingnya menerapkan manajemen risiko pada area klinis dan

diagnostik di rumah sakit telah disebutkan dalam beberapa penenelitian

(Zaboli et al., 2011). Dan meskipun telah banyak literatur dan penelitian yang

mengungkapkan berbagai komponen dan instrumen dari Manajemen Risiko

Klinis (checklist, sistem pelaporan insiden, metode-metode penilaian risiko),

namun masih sedikit yang mengkaji tingkat kemapanan penerapan

Manajemen Risiko Klinis secara keseluruhan (tingkat pengembangan

Manajemen Risiko Klinis) di rumah sakit (Briner et al., 2013), apalagi di

Indonesia, terkhusus Kota Makassar.

Briner et al. (2013) yang melakukan penelitian tentang tingkat

kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis pada 324 Rumah Sakit di

Swiss pada Tahun 2013 mengemukakan bahwa sekitar 2/3 dari rumah sakit

partisipan secara umum pada tingkat organisasi rumah sakit berada pada

tingkat kemapanan Manajemen Risiko Klinis yang tinggi, namun pada tingkat

unit pelayanan kemapanannya bervariasi. Sementara variabel yang sangat

berpengaruh terhadap tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko

klinis adalah faktor organisional yaitu adanya kordinator atau orang yang

bertanggungjawab terhadap program, integrasi Manajemen Risiko Klinis ke

31
dalam struktur organisasi, komunikasi dan adanya penetapan tujuan strategis

(yang hanya ditemukan pada 1/3 rumah sakit partisipan). Penelitian ini

mengatakan bahwa tidak hubungan yang signifikan antara kondisi struktural

organisasi seperti jenis, kelas dan status kepemilikan rumah sakit terhadap

kemapanan implementasi Manajemen Risiko klinis (Briner et al., 2013).

Penelitian yang dilakukan di Iran mengidentifikasikan bahwa

penerapan Manajemen Risiko Klinis masih berada pada tahap

perkembangan yang sangat dini dan sistem kesehatan Iran masih sangat

jauh untuk mencapai standar internasional (Rozita Davoodi et al., 2014),

belum terdapat sistem yang terintegrasi untuk perekaman, pelaporan dan

analisa insiden klinis (Sheikhtaheri et al., 2013). Sementara hasil penelitian

lain di suatu rumah sakit di Teheran menunjukkan bahwa penerapan

berbagai elemen Manajemen Risiko Klinis hanya berada pada tingkat

sedang. Hasil penelitian tersebut merekomendasikan bahwa rumah sakit

harus melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap program Manajemen

Risiko Klinis (Zaboli et al., 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zaboli (2011), variabel-

variabel yang berpengaruh terhadap penerapan Manajemen Risiko Klinis di

rumah sakit adalah:

1. Pemahaman pegawai tentang manajemen risiko

2. Status pengelolaan manajemen risiko di rumah sakit

3. Kebijakan dan prosedur terkait manajemen risiko

32
4. Pelatihan tentang manajemen risiko

5. Posisi program manajemen risiko di rumah sakit

6. Pemantauan analisa, evaluasi dan pengendalian risiko

Dimana variabel yang paling berpengaruh adalah posisi program

manajemen risiko, dan yang paling kurang berpengaruh adalah tingkat

pengetahuan pegawai tentang manajemen risiko (Zaboli et al., 2011).

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit

pendidikan di Iran dengan menggunakan enam domain Manajemen Risiko

Klinis yang sama, menunjukkan bahwa yang memiliki nilai tertinggi adalah

status pemantauan analisis, evaluasi dan kontrol risiko sedangkan yang

terendah adalah pemahaman dan pengetahuan pegawai tentang Manajemen

Risiko Klinis. Pengetahuan yang rendah terkait konsep dan elemen-elemen

Manajemen Risiko Klinis mengakibatkan rendahnya partisipasi pegawai

dalam program ini, seperti pelaporan dan analisis. Status pengorganisasian,

kebijakan dan prosedur, serta pelatihan Manajemen Risiko Klinis berada

pada tingkat sedang. Secara umum keenam domain ini berada pada tingkat

rendah hingga menengah (Farokhzadian et al., 2015)

Penerapan manajemen risiko telah terbukti mampu menurunkan angka

kesalahan pada unit gawat darurat (Zimmer et al., 2010). Pendekatan yang

berdasar pada manajemen risiko prospektif dapat secara efektif

meningkatkan keselamatan di rumah sakit (Pretagostini et al., 2010).

33
Dalam penelitian yang terkait dengan Manajemen Risiko Klinis di

beberapa negara, telah berhasil diidentifikasi hambatan-hambatan dalam

penerapannya, antara lain beban kerja yang tinggi, kurangnya sumber daya

keuangan dan fisik, budaya organisasi, program pelatihan yang tidak

memadai, pendidikan yang tidak memadai (Adibi et al., 2012), pergantian

manager yang cepat, kurangnya dukungan kepemimpinan, dan kurangnya

penilaian dan pengawasan terhadap jalannya program Manajemen Risiko

Klinis (Dehnavieh et al., 2013).

34
C. Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep

1. Kerangka Teori

1. Nilai dan Prinsip Organisasi

2. Pendekatan Sistematis
a. Integrasi organisasi
b. Alokasi sumber daya
(SDM, Keuangan) Nilai, Prinsip,
c. Tujuan strategis Struktur dan
d. Tujuan operasional Komitmen
e. Tata kelola klinis
Organisasi
3. Karakteristik Struktural
Organisasi:
a. Kelas RS
b. Jenis RS
c. Status Kepemilikan RS

1. Kepemimpinan PENGARAHAN
2. Pembelajaran dan
pengembangan Kepemimpinan dan
3. Kebijakan, prosedur dan Pembimbingan
Uraian tugas tertulis

PENGORGANISASIAN
1. Ruang lingkup kewenangan

2. Partisipasi Staf
a. Peran aktif staf
b. Pembelajaran IMPLEMENTASI
c. Petugas penghubung/
Kewenangan, MANAJEMEN RISIKO
komunikasi di unit
layanan Tanggungjawab, KLINIS
Komunikasi dan
kordinasi
3. Komunikasi dan informasi

4. Pusat kordinasi

1. Budaya Keselamatan PERENCANAAN


a. Budaya tidak
menyalahkan (non-
blaming culture)
b. Standardisasi prosedur

2. Pembelajaran
a. Sistem pelaporan
insiden RS
b. Sistem pelaporan Perencanaan Sistem
insiden lokal dan Program
c. Dokumentasi

3. Pendidikan dan Pelatihan


a. Latar belakang profesi
b. Pelatihan berkelanjutan

4. Metode analisa resiko

1. Proses implementasi di IMPLEMENTASI


tingkat organisasi
2. Proses implementasi di Proses Implementasi
tingkat unit layanan

1. Sistem Manajemen PENGONTROLAN


Informasi
2. Monitoring Monitoring

Gambar 3. Kerangka Teori Penelitian (Modifikasi Teori Brinner (2010), Adibi


(2012), Zaboli (2011), Robert Caroll (2009))

35
Kerangka teori di atas merupakan modifikasi dari beberapa teori

yaitu teori Brinner, Adibi, Zaboli dan Robert Caroll. Dari keseluruhan

elemen Manajemen Risiko Klinis yang diungkapkan oleh ketiga teori

tersebut, kemudian dikategorikan berdasarkan model sistem manajemen

risiko klinis oleh Adibi. Pengkategorian ini sesuai dengan keterkaitan

setiap elemen pada salah satu tahapan pada model sistem manajemen

risiko menurut Adibi. Tahapan tersebut adalah:

a. Nilai, prinsip, struktur dan komitmen organisasi

b. Pengarahan, terdiri dari elemen yang terkait kepemimpinan dan

pembimbingan

c. Pengorganisasian, terdiri dari elemen yang terkait dengan

kewenangan, tanggung jawab, komunikasi dan kordinasi

d. Perencanaan, terdiri dari elemen yang terkait dengan perencanaan

sistem dan program

e. Implementasi, terdiri dari elemen yang terkait dengan implementasi

proses manajemen risiko di tingkat organisasi RS dan tingkat unit

layanan

f. Pengontrolan, terdiri dari elemen yang terkait dengan monitoring

Dari kerangka teori hasil modifikasi kemudian akan dipilih beberapa

elemen yang akan digunakan dalam pengukuran tingkat kemapanan

implementasi manajemen risiko klinis.

36
2. Kerangka Konsep

FAKTOR
ORGANISASIONAL:
1. Integrasi organisasi IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO KLINIS
2. Alokasi sumber daya
3. Penghubung/ TINGKAT ORGANISASI TINGKAT UNIT
Komunikasi antara
unit
4. Strategi Manajemen 1. Proses Manajemen
Risiko Klinis Risiko Klinis di tingkat
5. Pusat kordinasi 1. Proses Manajemen unit
Manajemen Risiko Risiko Klinis di tingkat 2. Komunikasi dan
Klinis RS informasi
2. Kepemimpinan 3. Dokumentasi
3. Partisipasi Staf 4. Pembelajaran dan
4. Pelatihan pengembangan
KARAKTERISTIK 5. Pelaporan insiden 5. Pelatihan
STRUKTURAL 6. Pelaporan insiden
ORGANISASI: lokal
1. Kelas RS
2. Jenis RS
3. Status Kepemilikan RS

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

37
D. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional Penelitian

No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara


Operasional Pengukuran
1 Tingkat Menunjukkan Pengkategorian Rumah sakit yang telah Menggunakan
kemapanan sejauh mana tingkat kemapanan mengimplementasikan kuesioner dengan
implementasi Manajemen Risiko implementasi MRK dan berada pada total 33 pertanyaan,
Manajemen Klinis Manajemen Risiko tahap 4 dan 5 dan menggunakan
Risiko Klinis diimplementasikan Klinis berdasarkan berdasarkan tahapan tahapan perubahan
di rumah sakit tahap perubahan organisasi organisasi sesuai
pengembangan sesuai model model transteoritikal
program menjadi transteoritikal
tingkat kemapanan dikategorikan sebagai
tinggi dan rendah rumah sakit dengan
tingkat kemapanan
MRK yang tinggi,
sedangkan rumah sakit
yang belum
mengimplementasikan
MRK dan berada pada
tahap 1-3 dikategorikan
sebagai rumah sakit

38
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
dengan tingkat
kemapanan rendah
2 Proses Menunjukkan Rumah sakit telah Kriteria objektif: Kuesioner dengan
Manajemen sejauh mana menetapkan tugas 1. Tingkat kemapanan 10 item pertanyaan,
Risiko Klinis di implementasi , kompetensi, implementasi tinggi pilihan jawaban
tingkat rumah proses tanggungjawab, jika minimal 50% menggunakan
sakit manajemen risiko prosedur, jawaban berada tahapan
di rumah sakit identifikasi, dan pada tahap 4 dan 5 perkembangan
evaluasi, serta 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
melibatkan pihak implementasi rendah transteoritikal,
luar untuk jika minimal 50% dengan pilihan
pengembangan jawaban berada jawaban:
Manajemen Risiko pada tahap 1-3 1. Belum dinilai
Klinis di rumah 2. Telah dinilai
sakit namun belum ada
rencana
implementasi
3. Perencanaan
dibuat untuk
dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi

39
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
secara sistematis
5. Terimplentasi
dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n

3 Kepemimpinan Menunjukkan Manajemen Risiko Kriteria objektif: Kuesioner dengan 2


sejauh mana Klinis dan 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan,
pimpinan keselamatan implementasi tinggi pilihan jawaban
memberikan pasien dijadikan jika minimal 50% menggunakan
dukungan dan sebagai bahasan jawaban berada tahapan
menunjukkan tetap dalam pada tahap 4 dan 5 perkembangan
komitmen untuk agenda pertemuan 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
mendukung pimpinan dan implementasi transteoritikal,
Manajemen Risiko pihak pimpinan rendah jika minimal dengan pilihan
Klinis dan menunjukkan 50% jawaban jawaban:
menciptakan komitmen berada pada tahap 1. Belum dinilai
kondisi yang terhadap 1-3 2. Telah dinilai
kondusif untuk keselamatan namun belum ada
pelaksanaan pasien melalui rencana
kegiatan tersebut implementasi implementasi

40
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
pengukuran- 3. Perencanaan
pengukuran yang dibuat untuk
spesifik dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi
secara sistematis
5. Terimplentasi
dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n
4 Partisipasi staf Menunjukkan Staf secara aktif Kriteria objektif: Kuesioner dengan 3
sejauh mana staf terlibat dalam 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan,
rumah sakit program implementasi tinggi pilihan jawaban
berperan aktif Manajemen Risiko jika minimal 50% menggunakan
dalam mendukung Klinis seperti jawaban berada tahapan
program mengidentifikasi pada tahap 4 dan 5 perkembangan
Manajemen Risiko dan melaporkan 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
Klinis kejadian insiden implementasi rendah transteoritikal,
atau kesalahan jika minimal 50% dengan pilihan
yang terjadi, serta jawaban berada jawaban:

41
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
aktifnya pada tahap 1-3 1. Belum dinilai
pelaksanaan 2. Telah dinilai
pembahasan namun belum ada
kasus antar rencana
kelompok profesi implementasi
maupun lintas 3. Perencanaan
disiplin dibuat untuk
dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi
secara sistematis
5. Terimplentasi
dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n
5 Pelatihan Rumah sakit Terlaksananya Kriteria objektif: Kuesioner dengan 1
menyediakan pelatihan 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan,
program pelatihan berkelanjutan implementasi tinggi pilihan jawaban
Manajemen Risiko mengenai jika minimal 50% menggunakan
Klinis dan Manajemen Risiko jawaban berada tahapan

42
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
keselamatan klinis dan pada tahap 4 dan 5 perkembangan
pasien bagi staf keselamatan 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
rumah sakit untuk pasien bagi staf implementasi rendah transteoritikal,
memperbaharui umah sakit secara jika minimal 50% dengan pilihan
dan meningkatkan berkala jawaban berada jawaban:
kemampuan serta pada tahap 1-3 1. Belum dinilai
keterampilan 2. Telah dinilai
namun belum ada
rencana
implementasi
3. Perencanaan
dibuat untuk
dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi
secara sistematis
5. Terimplentasi
dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n

43
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
6 Pelaporan Menunjukkan Rumah sakit telah Kriteria objektif: Kuesioner dengan
insiden di apakah rumah mendefinisikan 1. Tingkat kemapanan 12 item pertanyaan,
tingkat rumah sakit memiliki dan menetapkan implementasi tinggi pilihan jawaban
sakit sistem pelaporan insiden kritis yang jika minimal 50% menggunakan
untuk insiden atau harus dilaporkan jawaban berada tahapan
kesalahan yang dan hal tersebut pada tahap 4 dan 5 perkembangan
terjadi dalam terdapat dalam 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
pelayanan sistem pelaporan implementasi rendah transteoritikal,
yang jika minimal 50% dengan pilihan
terkomputerisasi. jawaban berada jawaban:
Ada umpan balik pada tahap 1-3 1. Belum dinilai
bagi staf yang 2. Telah dinilai
melaporkan namun belum ada
insiden dan rencana
insiden yang implementasi
dilaporkan 3. Perencanaan
tersebut dibuat untuk
diinformasikan dilaksanakan 12
kepada seluruh bulan kedepan
staf. Ada proses 4. Belum
analisis dan terimplementasi
monitoring dari secara sistematis
semua insiden 5. Terimplentasi

44
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
yang dilaporkan dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n
7 Proses Menunjukkan Di setiap unit Kriteria objektif: Kuesioner dengan 7
Manajemen sejauh mana pelayanan telah 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan
Risiko Klinis di implementasi ditentukan tugas, implementasi tinggi dengan
tingkat unit proses kompetensi dan jika minimal 50% menggunakan
pelayanan manajemen risiko tanggungjwab jawaban berada tahapan
di rumah sakit yang terkait pada tahap 4 dan 5 perkembangan
dengan 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
Manajemen Risiko implementasi rendah transteoritikal,
Klinis, telah jika minimal 50% dengan pilihan
dilakukan jawaban berada jawaban:
penilaian berkala pada tahap 1-3 1. Benar untuk
oleh pimpinan semua unit
yang menunjukkan 2. Benar untuk unit
komitmen mereka tertentu
terhadap 3. Direncanakan
keselamatan untuk semua unit
pasien, risiko klinis 4. Direncanakan
telah diidentifikasi untuk beberapa

45
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
dan penyebabnya unit
dianalisa secara 5. Tidak benar
sistematis, ada untuk unit
monitoring apapun
8 Komunikasi Menunjukkan Pimpinan Kriteria objektif: Kuesioner dengan 5
dan informasi sejauh mana menciptakan 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan
rumah sakit lingkungan kerja implementasi tinggi dengan
menjalin yang mendorong jika minimal 50% menggunakan
komunikasi kejujuran dan jawaban berada tahapan
terbuka dan alur komunikasi yang pada tahap 4 dan 5 perkembangan
informasi yang terbuka, ada 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
jelas dan panduan implementasi rendah transteoritikal,
transparan untuk pemberian jika minimal 50% dengan pilihan
mendukung informasi kepada jawaban berada jawaban:
pelaksanaan pasien, ada survey pada tahap 1-3 1. Benar untuk
Manajemen Risiko pelanggan dn semua unit
Klinis sistem manajemen 2. Benar untuk unit
keluhan tertentu
3. Direncanakan
untuk semua unit
4. Direncanakan
untuk beberapa
unit

46
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
5. Tidak benar
untuk unit
apapun
9 Dokumentasi Menunjukkan Rumah sakit Kriteria objektif: Kuesioner dengan 3
sejauh mana memiliki Rekam 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan
rumah sakit Medik elektronik implementasi tinggi dengan
memiliki sistem dan prosedur jika minimal 50% menggunakan
pendokumentasian sistematis untuk jawaban berada tahapan
memverifikasi pada tahap 4 dan 5 perkembangan
kelengkapannya. 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
Rekam Medik implementasi rendah transteoritikal,
tersebut dinalisis jika minimal 50% dengan pilihan
secara proaktif jika jawaban berada jawaban:
terdapat insiden pada tahap 1-3 1. Benar untuk
semua unit
2. Benar untuk unit
tertentu
3. Direncanakan
untuk semua unit
4. Direncanakan
untuk beberapa
unit
5. Tidak benar

47
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
untuk unit
apapun
10 Pembelajaran Pimpinan rumah Pimpinan Kriteria objektif: Kuesioner dengan 7
dan sakit menciptakan menciptakan 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan
pengembangan lingkungan dan lingkungan kerja implementasi tinggi dengan
kondisi kerja yang yang dibutuhkan jika minimal 50% menggunakan
mendukung dan jawaban berada tahapan
terjadinya proses memperhitungkan pada tahap 4 dan 5 perkembangan
pembelajaran dari risiko klinis untuk 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
insiden yang pengembangan implementasi rendah transteoritikal,
terjadi rumah sakit. jika minimal 50% dengan pilihan
Diskusi dan survey jawaban berada jawaban:
tentang pada tahap 1-3 1. Benar untuk
keselamatan semua unit
pasien 2. Benar untuk unit
dilaksanakan tertentu
secara teratur. 3. Direncanakan
Staf yang terkait untuk semua unit
dengan insiden 4. Direncanakan
diberikan untuk beberapa
dukungan unit
emosional dan 5. Tidak benar
diberikan untuk unit

48
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
kesempatan untuk apapun
melakukan diskusi
secara pribadi.
11 Pelatihan Menunjukkan Staf mendapatkan Kriteria objektif: Kuesioner dengan 6
apakah rumah pelatihan tentang 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan
sakit memiliki atau cara implementasi tinggi dengan
menyediakan berkomunikasi jika minimal 50% menggunakan
program pelatihan pada saat transfer jawaban berada tahapan
Manajemen Risiko pasien dan pada tahap 4 dan 5 perkembangan
Klinis bagi staf mengenai risiko 2. Tingkat kemapanan berdasarkan model
tindakan dan implementasi rendah transteoritikal,
insiden kritis, jika minimal 50% dengan pilihan
identifikasi dini jawaban berada jawaban:
insiden, kerjasama pada tahap 1-3 1. Benar untuk
efektif, dan cara semua unit
untuk 2. Benar untuk unit
mengevaluasi tertentu
kinerja mereka. 3. Direncanakan
Juga simulasi untuk semua unit
prosedur-prosedur 4. Direncanakan
yang sulit. untuk beberapa
unit
5. Tidak benar

49
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Operasional Pengukuran
untuk unit
apapun
12 Pelaporan Menunjukkan Ada sistem Kriteria objektif: Kuesioner dengan 5
insiden lokal apakah rumah pelaporan lokal di 1. Tingkat kemapanan item pertanyaan
sakit memiliki unit pelayanan dan implementasi tinggi menggunakan
sistem pelaporan staf dilatih untuk jika minimal 50% tahapan
yang berbeda di menggunakan jawaban berada perkembangan
setiap unit sistem tersebut pada tahap 4 dan 5 berdasarkan model
pelayanan jika terjadi insiden. 2. Tingkat kemapanan transteoritikal,
Ada prosedur implementasi rendah dengan pilihan
standar yang jika minimal 50% jawaban:
digunakan untuk jawaban berada 1. Benar untuk
menganalisis pada tahap 1-3 semua unit
insiden yang 2. Benar untuk unit
terjadi serta tertentu
monitoring 3. Direncanakan
terhadap untuk semua unit
pengukuran yang 4. Direncanakan
digunakan untuk beberapa
unit
5. Tidak benar
untuk unit
apapun

50
51
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi (mixed

method). Metode penelitian kombinasi merupakan gabungan antara metode

kuantitaif dan kualitatif. Kedua metode ini dapat digabungkan melalui dua

cara, yang pertama kedua metode tersebut digabungkan tetapi digunakan

secara terpisah. Pada tahap pertama dapat menggunakan metode kualitatif

hingga ditemuka hipotesis dan selanjutnya hipotesis tersebut diuji dengan

metode kuantitatif. Cara yang kedua yaitu metode penelitian tidak

digabungkan dalam waktu bersamaan tetapi hanya teknik pengumpulan data

yang digabungkan, contohnya penelitian kuantitatif dengan teknik

pengumpulan data yang utama adalah kuesioner, selanjutnya untuk

mengecek dan memperkuat data dari kuesioner tersebut dilakukan observasi

dan wawancara (Sugiyono, 2015)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain sequential

explanatory (urutan pembuktian) yang menggabungkan metode penelitian

kuantitatif dan kualitatif secara berurutan, dimana pada tahap pertama

penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif untuk

menentukan tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis di

rumah sakit dan pada tahap kedua dilakukan metode kualitatif untuk

52
memperdalam dan mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

implementasi tersebut.

B. Pengelolaan Peran Peneliti

Dalam penelitian kombinasi ini, peran peneliti bersifat independen dan

interaktif. Sifat independen dipertahankan pada saat fase penelitian

kuantitatif, sedangkan pada fase kualitatif peneliti berperan menjadi human

instrument. Sebagai instrumen penelitian maka peneliti harus berinteraksi

dengan sumber data dan dibekali dengan teori dan wawasan yang luas

sehingga mampu bertanya, menganalisa, memotret dan mengkonstruksi

situasi sosial yang diteliti sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna.

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen penelitian harus

mampu untuk mengkaji secara mendalam tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemapanan implementasi Manajemen Riisko Klinis di

suatu rumah sakit dan membandingkannya dengan rumah sakit lain sehingga

dapat lahir suatu kesimpulan yang dapat dijadikan panduan bagi rumah sakit

dalam pengembangan program ini kedepannya.

C. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan April-Mei 2016. Penelitian

dilaksanakan di Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

53
D. Populasi, Sampel dan Informan

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi, yang dalam penelitian ini

digunakan pada pelaksanaan metode kuantitatif, sedangkan pada metode

kualitatif tidak menggunakan istilah populasi melainkan situasi sosial.

Populasi penelitian ini adalah seluruh rumah sakit yang ada di Kota

Makassar, berjumlah 48 rumah sakit.

2. Sampel

Pemilihan sampel dilakukan secara non probability sampling dengan

menggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang diambil mewakili

keseluruhan faktor struktural organisasi rumah sakit yang meliputi kelas

rumah sakit (A, B dan C), status kepemilikan rumah sakit (pemerintah,

swasta, TNI/Polri), jenis rumah sakit (umum, khusus dan pendidikan),

dengan total 9 (Sembilan) rumah sakit dengan perincian sebagai berikut:

a. RSUP Wahidin Sudirohusodo

b. RSUD Labuang Baji

c. RSUD Sayang Rakyat

d. RSK Dr.Tadjuddin Chalid Makasar

e. RSB Pertiwi

f. RS Awal Bros

54
g. RS Stella Maris

h. RS UNHAS

i. RS Pelamonia

3. Responden

Dalam penelitian ini Responden yang digunakan adalah seseorang yang

dianggap betul-betul mengetahui tentang proses Manajemen Risiko Klinis

yang berjalan di rumah sakit serta segala seluk beluknya. Posisi yang

terkait dengan kepentingan ini adalah Ketua Komite Mutu atau Ketua Sub

Komite Manajemen Risiko atau posisi/orang lain yang oleh Manajemen

Rumah Sakit diserahi tanggungjawab untuk menjalankan uraian tugas

yang sama atau serupa dengan posisi Penanggungjawab Manajemen

Risiko Klinis di rumah sakit.

E. Unit Analisis dan Sumber Data

Unit analisis dapat dipahami sebagai objek nyata yang akan diteliti.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah sakit. Sedangkan sumber data

penelitian adalah data primer yang berasal dari penanggungjawab program

manajemen risiko di rumah sakit. Penanggungjawab program ini bisa

merupakan Ketua Komite Mutu, Sub Komite Manajemen Risiko, atau orang

lain yang diberikan tugas serupa. Narasumber diharapkan bisa memberikan

55
informasi terkait implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit baik

pada tingkat organisasi maupun pada unit layanan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan melalui berbagai setting, sumber

data, dan cara. Dari segi cara atau teknik pengumpulan data, penelitian ini

menggunakan teknik wawancara dan kuesioner. Wawancara merupakan

pertemuan antara dua orang untuk saling bertukar informasi dan ide melalui

tanya jawab sehingga terjadi komunikasi dan membangun konstruksi tentang

makna suatu topik tertentu.

Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari Briner (2010) yang

merupakan suatu instrument monitoring penerapan Manajemen Risiko Klinis

di rumah sakit. Kuesioner ini mampu memberikan gambaran implementasi

Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit baik pada tingkat organisasi maupun

tingkat unit pelayanan.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi-terstruktur yang

termasuk dalam kategori wawancara mendalam (indepth interview). Tujuan

dari wawancara ini adalah untuk menggali informasi lebih dalam dari

narasumber dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan

pengalaman dan pengetahuan mereka serta meminta pendapat-pendapat

dan ide-ide mereka. Wawancara ini diharapkan mampu memberikan verifikasi

ataupun penguatan-penguatan terhadap hasil jawaban melalui kuesioner.

56
Alat bantu sangat dibutuhkan agar hasil wawancara dapat terekam dengan

baik dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada

narasumber. Alat bantu yang secara umum digunakan adalah: pedoman

wawancara, alat perekam dan buku catatan.

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, pada tahapan metode kuantitatif digunakan teknik

analisis data secara statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk

menganalisa data dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul

apa adanya tanpa bermaksud untuk membuat kesimpulan yang akan

digeneralisasi, teknik ini dilakukan hanya untuk mendeskripsikan data

sampel. Dalam tahap ini, statistik deskriptif dilakukan untuk memetakan

tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis di setiap rumah

sakit berdasarkan data yang diperoleh.

Dalam tahapan metode kualitatif, tidak ada teknik khusus yang

digunakan. Belum ada panduan dalam penelitian kualitatif mengenai cara

dan pola melakukan analisis, setiap peneliti harus mencari sendiri metode

yang dirasa cocok dengan penelitiannya (Sugiyono, 2015). Analisis data

kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang

diperoleh yang kemudian dikembangkan melalui kajian mendalam menjadi

suatu hipotesis.

57
H. Bahan dan Cara Kerja

Untuk menilai tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko

Klinis di rumah sakit digunakan suatu instrument yang dikembangkan oleh

(Briner et al., 2010). Instrumen tersebut berupa kuesioner yang terdiri 28

pertanyaan utama dengan total 101 pertanyaan. Berdasarkan kuesioner

tersebut, tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis

kemudian dinilai pada tingkat organisasi rumah sakit dan unit pelayanan

untuk mendapatkan penilaian yang lebih akurat dengan mempertimbangkan

penyebaran dan homogenitas dari komponen-komponen penilaian

Manajemen Risiko Klinis. Poin-poin pertanyaan yang sesuai dikelompokkan

dan diberi indeks sebagai berikut:

58
INDEKS RS
Indeks umum untuk implementasi MRK
(total 61 pertanyaan)

INDEKS O INDEKS U
Indeks MRK pada tingkat Organisasi Indeks MRK pada tingkat Unit
Rumah Sakit Pelayanan
(total 28 pertanyaan) (total 33 pertanyaan)

INDEKS O1 INDEKS U1
Indeks untuk proses MRK yang terjadi Indeks untuk proses MRK di tingkat unit
di tingkat Organisasi Rumah Sakit pelayanan
(total 10 pertanyaan, Q11) (total 7 pertanyaan, Q16)

INDEKS O2 INDEKS U2
Indeks untuk kepemimpinan, Indeks untuk komunikasi dan informasi
partisipasi pegawai, dan pelatihan (total 5 pertanyaan, Q17)
(total 6 pertanyaan, Q12)
INDEKS U3
INDEKS O3 Indeks untuk dokumentasi
Indeks untuk pelaporan insiden di (total 3 pertanyaan, Q18)
tingkat Rumah Sakit
(total 12 pertanyaan, Q14)
INDEKS U4
Indeks untuk pembelajaran dan
pengembangan
(total 7 pertanyaan, Q19)

INDEKS U5
Indeks untuk pelatihan
(total 6 pertanyaan, Q20)

INDEKS U6
Indeks untuk pelaporan insiden lokal
(total 5 pertanyaan, Q21)

Gambar 5. Indeks Manajemen Risiko Klinis pada Tingkat Organisasi Rumah


Sakit dan Tingkat Unit Layanan

59
Indeks RS : indeks umum untuk rumah sakit, terdiri dari indeks O dan indeks

U, dengan total 61 pertanyaan

Indeks O : indeks MRK untuk tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari

indeks O1, O2 dan O3 dengan total 28 pertanyaan

Indeks O1 : indeks untuk proses MRK yang terjadi di rumah sakit, dengan

total 10 pertanyaan

Indeks O2 : indeks untuk kepemimpinan, partisipasi pegawai dan pelatihan

dengan total 6 pertanyaan

Indeks O3 : indeks untuk pelaporan insiden di tingkat rumah sakit dengan

total 12 pertanyaan

Indeks U : indeks MRK untuk tingkat unit pelayanan, terdiri dari indeks U1-

U6, dengan total 33 pertanyaan

Indeks U1 : indeks untuk proses MRK yang terjadi di tingkat unit layanan,

dengan total 7 pertanyaan

Indeks U2 : indeks untuk komunikasi dan informasi dengan total 5

pertanyaan

Indeks U3 : indeks untuk dokumentasi, dengan total 3 pertanyaan

Indeks U4 : indeks untuk pembelajaran dan pengembangan, dengan total 7

pertanyaan

Indeks U5 : indeks untuk pelatihan, dengan total 6 pertanyaan

Indeks U6 : indeks untuk pelaporan insiden unit, dengan total 5 pertanyaan

60
Setelah dilakukan penilaian terhadap indeks-indeks tersebut, kemudian

dilakukan pengkategorian tingkat kemapanan implementasi MRK

berdasarkan tahapan perubahan organisasi sesuai model transteoritikal.

Pada model ini terdapat lima tahap perkembangan organisasi, yaitu:

Tahap 1 : Prekontemplasi, pada tahap ini belum dilakukan penilaian terhadap

komponen-komponen MRK sehingga tidak memerlukan suatu aksi

apapun.

Tahap 2 : Kontemplasi, pada tahap ini sudah dilakukan penilaian terhadap

komponen-komponen MRK tetapi belum ada perencanaan.

Tahap 3 : Persiapan, komponen MRK telah direncanakan untuk diterapkan

dalam waktu 12 bulan kedepan.

Tahap 4 : Aksi, komponen MRK telah diterapkan meskipun tidak secara

sistematis.

Tahap 5 : Pemeliharaan, komponen MRK telah diterapkan secara sistematis.

Rumah sakit yang telah mengimplementasikan MRK dan berada pada tahap

4 dan 5 kemudian dikategorikan sebagai rumah sakit dengan tingkat

kemapanan MRK yang tinggi, sedangkan rumah sakit yang belum

mengimplementasikan MRK dan berada pada tahap 1-3 dikategorikan

sebagai rumah sakit dengan tingkat kemapanan rendah (Briner et al., 2013).

Setelah mendapatkan gambaran tentang tingkat kemapanan

implementasi MRK di rumah sakit maka langkah selanjutnya adalah menggali

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat implementasi tersebut,

61
misalnya faktor organisasional seperti integrasi MRK, alokasi sumber daya,

kordinasi, komunikasi antar unit dan strategi MRK serta kondisi struktural

rumah sakit yang meliputi kelas rumah sakit (A, B dan C), status kepemilikan

rumah sakit (pemerintah, swasta, TNI/Polri), dan jenis rumah sakit (umum,

khusus dan pendidikan). Serta melakukan content analysis terhadap hasil

wawancara.

I. Pengujian Validitas

Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang betul terdapat

pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Dengan

demikian maka data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara yang

dilaporkan oleh peneliti dengan kondisi sesungguhnya yang terjadi pada

objek penelitian. Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas

internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkaitan dengan derajat

akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai, sedangkan validitas

eksternal berkaitan dengan derajat akurasi hasil penelitian untuk dapat

digeneralisasi pada populasi (Sugiyono, 2015).

Pada penelitian kuantitatif, validitas diperoleh dengan menggunakan

instrumen yang valid dan reliabel, mengambil sampel yang mendekati jumlah

populasi dan pengumpulan serta analisis data dilakukan dengan cara yang

benar. Pada penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel

maka yang diuji adalah validitas dan reliabilitas instrumen penilaiannya.

Sedangkan dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dikatakan

62
valid apabila tidak ada perbedaan antara data yang dilaporkan dengan data

yang terjadi pada objek penelitian, dengan demikian untuk menguji validitas

penelitian kualitatif yang diuji adalah datanya (Sugiyono, 2015).

Uji validitas dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu:

1. Uji kredibilitas (validitas internal); terdiri dari perpanjangan pengamatan,

peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi, menggunakan bahan

referensi, analisa kasus negative dan member check.

2. Uji transferabilitas (validitas eksternal). Menunjukkan derajat akurasi hasil

penelitian dapat digeneralisasi ke dalam populasi. Nilai transfer berkaitan

dengan pertanyaan sejauh hasil penelitian dapat diterapkan atau

digunakan dalam situasi lain? Bagi peneliti naturalistik, nilai transfer

tersebut tergantung pada pemakai, peneliti sendiri tidak dapat menjamin

validitas eksternal ini.

3. Uji dependability. Dalam penelitian kualitatif uji dependability dilakukan

dengan audit terhadap keeluruhan proses penelitian. Hal ini dilakukan

oleh seorang auditor yang independen atau pembimbing untuk mengaudit

keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.

4. Uji confirmability. Pengujian ini dalam penelitian kuantitatif disebut dengan

uji obyektifitas penelitian. Penelitian dikatakan obyetif jika hasil penelitian

telah disepakati banyak orang. Dalam penelitiana kualitatif, uji

63
comfirmability mirip dengan uji dependability sehingga pengujiannya

dapat dilakukn secara bersamaan.

(Sugiyono, 2015)

Dalam penelitian ini untuk melakukan uji validitas dilakukan uji kredibilitas

melalui cara:

1. Perpanjangan pengamatan; dengan perpanjangan pengamatan berarti

peneliti kembali ke lapangan dan melakukan wawancara ulang untuk

membangun hubungan yang lebih erat dengan narasumber, sehingga

mereka dapat percaya dan bersikap lebih terbuka terhadap peneliti.

2. Peningkatan ketekunan; yaitu melakukan wawancara dan pengamatan

dengan lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka

dapat dipastikan data dan urutan peristiwa akan terekam secara pasti dan

sistematis.

3. Diskusi; melakukan diskusi dengan teman atau pihak-pihak lain yang

dianggap mampu memberikan kontribusi dan masukan untuk lebih

menjamin diperolehnya data yang valid.

4. Menggunakan bahan referensi; yaitu adanya pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, misalnya bukti

rekaman hasil wawancara atau dokumentasi berupa foto.

Konsep validitas yang digunakan menurut Sarantakos antara lain:

1. Validitas kumulatif, dapat dicapai apabila temuan dari studi-studi lain

mengenai topik yang sama menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa.

64
2. Validitas komunikatif, dilakukan melaui konfirmasi kembali data dan

analisisnya kepada responden atau narasumber.

3. Validitas argumentatif, tercapai apabila presentasi temuan dan

kesimpulan dapat diikuti dengan baik rasionalnya, serta dapat dibuktikan

dengan melihat kembali data awalnya.

4. Validitas ekologis, merujuk pada sejauh mana penelitian dilakukan pada

kondisi alamiah partisipan atau narasumber yang diteliti, sehingga kondisi

apa adanya dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks yang penting

dalam penelitian.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka uji validitas yang paling tepat

digunakan dalam penelitian ini adalah validitas argumentatif dan validitas

ekologi.

J. Tahapan Penelitian

Secara garis besar tahapan penelitian dibagi kedalam tiga tahapan,

yaitu tahap persiapan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data.

Ketiga tahapan ini dijelaskan secara terperinci sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Penyusunan rancangan penelitian berdasarkan kajian masalah yang

dipilih.

b. Mencari referensi penelitian sejenis untuk memperkaya pemahaman

dan data yang akan digunakan sebagai pembanding.

65
c. Memilih sampel. Penting untuk melakukan pemilihan sampel secara

seksama, mengingat bahwa teknik yang digunakan adalah purposive

sampling maka diharapkan agar sampel yang terpilih betul-betul dapat

mewakili populasi dan memberikan data yang cukup bagi peneliti

untuk melakukan eksplorasi.

d. Pengurusan administrasi perizinan

e. Menyiapkan instrumen penelitian. Peneliti sebagai salah satu

instrumen penelitan harus memiliki kemampuan untuk melakukan

pengkajian mendalam terhadap faktor yang diteliti. Instrumen lain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

a. Memahami dan memasuki daerah penelitian

1) Memahami situasi daerah penelitian

2) Bersikap netral, akrab dan tidak terkesan asing

3) Membatasi waktu, menurut kebutuhan data dan informasi

b. Pengumpulan data

1) Bertemu dengan informan/narasumber yang telah dipilih

2) Data diambil langsung dengan setting alami

3) Menggunakan kuesioner untuk memperoleh data tentang

implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit

4) Menggunkan panduan wawancara (semi terstrtuktur) untuk

menggali lebih dalam informasi dari Narasumber, mendapatkan

66
verifikasi dan penguatan-penguatan terhadap data yang diperoleh

melalui kuesioner.

3. Tahap Analisis Data

a. Reduksi data. Data yang diperoleh direduksi, dirangkum dan

difokuskan pada data yang sesuai dengan konsep penelitian.

b. Display data. Data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan pokok

permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks untuk memudahkan

melihat pola hubungan.

c. Analisis data. Analisis pertama dilakukan terhadap data kuantitatif

yang diperoleh melalui kuesioner. Dalam tahap ini digunakan teknik

analisis data secara statistik deskriptif. Statistik deskriptif dilakukan

untuk memetakan tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko

Klinis di setiap rumah sakit berdasarkan data yang diperoleh.

Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan analisa kualitatif untuk

mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap

implementasi Manajemen Risiko Klinis.

d. Menarik kesimpulan dan verifikasi.

e. Meningkatkan keabsahan hasil, melalui kredibilitas dan tansferabilitas.

f. Narasi hasil analisis. Pembahasan dilakukan dalam bentuk teks dan

gambar.

67
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan disajikan gambaran umum tentang responden dan

institusi rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan serta hasil penelitian dan

pembahasan yang akan menjawab rumusan masalah terkait dengan

implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit di Kota Makassar dan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi tersebut. Data-data

dan analisa yang akan disajikan antara lain:

1. Data partisipasi responden

2. Data tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis di

masing-masing rumah sakit

3. Rekapan tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis

4. Rekapan hasil wawancara dengan para responden

5. Analisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat implementasi

Manajemen Risiko Klinis

A. GAMBARAN UMUM

Penelitian ini dilakukan di 9 (Sembilan) rumah sakit di Kota Makassar.

Kesembilan rumah sakit ini sengaja dipilih (purposive sampling) untuk

mewakili masing-masing kategori rumah sakit. Responden yang mengisi

kuesioner dan diwawancarai adalah Ketua Komite Mutu/Manajemen Risiko

68
atau orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab progam mutu/

manajemen risiko. Berikut uraian singkat masing-masing rumah sakit tempat

penelitian dan respondennya.

1. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Merupakan Rumah Sakit Umum Pusat yang juga UPT vertikal

Kementerian Kesehatan RI. Rumah sakit ini Kelas A dan telah meraih

status Akreditasi Paripurna dari KARS dan JCI. Responden yang

diwawancarai adalah Ketua Sub Komite Manajemen Risiko yang

merupakan staf tetap di Komite Mutu dengan latar belakang seorang

perawat. Sub Komite ini merupakan bagian dari Komite Mutu,

Keselamatan Pasien dan Kinerja. Dalam penelitian ini nama rumah sakit

akan disingkat dengan WS.

2. RSUD Labuang Baji

Merupakan Rumah Sakit Umum kelas B yang merupakan milik

Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan. Rumah sakit ini telah

terakreditasi dengan status Dasar, namun pada saat dilakukan

pengumpulan data untuk penelitian ini RSUD Labuang Baji belum

terakreditasi. Responden yang diwawancarai adalah Ketua Komite Mutu

dan Keselamatan Pasien yang juga adalah seorang dokter fungsional di

RSUD Labuang Baji. Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan

disingkat dengan LB.

69
3. RSUD Sayang Rakyat

Rumah sakit ini merupakan Rumah Sakit Umum Kelas C dengan

status kepemilikan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan.

Rumah sakit ini belum terakreditasi. Responden yang diwawancarai

adalah Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

(PMKP) yang juga adalah seorang dokter fungsional di rumah sakit

tersebut (dokter spesialis). Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan

disingkat dengan SR.

4. RS Dr. Tadjuddin Chalid

Rumah sakit ini adalah Rumah Sakit Khusus yang merupakan UPT

Vertikal Kementerian Kesehatan RI, dengan Kelas A. Kekhususan rumah

sakit ini adalah pada pelayanan kusta. Meskipun berstatus sebagai

Rumah Sakit Khusus namun RS Dr.Tadjuddin Chalid Makassar tetap

memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien umum. Rumah sakit ini

telah terakreditasi dengan status Paripurna, namun pada saat

pengambilan data penelitian dilakukan, rumah sakit ini masih dengan

status kelulusan akreditasi tingkat Dasar. Responden yang diwawancarai

adalah Ketua Sub Komite Manajemen Risiko yang juga merupakan salah

satu pejabat struktural di institusi ini. Sub Komite Manajemen Risiko

merupakan bagian dari Komite Mutu dan Keselamatan Pasien. Dalam

penelitian ini nama rumah sakit akan disingkat dengan TC.

70
5. RS Unhas

Rumah sakit ini adalah rumah sakit Kelas B yang berada di bawah

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Pengelolaan rumah

sakit ini masih banyak dipengaruhi oleh kebijakan dari Rektorat

Universitas Hasanuddin. Rumah sakit ini telah terakreditasi KARS

dengan status kelulusan Paripurna, namun pada saat pengambilan data

penelitian dilakukan, rumah sakit ini belum terakreditasi dan masih dalam

proses persiapan areditasi KARS. Responden yang diwawancarai adalah

Sekretaris Komite Mutu dengan latar belakang pendidikan Sarjana

Kesehatan Masyarakat. Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan

disingkat dengan UH.

6. RS Pelamonia

Rumah Sakit Pelamonia adalah rumah sakit milik TNI Angkatan

Darat dengan Kelas B. Rumah sakit ini telah terakreditasi. Responden

yang diwawancarai adalah Ketua Komite Peningkatan Mutu dan

Keselamaan Pasien (PMKP) yang juga merupakan dokter fungsional

(Spesialis Bedah). Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan disingkat

dengan PL.

7. RSKIAD Pertiwi

Rumah sakit ini adalah rumah sakit khusus ibu dan anak yang

dimiliki oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan dan

merupakan rumah sakit Kelas B. Rumah sakit ini juga telah terakeditasi

71
dengan status kelulusan Utama. Responden yang diwawancarai adalah

Ketua Komite PMKP yang merupakan dokter fungsional di rumah sakit

tersebut. Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan disingkat dengan

PW.

8. RS Stella Maris

Rumah sakit ini adalah rumah sakit swasta dengan latar belakang

keagamaan, merupakan rumah sakit kelas B dan telah memliki status

terakreditasi Paripurna. Responden yang diwawancarai adalah Ketua

PMKP yang juga merupakan seorang dokter fungsional di rumah sakit

tersebut. Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan disingkat dengan

SM.

9. RS Awal Bros

Merupakan rumah sakit swasta yang berskala Nasional, dengan

pusatnya berada di Jakarta. Kebijakan rumah sakit sangat tergantung

pada kebijakan perusahaan. Merupakan rumah sakit Kelas B dan telah

mendapatkan status akreditasi Paripurna. Responden yang

diwawancarai adalah Ketua Departemen Mutu yang juga seorang dokter

namun bertugas tetap di Departemen Mutu. Dalam penelitian ini nama

rumah sakit akan disingkat dengan AB.

72
B. HASIL PENELITIAN

1. Tingkat Partisipasi

Tingkat partisipasi responden dalam penelitian ini sebesar 100%,

dimana dari kesembilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini,

kesemuanya berpartisipasi dan melengkapi kuesioner yang diberikan

serta menjalani sesi wawancara dengan peneliti.

Tabel 2 . Partisipasi Responden Berdasarkan Karakteristik Rumah Sakit

Jenis RS Kelas RS Kepemilikan RS


Responden
Umum Khusus A B C Pusat Daerah Swasta
n(%) n(%) n(%) n(%) n(%) n(%) n(%) n(%)

Jumlah 7 2 2 6 1 4 3 2
Responden (77.78) (22.22) (22.22) (66.67) (11.11) (44.44) (33.33) (22.22)

Menolak 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL 9 9 9

2. Tingkat Kemapanan Implementasi Manajemen Risiko Klinis

Data yang diperoleh pada kuesioner dinilai sebagaimana yang telah

dijelaskan pada metode penelitian dan kemudian dilakukan

pengkategorian tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko

Klinisnya berdasarkan model transteoritikal (TTM). Rumah sakit yang

telah mengimplementasikan Manajemen Risiko Klinis dan berada pada

tahap 4 atau 5 berdasarkan TTM akan dikategorikan sebagai rumah sakit

dengan tingkat kemapanan Manajemen Risiko Klinis yang tinggi,

sedangkan rumah sakit yang berada pada tahap 1-3 dikategorikan

73
sebagai rumah sakit dengan tingkat kemapanan Manajemen Risiko Klinis

yang rendah. Tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis

dari masing-masing rumah sakit responden dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 3. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit WS

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 87.5 Tinggi
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 78.57 Tinggi
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 100 Tinggi
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 100 Tinggi
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan 50 Tinggi
insiden di rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 96.43 Tinggi
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 100 Tinggi
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 100 Tinggi
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 100 Tinggi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 100 Tinggi
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 83.33 Tinggi
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan - -
insiden lokal

74
Dari tabel di atas terlihat bahwa rumah sakit WS memiliki tingkat kemapanan

implementasi MRK yang tinggi. Hasil ini sama pada tingkat organisasi

maupun di tingkat unit pelayanan. Nilai indeks unit pelayanan (indeks U) lebih

tinggi dari nilai indeks organisasi (indeks O). Sebagian besar indeks telah

memperoleh nilai 100%, sedangkan nilai terendah terdapat pada indeks O3,

yaitu indeks untuk pelaporan insiden di rumah sakit dengan nilai 50%.

Tabel 4. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit LB

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 30.36 Rendah
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 17.86 Rendah
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 0 Rendah
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 0 Rendah
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan 41.67 Rendah
insiden di rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 42.86 Rendah
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 14.29 Rendah
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 60 Tinggi
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 33.33 Rendah
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 57.14 Tinggi
dan pengembangan

75
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 50 Tinggi
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan - -
insiden lokal

Tingkat kemapanan implementasi MRK di rumah sakit LB berdasarkan data

di atas tergolong rendah. Hasil ini sama pada tingkat organisasi maupun di

tingkat unit pelayanan, meskipun terdapat beberapa indeks penilaian pada

tingkat unit pelayanan yang tergolong tinggi (nilai indeks ≥50%), yaitu indeks

U2, indeks U4 dan indeks U5. Nilai indeks unit (indeks U) lebih tinggi

dibandingkan dengan indeks organisasi (indeks O). Indeks yang memiliki nilai

tertinggi adalah indeks U4 yatu sebesar 57.14% sedangkan indeks terendah

adalah indeks O1 dan O2 yang sama-sama bernilai 0.

Tabel 5. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit SR

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 8.93 Rendah
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 3.57 Rendah
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 0 Rendah
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 0 Rendah
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan 8.33 Rendah
insiden di rumah sakit

76
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 14.29 Rendah
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 0 Rendah
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 20 Rendah
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 0 Rendah
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 42.86 Rendah
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 0 Rendah
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan - -
insiden lokal

Berdasarkan data di atas, tingkat kemapanan implementasi MRK di rumah

sakit SR tergolong rendah, dengan nilai indeks RS hanya sebesar 8.93%.

Nilai indeks unit (indeks U) lebih besar dibandingkan indeks organisasi

(indeks O). Nilai indeks tertinggi terdapat pada indeks U4, sedangkan indeks

O1, indeks O2, indeks U1, indeks U3 dan indeks U5 berada di posisi

terendah dengan nilai masing-masing 0.

Tabel 6. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit TC

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 66.07 Tinggi
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 71.43 Tinggi
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari

77
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 70 Tinggi
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 100 Tinggi
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
58.33 Tinggi
insiden di rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 60.71 Tinggi
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 42.86 Rendah
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 60 Tinggi
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 33.33 Rendah
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 85.71 Tinggi
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 66.67 Tinggi
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan - -
insiden lokal

Rumah sakit TC berdasarkan data di atas terkategorikan memiliki tingkat

kemapanan implementasi MRK yang tinggi, dengan nilai indeks O lebih tinggi

dbandngkan indeks U. Hasil ini didapatkan sama pada tingkat organisasi

maupun tingkat unit pelayanan, meskipun pada tingkat unit pelayanan

(indeks U) nilainya bervariasi dan beberapa indeks memiliki nilai dbawah

50%, yaitu indeks U1 dan indeks U3, namun secara keseluruhan pada indeks

RS nilainya lebih dari 50%.

78
Tabel 7. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit AB

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 87.5 Tinggi
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 89.29 Tinggi
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 90 Tinggi
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 100 Tinggi
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan 83.33 Tinggi
insiden di rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 85.71 Tinggi
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 100 Tinggi
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 100 Tinggi
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 66.67 Tinggi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 100 Tinggi
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 50 Tinggi
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
- -
insiden lokal

Rumah sakit AB memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi,

dengan nilai indeks O lebih tinggi dibandingkan indeks U. Nilai tertinggi

didapatkan pada indeks O2, indeks U1, indeks U2 dan indeks U4 dengan

79
nilai masing-masing 100%, sedangkan nilai terendah ada pada indeks U5

dengan nilai 50%.

Tabel 8. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit UH

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 85.71 Tinggi
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 96.43 Tinggi
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 100 Tinggi
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 100 Tinggi
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan 91.67 Tinggi
insiden di rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 75 Tinggi
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 71.43 Tinggi
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 80 Tinggi
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 33.33 Rendah
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 85.71 Tinggi
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 83.33 Tinggi
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan - -
insiden lokal

Berdasarkan data di atas, rumah sakit UH memilik tingkat kemapanan

implementasi MRK yang tinggi. Nilai ini sama ditemukan pada tingkat

80
organisasi maupun pada tingkat unit pelayanan, dengan nilai indeks

organisasi (indeks O) lebih tinggi dibandingkan nilai indeks unit pelayanan

(indeks U). Nilai tertinggi didapatkan pada indeks O1 dan O2 dengan nilai

100%, sedangkan nilai terendah didapatkan pada indeks U3 sebesar

33.33%.

Tabel 9. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit PL

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 92.86 Tinggi
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 89.29 Tinggi
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 90 Tinggi
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 83.33 Tinggi
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan 91.67 Tinggi
insiden di rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 96.43 Tinggi
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 100 Tinggi
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 100 Tinggi
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 66.67 Tinggi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 100 Tinggi
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 100 Tinggi

81
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan - -
insiden lokal

Rumah sakit PL memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi.

Hasil ini diperoleh pada tingkat organisasi maupun pada tingkat unit

pelayanan yang masing-masing memiliki nilai indeks lebih dari 50%. Nilai

indeks U lebih tinggi dibandingkan dengan indeks O, dengan nilai tertinggi

didapatkan pada indeks U1, indeks U2, indeks U4 dan indeks U5, sedangkan

nilai terendah didapatkan pada indeks U3.

Tabel 10. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit SM

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 96.43 Tinggi
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 92.86 Tinggi
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 90 Tinggi
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 100 Tinggi
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan 91.67 Tinggi
insiden di rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 100 Tinggi
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 100 Tinggi
yang sedang berjalan di unit pelayanan

82
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 100 Tinggi
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 100 Tinggi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 100 Tinggi
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 100 Tinggi
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan - -
insiden lokal

Dari tabel di atas terlihat bahwa rumah sakit SM memiliki tingkat kemapanan

implementasi MRK yang tinggi, baik pada tingkat organisasi maupun pada

tingkat unit pelayanan. Nilai indeks unit pelayanan (indeks U) lebih tinggi

dibandingkan indeks organisasi (indeks O), dengan nilai tertinggi pada indeks

O2 dan seluruh indeks U yang mencapai nilai 100%, sedangkan nilai

terendah didapatkan pada indeks O1 dengan nilai 90%.

Tabel 11. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit PW

INDEKS MRK % TINGKAT


KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit, 94.64 Tinggi
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada 92.86 Tinggi
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK 90 Tinggi
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 100 Tinggi
partisipasi pegawai dan pelatihan

83
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan 91.67 Tinggi
insiden di rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 96.43 Tinggi
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK 100 Tinggi
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 100 Tinggi
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 100 Tinggi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran 100 Tinggi
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 83.33 Tinggi
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan - -
insiden lokal

Rumah sakit PW memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi,

dengan nilai indeks unit pelayanan (indeks U) lebih besar dibandingkan

dengan nilai indeks organisasi (iindeks O). Baik indeks O maupun indeks U

memiliki nilai yang lebh dari 50% dan terkategorikan memiliki kemapanan

implementasi MRK yang tinggi. Nilai tertinggi terdapat pada indeks O2,

indeks U1, indeks U2, indeks U3 dan indeks U4.

Dari beberapa tabel di atas terlihat bahwa pada indeks U6 tentang

pelaporan insiden lokal tidak dilakukan penilaian pada semua rumah sakit

responden karena sistem pelaporan insiden yang seragam pada tingkat

rumah sakit maupun pada tingkat unit layanan. Sehingga pertanyaan pada

indeks unit berkurang menjadi 28 pertanyaan dari semula 33 pertanyaan dan

84
total pertanyaan pada Indeks RS menjadi 56 pertanyaan dari semula 61

pertanyaan. Rekapan nilai masing-masing rumah sakit untuk setiap indeks

penilaian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Rekapitulasi Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis pada


Rumah Sakit Responden Berdasarkan Nilai Indeks Penilaian

INDEKS MRK NILAI INDEKS (%)


WS LB SR TC AB UH PL SM PW
Indeks RS, indeks 87.5 30.36 8.93 66.07 87.5 85.71 92.86 96.43 94.64
umum untuk rumah
sakit, terdiri dari
indeks O dan
indeks U
Tingkat RS 78.57 17.86 3.57 71.43 89.29 96.43 89.29 92.86 92.86
Indeks Oganisasi
(O), indeks MRK
pada tingkat
organisasi rumah
sakit, terdiri dari
indeks O1, O2,
dan O3
- Indeks O1, 100 0 0 70 90 100 90 90 90
indeks untuk
proses MRK
yang sedang
berjalan
- Indeks O2, 100 0 0 100 100 100 83.33 100 100
indeks untuk
kepemimpinan,
partisipasi
pegawai dan
pelatihan
- Indeks O3, 50 41.67 8.33 58.33 83.33 91.67 91.67 91.67 91.67
indeks untuk
pelaporan
insiden di
rumah sakit
Tingkat Unit 96.43 42.86 14.29 60.71 85.71 75 96.43 100 96.43
Pelayanan
Indeks Unit (U),
indeks MRK pada
tingkat unit

85
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%)
WS LB SR TC AB UH PL SM PW
pelayanan, terdiri
dari indeks U1
sampai U6
- Indeks U1, 100 14.29 0 42.86 100 71.43 100 100 100
indeks untuk
proses MRK
yang sedang
berjalan di unit
pelayanan
- Indeks U2, 100 60 20 60 100 80 100 100 100
indeks untuk
komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, 100 33.33 0 33.33 66.67 33.33 66.67 100 100
indeks untuk
dokumentasi
- Indeks U4, 100 57.14 42.86 85.71 100 85.71 100 100 100
indeks untuk
pembelajaran
dan
pengembangan
- Indeks U5, 83.33 50 0 66.67 50 83.33 100 100 83.33
indeks untuk
pelatihan
- Indeks U6, - - - - - - - - -
indeks untuk
pelaporan
insiden lokal

Berdasarkan data pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 7 (tujuh) rumah

sakit yang memiliki tingkat implementasi MRK yang tinggi (nilai indeks RS

≥50%) yaitu WS, TC, AB, RSP, PL, M dan PW, sedangkan 2 (dua) rumah

sakit lainnya terkategorikan memiliki tingkat impelmentasi MRK yang rendah

(nilai indeks RS ≤50%), yaitu LB dan SR. Persentase jumlah rumah sakit

berdasarkan kemapanan implementasi MRK dapat dilihat pada tabel berikut.

86
Tabel 13. Persentase Jumlah Rumah Sakit Responden BerdasarkanTingkat
Kemapanan Manajemen Risiko Klinis
TINGKAT KEMAPANAN
MRK
INDEKS MRK TINGGI RENDAH
(stage 4-5) (stage 1-3)
n (%) n (%)
Indeks RS, indeks umum untuk rumah sakit, terdiri 7 (77.78%) 2 (22.22%)
dari indeks O dan indeks U
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada tingkat 7 (77.78%) 2 (22.22%)
organisasi rumah sakit, terdiri dari indeks O1, O2,
dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK yang 7 (77.78%) 2 (22.22%)
sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 7 (77.78%) 2 (22.22%)
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan insiden di 7 (77.78%) 2 (22.22%)
rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit 7 (77.78%) 2 (22.22%)
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK yang 6 (66.67%) 3 (33.33%)
sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 8 (88.89%) 1 (11.11%)
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 5 (55.56%) 4 (44.44%)
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran dan 8 (88.89%) 1 (11.11%)
pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 8 (88.89%) 1 (11.11%)
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan insiden - -
lokal

Dari rekapitulasi data pada tabel di atas terlihat bahwa dari 9

(sembilan) rumah sakit responden terdapat 7 (tujuh) rumah sakit yang berada

pada tingkat implementasi Manajemen Risiko Klinis yang tinggi dan 2 (dua)

87
rumah sakit lainnya dikategorkan rendah pada indeks umum (indeks RS).

Hasil ini terdapat pada tingkat organisasi (Indeks O) maupun pada tingkat

unit pelayanan (Indeks U). Pada tingkat organisasi (indeks O), sebaran

jumlah rumah sakit pada masing-masing kategori tingkat implementasi

Manajemen Risiko Klinis sama di setiap indeksnya (indeks O1-O3) yaitu 7

(tujuh) rumah sakit pada kategori tinggi dan 2 (dua) rumah sakit pada

kategori rendah. Sedangkan pada Indeks U penyebarannya lebih bervariasi.

Pada indeks U1 yang merupakan indeks untuk proses Manajemen Risko

Klinis yang sedang berjalan di unit-unit pelayanan, terdapat 6 (enam) rumah

sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis

yang tinggi sedangkan 3 (tiga) rumah sakit lainnya terkategorikan rendah.

Sedangkan pada Indeks U2 yang merupakan indeks untuk komunikasi dan

informasi, indeks U4 yang merupakan indeks untuk pembelajaran dan

pengembangan, serta indeks U5 yang merupakan indeks untuk pelatihan, 8

(delapan) rumah sakit memiliki tingkat kemapanan Manajemen Risiko Klinis

yang tinggi dan 1 (satu) rumah sakit terkategorikan rendah. Pada indeks U3

yang merupakan indeks untuk dokumentasi, ada 5 (lima) rumah sakit yang

terkategorikan memiliki MRK yang tinggi, sedangkan 4 (empat) rumah sakit

lainnya terkategorikan rendah. Perbedaan nilai setiap indeks penilaian antara

rumah sakit yang memiliki tingkat implementasi MRK yang tinggi dan rendah

dapat dilihat pada tabel berikut:

88
Tabel 14. Perbandingan Rata-rata Nilai Indeks Pada Rumah Sakit dengan
Level Implementasi MRK Tinggi dan Rendah

Rata-rata (%)
INDEKS MRK
Tinggi Rendah
Indeks RS, indeks umum untuk rumah sakit, terdiri dari indeks 87.24 19.65
O dan indeks U
Tingkat RS 87.25 10.72
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada tingkat organisasi
rumah sakit, terdiri dari indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK yang sedang 90 0
berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, partisipasi 97.62 0
pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan insiden di rumah 79.76 25
sakit
Tingkat Unit Pelayanan 87.24 28.49
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit pelayanan,
terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK yang sedang 87.76 7.15
berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan informasi 91.43 40
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 71.43 16.67
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran dan 95.92 50
pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 80.95 25
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan insiden lokal - -

89
Pada tabel di atas terlihat perbedaan antara setiap indeks pada rumah sakit

dengan tingkat implementasi MRK yang tinggi dan rendah. Perbedaan nilai

indeks rumah sakit secara umum cukup besar, dengan perbedaan pada

tingkat organisasi (indeks O) lebih besar dibandingkan tingkat unit pelayanan

(indeks U). Pada Tingkat rumah sakit, perbedaan terbesar terlihat pada

indeks O2 yaitu indeks untuk kepemimpinan, partisipasi pegawai dan

pelatihan, dan juga merupakan indeks dengan perbedaan terbesar dari

keseluruhan indeks, baik pada tingkat rumah sakit maupun unit pelayanan,

kemudian disusul dengan indeks O1 yaitu indeks untuk proses MRK yang

sedang berjalan, dan terakhir indeks O3 yaitu indeks untuk pelaporan insiden

di rumah sakit. Sedangkan pada tingkat unit pelayanan, perbedaan terbesar

terlihat pada indeks U1 yaitu indeks untuk proses MRK yang sedang berjalan

di unit pelayanan, kemudian berturut-turut indeks U5 untuk pelatihan, indeks

U3 untuk dokumentasi, indeks U2 untuk komunikasi dan informasi, dan yang

terakhir adalah indeks U4 yang merupakan indeks untuk pembelajaran dan

pengembangan dan sekaligus merupakan indeks dengan perbedaan terkecil

dari semua indeks yang dinilai. Untuk perbandingan nilai indeks antara

rumah sakit yang berada pada kategori implementasi MRK yang tinggi dan

rendah masing-masing dapat dilihat pada tabel berikut:

90
Tabel 15. Nilai Indeks MRK pada Rumah Sakit dengan Tingkat
Implementasi MRK Tinggi
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%) RATA-
RATA
WS TC AB UH PL SM PW
(%)
Indeks RS, indeks 87.5 66.07 87.5 85.71 92.86 96.43 94.64 87.24

umum untuk rumah


sakit, terdiri dari indeks
O dan indeks U
Tingkat RS 78.57 71.43 89.29 96.43 89.29 92.86 92.86 87.25

Indeks Oganisasi (O),


indeks MRK pada
tingkat organisasi
rumah sakit, terdiri
dari indeks O1, O2,
dan O3
- Indeks O1, indeks 100 70 90 100 90 90 90 90

untuk proses MRK


yang sedang
berjalan
- Indeks O2, indeks 100 100 100 100 83.33 100 100 97.62

untuk
kepemimpinan,
partisipasi pegawai
dan pelatihan
- Indeks O3, indeks 50 58.33 83.33 91.67 91.67 91.67 91.67 79.76

untuk pelaporan
insiden di rumah
sakit
Tingkat Unit Pelayanan 96.43 60.71 85.71 75 96.43 100 96.43 87.24

Indeks Unit (U),


indeks MRK pada
tingkat unit pelayanan,
terdiri dari indeks U1

91
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%) RATA-
RATA
WS TC AB UH PL SM PW
(%)
sampai U6
- Indeks U1, indeks 100 42.86 100 71.43 100 100 100 87.76

untuk proses MRK


yang sedang
berjalan di unit
pelayanan
- Indeks U2, indeks 100 60 100 80 100 100 100 91.43

untuk komunikasi
dan informasi
- Indeks U3, indeks 100 33.33 66.67 33.33 66.67 100 100 71.43

untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks 100 85.71 100 85.71 100 100 100 95.92

untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks 83.33 66.67 50 83.33 100 100 83.33 80.95

untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks - - - - - - - -

untuk pelaporan
insiden lokal

Tabel 16. Nilai Indeks MRK pada Rumah Sakit dengan Tingkat Implementasi
MRK Rendah
NILAI INDEKS (%)
INDEKS MRK RATA-
LB SR RATA (%)
Indeks RS, indeks umum untuk rumah sakit, terdiri 30.36 8.93 19.65
dari indeks O dan indeks U
Tingkat RS 17.86 3.57 10.72
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada tingkat
organisasi rumah sakit, terdiri dari indeks O1, O2,
dan O3

92
NILAI INDEKS (%)
INDEKS MRK RATA-
LB SR RATA (%)
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK yang 0 0 0
sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, 0 0 0
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan insiden di 41.67 8.33 25
rumah sakit
Tingkat Unit Pelayanan 42.86 14.29 28.49
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK yang 14.29 0 7.15
sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan 60 20 40
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 33.33 0 16.67
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran dan 57.14 42.86 50
pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 50 0 25
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan insiden lokal - - -

Pada kedua tabel di atas terlihat bahwa diantara 7 (tujuh) rumah sakit yang

memiliki level implementasi MRK yang tinggi, nilai indeks O dan indeks U

tidak menunjukkan perbedaan yang besar, hal sebaliknya ditemukan pada

rumah sakit yang memiliki implementasi MRK yang rendah, yaitu mereka

menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara indeks O dan indeks U

dengan nilai indeks U yang lebih besar. Meskipun pada level MRK tinggi

terdapat tiga rumah sakit dengan nilai indeks O yang lebih tinggi dari nilai

indeks U-nya, yaitu TC, AB dan RSP, sedangkan empat rumah sakit lainnya

93
yaitu WS, PL, SM dan PW memiliki nilai indeks U yang lebih tinggi dari nilai

indeks O, namun jika dirata-ratakan diperoleh nilai rata-rata indeks O lebih

tinggi dibandingkan indeks U. Hal ini berbeda pada rumah sakit yang memiliki

level implementasi MRK rendah, dimana nilai indeks O-nya lebih rendah

dibandingkan nilai indeks U.

Distribusi berdasarkan karakter organisasi dapat dilihat dalam

beberapa tabel berikut.

Tabel 17. Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Jenis Rumah Sakit

JENIS RS
TINGKAT KEMAPANAN MRK UMUM KHUSUS
n % n %
Tinggi 5 55.56 2 22.22
Rendah 2 22.22 0 0
TOTAL 7 77.78 2 22.22

Berdasarkan jenis rumah sakit, dari 7 rumah sakit dengan tingkat kemapanan

MRK tinggi, 5 merupakan rumah sakit umum dan 2 adalah rumah sakit

khusus. Sedangkan 2 rumah sakit dengan tingkat kemapanan MRK yang

rendah semuanya merupakan rumah sakit umum.

Tabel 18. Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Kelas Rumah Sakit


KELAS RS
TINGKAT KEMAPANAN MRK A B C
n % n % n %
Tinggi 2 22.22 5 55.56 0 0
Rendah 0 0 1 11.11 1 11.11
TOTAL 2 22.22 6 66.67 1 11.11

94
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 7 rumah sakit yang memiliki tingkat

kemapanan MRK tinggi, 2 merupakan rumah sakit kelas A dan 5 rumah sakit

kelas B. Sedangkan 2 rumah sakit yang terkategorikan kemapanan MRK

rendah, 1 diantaranya rumah sakit kelas B dan 1 adalah rumah sakit kelas C.

Tabel 19 . Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Status Kepemilikan


Rumah Sakit
KEPEMILIKAN RS
TINGKAT KEMAPANAN PEMERINTAH
SWASTA
MRK PUSAT DAERAH
N % n % n %
Tinggi 4 44.44 1 11.11 2 22.22
Rendah 0 0 2 22.22 0 0
TOTAL 4 44.44 3 33.33 2 22.22

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 7 rumah sakit dengan tingkat

kemapanan MRK tinggi, 4 merupakan rumah sakit milik pemerintah pusat, 1

rumah sakit milik pemerintah daerah dan 2 rumah sakit swasta, sedangkan

kedua rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan rendah merupakan

rumah sakit milik pemerintah daerah.

Tabel 20. Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Status Akreditasi


Rumah Sakit
AKREDITASI
TINGKAT KEMAPANAN MRK
SUDAH BELUM
n % N %
Tinggi 6 66.67 1 11.11
Rendah 0 0 2 22.22
TOTAL 6 66.67 3 33.33

95
Tabel di atas menunjukkan data bahwa dari 7 rumah sakit dengan tingkat

kemapanan MRK tinggi, 6 rumah sakit telah terakreditasi dan 1 rumah

sakit belum terakreditasi, sedangkan 2 rumah sakit yang memiliki tingkat

kemapanan MRK rendah keduanya belum terakreditasi.

3. Hasil Wawancara

Selain untuk memetakan tingkat kemapanan Manajemen Risiko

Klinis pada rumah sakit di Kota Makassar, tujuan lain dari penelitian ini

adalah untuk mengidentifikas faktor-faktor yang berhubungan dengan hal

tersebut. Oleh karena itu, maka juga dilakukan wawancara untuk

mengumpukan data-data terkait faktor-faktor penting yang mungkin

berhubungan dengan implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah

sakit.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi-terstruktur

yang terdiri dari 11 pertanyaan. Kesebelas pertanyaan ini bertujuan untuk

menggali informasi terkait MRK dari 3 aspek, yaitu:

a. Kondisi riil implementasi MRK yang ada saat ini di rumah sakit

responden (pertanyaan 1, 2, 7, 9, 10, 11)

b. Kebijakan strategis MRK yang sedang atau akan diambil dalam

rangka mendukung implementasi MRK, baik berupa tujuan strategis

maupun tujuan operasional (pertanyaan 3, 4, 5)

96
c. Kebutuhan yang dirasa paling prioritas dalam menunjang

implementasi MRK di rumah sakit responden (pertanyaan 6, 8)

Kesebelas pertanyaan ini diberikan kepada masing-masing responden

yang merupakan Ketua Komite Mutu/PMKP di institusi masing-masing

atau orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program mutu atau

manajemen risiko.

Pertanyaan pertama yang diajukan adalah mengenai pendapat

responden tentang faktor-faktor yang terkait masalah kebijakan, politis

atau hukum yang mungkin mempengaruhi implementasi MRK di tempat

mereka. Jawaban dari kesembilan responden cukup bervariasi meskipun

terdapat kecenderungan kesamaan jawaban pada satu kata kunci yaitu

komitmen, seperti yang dikemukakan oleh beberapa responden berikut;

“….dukungan dari pimpinan merupakan faktor terpenting jika ingin proses


MRK diimplementasikan dengan baik….” (TC)

“….. belum meratanya komitmen dari semua pihak terkait pelaksanaan


manajemen risiko dan pengetahuan staf tentang MRK yang masih sangat
minim serta sosiaisasi tentang hal tersebut yang juga masih sangat
kurang….” (SM)

Kebijakan rumah sakit dan pengetahuan staf merupakan jawaban lain

yang dikemukakan oleh beberapa responden, seperti dalam kutipan

wawancara berikut:

“….manajemen risiko merupakan hal baru di dunia perumahsakitan,


sehingga posisi ataupun tanggung jawab manajemen risiko belum
menjadi bagian strategis….” (WS)

97
“…..bagi kami, kebijakan corporate lah yang sangat mempengaruhi
jalannya organisasi, apapun itu…” (AB)

“….. belum meratanya komitmen dari semua pihak terkait pelaksanaan


manajemen risiko dan pengetahuan staf tentang MRK yang masih sangat
minim serta sosiaisasi tentang hal tersebut yang juga masih sangat
kurang….” (LB)

“…..yang dirasa sangat berpengaruh adalah pengetahuan dan komitmen


pimpinan….” (SR)

Selain itu beberapa responden juga memberikan jawaban yang berbeda.

“….adanya sistem open disclosure kasus medis atau kesalahan yang


dilakukan oeh staf medis serta adanya sistem klaim atau legalitas dimana
jika terjadi tuntutan kepada rumah sakit siapa yang akan membayar klaim
pasien tersebut….” (UH)

“…..prosedur pengelolaan anggaran dan pelaksanaan akan pengajuan


fasilitas MRK dan pengembangan SDM….” (PL)

Jawaban dari para responden dapat dilihat pada content analysis berikut:

WS

LB
Kebijakan strategis RS

SR

Komitmen
TC

AB Pengetahuan staf

UH Pencegahan dan perlindungan


terhadap tuntutan hukum
PL
Faktor pendukung (anggaran,
SM fasilitas, SDM)

PW

Gambar 6. Content analysis pertanyaan 1

98
Dari analisis di atas terlihat bahwa lima responden menganggap bahwa

komitmen merupakan faktor yang mempengaruhi implementasi MRK di

tempat mereka, dua responden menganggap kebijakan strategis RS

merupakan faktor yang berpengaruh demikian pula dengan pengetahuan

staf. Pencegahan dan perlindungan terhadap tuntutan hukum serta

ketersediaan faktor pendukung seperti anggaran, fasilitas dan SDM juga

dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi implementasi MRK di RS oleh

masing-masing satu responden.

Pertanyaan kedua yang dajukan adalah tentang pandangan

responden terkait implementasi dan pengorganisasian MRK di tempat

mereka. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi riil

implementasi MRK di tempat responden. Sebagian besar responden merasa

bahwa MRK di tempat mereka sudah terorganisir dan proses MRK sudah

berjalan namun masih membutuhkan pengembangan, seperti yang

diutarakan oleh beberapa responden berikut:

“…..kami sudah berjalan, namun tentunya masih butuh banyak


pengembangan dan perbaikan khususnya yang terkait dengan risiko klinis….”
(TC)

“....prosesnya sudah berjalan, tinggal dikembangkan hingga lebih optimal


lagi....” (SM)

“…. Implementasi MRK masih dalam tahap pengembangan, kami senantiasa


berupaya untuk meningkatkan….” (AB)

99
“….secara struktur organisasi sudah berjalan dengan baik tetapi personel
masih merangkap jabatan karena yang purna waktu hanya 1 orang….” (PL)

“…..kalau dari segi pengorganisasian kami rasa sudah cukup, namun dari
implementasinya masih kurang karena adanya keterbatasan SDM yang tidak
full time….” (PW)

Ada responden yang menganggap bahwa proses MRK sudah berjalan

dengan maksimal di tempat mereka;

“….sudah ada struktur organisasi terkait dan prosesnya sudah berjalan…”


(WS)

“….di tempat kami sistem ini sudah berjalan secara sistematis, pertemuan
pun sudah teratur dilakukan pada setiap tanggal 15 meskipun jumlah peserta
yang datang berpartisipasi masih kurang, hanya sekitar 5-6 orang dari total
30 orang, ini disebabkan karena mereka masih sibuk dengan pelayanan
sebagai tupoksi utama mereka…..” (RSP)

Namun demikian masih ada responden yang berpendapat bahwa proses

MRK di tempat mereka belum terorganisir dan belum berjalan;

“…..MRK belum berjalan di rumah sakit kami, belum terstruktur. Kami masih
perlu untuk menyamakan persepsi tentang MRK terhadap semua pihak….”
(LB)

“….harus kami akui bahwa hal ini belum berjalan di rumah sakit kami….”
(SR)

Content analysis dari jawaban responden dapat dilhat dalam gambar berikut:

100
WS

LB
Ada struktur

SR

Belum ada struktur


TC

AB Proses sudah berjalan

UH Proses sudah berjalan namun


butuh pengembangan
PL

Proses belum berjalan


SM

PW

Gambar 7. Content analysis pertanyaan 2

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah

melakukan pengorganisasian MRK (tujuh responden) namun belum maksimal

dalam implementasinya dan masih butuh pengembangan (empat responden).

Tiga responden menjawab bahwa implementasi MRK sudah berjalan dengan

baik di tempat mereka, sedangkan dua responden menjawab bahwa mereka

belum melakukan pengorganisasian MRK dan proses tersebut juga belum

berjalan di tempat mereka.

Pertanyaan ketiga yang diajukan dalam wawancara adalah

mengenai tujuan strategis terkait MRK yang dianggap paling penting oleh

101
responden. Pertanyaan ini bertujuan untuk menggali informasi terkait

kebijakan yang sedang atau akan di ambil untuk mendukung implementasi

MRK di rumah sakit. Sebagian besar responden setuju bahwa peningkatan

keselamatan pasien merupakan tujuan strategis yang paling penting.

“…..meminimalkan insiden maupun dampaknya bila terjadi….” (WS)

“…..meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien rumah sakit….” (LB)

“….peningkatan keselamatan pasien….” (SR)

“….tujuannya adalah untuk meningkatkan patient safety dan K3RS…”(AB)

“….meminimalisir faktor yag dapat menimbulkan cedera pada pasien dan


petugas serta berupaya semaksimal mungkin meningkatkan mutu rumah
sakit…” (PL)

“….meminimalkan insiden keselamatan pasien….”(SM)

“….mengoptimalkan penerapan patient safety sebagai budaya kerja….” (PW)

Meskipun juga masih ada responden yang memberikan jawaban berbeda;

“…..untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian pegawai tentang


manajemen risiko klinis serta meningkatkan keamanan dan keselamatan
pasien…..” (TC)

“….untuk meningkatkan keterbukaan dan kejujuran serta komitmen yang kuat


dari seluruh staf…” (RSP)

Jawaban dari responden dapat dilihat pada content analysis berikut:

102
WS

LB Peningkatan keselamatan
pasien

SR
Peningkatan pengetahuan
staf
TC

AB Keterbukaan dan kejujuran

UH
Peningkatan komitmen

PL

SM

PW

Gambar 8. Content analysis pertanyaan 3

Berdasarkan bagan di atas dapat dilhat bahwa variasi jawaban dari para

responden tidak terlalu banyak. Delapan responden menjawab bahwa

peningkatan keselamatan pasien merupakan tujuan strategis yang mereka

anggap paling penting, sedangkan peningkatan pengetahuan staf,

keterbukaan dan kejujuran serta peningkatan komitmen dianggap penting

oleh masing-masing satu responden.

Pertanyaan keempat adalah tentang tujuan operasional yang

dianggap paling penting yang harus dipriortaskan di tempat kerja responden

dalam waktu 12 bulan kedepan. Pertanyaan ini juga bertujuan untuk

menggali informasi terkait kebijakan yang sedang atau akan di ambil untuk

103
mendukung implementasi MRK di rumah sakit. Jawaban para responden

untuk pertanyaan ini sangat beragam, hanya tiga responden yang memiliki

jawaban yang sama, sedangkan responden lainnya memiliki jawaban yang

berbeda, seperti pada kutipan wawancara berikut:

“….peningkatan pengetahuan staf terkait manajemen mutu dan manajemen


risiko, karena kami susah bergera kalau belum memahami sepenuhnya
tentang hal tersebut….” (SR)

“……semua staf harus mengerti dan paham tentang risiko dan paham
tentang pelaporan risiko dan insiden…..” (TC)

“….kami ingin meningkatkan sosialisasi terkait manajemen risiko klinis ini


kepada seluruh staf dan meningkatkan keterlibatan serta partisipasi aktif dari
seluruh pihak di rumah sakit ini….” (AB)

“…..sesuai mapping hasil identifikasi risiko 1 tahun terakhir terdapat


beberapa proses berisiko tinggi yang menjadi prioritas, antara lain proses
pelayanan farmasi, admisi dan laboratorium…” (WS)

“…. Identifikasi area yang berisiko dan identifikasi staf atau kelompok yang
berisiko….” (LB)

“….penyelesaian indikator pengukuran keselamatan pasien dan mutu di


seluruh unit….” (RSP)

“….penggunaan SIMRS yang terintegrasi dengan laporan mutu tiap unit….”


(PL)

“….tujuannya adalah untuk meningkatkan pelaporan insiden dari unit-unit…”


(SM)

“…..pemenuhan standar sesuai SPM….” (PW)

104
Analisa jawaban responden dapat dilihat dalam bagan berikut:

WS Fokus area berisiko tinggi

LB
Identifikasi risiko

SR
Peningkatan pengetahuan
staf
TC

Pengukuran indikator mutu dan


AB keselamatan apsien

UH
Integrasi SIMRS

PL

Pelaporan insiden
SM

Peningkatan standar sesuai


PW SPM

Gambar 9. Content analysis pertanyaan 4

Dalam content analysis ini terlihat bahwa jawaban responden cukup

bervariasi. Ada tiga responden yang menjawab bahwa peningkatan

pengetahuan staf adalah tujuan operasional yang paling penting yang ingin

mereka prioritaskan. Sedangkan enam responden lainnya memiliki jawaban

masing-masing yang berbeda yaitu identifikas risiko, pengukuran indikator

mutu dan keselamatan pasien, integrasi SIMRS, pelaporan insiden, dan

peningkatan standar sesuai SPM.

Pada pertanyaan kelima responden diminta menjawab tentang

fungsi MRK yang menurut mereka paling penting untuk dikembangkan.

105
Jawaban responden mengerucut pada empat fungsi, yaitu pencegahan

insiden, identifikasi risiko, pelaporan insiden dan monitoring. Jawaban para

responden dapat dilihat pada beberapa kutipan wawancara berikut:

“…. Strategi mencegah insiden dan meminimalkan dampak….” (WS)

“….menurut saya fungsi MRK yang paling penting adalah identifikasi


risiko….” (LB)

“….kemungkinan identifikasi risiko merupakan hal yang paling penting, saya


kurang yakin….” (SR)

“……fungsi identifikasi dan pelaporan, karena ini yang menjadi dasar


pembelajaran untuk membuat program pencegahan risiko lebih lanjut….”
(TC)

“…..fungsi pelaporan, harus ada reward pelaporan insiden….” (RSP)

“….fungsi pelaporan dan identifikasi risiko….” (SM)

“….fungsi yang terpenting menurut kami adalah fungsi pengawasan atau


monitoring…” (PW)

Content analysis dari jawaban ini dapat dilihat pada bagan berikut:

106
WS

LB
Pencegahan insiden

SR

Identifikasi risiko
TC

AB Pelaporan insiden

UH
Monitoring

PL

SM

PW

Gambar 10. Content analysis pertanyaan 5

Dalam content analysis di atas terlhat bahwa sebagian besar responden,

yaitu lima responden, menjawab identifikasi risiko sebagai fungsi MRK yang

menurut mereka paling penting untuk dikembangkan, kemudian empat

responden menjawab pelaporan insiden, sedangkan ada dua responden

yang masing-masing menjawab pencegahan insiden dan monitoring sebagai

fungsi MRK terpenting.

Pertanyaan keenam meminta responden untuk menjawab kepada

kelompok staf yang manakah pelatihan MRK dan keselamatan pasien lebih

penting diberikan. Jawaban untuk pertanyaan ini relatif lebih bervariasi

107
diberikan oleh para responden seperti yang terlihat dalam kutipan wawancara

berikut:

“….. Manajemen dan Profesi Pemberi Asuhan, seperti Perawat, Dokter,


Dietisien, dan semua yang langsung terlibat pada pelayanan pasien….” (WS)

“…. Manajemen….” (LB)

“….kepada DPJP…..” (AB)

“…..rawat inap, IGD, ICU dan OK….” (PL)

“….perawat, karena mereka yang lebih banyak dan lebih sering bersentuhan
langsung dengan pasien….” (SR)

“…..harusnya kepada seluruh staf, namun prioritas utama adalah staf medis,
yaitu dokter, perawat dan bidan…” (RSP)

“….pelatihan itu penting diberikan kepada semua staf….” (SM)

WS

Manajemen

LB

Dokter
SR

TC Perawat

AB
Bidan
UH

PL Semua PPA

SM
Semua pegawai

PW

Gambar 11. Content analysis pertanyaan 6

108
Dari bagan di atas terlihat bahwa lima responden menjawab dokter, empat

responden menjawab perawat, tiga responden menjawab manajemen, dan

satu responden untuk masing-masing jawaban bidan, semua PPA dan

semua pegawai.

Pertanyaan ketujuh yang diajukan dalam wawancara adalah

tentang kekuatan program MRK yang ada di masing-masing rumah sakit

responden. Jawaban dari para responden dapat dilihat pada beberapa

kutipan wawancara berikut:

“……adanya arah yang jelas dan sudah dilaluinya peran manajemen risiko
secara internasional, dukungan pimpinan, sudah adanya struktur dan
proses…” (WS)

“….adanya struktur organisasi yang sudah mengakomodir manajemen risiko


klinis dan beberapa staf yang teah mendapatkan pelatihan terkait manajemen
risiko….”(TC)

“….kekuatan kami adalah komitmen untuk menerapkan standar dari semua


pegawai yang cukup tinggi, selain itu karena kami adalah rumah sakit swasta
maka dengan adanya competitor membuat kami selalu termotivasi dalam
menjaga kualitas pelayanan….”(AB)

“..... belum ada yang menjadi kekuatan kami…” (LB)

“….belum ada….” (SR)

“….sudah ada unit yang bertanggungjawab terhadap masalah ini, meskipun


partisipasi dari unit lain masih kurang…” (RSP)

“….loyalitas anggota dan sistem komando….” (PL)

109
“…. Kami sudah memiliki struktur, sudah ada pedoman untuk implementasi,
tinggal ditingkatkan….” (SM)

“…..kekuatan kami adalah bahwa kami sudah memiliki sistem pelaporan yang
berjalan dengan baik dan kami telah memiliki champion mutu, PPI dan
patient safety di unit-unit….” (PW)

Jawaban di atas tertuang dalam content analysis berikut:

WS

LB Ada kebijakan yang


mendukung

SR
Komitmen dan dukungan
pimpinan
TC

AB Adanya Staf yang terlatih

UH Motivasi dan semangat


kompetisi
PL

Tidak ada
SM

PW

Gambar 12. Content analysis pertanyaan 7

Dari bagan di atas terlihat bahwa ada lima variasi jawaban, dimana jawaban

terbanyak adalah adanya kebijakan yang mendukung, hal ini diutarakan oleh

lima responden, kemudian tiga responden menjawab bahwa komitmen dan

dukungan pimpinan merupakan kekuatan mereka, dua responden menjawab

tidak memiliki kekuatan dan satu responden masing-masing menjawab

110
bahwa adanya staf yang terlatih dan motivasi menjadi kekuatan mereka

dalam mengimplementasikan MRK.

Pertanyaan kedelapan yang diajukan kepada responden dalam

wawancara adalah tentang kebutuhan terbesar yang diperlukan untuk

menjalankan program MRK di tempat mereka masing-masing.

“……..ada data untuk menjalankan redesign proses atau rancang ulang….”


(WS)

“…..meningkatkan pengetahuan staf tentang manajemen risiko klinis itu


sendiri….” (LB)

“…..harus ada komitmen yang sama dari semua pihak, baik itu pimpinan
sampai ke staf biasa…..” (SR)

“…..harus ada staf permanen yang mengurusi masalah manajemen mutu dan
risiko, sehingga mereka bisa lebih fokus dan tidak terbagi dengan tupoksi
utama mereka. Sosialisasi kepada seluruh pegawai juga harus selalu
dilakukan untuk menjamin kesamaan persepsi dan komitmen….” (TC)

“….saya kira kami membutuhkan adanya tenaga yang full time untuk
mengurusi masalah ini dan pelatihan kepada seluruh staf terkait manajemen
risiko….” (AB)

“…..dana untuk membiayai hasil rekomendasi investigasi kalau keluar dari


pagu anggaran…” (RSP)

“… kami membutuhkan peningkatan SDM serta evaluasi indikator


keselamatan pasien….” (PL)

“….yang sangat dibutuhkan adalah pelatihan bagi seluruh staf…” (SM)

111
“…..kami sangat membutuhkan tenaga yang full time untuk mengurusi hal
ini…” (PW)

WS Data

LB Pengetahuan

SR Pelatihan

TC
Komitmen

AB
SDM
UH

PL Dana

ST
Evaluasi

PT

Gambar 13. Content analysis pertanyaan 8

Empat responden menjawab bahwa ketersediaan tenaga/SDM adalah

kebutuhan terbesar yang mereka perlukan, dua responden menjawab

pelatihan bagi staf, dan satu responden menjawab masing-masing bahwa

pengetahuan, ketersediaan data, komitmen, ketersediaan dana dan adanya

evaluasi yang menjadi kebutuhan terbesar mereka.

Pertanyaan kesembilan yang diajukan bertujuan untuk menggali

informasi tentang sistem pelaporan insiden yang digunakan di tingkat rumah

sakit. Variasi jawaban dari pertanyaan ini hanya dua, yaitu menggunakan

sistem pelaporan insiden yang standar sesuai dengan KARS/KEMENKES

112
dan yang tidak memilki sistem pelaporan insiden. Delapan responden

menggunakan sistem pelaporan yang standar dan hanya satu responden

yang menjawab tidak memiliki sistem pelaporan insiden.

“…..kami menggunakan sistem pelaporan yang standar dari kemenkes….”


(LB)

“…..sistem pelaporan insiden baku dari kemenkes dan KARS….” (AB)

“…..kami menggunakan format baku, data dikumpulkan oleh PIC di setiap


ruangan, diserahkan kepada Kepala Ruangan, yang akan melakukan grading
dan kemudian diserahkan kepada Tim PMKP….” (PW)

“…..belum ada sistem pelaporan insiden yang kami gunakan, proses


pelaporan insiden belum berjalan….” (SR)

Content analysis dapat dilihat di bawah ini:

WS

LB

SR

Standar KARS/KEMENKES
TC

AB Tidak ada

UH

PL

SM

PW

Gambar 14. Content analysis pertanyaan 9

113
Pertanyaan kesepuluh hampir serupa dengan pertanyaan

kesembilan mengenai sistem pelaporan insiden yang digunakan namun

dalam tingkat unit pelayanan. Pertanyaan ini ingin menggali informasi apakah

terdapat sistem pelaporan insiden yang berbeda yang digunakan di tingkat

rumah sakit dan unit pelayanan. Delapan responden menyatakan bahwa

mereka menggunakan sistem pelaporan yang sama di semua unit layanan

dan satu responden tidak memiliki sistem pelaporan insiden di unit

pelayanan.

“….belum ada sistem pelaporan insiden, baik itu di tingkat rumah sakit
apalagi di tingkat unit layanan….” (SR)

“….kami menggunakan sistem yang sama di semua unit pelayanan….” (TC)

“…..sistemnya sama pada semua unit layanan….” (AB)

“…..sama di semua unit…” (PL)

“….kami menggunakan sistem yang sama….” (SM)

“….sistemnya sama di semua ruangan, kecuali pelaporan K3…” (PW)

Content analysis dari pertanyaan ini dapat dilihat pada bagan berikut:

114
WS

LB

SR

Sama di semua unit


TC

AB Tidak ada

UH

PL

SM

PW

Gambar 15. Content analysis pertanyaan 10

Pertanyaan kesebelas dalam wawancara meminta responden

untuk menggambarkan secara singkat struktur organisasi Komite Mutu atau

manajemen Risiko di rumah sakit mereka. Ini merupakan pertanyaan

tambahan untuk mempertegas tentang pengorganisasian MRK di tempat

mereka. Dari kesembilan responden lima diantaranya sudah memiliki struktur

yang secara spesifik bertanggungjawab terhadap implementasi MRK di

tempat mereka, sedangkan empat sisanya tidak memiliki struktur tersebut.

115
WS

LB

Ada struktur yang


SR bertanggungjawab secara
spesifik terhadap
implementasi MRK
TC

AB Belum ada struktur yang


bertanggungjawab secara
spesifik terhadap
UH implementasi MRK

PL

SM

PW

Gambar 16. Content analysis pertanyaan 11

C. PEMBAHASAN

Pada tabel 3 telah disajikan data nilai masing-masing rumah sakit

untuk setiap indeks penilaian, dan pada tabel 4 dapat dilihat rekapan nilai

indeks penilaian untuk semua rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dari 9 rumah sakit yang diteliti, 7 rumah sakit berada pada tingkat

implementasi MRK yang tinggi, yaitu (sesuai urutan):

1. SM (nilai indeks RS 96,43)

2. PW (nilai indeks RS 94,64)

3. PL (nilai indeks RS 92,86)

4. AB (nilai indeks RS 87,5)

116
5. WS (nilai indeks RS 87,5)

6. RSP (nilai indeks RS 85,71)

7. TC (nilai indeks RS 66,07)

Sedangkan 2 rumah sakit lainnya memiliki tingkat implementasi MRK yang

rendah, yaitu (sesuai urutan):

1. LB (nilai indeks RS 30,36)

2. SR (nilai indeks RS 8,93)

Sehingga 77,78% dari sampel penelitian terkategorikan memiliki tingkat

implementasi MRK yang tinggi. Hasil ini bisa dikatakan cukup baik untuk

mewakili tingkat implementasi MRK pada rumah sakit di Kota Makassar.

Penelitian yang dilakukan oleh Matthias Briner dkk di Swiss pada tahun 2012

tentang penerapan MRK di rumah sakit, hanya terdapat 70,1% (68 dari 97)

rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan MRK tinggi (Briner et al.,

2013), penelitian lain di Iran mengindikasikan bahwa penerapan MRK di

rumah sakit masih sangat rendah dan berada jauh di bawah standar

internasional (Rozita Davoodi et al., 2014), demikian pula penelitian yang

dilakukan di salah satu rumah sakit di Tehran menunjukkan bahwa

implementasi MRK masih berada pada tingkat moderat (Zaboli et al., 2011),

termasuk penelitian di suatu rumah sakit pendidikan di Kerman, Iran yang

menunjukkan tingkat implementasi MRK yang rendah (Farokhzadian et al.,

2015). Namun demikian, kurangnya penelitian tentang MRK khususnya di

Indonesia dan Kota Makassar yang dapat dijadikan sebagai data

117
pembanding pada penelitian ini menjadi kesulitan tersendiri untuk bisa lebih

jauh membandingkan tingkat kemapanan implementasi MRK pada rumah

sakit di beberapa kota di Indonesia ataupun antar Negara. Beberapa

penelitian lain yang berfokus pada MRK juga mengalami kesulitan serupa,

seperti di Swiss dan Iran (Briner et al., 2013). Meskipun jumlah sampel

penelitian ini hanya sekitar 18,75% dari keseluruhan rumah sakit di Kota

Makassar yang total berjumlah 48 rumah sakit yang terdiri dari 22 rumah sakit

umum, 3 rumah sakit khusus, dan 23 rumah sakit bersalin/RSIA, namun

sampel yang dipilih dianggap mampu mewakili masing-masing karakteristik

organisasi rumah sakit untuk kemudian dilakukan analisis lebih lanjut

(Dinkes, 2016).

Pada tabel 9 disajikan data tingkat kemapanan implementasi MRK

berdasarkan jenis pelayanan rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dari 7 rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi

MRK yang tinggi, 5 merupakan Rumah Sakit Umum dan 2 merupakan

Rumah Sakit Khusus, sedangkan 2 rumah sakit dengan tingkat implementasi

MRK yang rendah keduanya merupakan Rumah Sakit Umum. Dari hasil ini

terlihat bahwa sebagian besar Rumah Sakit Umum memiliki tingkat

implementasi MRK yang tinggi, dan demikian pula dengan Rumah Sakit

Khusus yang semuanya terkategorikan memiliki implementasi MRK yang

tinggi, sehingga tidak jelas terlihat pengaruh faktor jenis pelayanan rumah

sakit terhadap tingkat kemapanan implementasi MRK. Berdasarkan

118
pengamatan peneliti, jenis pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit

memang tidak terkait dengan manajemen mutu di rumah sakit, karena

pengkategorian rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan hanya memberikan

batasan terhadap ruang lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

rumah sakit namun tidak menyentuh tentang manajemen dan kualitas

pengelolaan layanan tersebut. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang

Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, pasal 11 menyatakan “Berdasarkan

jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah

Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus”, pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan

bahwa “Rumah sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit” dan pada ayat 3

dijelaskan “Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu

berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau

kekhususan lainnya” (Kemenkes, 2014). Jadi dalam pengklasifikasian rumah

sakit berdasarkan jenis pelayanan ini hanya berfokus pada pelayanan utama

yang diberikan oleh rumah sakit bersangkutan. Hasil ini juga sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Matthias Briner dkk pada Tahun 2012 yang

menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara tingkat kemapanan

implementasi MRK dengan jenis rumah sakit yang merupakan salah

karakteristik struktural organisasi (Briner et al., 2013)

119
Pada tabel 10 terlihat bahwa dari 7 rumah sakit yang memiliki tingkat

kemapanan implementasi MRK yang tinggi, 2 merupakan rumah sakit kelas A

dan 5 merupakan rumah sakit kelas B, sedangkan untuk 2 rumah sakit yang

memiliki tingkat kemapanan imlementasi MRK yang rendah, 1 merupakan

rumah sakit kelas B dan 1 lagi merupakan rumah sakit kelas C. semua rumah

sakit kelas A dalam penelitian ini memiliki tingkat kemapanan implementasi

MRK yang tinggi, mayoritas rumah sakit kelas B juga memiliki tingkat

kemapanan implementasi MRK yang tinggi sedangkan rumah sakit kelas C

dalam penelitian ini memiliki tingkat implementasi MRK yang rendah.

Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

rumah sakit dengan kelas yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat

implementasi MRK yang lebih baik. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian

Matthias Briner pada tahun 2012 yang mengatakan bahwa tidak ada

pengaruh antara tingkat kemapanan implementasi MRK dengan seluruh

karakteristik struktural organisasi (Briner et al., 2013).

Perbedaan kelas pada rumah sakit didasarkan pada beberapa

indikator, yaitu pelayanan, sumber daya manusia, peralatan serta bangunan

dan prasarana (Kemenkes, 2014). Keempat indikator ini diatur

persyaratannya secara kuantitas, untuk kemudian bisa mendapatkan

penetapan kelas. Jadi sebenarnya perbedaan kelas ini hanya terletak pada

fasilitas yang tersedia di rumah sakit, tanpa memberikan batasan tentang

standar kualitas pelayanan yang diberikan. Walaupun demikian hal ini secara

120
tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas pelayanan di rumah sakit,

karena anggapan bahwa rumah sakit dengan kelas A merupakan kelas

tertinggi dalam klasifikasi rumah sakit sehingga ekspektasi terhadap rumah

sakit ini juga akan tinggi, bahwa rumah sakit kelas A mampu memberikan

pelayanan yang komprehensif dan berkualitas dibandingkan dengan rumah

sakit lain. Sehingga dapat dikatakan, berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa

Rumah sakit kelas A dengan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi, sumber

daya yang lebih besar dan status kepemilikan oleh pemerintah pusat memiliki

manajemen yang lebih baik dalam hal Manajemen Risiko Klinis. Hal ini bisa

menjelaskan perbedaan hasil penelitian oleh Matthias Briner yang tidak

menemukan pengaruh kelas rumah sakit terhadap tingkat kemapanan MRK,

dimana indikator yang digunakan adalah jumlah tempat tidur sesuai dengan

yang ditetapakan oleh Asosiasi Rumah Sakit Swiss dan bahwa penerapan

standar kualitas pelayanan di luar negeri sudah lebih maju dibandingkan

Indonesia, sehingga penerapan standar tersebut lebih maksimal dan merata

dilakukan pada semua kelas rumah sakit (Briner et al., 2013).

Demikian pula halnya dengan status kepemilikan rumah sakit, semua

rumah sakit pemerintah yang berstatus kepemilikan pusat dan rumah sakit

swasta yang berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki tingkat implementasi

MRK yang tinggi, sebagaimana tergambar pada tabel 11. 4 rumah sakit yang

berstatus kepemilikan pemerintah pusat, 2 diantaranya merupakan UPT

Kementerian Kesehatan, sisanya masing-masing merupakan milik

121
Kementerian Riset dan Dikti, dan milik TNI AD. Hal ini mungkin berhubungan

dengan pengawasan langsung oleh Pemerintah Pusat yang bisa berdampak

pada manajemen yang lebih baik, atau pada RS TNI yang memiliki sistem

komando yang juga sangat mempengaruhi manajemen di rumah sakit

tersebut. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara bahwa di PL yang

merupakan rumah sakit milik TN AD, yang menjadi kekuatan mereka dalam

mengimplentasikan program MRK adalah adanya loyalitas dan sistem

komando, dua hal yang erat kaitannya dengan kepemimpinan. Gaya

kepemimpinan militeristik merupakan suatu gaya kepemimpinan yang

memiliki karakter antara lain:

a. Lebih banyak menggunakan perintah atau sistem komando

b. Menuntut kepatuhan penuh dari bawahan

c. Menyukai formalitas

d. Membutuhkan kedisiplinan yang kaku

e. Lebih tertutup terhadap saran dan kritik dari bawahan (Soesanto and

Efendy, 2017)

Gaya kepemimpinan militeristik terkadang menimbulkan ketidaknyamanan

terutama di antara para pegawai dengan latar belakang non militer atau sipil

karena sifatnya yang kaku serta komunikasi yang terkadang bersifat satu

arah juga memiliki potensi menimbulkan ketidakpuasan di antara pegawai,

namun demikian, dalam gaya kepemimpinan militeristik ini juga terdapat hal

positif dalam pencapaian misi dan visi serta tujuan organisasi. Selain

122
terdapatnya faktor kepatuhan, disiplin dan sistem komando, gaya

kepemimpinan ini juga memunculkan prestise dan karisma tersendiri dari

sikap militeristiknya (Soesanto and Efendy, 2017).

Rumah sakit UPT Vertikal memiliki rentang birokrasi yang lebih pendek

dibandingkan dengan Rumah Sakit Umum Daerah terhadap kebijakan-

kebijakan strategis yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sehingga

Kebijakan tersebut dan Komitmen Pemerintah Pusat lebih dapat terbaca dan

terserap dengan maksimal. Hal ini lebih ditekankan lagi pada hasil

wawancara yang menunjukkan bahwa komiten dan arah kebijakan strategis

merupakan faktor yang dianggap mempengaruhi implementasi MRK di rumah

sakit. Faktor tersebut juga berpengaruh di rumah sakit swasta, yang mana

kebijakan perusahaan sangat berpengaruh terhadap keseluruhan

manajemen dan operasional rumah sakit. Ditambah lagi untuk rumah sakit

swasta, tuntutan untuk menjaga kualitas layanan merupakan suatu hal yang

mutlak untuk bisa unggul dan bertahan dari para kompetitor, dan untuk

menjawab ekspektasi masyarakat tentang keunggulan pelayanan yang

diberikan oleh rumah sakit swasta dibandingkan dengan rumah sakit

pemerintah. Ekspektasi ini sudah menjadi hal yang umum di masyarakat,

penelitian yang dilakukan oleh Yousapronpaiboon pada tahun 2013 di

Thailand menemukan bahwa terdapat adanya perbedaan kualitas pelayanan

antara rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah dan bahwa persepsi

masyarakat menganggap bahwa pelayanan di rumah sakit swasta lebih baik

123
dibandingkan rumah sakit pemerintah (Yousapronpaiboon and Johnson,

2013), demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Irfan dkk di Pakistan

pada tahun 2011 yang juga menunjukkan bahwa mayoritas respondennya

menganggap bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit swasta lebih

baik dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah (Irfan and Ijaz, 2011).

Penelitian ini juga sejalan dengan kondisi yang terjadi di Mesir, dimana

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit swasta dianggap lebih

baik dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah (Mostafa, 2005), dan juga

di Bangladesh dimana masyarakatnya lebih banyak menggunakan pelayanan

kesehatan di rumah sakit swasta dibandingkan rumah sakit pemerintah

dengan alasan kualitas (Andaleeb, 2000). Kualitas pelayanan ini tentunya

sejalan dengan kualitas manajemen mutu di rumah sakit tersebut. Rumah

sakit swasta harus melakukan upaya yang lebih baik dibandingkan dengan

rumah sakit pemerintah untuk menjaga kualitas mutu dan pelayanan yang

mereka berikan karena sebagai rumah sakit swasta mereka tergantung

kepada konsumer, dalam hal ini pasien, untuk mendapatkan keuntungan

finansial, seperti halnya organisasi swasta lainnya. Oleh karena itu maka

rumah sakit swasta lebih fokus dalam pemenuhan kebutuhan pasien dan

pengembangan organisasi untuk mampu menyediakan fasilitas pelayanan

kesehatan yang maksimal bagi pasiennya. Selain itu, pada rumah sakit

swasta, seluruh pegawai termasuk dokter dan perawat menunjukkan

kepedulian yang lebih tentang mutu pelayanan yang mereka berikan (Irfan

124
and Ijaz, 2011). Namun hasil ini menunjukkan perbedaan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Matthias Briner yang tidak menemukan adanya

pengaruh antara tingkat kemapanan implementasi MRK dengan karakteristik

struktur organisasi termasuk status kepemilikan rumah sakit (Briner et al.,

2013). Hal ini mungkin dapat dijelaskan bahwa dibandingkan data penelitian

yang disajikan di atas, yang sebagian besar penelitian tersebut dilaksanakan

di negara-negara Asia dan Afrika, maka standar kualitas pelayanan di Swiss

sudah lebih maju sehingga semua rumah sakit sudah mampu menerapkan

standar dengan motivasi dan semangat yang sama, baik pada rumah sakit

pemerintah maupun rumah sakit swasta.

Jika dilihat dari status akreditasi, semua rumah sakit yang memiliki

tingkat kemapanan MRK yang rendah adalah rumah sakit yang belum

terakreditasi, sedangkan untuk rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan

MRK tinggi, 1 diantaranya adalah rumah sakit yang belum terakreditasi,

namun rumah sakit ini sedang dalam proses mempersiapkan akreditasi dan

telah melakukan upaya-upaya pemenuhan terhadap standar akreditasi

KARS. Dalam penelitian ini jelas terlihat bahwa status akreditasi memberikan

dampak positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit secara

umum dan termasuk juga terhadap implementasi MRK. Braithwaite dalam

penelitiannya pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa akreditasi secara

signifikan memiliki dampak positif dan berpengaruh terhadap budaya

organisasi dan kepemimpinan. Juga ditemukan adanya trend positif antara

125
akreditasi dan kinerja klinis di rumah sakit (Braithwaite et al., 2010). Hal ini

disebabkan karena proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya

keselamatan dan budaya kualitas di rumah sakit, sehingga senantiasa

berusaha untuk meningkatkan mutu dan keamanan pelayanannya. Akreditasi

memberikan panduan bagi rumah sakit tentang persyaratan dan elemen-

elemen yang harus dipenuhi dalam pencapaian standar mutu yang

dipersyaratkan, termasuk keharusan suatu rumah sakit untuk memiliki Komite

Mutu atau tim lain yang bertanggungjawab terhadap peningkatan mutu

(Kemenkes, 2011). Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa pegawai

yang bekerja di rumah sakit yang telah terakreditasi memiliki persepsi yang

lebih positif tentang keselamatan pasien, dan menjadikan akreditasi sebagai

salah satu prediktor major untuk budaya keselamatan pasien (El-Jardali et

al., 2011). Meskipun dalam penelitian ini terdapat satu rumah sakit dengan

tingkat implementasi MRK yang tinggi namun belum terakreditasi tapi rumah

sakit tersebut sedang dalam proses persiapan akreditasi, yang berarti bahwa

mereka telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi standar-standar

yang dipersyaratkan dalam elemen penilaian. Dalam standar akreditasi

banyak elemen penilaian yang mengatur tentang penjaminan dan

standarisasi mutu, termasuk pengorganisasian, penentuan indikator mutu,

pelaporan mutu, pelaporan insiden, dan manajemen risiko. Meskipun

hubungan antara status akreditasi rumah sakit secara langsung dengan

126
tingkat kemapanan Implementasi MRK sulit untuk dicari referensinya, namun

hubungan akreditasi dengan peningkatan mutu dan kinerja klinis mewakili

keterkaitan ini. Joint Commission on Accreditation telah mewajibkan rumah

sakit untuk melaksanakan manajemen risiko dan berfokus pada peran

organisasi dalam mencegah insiden dan kejadian yang tidak diharapkan

guna meningkatkan kualitas layanan kesehatan (Zaboli et al., 2011). Di

Indonesia proses akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak tahun 1995,

namun implementasinya belum maksimal, sampai Tahun 2011 jumlah rumah

sakit yang telah terakreditasi dengan sistem akreditasi berbasis layanan

belum mencapai 60% (Kemenkes, 2011). Hingga pada Tahun 2009 melalui

Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, pemerintah

mewajibkan seluruh rumah sakit di Indonesia untuk meningkatkan mutu

pelayanannya melalui akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali.

Kemudian hal ini lebih dipertegas dalam era JKN di Tahun 2014 yang bahkan

memberikan ancaman penghentian kerjasama bagi rumah sakit yang tidak

terakreditasi.

Sebagaimana yang disajikan dalam data hasil penelitian pada tabel

13, dari sembilan rumah sakit yang diteliti, 7 (77,78%) diantaranya berada

dalam level implementasi MRK yang tinggi, sedangkan 2 (22,22%) lainnya

terkategorikan rendah. Pada tingkat organisasi rumah sakit jumlah sampel

yang berada pada level implementasi MRK yang tinggi dan rendah sama

pada semua indeks penilaian, baik pada indeks organisasi (O) hingga ke

127
indeks O1, O2 dan O3, yaitu 7 (tujuh) rumah sakit berada pada level tinggi

dan 2 (dua) berada pada level rendah. Hasil yang sama juga didapatkan

pada tingkat unit pelayanan (indeks U), yaitu 7 (tujuh) rumah sakit berada

pada level tinggi dan 2 (dua) berada pada level rendah, namun distribusinya

pada setiap indeks turunan cukup bervariasi. Pada indeks U1 tentang proses

MRK yang sedang berjalan di tingkat unit pelayanan, 6 (enam) rumah sakit

berada pada level implementasi MRK yang tinggi, sedangkan 3 (tiga) lainnya

berada dalam level yang rendah. Pada indeks U2 tentang komunikasi dan

informasi, indeks U4 yang terkait dengan pembelajaran dan pengembangan

serta indeks U5 yang merupakan indeks untuk pelatihan, 8 (delapan) rumah

sakit terkategorikan dalam implementasi MRK yang tinggi sedangkan 1 (satu)

lainnya terkategorikan rendah. Pada indeks U3 yang terkait dengan

dokumentasi, 5 (lima) rumah sakit memiliki nilai indeks yang terkategorikan

tinggi sedangkan 4 (empat) lainnya terkategorikan rendah. Pada tabel 7 dan

8 juga terlihat bahwa diantara 7 (tujuh) rumah sakit yang memiliki tingkat

kemapanan implementasi MRK yang tinggi, nilai indeks O dan indeks U tidak

menunjukkan perbedaan yang besar, hanya sebesar 0,01. Hal sebaliknya

ditemukan pada rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi

MRK yang rendah, yaitu mereka menunjukkan perbedaan yang cukup besar

antara indeks O dan indeks U yaitu sebesar 17,77 dengan nilai indeks U

yang lebih besar. Meskipun pada level MRK tinggi terdapat tiga rumah sakit

dengan nilai indeks O yang lebih tinggi dari nilai indeks U-nya, sedangkan

128
empat rumah sakit lainnya memiliki nilai indeks U yang lebih tinggi dari nilai

indeks O, namun jika dirata-ratakan diperoleh nilai rata-rata indeks O lebih

tinggi dibandingkan indeks U. Hal ini berbeda pada rumah sakit yang memiliki

level implementasi MRK rendah, dimana nilai indeks O-nya lebih rendah

dibandingkan nilai indeks U. Dari data ini terlihat bahwa indeks O dapat

memberikan gambaran tingkat implementasi MRK di rumah sakit secara

umum, sehingga berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa yang paling

menentukan tingkat implementasi MRK pada suatu rumah sakit adalah

indeks O yang merupakan indeks MRK pada tingkat organisasi rumah sakit,

dimana dalam indeks O ini terdapat pengukuran terhadap faktor

kepemimpinan, partisipasi pegawai, pelatihan, proses MRK yang berjalan

dalam tingkat organisasi dan pelaporan insiden. Hasil serupa juga didapatkan

dalam penelitian Matthias Briner dkk tentang implementasi MRK yang

dilaksanakan di Swiss, bahwa gambaran kemapanan implementasi MRK

secara umum pada tingkat rumah sakit sama dengan gambaran kemapanan

implementasi MRK pada tingkat organisasi, baik pada indeks O, O1, O2 dan

O3, demikian pula dengan tingkat kemapanan implementasi MRK pada

tingkat unit pelayanan yang memiliki hasi yang bervariasi pada setiap

indeksnya (Briner et al., 2013). Hasil ini juga diperkuat dalam wawancara

yang dilakukan bahwa faktor yang menurut responden mempengaruhi

pelaksanaan MRK di tempat mereka adalah komitmen dan kepemimpinan,

pengetahuan staf dan arah kebijakan, dimana semua faktor ini merupakan

129
salah satu indikator yang diukur dan berada dalam indeks organisasi (indeks

O).

Untuk rumah sakit dengan tingkat implementasi MRK yang tinggi,

pada tingkat organisasi (indeks O), indeks yang memiliki nilai rata-rata

tertinggi adalah indeks O2 yang merupakan indeks untuk kepemimpinan,

partisipasi pegawai dan pelatihan dengan nilai 97,62 kemudian indeks O1

yang merupakan indeks untuk proses MRK yang sedang berjalan di tingkat

rumah sakit dengan nilai 90 dan terakhir adalah indeks O3 yang merupakan

indeks untuk pelaporan insiden di rumah sakit dengan nilai 79,76. Hal

sebaliknya ditemukan pada rumah sakit dengan tingkat implementasi MRK

rendah, dimana indeks O2 dan O1 mendapatkan nilai 0. Sehingga nampak

bahwa selisih nilai indeks terbesar terdapat pada indeks O2, kemudian O1

dan O3. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya kebijakan dalam rumah sakit

yang mengarahkan penerapan MRK, keberpihakan dan komitmen pimpinan

terhadap program MRK, partisipasi pegawai dan pelatihan terkait MRK yang

diberikan kepadai pegawai rumah sakit memberikan dampak positif dan daya

ungkit terhadap keberhasilan penerapan MRK. Hasil ini diperkuat dalam

wawancara bahwa pada pertanyaan mengenai faktor yang dianggap paling

mempengaruhi implementasi MRK di rumah sakit responden, tiga jawaban

tertinggi adalah kepemimpinan dan komitmen, pengetahuan staf serta

kebijakan strategis. Peran seorang pemimpin dalam impelementasi MRK

sangatlah penting, pemimpin dapat menentukan kebijakan strategis

130
organisasi yang mendukung MRK, mengalokasikan sumber daya,

menentukan prioritas keselamatan, dll. Suatu penelitian tentang manajemen

risiko menunjukkan bahwa peningkatan keselamatan pasien di rumah sakit

membutuhkan penekatan sistematis serta keterlibatan dan komitmen dari

seorang pemimpin (Adibi et al., 2012). Seorang pemimpin juga dapat

menciptakan budaya dan komitmen dalam organisasi untuk mendukung

peningkatan keselamatan pasien. Satu penelitian menunjukkan bahwa

adanya dukungan dari pimpinan rumah sakit terrhadap keselamatan pasien

mampu meningkatkan jumlah laporan insiden yang merupakan salah satu

elemen dalam MRK, dan juga secara umum meningkatkan persepsi

keselamatan pasien di antara pegawai (El-Jardali et al., 2011).

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa rumah sakit yang

memiliki tingkat implementasi MRK yang tinggi cenderung memiliki nilai

indeks O2 yang tinggi pada tingkat organisasi, namun hal ini berbeda pada

PL yang nilai tertingginya pada tingkat organisasi adalah pada indeks O3

yang merupakan indeks untuk pelaporan insiden. Kepemimpinan yang

bersifat kaku serta komunikasi yang terkadang bersifat satu arah dapat

menjelaskan hal ini, bahwa meskipun gaya kepemimpinan ini kurang populer

namun dapat menimbulkan kepatuhan dalam pencapaian misi dan visi serta

tujuan organisasi. Pada tingkat unit pelayanan, indeks U4 yang merupakan

indeks untuk pembelajaran dan pengembangan memiliki nilai tertnggi, dan

hal ini ditemukan seragam pada semua rumah sakit responden. Nilai untuk

131
indeks lainnya sangat bervariatif. Jika perbedaan antara indeks O dan indeks

U pada rumah sakit dengan tingkat kemapanan implementasi MRK tinggi

tidak terlalu berbeda, hal sebaliknya ditemukan pada rumah sakit dengan

tingkat implementasi MRK rendah, yang nilai indeks O nya jauh lebih kecil

dibandingkan indeks U. Meskipun dalam penelitian ini rumah sakit yang

memiliki tingkat implementasi MRK rendah keduanya adalah rumah sakit

umum dengan status kepemilikan oleh pemerintah daerah, namun rumah

sakit yang sejenis yaitu PW justru memiliki nilai indeks RS yang tinggi. Hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda di atara rumah sakit tersebut,

salah satunya adalah status PW yang telah terakreditasi sejak tahun 2015,

sedangkan LB dan SR belum terakreditasi pada saat pengambilan data

penelitian ini dilakukan. Juga terdapat perbedaan yang sangat mencolok

pada nilai indeks O2, PW mendapatkan nilai 100 sedangkan LB dan SR

mendapatkan nilai 0.

Pada pertanyaan tentang kebutuhan terbesar yang diperlukan untuk

menjalankan MRK di rumah sakit yang diajukan pada saat wawancara,

mayoritas responden menjawab bahwa yang paling mereka butuhkan adalah

pelatihan. Hasil dari suatu penelitian menunjukkan bahwa memberikan

pendidikan dan pelatihan kepada staf tentang pengukuran keselamatan

berdampak pada peningkatan keselamatan pasien, dan pada penelitian

lainnya juga ditemukan bahwa program pelatihan keselamatan yang

diberikan kepada staf selama empat minggu secara signifikan meningkatkan

132
penilaian dan pemahaman perawat, dan berdampak pada peningkatan

kepedulian dalam melakukan pengukuran standar keselamatan (Adibi et al.,

2012).

Terkait dengan kebijakan rumah sakit yang dianggap mampu

memberikan dampak positif terhadap implementasi MRK, hal ini merupakan

tantangan bagi manajer untuk dapat mengembangkan suatu teknik

implementasi dan memastikan bahwa MRK menjadi bagian dari perencanaan

dan proses manajemen serta budaya organisasi secara umum. Kebijakan

strategis yang dapat diambil terkait dengan hal ini antara lain

pengkomunikasian sistem dan program MRK terhadap seluruh unsur yang

ada dalam organisasi rumah sakit, menunjuk penanggungjawab pelaksanaan

program MRK di rumah sakit, memastikan bahwa seluruh staf telah memiliki

pengetahuan yang cukup tentang MRK dan keterampilan yang dibutuhkan

untuk mengelola manajemen risiko termasuk program pelatihan, menyiapkan

dukungan yang cukup serta arahan kepada penanggungjawab program

MRK, memastikan bahwa hasil luaran MRK terpantau dan terlaporkan,

memastikan bahwa seluruh sistem di rumah sakit bersinergi dengan MRK

dan memastikan berjalannya review dan evaluasi internal (Scully, 2005).

Di tingkat unit pelayanan (indeks U), selisih nilai indeks terbesar

antara rumah sakit dengan tingkat implementasi MRK yang tinggi dan rendah

adalah pada indeks U1 yang merupakan indeks untuk proses MRK yang

sedang berjalan di unit pelayanan dengan selisih nilai 80,61, kemudian

133
berturut-turut diikuti oleh indeks U5 yang merupakan indeks untuk pelatihan

dengan selisih nilai sebesar 55,95, indeks U3 untuk dokumentasi dengan

selisih nilai 54,76, indeks U2 yang merupakan indeks untuk komunikasi dan

informasi dengan selisih nilai 51,43 dan terakhir adalah indeks U4 yaitu

indeks untuk pembelajaran dan pengembangan dengan selisih nilai 45,92.

Kembali lagi bahwa faktor pelatihan yang terkait dengan pengetahuan staf

menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan impementasi MRK di rumah

sakit.

Dalam penelitian ini dilakukan analisa eksploratif untuk menggali

faktor-faktor kunci yang kemungkinan berhubungan dengan kemapanan

tingkat implementasi MRK di rumah sakit. Analisa terhadap nilai masing-

masing indeks dan diperdalam melalui wawancara menghasilkan beberapa

kata kunci yang dapat dianggap sebagai faktor yang berpengaruh. Komitmen,

kepemimpinan, pengetahuan staf dan kebijakan strategis organisasi adalah

faktor-faktor yang menurut sebagian besar responden mempengaruhi

implementasi MRK di tempat mereka. Komitmen sendiri lahir dari adanya

kepemimpinan yang kuat. Ketika kepemimpinan dan pemimpin/manajer

berkomitmen terhadap suatu budaya keselamatan pasien maka keseluruhan

organisasi akan mengikuti dan meniadakan kejadian insiden (El-Jardali et al.,

2011). Keberhasilan implementasi MRK tergantung pada dukungan dan

komitmen dari pimpinan serta keterlibatan aktif seluruh staf. Seorang

pemimpin dituntut untuk dapat mengkomunikasikan dan menunjukkan

134
dukungannya terhadap MRK, memberdayakan seluruh staf untuk

melaksanakan program MRK, mendorong pelaksanaan manajemen risiko

yang baik, mengidentifikasi dan mengelola permasalahan yang timbul,

mendorong pembelajaran organisasi dan mengembangkan strategi positif

untuk mencegah timbulnya masalah berulang dengan melakukan

pengontrolan (Scully, 2005).

Temuan-temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Matthias Briner di Swiss pada tahun 2012 yang menyimpulkan bahwa salah

satu faktor kunci yang berpengaruh terhadap tingkat kemapanan

implementasi MRK di rumah sakit adalah tujuan strategis MRK yang

merupakan suatu kebijakan (Briner et al., 2013). Hal ini juga jelas terlihat

pada nilai indeks O2, yang telah di bahas di atas, yang merupakan indeks

untuk kepemimpinan, partisipasi pegawai dan pelatihan, dimana nilai dari

indeks ini menunjukkan perbedaan yang sangat besar antara rumah sakit

dengan tingkat impelementasi MRK yang tinggi dan rendah. Dan sebagian

besar responden mengatakan bahwa tujuan yang ingin mereka prioritaskan

untuk meningkatkan implemetasi MRK adalah peningkatan pengetahuan staf.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Iran, tingkat kemapanan

implementasi MRK di beberapa rumah sakit bervariasi dari rendah hingga

sedang, dan hasil penelitian tersebut menunjukkan rendahnya pengetahuan

dan pemahaman staf tentang MRK. Hal ini menyebabkan kurangnya

135
partisipasi staf dalam mendukung dan menjalankan program-program MRK,

seperti pelaporan dan analisis (Farokhzadian et al., 2015).

Mengenai pengetahuan staf, kebanyakan responden menganggap

bahwa kelompok staf yang paling penting untuk mendapatkan pengetahuan

terkait MRK yang pertama adalah Manajemen, kemudian Dokter dan

Perawat. Untuk kelompok Manajemen, hal ini sangat selaras dengan temuan

sebelumnya tentang komitmen dan kepemimpinan, dimana komitmen

seorang pemimpin menjadi faktor kunci akan keberhasilan implementasi MRK

di rumah sakit, dan komitmen ini akan muncul jika didasari dengan

pengetahuan yang memadai tentang MRK itu sendiri, terutama mengenai

tujuan dan manfaatnya. Seorang pemimpin atau manajer harus belajar

tentang berbagai aspek MRK dan mendorong staf lainnya untuk melakukan

hal yang sama (Farokhzadian et al., 2015). Kelompok staf lain yang dipilih

sebagai kelompok staf yang penting untuk mendapatkan pengetahuan

tentang MRK adalah Dokter dan Perawat. Hal ini sangat wajar mengingat

bahwa dalam proses pemberian pelayanan kesehatan, Dokter dan Perawat

adalah Profesi Pemberi Asuhan (PPA) yang paling banyak melakukan

interaksi dengan pasien, mulai dari triase, anamnesa, melakukan berbagai

pemeriksaan, penegakan diagnosa, asuhan keperawatan dan tindakan-

tindakan lainnya. Dalam setiap interaksi tersebut tentunya memiliki standar

yang bertujuan untuk menjaga kualitas pelayanan, termasuk yang terkait

dengan MRK, sehingga profesi Dokter dan Perawat harus dibekali dengan

136
pengetahuan tentang MRK yang akan digunakan dalam menjaga kualitas

pelayanan yang mereka berikan kepada pasien. Peran perawat adalah

penting dalam pemberian pelayanan yang berkualitas dan efisien. Perawat

menentukan kekuatan dan kelemahan sistem rumah sakit. Kemampuan

mereka untuk menciptakan kondisi kerja yang dapat merusak sistem

merupakan suatu legenda dalam dunia kesehatan. Jika rumah sakit ingin

fokus pada upaya peningkatan keselamatan pasien dan efisiensi maka

dibutuhkan pengetahuan perawat yang memadai serta komitmen mereka

(Needleman and Hassmiller, 2009). Demikian pula dengan peran seorang

dokter, manajer yang bertanggungjawab untuk peningkatan kualitas layanan

dan keselamatan pasien tidak akan sukses menjalankan tugasnya jika dokter

dan pimpinan klinis tidak bekerjasama dengan mereka (Goeschel et al.,

2010). Jadi pengetahuan tentang MRK bagi Manajemen penting dalam hal

menumbuhkan komitmen yang terkait dengan penentuan kebijakan rumah

sakit yang mengakomodir dan memberikan arah dan ruang bagi

implementasi MRK, sedangkan bagi tenaga Dokter dan Perawat

pengetahuan tentang MRK penting untuk menjaga kualitas pelayanan yang

mereka berikan kepada pasien.

Ketujuh rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi

MRK yang tinggi memiliki struktur organisasi yang telah mengakomodir MRK,

5 rumah sakit memiliki sub komite manajemen risiko yang merupakan bagian

dari Komite Mutu ataupun PMKP, sedangkan 2 rumah sakit lainnya meskipun

137
tidak memiliki sub komite manajemen risiko namun tupoksi manajemen risiko

diintegrasikan dengan sub komite keselamatan pasien. Sedangkan 2 rumah

sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang rendah tidak

memiliki struktur organisasi yang mengakomodir MRK dan tidak

mengintegrasikan tupoksi MRK pada sub komite atau bagian lain. Dari hasil

ini terlihat bahwa adanya posisi yang mengakomodir dan mengintegrasikan

tupoksi MRK sangat menentukan keberhasilan implementasi MRK di rumah

sakit, meskipun posisi ini berada pada struktur yang berbeda dalam

integrasinya dengan organisasi rumah sakit, posisi ini dapat berada pada

Komite/Tim Mutu, sub komite manajemen risiko, sub komite keselamatan

pasien, ataupun terintegrasi pada jabatan struktural tertentu. Peneiltian yang

dilakukan oleh Mathhias Briner pada tahun 2012 menunjukkan bahwa

adanya posisi khusus yang ditetapkan untuk mengkordinir MRK berhubungan

dengan tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi, namun integrasi

posisi ini dalam struktur organisasi rumah sakit tidak memiliki pengaruh sama

sekali (Briner et al., 2013). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Zaboli, yang menunjukkan pentingnya posisi dan struktur

organisasi terhadap efektifitas manajemen risiko (Zaboli et al., 2011).

Perbedaan ini terletak pada detail posisi dan struktur organisasi yang dinilai.

Briner melalui kuesionernya terlebih dahulu mengumpukan informasi tentang

struktur oganisasi penanggungjawab program MRK dan integrasinya dalam

struktur organisasi rumah sakit secara umum, kemudian melakukan analisa

138
statistik untuk melihat hubungan posisi ini dengan tingkat kemapanan

implementasi MRK. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zaboli,

dengan menggunakan skala Likert (1 – 5), meminta responden untuk memilih

seberapa penting posisi dan struktur organisasi terhadap efektifitas

manajemen risiko dan dianalisa dengan menggunakan nilai rata-rata.

Penelitian ini sendiri cenderung kepada hasil yang diperoleh oleh Briner,

bahwa adanya posisi yang bertanggungjawab terhadap program MRK

mempengaruhi tingkat kemapanan implementasi MRK tanpa melihat

integrasinya dengan struktur oganisasi rumah sakit. Orang yang menempati

posisi ini memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan

implementasi MRK, terutama implementasi MRK dalam tingkat organisasi

rumah sakit dan terkait dengan komunikasi dan informasi pada tingkat unit

pelayanan.

Terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang menjadi staf

tetap pada unit yang menjadi penanggungjawab pelaksaan program MRK,

dari 7 rumah sakit dengan tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi

hanya 4 rumah sakit yang memiliki tenaga permanen untuk hal tersebut.

Sebagian besar pegawai yang bertugas di Komite Mutu ataupun unit lain

yang bertanggungjawab terhadap hal ini adalah pegawai yang juga memiliki

tugas di tempat lain, bahkan tugas tersebut merupakan tupoksi utama

mereka sementara tugas di Komite Mutu hanya merupakan tugas tambahan.

Seperti yang terlihat disini, bahwa yang berpengaruh bukanlah status

139
pegawai yang ditempatkan sebagai penanggungjawab program MRK

(permanen atau tidak) tetapi ada tidaknya posisi yang bertanggungjawab

untuk mengkordinir implementasi MRK, kejelasan tupoksi yang akan

dilaksanakan serta komitmen pegawai yang akan melaksanakan tugas

tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Zaboli yang menunjukkan bahwa

dalam pengorganisasian manajemen risiko, penentuan uraian tugas staf

dengan memperhatikan manajemen risiko memiliki nilai rata-rata tertinggi

(Zaboli et al., 2011), demikian pula penelitian Matthias Briner yang tidak

menemukan adanya pengaruh ketersediaan SDM dengan tingkat kemapanan

implementasi MRK di rumah sakit (Briner et al., 2013) Meskipun demikian,

dalam sesi wawancara, pada pertanyaan yang terkait dengan kebutuhan

yang diperlukan untuk menjalankan program MRK di tempat mereka,

sebagian besar responden menjawab bahwa mereka membutuhkan staf

yang secara permanen di tugaskan unuk menangani program MRK secara

khusus. Hal ini dapat dijelaskan sebagai salah satu upaya optimalisasi

implementasi MRK di rumah sakit, bahwa dengan tersedianya SDM yang

secara permanen bertugas mengurusi MRK maka proses MRK yang berjalan

dapat dipantau dengan lebih maksimal.

D. IMPLIKASI MANAJERIAL

Penelitian ini menghasilkan beberapa poin penting yang bisa menjadi

masukan bagi para pimpinan rumah sakit untuk memaksimalkan fungsi

140
manajemen risiko klinis dalam upaya peningkatan keselamatan pasien.

Beberapa implikasi manajerial dari hasil penelitian ini antara lain:

1. Komitmen merupakan hal yang harus dipersiapkan untuk kesuksesan

implementasi MRK. Komitmen dibentuk dari kepemimpinan yang kuat.

Komitmen ini harus merata mulai dari pihak manajemen hingga seluruh

staf. Untuk penguatan komitmen ini pihak manajemen perlu selalu

menyuarakan kebijakan terkait MRK dan mengintegrasikannya dalam

setiap kegiatan dan kebijakan strategis rumah sakit.

2. Pimpinan rumah sakit harus mengambil peran aktif dalam menentukan

arah kebijakan yang mendukung implementasi MRK. Upaya peningkatan

keselamatan pasien melalui program MRK harus dimasukkan dalam

kebijakan strategis organisasi serta membuat kebijakan-kebijakan lain

yang pro terhadap pelaksanaan program MRK di rumah sakit, termasuk

pengalokasian sumber daya.

3. Pimpinan rumah sakit harus berfokus pada peningkatan pengetahuan

staf tentang MRK. Peningkatan pengetahuan ini dapat dilakukan melalui

pendidikan dan pelatihan. Diharapkan hal ini mampu meningkatkan

kepedulian dan partisipasi staf terhadap program-program MRK yang

berjalan di rumah sakit.

4. Pimpinan harus menunjuk penanggungjawab pelaksana program MRK

dan menyediakan uraian jabatan dengan sejelas-jelasnya sebagai

arahan bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugasnya.

141
E. KETERBATASAN PENELITIAN

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:

1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dirancang untuk

digunakan oleh manajer risiko klinis di rumah sakit, sehingga responden

yang diambil adalah manajer atau penanggungjawab MRK di rumah

sakit, dimana penilaian yang mereka berikan dapat berbeda dari

persepsi para klinisi/tenaga medis di rumah sakit tersebut.

2. Meskipun sampel yang diambil dalam penelitian ini mewakili seluruh

karaketristik organisasi namun jumlah sampel masih relatif sedikit

(18,75%) dibandingkan jumlah keseluruhan rumah sakit di Kota

Makassar

3. Untuk rumah sakit khusus, belum semua kekhususan tercakup dalam

sampel penelitian ini, misalnya rumah sakit jiwa.

142
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dari 9 rumah sakit responden dalam penelitian ini, 7 diantaranya

(77,78%) memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi.

Gambaran tingkat implementasi MRK secara umum pada rumah sakit

(indeks RS) ditemukan sama dengan implementasi MRK pada tingkat

organisasi (indeks O), sedangkan pada tingkat unit pelayanan (indeks U)

hasilnya lebih bervariasi. Pada rumah sakit dengan tingkat kemapanan

implementasi MRK yang tinggi, tidak terdapat perbedaan yang mencolok

antara nilai indeks organisasi dengan indeks unit pelayanan, hal

sebaliknya ditemukan pada rumah sakit dengan tingkat implementasi

MRK yang rendah, nilai indeks organisasi lebih rendah dibandingkan

indeks unit pelayanan.

2. Karakteristik struktur organisasi yang menunjukkan perbedaan pada

tingkat kemapanan implementasi MRK adalah Kelas dan status

kepemilikan RS. Faktor lain yang menunjukkan perbedaan dalam tingkat

kemapanan implementasi MRK di rumah sakit adalah akreditasi,

kepemimpinan, pengetahuan staf, dan tersedianya posisi sebagai

penanggungjawab atau kordinator program MRK serta kebijakan rumah

sakit.

143
B. SARAN

1. Saran bagi Manajemen/Pimpinan Rumah Sakit:

a. Agar program MRK bisa berjalan dengan baik maka diperlukan

komitmen dari seluruh staf terutama pimpinan. Pimpinan harus

melakukan upaya penguatan komitmen bagi stafnya dan menunjukkan

komitmennya secara jelas dan terbuka kepada seluruh staf untuk

memotivasi mereka untuk juga ikut mendukung program MRK.

Komitmen pimpinan dapat ditunjukkan dengan keterlibatan langsung,

dukungan kebijakan, serta pemenuhan sarana penunjang demi

kelancaran pelaksanaan program MRK.

b. Pimpinan rumah sakit harus memasukkan MRK sebagai salah satu

kebijakan strategis rumah sakit dalam upaya peningkatan keselamatan

pasien.

c. Pimpinan dan manajemen harus mengadakan dan mengakomodir

kegiatan-kegiatan pelatihan manajemen risiko kepada seluruh pegawai

untuk meningkatkan pengetahuan tentang MRK yang diharapkan

dapat berdampak positif terhadap peran aktif pegawai dalam

pelaksanaan program MRK.

d. Agar program MRK dapat berjalan dengan efektif, manajemen harus

menentukan penanggungjawab atau kordinator untuk pelaksanaan

program ini. Posisi ini dapat berdiri sendiri, terintegrasi dalam Komite

144
Mutu, jabatan struktural, maupun pada struktur organisasi rumah sakit

lainnya

2. Saran bagi peneliti lain:

a. Untuk melihat hubungan antara MRK dan kualitas pelayanan

kesehatan dengan lebih detail, maka perlu dilakukan penelitian

lanjutan tentang hubungan antara tingkat kemapanan MRK dengan

keselamatan pasien yang menggunakan instrumen data keluaran klinis

yang jelas.

b. Dapat dilakukan penelitian tentang hubungan antara masing-masing

indeks dengan tingkat kemapanan implementasi MRK untuk

mendapatkan data yang lebih akurat dan detail mengenai faktor kunci

yang mempengaruhi implementasi MRK di rumah sakit.

c. Penelitian serupa dengan jumlah sampel yang lebih besar perlu

dilakukan agar bisa diperoleh data tentang tingkat kemapanan

implementasi MRK di Kota Makassar secara lebih detail.

d. Penelitian serupa dapat dilakukan di Kota/Kabupaten lain agar bisa

diperoleh data pembanding antar daerah di Indonesia.

145
DAFTAR PUSTAKA

ADIBI, H., KHALESI, N., RAVAGHI, H., JAFARI, M. & JEDDIAN, A. R. 2012.
Development of an effective risk management system in a teaching
hospital. Journal of Diabetes and Metabolic Disorders, 11, 1-7.
ANDALEEB, S. S. 2000. Public and private hospitals in Bangladesh: service
quality and predictors of hospital choice. Health policy and planning,
15, 95-102.
BRAITHWAITE, J., GREENFIELD, D., WESTBROOK, J., PAWSEY, M.,
WESTBROOK, M., GIBBERD, R., NAYLOR, J., NATHAN, S.,
ROBINSON, M., RUNCIMAN, B., JACKSON, M., TRAVAGLIA, J.,
JOHNSTON, B., YEN, D., MCDONALD, H., LOW, L., REDMAN, S.,
JOHNSON, B., CORBETT, A., HENNESSY, D., CLARK, J. &
LANCASTER, J. 2010. Health service accreditation as a predictor of
clinical and organisational performance: a blinded, random, stratified
study. Quality and Safety in Health Care, 19, 14-21.
BRINER, M., KESSLER, O., PFEIFFER, Y., WEHNER, T. & MANSER, T.
2010. Assessing hospitals' clinical risk management: Development of a
monitoring instrument. BMC Health Services Research, 10, 1-11.
BRINER, M., MANSER, T. & KESSLER, O. 2013. Clinical risk management in
hospitals: strategy, central coordination and dialogue as key enablers.
Journal of evaluation in clinical practice, 19, 363-369.
CARROLL, R. 2009. Risk management handbook for health care
organizations, John Wiley & Sons.
DEHNAVIEH, R., EBRAHIMIPOUR, H., JAFARI ZADEH, M., DIANAT, M.,
NOORI HEKMAT, S. & MEHROLHASSANI, M. H. 2013. Clinical
governance: The challenges of implementation in Iran. International
Journal of Hospital Research, 2, 1-10.
DINKES 2016. Profil Kesehatan Kota Makassar, Dinas Kesehatan Kota
Makassar.
EL-JARDALI, F., DIMASSI, H., JAMAL, D., JAAFAR, M. & HEMADEH, N.
2011. Predictors and outcomes of patient safety culture in hospitals.
BMC Health Services Research, 11, 1.
FAROKHZADIAN, J., NAYERI, N. D. & BORHANI, F. 2015. Assessment of
Clinical Risk Management System in Hospitals: An Approach for
Quality Improvement. Global journal of health science, 7, 294.
GOESCHEL, C. A., WACHTER, R. M. & PRONOVOST, P. J. 2010.
Responsibility for quality improvement and patient safety: hospital
board and medical staff leadership challenges. CHEST Journal, 138,
171-178.

146
IRFAN, S. & IJAZ, A. 2011. Comparison of service quality between private
and public hospitals: Empirical evidences from Pakistan. Journal of
Quality and Technology Management, 7, 1-22.
KEMENKES 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. In:
INDONESIA, K. K. R. (ed.).
KEMENKES, K. 2011. Standar Akredtasi Rumah Sakit [Online]. Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan
Komisi Akreditasi RS (KARS)
MOSTAFA, M. M. 2005. An empirical study of patients' expectations and
satisfactions in Egyptian hospitals. International Journal of Health Care
Quality Assurance, 18, 516-532.
NEEDLEMAN, J. & HASSMILLER, S. 2009. The Role of Nurses In Improving
Hospital Quality and Efficiency: Real World Result. Health Affair.
PRETAGOSTINI, R., GABBRIELLI, F., FIASCHETTI, P., OLIVETI, A.,
CENCI, S., PERITORE, D. & STABILE, D. Risk management systems
for health care and safety development on transplantation: A review
and a proposal. Transplantation proceedings, 2010. Elsevier, 1014-
1016.
ROZITA DAVOODI, AZADEH SOLTANIFAR, SHAGHAYEGH RAHMANI,
GOLNAZ SABOURI, MAHBOUBEH ASADI, MARYAM ZARE HOSEINI
& AFSANEH TAKBIRI, F. K. 2014. Clinical Governance: Efficacy of
Establishment in Mashhad Hospital. Journal of Patient Safety & Quality
Improvement, 2, 48-52.
SCULLY, M. 2005. Clinical Risk Management Guidelines for the Western
Australian Health System Information Series No. 8. East Perth,
Western Australia: Department of Health, Government of western
Australia.
SHEIKHTAHERI, A., SADOUGHI, F., AHMADI, M. & MOGHADDASI, H.
2013. A framework of a patient safety information system for Iranian
hospitals: lessons learned from Australia, England and the US.
International journal of medical informatics, 82, 335-344.
SOESANTO, R. & EFENDY, H. 2017. Leadership Management of Military
Hospital in Effort to Improve the Patient Safety (Case Study of RSAL
Dr.Mintoarjo). International Journal of Human Resource Studies, 8.
SUGIYONO 2015. Metode Penelitian Kombinasi, Bandung, CV. Alfabeta.
VERBANO, C. & TURRA, F. 2010. A human factors and reliability approach
to clinical risk management: Evidence from Italian cases. Safety
science, 48, 625-639.
VINCENT, C. 2011. Patient safety, John Wiley & Sons.
WEBB, V., STARK, M., CUTTS, A., TAIT, S., RANDLE, J. & GREEN, G.
2010. One model of healthcare provision lessons learnt through clinical
governance. Journal of forensic and legal medicine, 17, 368-373.

147
WHO 2014. 10 facts on patient safety. World Health Organization.
YOUSAPRONPAIBOON, K. & JOHNSON, W. C. 2013. A Comparison of
Service Quality Between Private and Public Hospital in Thailand.
International Journal Of Business and Social Science, 4.
ZABOLI, R., KARAMALI, M., SALEM, M. & RAFATI, H. 2011. Risk
management assessment in selected wards of hospitals of Tehran.
Iranian Journal of Military Medicine, 12, 197-202.
ZIMMER, M., WASSMER, R., LATASCH, L., OBERNDÖRFER, D., WILKEN,
V., ACKERMANN, H. & BREITKREUTZ, R. 2010. Initiation of risk
management: incidence of failures in simulated Emergency Medical
Service scenarios. Resuscitation, 81, 882-886.

148
LAMPIRAN

149
KUESIONER

INSTRUMEN PENILAIAN MANAJEMEN RISIKO KLINIS

Bagian 1. Implementasi dan Integrasi Organisasi Manajemen Risiko Klinis (MRK) di


Rumah Sakit

1A. Integrasi Organisasi

1. Apakah ada orang tertentu yang bertanggungjawab untuk kordinasi MRK secara terpusat
di rumah sakit anda?
□ Iya, sejak ........................ (sebutkan tahunnya)
□ Direncanakan dalam ................... bulan kedepan
□ Tidak ada
Nama jabatan untuk posisi ini di rumah sakit kami adalah
.............................................................

2. Bagaimana anda (atau Tim MRK, jika ada) terintegrasi dalam organisasi rumah sakit
terkait dengan fungsi/aktivitas MRK yang anda jalankan? (pilih satu atau lebih)
□ Anggota struktural
□ Melapor secara langsung kepada
□ Sebagai staf pada
□ Terintegrasi dengan desentralisasi penuh pada satu unit tersendiri
□ Melapor pada ........................................................ (Direktur Pelayanan, Direktur
Keperawatan, dll)
□ Terintegrasi ke organisasi dengan cara lain, sebutkan: (tanggungjawab, unit,
tingkatan, dll)
..........................................................................................................................................

3. Dalam menjalankan fungsi/aktivitas MRK di rumah sakit apakah


terdapat.....................................
Ya Direncanakan Tidak
dalam 12
bulan
kedepan

Uraian tugas/pekerjaan tertulis? □ □ □


Rincian kerja yang detail? □ □ □
Kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri □ □ □
dalam memulai suatu program?
Pendelegasian kewenangan yang □ □ □
memungkinkan anda untuk melakukan
pengukuran/penilaian sendiri?
Dana khusus untuk memulai aktivitas dan □ □ □
program MRK?
Jika ada, berapa alokasi dana untuk tahun ini?

150
Rp..............................................................................
Jadwal pertukaran informasi yang rutin antara □ □ □
unit?
Kesempatan untuk membawa isu-isu penting □ □ □
terkait MRK kepada Pimpinan rumah sakit?
Jika ada dalam bentuk apa?
.................................................................................

1B. Alokasi Sumber Daya

4. Berapa persen waktu anda yang anda gunakan untuk aktivitas-aktivitas berikut?
(penggunaan waktu aktual, ½hari = 10%)
Persentase penggunaan
waktu rata-rata
Total persen waktu anda yang digunakan untuk %
bekerja
Persen waktu yang digunakan untuk aktivitas:
Untuk kegiatan MRK %
Untuk kegiatan yang tidak terkait risiko klinis (mis: %
kegiatan yang terkait risiko keuangan atau risiko
teknis)
Untuk kegiatan manajemen mutu yang tidak terkait %
MRK (mis: optimalisasi peningkatan kepuasan pasien)
Aktivitas lain yang tidak disebutkan diatas (mis: %
aktivitas klinis danmanajemen, pengembangan
organisasi dan staf, dll)

5. Berapa sumber daya manusia yang tersedia pada MRK di rumah sakit anda? (orang
dengan posisi yang permanen di MRK)
Jumlah Persentase
Orang Penggunaan Waktu
rata-rata

Berapa banyak orang yang bekerja pada tim ........... %


MRKutama di rumah sakit anda? Dan berapa
persen waktu yang mereka gunakan di tempat
tersebut?

Berapa banyak orang yang bekerja secara ............ %


permanen pada tim MRK di rumah sakit anda
yang ditempatkan di unit-unit lain? (mis: petugas
pelaporan insiden di bangsal, dll). Dan berapa
persen waktu yang mereka gunakan di tempat
tersebut?

151
Apaka ada rencana penambahan staf MRK dalam
12 bulan kedepan?

□ Tidak
□ Ya, penambahan di tim utama .......... %
□ Ya, penambahan di unit .......... %

1C. Latar Belakang Profesi

6. Apa latar belakang profesi dan pelatihan yang anda dan anggota MRK (jika ada) miliki?
Kompetensi apa yang anda rencanakan untuk dilakukan peningkatan terhadap anggota
MRK dalam 12 bulan kedepan? (pilih satu atau lebih)

Saya Beberapa Direncanakan dalam


Anggota MRK 12 bulan kedepan
Dokter Umum □ □ □
Dokter Spesialis □ □ □
Perawat □ □ □
Teknisi Medis □ □ □
Fisioterapist/Terapist Okupasi □ □ □
Sarjana Ilmu Keperawatan □ □ □
Pelatihan administrasi bisnis □ □ □
Pelatihan psikologi □ □ □
Pelatihan hukum □ □ □
Pelatihan Manajemen Risiko Klinis □ □ □
Pelatihan Manajemen Mutu □ □ □
Pelatihan lain (sebutkan) □ □ □
...............................................

Bagian 2. Tujuan Strategis dan Implementasi Operasional Manajemen Risiko Klinis


(MRK) di Rumah Sakit

2A. Tujuan Strategis dan Tujuan Operasional Rumah Sakit

7. Apakah rumah sakit anda memiliki Strategi fromal yang tertulis?


□ Ya
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ................. bulan kedepan
□ Tidak
8. Apakah rumah sakit anda memiliki tujuan strategis tertulis untuk MRK?
□ Ya, terdapat dalam .......................................................
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ................. bulan kedepan
□ Tidak
9. Apakah rumah sakit anda memiliki tujuan operasional MRK tahunan?
□ Ya, terdapat dalam .......................................................
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ................. bulan kedepan
□ Tidak

152
2B. Optimalisasi potensi yang terkait elemen Manajemen Risiko Klinis (MRK)

10. Pada derajat mana pernyataan-pernyataan di bawah ini sesuai dengan rumah sakit
anda? (centang hanya satu pilihan untuk setiap pernyataan)

Untuk membuat MRK menjadi lebih Sangat Tidak Agak Benar


efektif di rumah sakit, kami Tidak Benar benar
membutuhkan............... Benar
Contact person yang lebih jelas di □ □ □ □
setiap unit pelayanan yang menjadi
penghubung dengan MRK Pusat
Pertemuan/komunikasi yang lebih □ □ □ □
teratur antara MRK pusat (atau anda)
dengan unit-unit pelayanan
Kerjasama yang lebih horizontal antara □ □ □ □
unit
Aturan yang lebih jelas tentang tugas, □ □ □ □
kompetensi dan tanggungjawab
(struktur organisasi dan kepemimpinan)
Proses dan prosedur yang lebih □ □ □ □
terstandar (panduan, checklist, dll)
Pendekatan yang lebih terbuka dan □ □ □ □
jujur terkait dengan kesalahan dan
kelemahan sistem
Tambahan sumber dana □ □ □ □
Tambahan tenaga (sumber daya □ □ □ □
manusia)
Lebih banyak pelatihan tentang MRK □ □ □ □
dan keselamatan pasien
Tujuan yang spesifik untuk □ □ □ □
pengembangan keselamatan pasien

153
2C. Kondisi terkini MRK di Rumah Sakit

Bagaimana aspek-aspek MRK Belum Telah dinilai Rencana Implementasi Implementasi Sengaja Tidak
dibawah ini diimplementasikan dilakukan namun belum implementasi tidak secara Dilaksanakan
secara umum di rumah sakit anda penilaian ada rencana dalam waktu 12 sistematis sistematis
secara sistematis? implementasi bulan kedepan
11. Item untuk Implementasi proses MRK
Tugas, tanggungjawab dan □ □ □ □ □ □
kompetensi MRK telah ditetapkan di
rumah sakit anda
Prosedur MRK telah ditetapkan dan □ □ □ □ □ □
didokumentasikan di rumah sakit
anda
Risiko-risiko klinis telah diidentifikasi □ □ □ □ □ □
pada level rumah sakit
Penyebab dan hal-hal yang terkait □ □ □ □ □ □
dengan insiden dan kesalahan pada
prosedur perawatan dianalisa bukan
hanya pada level unit pelayanan
namun juga pada level rumah sakit
Risiko klinis dievaluasi oleh rumah □ □ □ □ □ □
sakit
Berdasarkan hasil analisis penyebab □ □ □ □ □ □
insiden atau kesalahan pada
prosedur perawatan, telah
ditetapkan pengukuran yang sesuai
pada level rumah sakit
Perubahan-perubahan pada risiko □ □ □ □ □ □
klinis dipantau pada level rumah
sakit

154
Prosedur-prosedur MRK pada level □ □ □ □ □ □
rumah sakit telah dikomunikasikan
kepada seluruh staf
Telah ada sistem pelaporan MRK □ □ □ □ □ □
untuk keseluruhan rumah sakit
secara umum
Pihak luar dilibatkan dalam □ □ □ □ □ □
pengembangan MRK rumah sakit
kedepannya
12. Kepemimpinan, partisipasi staf dan pelatihan
MRK dan isu seputar keselamatan □ □ □ □ □ □
pasien menjadi agenda rutin dalam
pertemuan pimpinan rumah sakit
Pengukuran-pengukuran spesifik □ □ □ □ □ □
yang dilakukan oleh pimpinan
secara jelas menunjukkan komitmen
mereka terhadap keselamatan
pasien
Staf berperan aktif dalam MRK (mis: □ □ □ □ □ □
mengidentifikasi dan melaporkan
risiko klinis)
Pembahasan kasus lintas disiplin □ □ □ □ □ □
diselenggarakan di rumah sakit
Pembahasan kasus antar kelompok □ □ □ □ □ □
profesi dilaksanakan di rumah sakit
Pendidikan berkelanjutan terkait □ □ □ □ □ □
MRK dan keselamatan pasien bagi
staf dilaksanakan secara rutin di
rumah sakit

155
2D. Sistem Pelaporan Inisden

13. Apakah ada sistem pelaporan insiden secara umum untuk seluruh rumah sakit di tempat anda?
□ Ya, telah diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit sejak tahun....................... (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Ya, telah diimplementasikan di beberapa unit tertentu sejak tahun ..................................
Diimplementasikan pada ............................ unit (jumlah unit) (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Sedang diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Sedang diimplementasikan pada beberapa unit tertentu (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Tidak, namun telah direncanakan untuk diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit dalam waktu 12 bulan ke depan (lanjut ke
bagian 3)
□ Tidak, namun telah direncanakan untuk diimplementasikan di beberapa unit pelayanan dalam waktu 12 bulan kedepan (lanjut ke bagian
3)
□ Tidak (lanjut ke bagian 3)

14. Jika rumah sakit telah memiliki sistem pelaporan insiden secara menyeluruh atau sedang berada dalam proses implementasi sistem
tersebut, maka pernyataan dibawah ini sesuai untuk...................
Belum Telah dinilai Rencana Implementa Implementasi Sengaja Tidak
dilakukan namun belum implementasi si tidak secara Dilaksanakan
penilaian ada rencana dalam waktu 12 sistematis sistematis
implementasi bulan kedepan
Definisi tentang insiden-insiden □ □ □ □ □ □
kritis yang harus dilaporkan
tersedia di rumah sakit atau di unit-
unit tertentu
Klaim terhadap adanya malpraktek □ □ □ □ □ □
terdapat dalam sistem pelaporan
Sistem pelaporan terkomputerisasi □ □ □ □ □ □
Sistem pelaporan bersifat rahasia □ □ □ □ □ □
(anonymous)
Dilakukan pelatihan mengenai □ □ □ □ □ □

156
sistem pelaporan
Staf akan mendapatkan umpan □ □ □ □ □ □
balik segera setelah mereka
melaoprkan suatu insiden
Staf diinformasikan mengenai □ □ □ □ □ □
insiden yang dilaporkan
Dilakukan analisa terhadap □ □ □ □ □ □
penyebab terjadinya insiden
dengan menggunakan prosedur
yang terstandar
Staf diinformasikan mengenai hasil □ □ □ □ □ □
analisa penyebab insiden tersebut
Pengukuran yang tepat ditentukan □ □ □ □ □ □
berdasarkan hasil analisis tersebut
Staf diinformasikan mengenai □ □ □ □ □ □
metode pengukuran yang akan
diterapkan
Penerapan pengukuran ini □ □ □ □ □ □
dimonitor

157
Bagian 3. Tinjauan MRK di Unit-Unit Pelayanan yang Berbeda

Kami mengasumsikan bahwa implementasi MRK di setiap unit pelayanan tidaklah sama. Dalam Bagian ini kami akan menilai sejauh mana
elemen-elemen MRK diimplementasikan atau direncanakan untuk diimplementasikan di unit-unit pelayanan.

15. Rumah sakit kami memiliki sejumlah ......................... unit pelayanan (unit dimana terjadi kontak dengan pasien)

3A. Proses MRK

16. Dalam kaitannya dengan Benar untuk Benar Direncanakan Direncanakan Tidak benar untuk unit
elemen-elemen MRK dan semua unit untuk unit untuk semua untuk pelayanan apapun
penerapannya atau rencana pelayanan pelayanan unit pelayanan beberapa unit
impelementasinya pada level unit tertentu pelayanan
pelayanan, sesuaikan pernyataan
di bawah ini dengan kondisi yang
ada
Tugas, kompetensi dan tanggungjwab □ □ □ □ □
dalam internal unit pelayanan telah
ditetapkan

Pengukuran spesifik yang dilakukan □ □ □ □ □


secara teratur oleh pimpinan
menunjukkan komitmen mereka
terhadap keselamatan pasien

Risiko klinis telah diidentifikasi secara □ □ □ □ □


sistematis

158
Penyebab risiko klinis telah dianalisis □ □ □ □ □
secara sistematis

Risiko klinis dievaluasi secara sistematis □ □ □ □ □

Pengukuran untuk meningkatkan □ □ □ □ □


keselamatan pasien secara sistematis
dilakukan

Perubahan terhadap risiko klinis □ □ □ □ □


dimonitor secara sistematis

3B. Komunikasi dan Informasi

17. Dalam kaitannya dengan elemen- Benar untuk Benar untuk Direncanakan Direncanakan Tidak benar untuk
elemen MRK dan penerapannya atau semua unit unit untuk semua untuk unit pelayanan
rencana impelementasinya pada level pelayanan pelayanan unit pelayanan beberapa unit apapun
unit pelayanan, sesuaikan pernyataan di tertentu pelayanan
bawah ini dengan kondisi yang ada
Pimpinan/manajemen menyediakan □ □ □ □ □
lingkungan kerja yang mendorong kejujuran
dan komunikasi terbuka

Ada panduan (checklist, format, dll) yang □ □ □ □ □


menjamin bahwa pasien telah diberikan
informasi mengenai kemungkinan risiko
sebelum mendapatkan perawatan

159
Ada panduan yang menjamin bahwa pasien □ □ □ □ □
secara terbuka dan secara proaktif
mendapatkan informasi mengenai insiden
kritis atau kesalahan yang terjadi selama
perawatan mereka

Survei tentang prosedur perawatan kepada □ □ □ □ □


pasien dilakukan secara teratur

Ada sistem manajemen keluhan yang berjalan □ □ □ □ □

3C. Dokumentasi

18. Dalam kaitannya dengan elemen- Benar untuk Benar untuk Direncanakan Direncanakan Tidak benar
elemen MRK dan penerapannya atau semua unit unit untuk semua untuk untuk unit
rencana impelementasinya pada level unit pelayanan pelayanan unit pelayanan beberapa unit pelayanan
pelayanan, sesuaikan pernyataan di bawah tertentu pelayanan apapun
ini dengan kondisi yang ada
Rekam Medis dilakukan secara elektronik □ □ □ □ □

Rekam Medik dianalisis secara proaktif □ □ □ □ □


sebagai respon terhadap insiden

Ada prosedur sistematis untuk memverifikasi □ □ □ □ □


kelengkapan Rekam Medik

160
3D. Pembelajaran dan Pengembangan

19. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen Benar untuk Benar untuk Direncanakan Direncanakan Tidak benar
MRK dan penerapannya atau rencana semua unit unit untuk semua untuk untuk unit
impelementasinya pada level unit pelayanan, pelayanan pelayanan unit pelayanan beberapa unit pelayanan
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan tertentu pelayanan apapun
kondisi yang ada
Pimpinan/Manajemen rumah sakit menyediakan □ □ □ □ □
lingkungan kerja dimana kebutuhan untuk
peningkatan dapat dipenuhi

Pimpinan/Manajemen rumah sakit □ □ □ □ □


mempertimbangkan risiko klinis ketika akan
dilakukan perubahan dalam organisasi

Diskusi lintas disiplin mengenai keselamatan pasien □ □ □ □ □


dilaksanakan secara teratur

Survei staf tentang budaya keselamatan dilakukan □ □ □ □ □


secara teratur

Terdapat prosedur standar mengenai transfer pasien □ □ □ □ □


dan operan tugas

Staf menerima dukungan emosional jika □ □ □ □ □


berhubungan dengan insiden atau kesalahan

Untuk staf yang melakukan kesalahan, diberi □ □ □ □ □


kesempatan untuk melakukan diskusi yang bersifat
tertutup

161
3E. Pelatihan/Pendidikan Berkelanjutan

20. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen Benar untuk Benar untuk Direncanakan Direncanakan Tidak benar
MRK dan penerapannya atau rencana semua unit unit untuk semua untuk untuk unit
impelementasinya pada level unit pelayanan, pelayanan pelayanan unit pelayanan beberapa unit pelayanan
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan tertentu pelayanan apapun
kondisi yang ada
Staf diajarkan bagaimana cara berkomunikasi □ □ □ □ □
ketika melakukan transfer pasien dan operan tugas

Staf dilatih mengenai identifikasi dini terjadinya □ □ □ □ □


insiden dan kesalahan

Staf mendapatkan pelatihan strategi kerjasama □ □ □ □ □


yang efektif

Staf diajarkan untuk dapat mengevaluasi kinerja □ □ □ □ □


mereka sendiri dengan lebih baik

Staf diajarkan bagaimana cara berkomunikasi □ □ □ □ □


dengan pasien terkait risiko perawatan dan insiden
kritis

Dilakukan simulasi untuk belajar dan berlatih □ □ □ □ □


prosedur-prosedur yang sulit

162
3F. Sistem Pelaporan Insiden Lokal (jika rumah sakit anda tidak memiliki sistem pelaporan insiden secara umum atau jika unit-unit
pelayanan memiliki sistem pelaporan insiden yang berbeda dari sistem pelaporan insiden di tingkat rumah sakit)

21. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen Benar untuk Benar Direncanakan Direncanakan Tidak benar
MRK dan penerapannya atau rencana semua unit untuk unit untuk semua untuk untuk unit
impelementasinya pada level unit pelayanan, pelayanan pelayanan unit beberapa unit pelayanan
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan tertentu pelayanan pelayanan apapun
kondisi yang ada
Sistem pelaporan insiden lokal telahhdilaksanakan □ □ □ □ □

Dilaksanakan pelatihan tentang penggunaan sistem □ □ □ □ □


pelaporan insiden lokal

Ada prosedur standar untuk melakukan analisa □ □ □ □ □


terhadap insiden yang dilaporkan

Ada prosedur standar untuk memberikan umpan balik □ □ □ □ □


kepada staf yang melaporkan insiden

Dilakukan monitoring terhadap Implementasi □ □ □ □ □


pengukuran dari hasil analisis

163
PANDUAN WAWANCARA

Nama :…………………………………………

Institusi :…………………………………………

Jabatan :…………………………………………

1. Menurut pendapat anda, faktor apa yang terkait masalah kebijakan,


politis dan hukum, yang mempengaruhi Manajemen Risiko Klinis (MRK)
di rumah sakit?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
2. Bagaimana komentar anda tentang implementasi dan pengorganisasian
MRK di rumah sakit anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
3. Menurut anda, apa tujuan strategis yang paling penting terkait MRK di
rumah sakit anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

164
4. Menurut anda, apa tujuan operasional yang paling penting yang harus
diprioritaskan di rumah sakit anda dalam waktu 12 bulan kedepan?

……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

5. Fungsi MRK yang paling penting untuk dikembangkan menurut anda


adalah?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
6. Menurut anda, pelatihan MRK dan keselamatan pasien lebih penting
diberikan kepada kelompok staf:
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
7. Menurut pendapat anda, apa kekuatan program MRK di rumah sakit
anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

165
8. Menurut anda, apa kebutuhan terbesar untuk menjalankan program MRK
di rumah sakit anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
9. Sistem pelaporan insiden seperti apa yang digunakan di rumah sakit
anda?

……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

10. Apakah sistem tersebut sama atau berbeda dengan sistem pelaporan
yang digunakan di unit-unit layanan? Jika berbeda, apa perbedaannya?

……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

11. Gambarkan secara singkat struktur organisasi Komite Mutu/Manajemen


Risiko di Rumah sakit Anda.

166
REKAPITULASI HASIL KUESIONER
ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO KLINIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA RUMAH SAKIT DI KOTA
MAKASSAR

RESPONDEN
PERTANYAAN
WS LB SR TC AB UH PL ST PW
Bagian 1. Implementasi dan Integrasi Organisasi Manajemen Risiko Klinis (MRK) di Rumah Sakit
1A. Integrasi Organisasi
1. Apakah ada orang tertentu yang bertanggungjawab untuk kordinasi MRK secara terpusat di rumah sakit anda?

□ Iya √ 2013 √ 2014 √ 2015 √ 2015 √ 2015 √ 2014


□ Direncanakan
□ Tidak ada √ √ √

2. Bagaimana anda (atau Tim MRK, jika ada) terintegrasi dalam organisasi rumah sakit terkait dengan fungsi/aktivitas MRK yang anda jalankan? (pilih
satu atau lebih)

□ Anggota struktural √
□ Melapor secara langsung kepada
□ Sebagai staf pada
□ Terintegrasi dengan desentralisasi penuh
pada satu unit tersendiri √
□ Melapor pada .
□ Terintegrasi ke organisasi dengan cara lain √ Komite √ √ √ √ √ √
Mutu Komite Tim Subkom Subkom Panitia Tim PMKP
Mutu Mutu Manajemen keselamatan PMKP
Risiko pasien

3. Dalam menjalankan fungsi/aktivitas MRK di rumah sakit apakah terdapat.....................................


a. Uraian tugas/pekerjaan tertulis?

167
□ Ya √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √
b. Rincian kerja yang detail? √
□ Ya √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √
c. Kesempatan untuk mengambil inisiatif
sendiri dalam memulai suatu program?
□ Ya √ √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √
d. Pendelegasian kewenangan yang
memungkinkan anda untuk melakukan
pengukuran/penilaian sendiri?
□ Ya √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √
e. Dana khusus untuk memulai aktivitas dan
program MRK? Jika ada, berapa alokasi
dana untuk tahun ini? Rp......
□ Ya √
Rp.100jt/thn
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √ √ √ √ √ √ √
f. Jadwal pertukaran informasi yang rutin
antara unit?
□ Ya √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan

168
□ Tidak √ √
g. Kesempatan untuk membawa isu-isu
penting terkait MRK kepada Pimpinan rumah
sakit? Jika ada dalam bentuk apa?
............................
□ Ya √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √
1B. Alokasi Sumber Daya
4. Berapa persen waktu anda yang anda gunakan untuk aktivitas-aktivitas berikut? (penggunaan waktu aktual, ½hari = 10%)
Total persen waktu anda yang digunakan 6,2% 6,2% 6,2% 20% 10% 100%
untuk bekerja
Persen waktu yang digunakan untuk
aktivitas:
a. Untuk kegiatan MRK - 2,49% 1,24% 4% 10% 1%
b. Untuk kegiatan yang tidak terkait risiko klinis
(mis: kegiatan yang terkait risiko keuangan
atau risiko teknis) - - 0,93% 2% 10% 1%
c. Untuk kegiatan manajemen mutu yang tidak
terkait MRK (mis: optimalisasi peningkatan
kepuasan pasien) 1,70% - 3,72% 4% 10% 1%
d. Aktivitas lain yang tidak disebutkan diatas
(mis: aktivitas klinis dan manajemen,
pengembangan organisasi dan staf, dll) 4,50% 3,71% 0,31% 2% 10% 97%

5. Berapa sumber daya manusia yang tersedia pada MRK di rumah sakit anda? (orang dengan posisi yang permanen di MRK)
a. Berapa banyak orang yang bekerja pada tim
MRK utama di rumah sakit anda? Dan
berapa persen waktu yang mereka gunakan
di tempat tersebut?
□ Jumlah orang 4 - - - - 2 12 5 -
□ Persentase penggunaan waktu rata-rata - - - - 1,67% 2% 10% -

169
b. Berapa banyak orang yang bekerja secara
permanen pada tim MRK di rumah sakit
anda yang ditempatkan di unit-unit lain?
(mis: petugas pelaporan insiden di bangsal,
dll). Dan berapa persen waktu yang mereka
gunakan di tempat tersebut?
□ Jumlah orang 40 - - - - 30 1 22 -
□ Persentase penggunaan waktu rata-rata - - - - 2% 10% -
c. Apakah ada rencana penambahan staf MRK
dalam 12 bulan kedepan?
□ Tidak √ √ √ √ √ √ √ √
□ Ya, penambahan di tim utama √1
□ Ya, penambahan di unit

1C. Latar Belakang Profesi


6. Apa latar belakang profesi dan pelatihan yang anda dan anggota MRK (jika ada) miliki? Kompetensi apa yang anda rencanakan untuk dilakukan
peningkatan terhadap anggota MRK dalam 12 bulan kedepan? (pilih satu atau lebih)
Dokter Umum √ √ √ √ √ √ √
Dokter Spesialis √ √
Perawat √ √ √ √ √ √ √
Teknisi Medis √
Fisioterapist/Terapist Okupasi √
Sarjana Ilmu Keperawatan √ √ √
Pelatihan administrasi bisnis √
Pelatihan psikologi √
Pelatihan hukum
Pelatihan Manajemen Risiko Klinis √ √ √ √
Pelatihan Manajemen Mutu √ √ √ √ √

170
Pelatihan lain (sebutkan) .................. √

Bagian 2. Tujuan Strategis dan Implementasi Operasional Manajemen Risiko Klinis (MRK) di Rumah Sakit
2A. Tujuan Strategis dan Tujuan Operasional Rumah Sakit
7. Apakah rumah sakit anda memiliki Strategi
fromal yang tertulis?
□ Ya √ √ √ √ √ √ √ √ √
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam
...............bulan kedepan
□ Tidak

8. Apakah rumah sakit anda memiliki tujuan


strategis tertulis untuk MRK?
□ Ya, terdapat dalam
....................................................... √ √ √ √ √
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam
................. bulan kedepan
□ Tidak √ √ √ √

9. Apakah rumah sakit anda memiliki tujuan


operasional MRK tahunan?
□ Ya, terdapat dalam ........... √ √ √ √ √ √
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam
................. bulan kedepan
□ Tidak √ √ √
2B. Optimalisasi potensi yang terkait elemen Manajemen Risiko Klinis (MRK)
10. Pada derajat mana pernyataan-pernyataan
di bawah ini sesuai dengan rumah sakit
anda? (centang hanya satu pilihan untuk

171
setiap pernyataan)
Untuk membuat MRK menjadi lebih efektif di rumah sakit, kami membutuhkan...............
a. Contact person yang lebih jelas di setiap unit
pelayanan yang menjadi penghubung
dengan MRK Pusat
□ Sangat Tidak Benar √
□ Tidak Benar √
□ Agak Benar
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
b. Pertemuan/komunikasi yang lebih teratur
antara MRK pusat (atau anda) dengan unit-
unit pelayanan
□ Sangat Tidak Benar √
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
c.Kerjasama yang lebih horizontal antara unit
□ Sangat Tidak Benar √
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
d. Aturan yang lebih jelas tentang tugas,
kompetensi dan tanggungjawab (struktur
organisasi dan kepemimpinan)
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar √
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
e. Proses dan prosedur yang lebih terstandar

172
(panduan, checklist, dll)
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √ √
f. Pendekatan yang lebih terbuka dan jujur
terkait dengan kesalahan dan kelemahan
sistem
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar √
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
g. Tambahan sumber dana
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar √
□ Agak Benar √ √
□ Benar √ √ √ √ √ √
h. Tambahan tenaga (sumber daya manusia)
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √ √ √
□ Benar √ √ √ √ √ √
i. Lebih banyak pelatihan tentang MRK dan
keselamatan pasien
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar
□ Agak Benar
□ Benar √ √ √ √ √ √ √ √ √

173
j. Tujuan yang spesifik untuk pengembangan
keselamatan pasien
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √ √ √
□ Benar √ √ √ √ √ √

2C. Kondisi terkini MRK di Rumah Sakit


Bagaimana aspek-aspek MRK dibawah ini diimplementasikan secara umum di rumah sakit anda secara sistematis
11. Item untuk Implementasi proses MRK
a. Tugas, tanggungjawab dan kompetensi
MRK telah ditetapkan di rumah sakit anda

□ Belum dilakukan penlaian √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
b. Prosedur MRK telah ditetapkan dan
didokumentasikan di rumah sakit anda

□ Belum dilakukan penlaian √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √

174
□ Sengaja tidak dilaksanakan
c. Risiko-risiko klinis telah diidentifikasi pada
level rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
d. Penyebab dan hal-hal yang terkait dengan
insiden dan kesalahan pada prosedur
perawatan dianalisa bukan hanya pada
level unit pelayanan namun juga pada level
rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi √
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
e. Risiko klinis dievaluasi oleh rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √

175
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
f. Berdasarkan hasil analisis penyebab insiden
atau kesalahan pada prosedur perawatan,
telah ditetapkan pengukuran yang sesuai
pada level rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
g. mPerubahan-perubahan pada risiko klinis
dipantau pada level rumah sakit

□ Belum dilakukan penlaian √ √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
h.Prosedur-prosedur MRK pada level rumah
sakit telah dikomunikasikan kepada seluruh
staf
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12

176
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
i. Telah ada sistem pelaporan MRK untuk
keseluruhan rumah sakit secara umum

□ Belum dilakukan penlaian √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
j. Pihak luar dilibatkan dalam pengembangan
MRK rumah sakit kedepannya

□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √ √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi √
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
12. Kepemimpinan, partisipasi staf dan
pelatihan
a. MRK dan isu seputar keselamatan pasien
menjadi agenda rutin dalam pertemuan
pimpinan rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √

177
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
b. Pengukuran-pengukuran spesifik yang
dilakukan oleh pimpinan secara jelas
menunjukkan komitmen mereka terhadap
keselamatan pasien
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
c. Staf berperan aktif dalam MRK (mis:
mengidentifikasi dan melaporkan risiko klinis)

□ Belum dilakukan penlaian √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
d. Pembahasan kasus lintas disiplin
diselenggarakan di rumah sakit

178
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
e. Pembahasan kasus antar kelompok profesi
dilaksanakan di rumah sakit

□ Belum dilakukan penlaian √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
f. Pendidikan berkelanjutan terkait MRK dan
keselamatan pasien bagi staf dilaksanakan
secara rutin di rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan √
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan

179
2D. Sistem Pelaporan Inisden
13. Apakah ada sistem pelaporan insiden
secara umum untuk seluruh rumah sakit di
tempat anda?
□ Ya, telah diimplementasikan secara
menyeluruh di rumah sakit sejak √ √
tahun....................... (lanjut ke pertanyaan 14) √ 2008 √ 2015 2013 √ 2010 2015 √ 2015 √ 2009
□ Ya, telah diimplementasikan di beberapa
unit tertentu sejak tahun ..................................
Diimplementasikan pada ............................ unit
(jumlah unit) (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Sedang diimplementasikan secara
menyeluruh di rumah sakit (lanjut ke
pertanyaan 14) √
□ Sedang diimplementasikan pada beberapa
unit tertentu (lanjut ke pertanyaan 14) √
□ Tidak, namun telah direncanakan untuk
diimplementasikan secara menyeluruh di
rumah sakit dalam waktu 12 bulan ke depan
(lanjut ke bagian 3)
□ Tidak, namun telah direncanakan untuk
diimplementasikan di beberapa unit pelayanan
dalam waktu 12 bulan kedepan (lanjut ke
bagian 3)
□ Tidak (lanjut ke bagian 3)

14. Jika rumah sakit telah memiliki sistem


pelaporan insiden secara menyeluruh atau
sedang berada dalam proses implementasi
sistem tersebut, maka pernyataan dibawah ini
sesuai untuk...................

180
a. Definisi tentang insiden-insiden kritis yang
harus dilaporkan tersedia di rumah sakit atau
di unit-unit tertentu
□ Belum dilakukan penlaian √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
b. Klaim terhadap adanya malpraktek terdapat
dalam sistem pelaporan
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
c. Sistem pelaporan terkomputerisasi
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan √
□ Implementasi tidak sistematis
□ Implementasi secara sistematis √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
d. Sistem pelaporan bersifat rahasia

181
(anonymous)
□ Belum dilakukan penlaian
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
e. Dilakukan pelatihan mengenai sistem
pelaporan
□ Belum dilakukan penlaian √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
f. Staf akan mendapatkan umpan balik segera
setelah mereka melaporkan suatu insiden

□ Belum dilakukan penlaian √ √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
g. Staf diinformasikan mengenai insiden yang

182
dilaporkan
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
h. Dilakukan analisa terhadap penyebab
terjadinya insiden dengan menggunakan
prosedur yang terstandar
□ Belum dilakukan penlaian √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi √
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
i. Staf diinformasikan mengenai hasil analisa
penyebab insiden tersebut

□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan

183
j. Pengukuran yang tepat ditentukan
berdasarkan hasil analisis tersebut
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
k. Staf diinformasikan mengenai metode
pengukuran yang akan diterapkan

□ Belum dilakukan penlaian √ √ √


□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
l. Penerapan pengukuran ini dimonitor
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana
implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan

184
Bagian 3. Tinjauan MRK di Unit-Unit Pelayanan yang Berbeda
15. Rumah sakit kami memiliki sejumlah
......................... unit pelayanan (unit dimana
terjadi kontak dengan pasien) 17 11 19 23 18 11

3A. Proses MRK


16. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
a. Tugas, kompetensi dan tanggung jawab
dalam internal unit pelayanan telah ditetapkan

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
b. Pengukuran spesifik yang dilakukan secara
teratur oleh pimpinan menunjukkan komitmen
mereka terhadap keselamatan pasien
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
c. Risiko klinis telah diidentifikasi secara
sistematis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √

185
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
d. Penyebab risiko klinis telah dianalisis secara
sistematis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
e. Risiko klinis dievaluasi secara sistematis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
f. Pengukuran untuk meningkatkan
keselamatan pasien secara sistematis
dilakukan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
g. Perubahan terhadap risiko klinis dimonitor

186
secara sistematis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √

3B. Komunikasi dan Informasi


17. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
a. Pimpinan/manajemen menyediakan
lingkungan kerja yang mendorong kejujuran
dan komunikasi terbuka
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
b. Ada panduan (checklist, format, dll) yang
menjamin bahwa pasien telah diberikan
informasi mengenai kemungkinan risiko
sebelum mendapatkan perawatan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √

187
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
c. Ada panduan yang menjamin bahwa pasien
secara terbuka dan secara proaktif
mendapatkan informasi mengenai insiden kritis
atau kesalahan yang terjadi selama perawatan
mereka
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan √
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
d. Survei tentang prosedur perawatan kepada
pasien dilakukan secara teratur

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
e. Ada sistem manajemen keluhan yang
berjalan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √

188
3C. Dokumentasi
18. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
a. Rekam Medis dilakukan secara elektronik
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √ √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √ √
b. Rekam Medik dianalisis secara proaktif
sebagai respon terhadap insiden

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √ √
c. Ada prosedur sistematis untuk memverifikasi
kelengkapan Rekam Medik

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan

189
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √

3D. Pembelajaran dan Pengembangan


19. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
a. Pimpinan/Manajemen rumah sakit
menyediakan lingkungan kerja dimana
kebutuhan untuk peningkatan dapat dipenuhi
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
b. Pimpinan/Manajemen rumah sakit
mempertimbangkan risiko klinis ketika akan
dilakukan perubahan dalam organisasi
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
c. Diskusi lintas disiplin mengenai keselamatan
pasien dilaksanakan secara teratur

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √ √ √

190
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
d. Survei staf tentang budaya keselamatan
dilakukan secara teratur
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
e. Terdapat prosedur standar mengenai
transfer pasien dan operan tugas

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
f. Staf menerima dukungan emosional jika
berhubungan dengan insiden atau kesalahan

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun

191
g. Untuk staf yang melakukan kesalahan,
diberi kesempatan untuk melakukan diskusi
yang bersifat tertutup
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
3E. Pelatihan/Pendidikan Berkelanjutan
20. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
a. Staf diajarkan bagaimana cara
berkomunikasi ketika melakukan transfer
pasien dan operan tugas
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
b. Staf dilatih mengenai identifikasi dini
terjadinya insiden dan kesalahan

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan

192
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
c. Staf mendapatkan pelatihan strategi
kerjasama yang efektif
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
d. Staf diajarkan untuk dapat mengevaluasi
kinerja mereka sendiri dengan lebih baik

□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √


□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
e. Staf diajarkan bagaimana cara
berkomunikasi dengan pasien terkait risiko
perawatan dan insiden kritis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
f. Dilakukan simulasi untuk belajar dan berlatih
prosedur-prosedur yang sulit

□ Benar untuk semua unit pelayanan √

193
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √ √ √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √ √
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √

3F. Sistem Pelaporan Insiden Lokal (jika rumah sakit anda tidak memiliki sistem pelaporan insiden secara umum atau jika unit-unit
pelayanan memiliki sistem pelaporan insiden yang berbeda dari sistem pelaporan insiden di tingkat rumah sakit)
21. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
a. Sistem pelaporan insiden lokal
telahhdilaksanakan - - - - - - - - -
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
b. Dilaksanakan pelatihan tentang penggunaan
sistem pelaporan insiden lokal
- - - - - - - - -
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
c. Ada prosedur standar untuk melakukan
analisa terhadap insiden yang dilaporkan
- - - - - - - - -

194
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
d. Ada prosedur standar untuk memberikan
umpan balik kepada staf yang melaporkan
insiden - - - - - - - - -
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
e. Dilakukan monitoring terhadap Implementasi
pengukuran dari hasil analisis
- - - - - - - - -
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit
pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
Ket:
WS: RSUP Wahidin Sudirohusodo UH: RS Unhas
LB: RSUD Labuang Baji PL: RS Pelamonia
SR: RSUD Sayang Rakyat ST: RS Stella Maris
TC: RS Dr.Tadjuddin Chalid PW: RS Pertiwi
AB: RS Awal Bros

195
196
MATRIKS HASIL WAWANCARA

INFORM
NO PERTANYAAN JAWABAN KATA KUNCI INTERPRETASI
AN
Informasi : Kondisi riil implementasi MRK di rumah sakit
“…. . manajemen risiko
merupakan hal baru di dunia Implementasi MRK di RS dipengaruhi
perumahsakitan, sehingga Kebijakan oleh kebijakan RS yang seharusnya
WS
posisi ataupun tanggung jawab strategis memasukkan MRK dalam kebijakan
manajemen risiko belum strategisnya
menjadi bagian strategis….”
“….. belum meratanya
komitmen dari semua pihak Faktor yang mempengaruhi penerapan
Menurut
terkait pelaksanaan MRK di RS adalah komiten dari
pendapat anda,
manajemen risiko dan Komitmen seluruh staf, mulai dari pucuk pimpinan
faktor apa yang
LB pengetahuan staf tentang Pengetahuan hingga staf biasa. Selain itu staf juga
terkait masalah
MRK yang masih sangat staf perlu memiliki pengetahuan yang
1 kebijakan, politis
minim serta sosiaisasi tentang cukup tentang MRK, bias dilakukan
dan hukum yang
hal tersebut yang juga masih melalui kegiatan sosialisasi
mempengaruhi
sangat kurang….”
MRK di RS?
“…..yang dirasa sangat Komitmen dari Pimpinan serta
(pertanyaan 1) Pengetahuan
berpengaruh adalah pengetahuan staf merupakan faktor
SR Komitmen
pengetahuan dan komitmen yang mempengaruhi implementasi
Pimpinan
pimpinan….” MRK di RS
“….dukungan dari pimpinan
Komitmen dari Pimpinan untuk
merupakan faktor terpenting Dukungan/
mendukung implementasi MRK
TC jika ingin proses MRK Komitmen
merupakan faktor terpenting
diimplementasikan dengan Pimpinan
keberhasilan penerapan MRK di RS
baik….”

197
Bagi RS Swasta, kebijakan rumah
sakit sangat dipengaruhi oleh
“…..bagi kami, kebijakan
Kebijakan Perusahaan/Pemilik,
corporate lah yang sangat Kebijakan
AB dengan kata lain kesusksesan sesuatu
mempengaruhi jalannya perusahaan
prohgram ditentukan oleh adanya
organisasi, apapun itu…”
dukungan yang postif dari
Perusahaan/Pemilik
“….adanya sistem open
disclosure kasus medis atau
kesalahan yang dilakukan oeh MRK dikembangkan karena dapat
staf medis serta adanya sistem berfungsi sebagai pencegahan
Pencegahan
UH klaim atau legalitas dimana terhadap kemungkinan terjadinya
tuntutan hukum
jika terjadi tuntutan kepada potensi kesalahan medik yang dapat
rumah sakit siapa yang akan berakibat pada tuntutan hukum
membayar klaim pasien
tersebut….
“…..prosedur pengelolaan Implementasi MRK yang baik perlu di
Anggaran
anggaran dan pelaksanaan dukung dengan anggaran dan fasilitas.
PL Faslitas
akan pengajuan fasilitas MRK Dan untuk menjalankan MRK perlu
SDM
dan pengembangan SDM….” SDM yang kompeten.
Komitmen Pimpinan dalam bentuk
“...Dukungan dari Pimpnan
dukungan terhadap program yang
merupakan faktor penentu dari Dukungan
ST akan dilaksanakan merupakan faktor
implementasi program apapun Pimpinan
penentu kelancaran implementasi
itu....”
program di RS
“….yang harus ada adalah Dukungan dari Pimpinan merupakan
Komitmen
PT kebijakan pimpinan yang faktor penting dalam penerapan MRK
Pimpinan
mendukung….” di RS
Bagaimana “….sudah ada struktur Sudah ada Proses MRK sudah berjalan dengan
2 WS
komentar anda organisasi terkait dan struktur baik d RS

198
tentang prosesnya sudah berjalan…” Proses sudah
implementasi dan berjalan
pengorganisasian “…..MRK belum berjalan di
MRK di RS anda? rumah sakit kami, belum Proses MRK belum berjalan, belum
Belum berjalan
(pertanyaan 2) terstruktur. Kami masih perlu didukung oleh struktur dan
LB Belum ada
untuk menyamakan persepsi pemahaman yang sama dari semua
struktur
tentang MRK terhadap semua pihak
pihak….”
“….harus kami akui bahwa hal
Proses MRK belum berjalan sama
SR ini belum berjalan di rumah Belum berjalan
sekali
sakit kami….”
“…..kami sudah berjalan,
namun tentunya masih butuh
Tahap Proses MRK sudah berjalan namun
RSTC banyak pengembangan dan
pengembangan masih membutuhkan pengembangan
perbaikan khususnya yang
terkait dengan risiko klinis….”
“…. Implementasi MRK masih
dalam tahap pengembangan, Tahap Proses MRK sudah berjalan namun
AB
kami senantiasa berupaya pengembangan masih membutuhkan pengembangan
untuk meningkatkan….”
“….di tempat kami sistem ini
sudah berjalan secara
sistematis, pertemuan pun
sudah teratur dilakukan pada
setiap tanggal 15 meskipun
Proses MRK sudah berjalan dengan
UH jumlah peserta yang datang Sudah berjalan
baik di RS
berpartisipasi masih kurang,
hanya sekitar 5-6 orang dari
total 30 orang, ini disebabkan
karena mereka masih sibuk
dengan pelayanan sebagai

199
tupoksi utama mereka…..”
“….secara struktur
organisasi sudah berjalan Struktrur organisasi sudah ada namun
Struktur sudah
dengan baik tetapi personel prosesnya belum berjalan dengan
PL ada
masih merangkap jabatan baik, salah satunya diakibatkan oleh
Personel kurang
karena yang purna waktu kurangnya personel tetap
hanya 1 orang….”
“....prosesnya sudah
berjalan, tinggal Proses MRK sudah berjalan dengan
ST Sudah berjalan
dikembangkan hinggalebih baik di RS
optimal lagi....”
“…..kalau dari segi
pengorganisasian kami rasa
Struktur sudah Struktrur organisasi sudah ada namun
sudah cukup, namun dari
ada prosesnya belum berjalan dengan
PT implementasinya masih
Implementasi baik, salah satunya diakibatkan oleh
kurang karena adanya
kurang kurangnya personel tetap
keterbatasan SDM yang tidak
full time….”
Kekuatan yang dimilki adalah bahwa
“……adanya arah yang jelas Arah yang jelas MRK sudah menjadi kebijakan RS
dan sudah dilaluinya peran Sudah JCI sehingga telah memliki arah dan
Menurut manajemen risiko secara Dukungan struktur yang jelas. Komitmen
WS
pendapat anda, internasional, dukungan Pimpinan pimpinan juga sangat mendukung
apa kekuatan pimpinan, sudah adanya Struktur jelas apalagi status RS yang telah akreditasi
3
program MRK di struktur dan proses…” JCI membuat proses ini sudah
RS anda? berjalan.
(pertanyaan 7) “..... belum ada yang menjadi Proses MRK belum berjalan, belum
LB Belum ada
kekuatan kami…” ada faktor yang menjadi kekuatan
Proses MRK belum berjalan, belum
SR “….belum ada….” Belum ada
ada faktor yang menjadi kekuatan

200
“….adanya struktur
Struktur organisasi yang sudah
organisasi yang sudah
Struktur mengakomodir MRK serta proses
mengakomodir manajemen
organisasi yang dijalankan oleh pegawai yang
TC risiko klinis dan beberapa staf
Pegawai yang telah mendapatkan pelatihan terkait
yang teah mendapatkan
terlatih MRK menjad kekuatan dalam
pelatihan terkait manajemen
implementasi MRK di RS
risiko….”
“….kekuatan kami adalah
komitmen untuk menerapkan
standar dari semua pegawai Komitmen yang tinggi dari semua
Komitmen
yang cukup tinggi, selain itu pihak serta adanya keinginan untuk
semua staf
karena kami adalah rumah meningkatkan pelayanan melalui MRK
AB Motivasi
sakit swasta maka dengan untuk bisa mengungguli kompetitor
mengungguli
adanya competitor membuat merupakan kekuatan yang dimiliki
kompetitor
kami selalu termotivasi dalam dalam penerapan MRK
menjaga kualitas
pelayanan….”
“….sudah ada unit yang Sudah jelasnya unit yang
bertanggungjawab terhadap Unit bertanggungjawab atau struktur
UH masalah ini, meskipun penanggung organisasi terkait penerapan MRK
partisipasi dari unit lain masih jawab menjadi kekuatan dalam menjalankan
kurang…” proses MRK secara umum
Komitmen dari seluruh pegawai dan
Loyalitas kepemimpnan yang mendukung
“….loyalitas anggota dan
PL Sistem penerapan suatu program khususnya
sistem komando….”
Komando MRK menjadi kekuatan dari RS yang
dimiliki oleh TNI ini.
“…. Kami sudah memiliki Kekuatan yang dimiliki sehingga
Struktur
struktur, sudah ada pedoman mampu melaksankan program MRK
ST Organisasi
untuk implementasi, tinggal adalah karena telah memiliki struktur
Pedoman
ditingkatkan….” yang jelas yang menangani hal ini dan

201
telah memiliki pedoman dalam
pelaksanaan program
Sudah ada sistem pelaporan yang
“…..kekuatan kami adalah
jelas yang merupakan salah satu
bahwa kami sudah memiliki
bagian dari MRK serta keterlibatan dan
sistem pelaporan yang Sistem
komitemen staf hingga tingkat unit
PT berjalan dengan baik dan kami pelaporan
yang terakomodir dalam struktur
telah memiliki champion Champion unit
organisasi yang jelas yaitu “champion
mutu, PPI dan patient safety
mutu” menjadi kekuatan dalam
di unit-unit….”
mengimplementasikan MRK
“….sistem pelaporan dengan
Sistem
alur dan kerangka waktu yang
pelaporan
sudah ditetapkan, untuk data Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar
WS KPC sebagai kasus yang standar sesua dengan yang dianjurkan
Sistem
paling sering terjadi difasilitasi oleh Kemenkes dan KARS
pelaporan
dengan sistem elektronik
elektronik
pelaporan….”
Sistem pelaporan “…..kami menggunakan Menggunakan sisitem pelaporan yang
insiden seperti LB sistem pelaporan yang Sistem standar standar sesua dengan yang dianjurkan
apa yang standar dari kemenkes….” oleh Kemenkes dan KARS
4 digunakan di RS “…..belum ada sistem
anda? pelaporan insiden yang kami Belum ada sistem pelaporan yang
SR Belum ada
(pertanyaan 9) gunakan, proses pelaporan berjalan dengan sistematis
insiden belum berjalan….”
“…..kami menggunakan
sistem pelaporan yang
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar dari kemenkes, itu
TC Sistem standar standar sesua dengan yang dianjurkan
sesuai dengan tuntutan
oleh Kemenkes dan KARS
akredtasi…”

202
“…..sistem pelaporan Menggunakan sisitem pelaporan yang
AB insiden baku dari kemenkes Sistem standar standar sesua dengan yang dianjurkan
dan KARS….” oleh Kemenkes dan KARS
“….kami menggunakan format
pelaporan dari KARS dan
format tersebut sudah
dibagikan keseluruh unit.
Menggunakan sisitem pelaporan yang
Pelaporan dilakukan oleh staf
UH Sistem standar standar sesua dengan yang dianjurkan
langsung yang melapor ke
oleh Kemenkes dan KARS
champion, laporan diteruskan
ke kepala instalasi kemudian
dilaporkan ke sub komite
keselamtan pasien….”
Menggunakan sisitem pelaporan yang
“….RCA, Root Cause
PL Sistem standar standar sesua dengan yang dianjurkan
Analysis…”
oleh Kemenkes dan KARS
KTD
Menggunakan sisitem pelaporan yang
“ …KTD/KNC, KPC dan KNC
ST standar sesua dengan yang dianjurkan
sentinel…..” KPC
oleh Kemenkes dan KARS
Sentinel
“…..kami menggunakan
format baku, data
dikumpulkan oleh PIC di setiap
Menggunakan sisitem pelaporan yang
ruangan, diserahkan kepada
PT Sistem standar standar sesua dengan yang dianjurkan
Kepala Ruangan, yang akan
oleh Kemenkes dan KARS
melakukan grading dan
kemudian diserahkan kepada
Tim PMKP

203
“….. sama, unit pelayanan Menggunakan sistem pelaporan yang
Sama
WS sebagai sub sistem dalam standar sesuai dengan yang
sistem pelaporan….” dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS

Menggunakan sistem pelaporan yang


“….sama di semua unit
LB Sama standar sesuai dengan yang
layanan….”
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
“….belum ada sistem
Belum ada sistem pelaporan yang
pelaporan insiden, baik itu di
SR Belum ada berjalan dengan sistematis baik di
tingkat rumah sakit apalagi di
tingkat RS maupun di tingkat unit
tingkat unit layanan….”
“….kami menggunakan sistem Menggunakan sistem pelaporan yang
Apakah sistem
TC yang sama di semua unit sama standar sesuai dengan yang
tersebut sama
pelayanan….” dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
atau berbeda
Menggunakan sistem pelaporan yang
5 dengan yang “…..sistemnya sama pada
AB sama standar sesuai dengan yang
digunakan di unit- semua unit layanan….”
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
unit layanan?
Menggunakan sistem pelaporan yang
(pertanyaan 10) “….sistem yang digunakan
UH Sama standar sesuai dengan yang
sama…”
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
Menggunakan sistem pelaporan yang
PL “…..sama di semua unit…” Sama standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
Menggunakan sistem pelaporan yang
“….kami menggunakan sistem
ST Sama standar sesuai dengan yang
yang sama….:
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
“….sistemnya sama di semua
Menggunakan sistem pelaporan yang
ruangan, kecuali pelaporan
PT Sama standar sesuai dengan yang
K3…”
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS

204
Ada struktur organisasi Komite
Mutu, Keselamatan Pasien
dan Kinerja yang dibawahi
Sudah ada struktur organisasi yang
langsung oleh Direktur Utama.
WS bertanggungjawab secara spesifik
Terdiri dari Sub Komite
terhadap MRK
Manajemen Risko, Patient
Safety, Akreditasi, Fasilitas
dan K3, Mutu dan Kinerja.
Ada struktur organisasi Komite
Ada struktur organisasi yang
Mutu dan Keselamatan Pasien
bertanggung jawab terhadap mutu
yang dibawahi oleh Direktur,
Mohon LB rumah sakit namun tidak spesifik
tidak memiliki sub komite
gambarkan terhadap MRK, bahkan tidak memiliki
namun langsung Penanggung
dengan ringkas sub komite.
jawab Unit
struktur
Ada struktur organisasi PMKP Ada struktur organisasi yang
organisasi Komite
6 yang dibawahi oleh Direktur, bertanggung jawab terhadap mutu
Mutu/ Manajemen SR
terdiri dari Sub Komite Patient rumah sakit namun tidak spesifik
Risiko di tempat
Safety, K3 dan Akreditasi terhadap MRK
anda
Ada struktur organisasi Komite
(pertanyaan 11)
Mutu dan Keselamatan
Sudah ada struktur organisasi yang
Pasien, terdiri dari Sub Komite
TC bertanggungjawab secara spesifik
Mutu, Manajemen Risiko,
terhadap MRK
Patient Safety dan
Evaluasi/Pelaporan
Ada struktur organisasi Ada struktur organisasi yang
Departemen Mutu yang bertanggung jawab terhadap mutu
AB
dibawahi oleh Direktur, terdiri rumah sakit namun tidak spesifik
dari TKPRS, PPI dan K3 terhadap MRK
Ada struktur organisasi Komite Ada struktur organisasi yang
UH Mutu yang dibawahi langsung bertanggung jawab terhadap mutu
oleh Direktur Utama, terdiri rumah sakit namun tidak spesifik

205
dari Sub Komite Keselamatan terhadap MRK
Pasien dan Akreditasi, PPI dan
K3
Ada struktur organisasi Komite
PL Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP)
Ada struktur organisasi PMKP
dibawah Direktur RS yang Sudah ada struktur organisasi yang
ST terdiri dari penanggung jawab bertanggungjawab secara spesifik
Mutu, Keselamatan Pasien terhadap MRK
dan Manajemen Risiko
Ada struktur organisasi Komite
PMKP yang dibawahi oleh
Sudah ada struktur organisasi yang
Direktur, terdiri dari Sub
PT bertanggungjawab secara spesifik
Komite Patient Safety, Mutu
terhadap MRK
dan Manajemen Risiko

Informasi: Strategi Manajemen Risiko Klinis


“…..meminimalkan insiden
Meminimalkan Pencegahan insiden merupakan tujuan
WS maupun dampaknya bila
insiden strategis yang paling penitng
terjadi….”
Menurut anda,
“…..meningkatkan keamanan Meningkatkan
apa tujuan Keselamatan pasien merupakan tujuan
LB dan keselamatan pasien keselamatan
strategis yang strategis yang paling penting
rumah sakit….” patient
7 paling penting
Meningkatkan
terkait MRK di RS “….peningkatan keselamatan Keselamatan pasien merupakan tujuan
SR keselamatan
anda? pasien….” strategis yang paling penting
patient
(pertanyaan 3)
“…..untuk meningkatkan Peningkatan Peningkatan pengetahuan staf dan
TC pemahaman dan kepedulian pengetahuan Keselamatan pasien merupakan tujuan
pegawai tentang manajemen staf strategis yang paling penting

206
risiko klinis serta Meningkatkan
meningkatkan keamanan keselamatan
dan keselamatan pasien…..” pasien
“….tujuannya adalah untuk Meningkatkan
Keselamatan pasien merupakan tujuan
AB meningkatkan patient safety keselamatan
strategis yang paling penting
dan K3RS…” patient
“….untuk meningkatkan
keterbukaan dan kejujuran Keterbukaan Komitmen merupakan tujuan strategis
UH
serta komitmen yang kuat dari Komitmen yang paling penting
seluruh staf…”
“….meminimalisir faktor yag
dapat menimbulkan cedera
pada pasien dan petugas serta Meminimalkan Pencegahan insiden merupakan tujuan
PL
berupaya semaksimal mungkin insiden strategis yang paling penitng
meningkatkan mutu rumah
sakit…”
“….meminimalkan insiden Meminimalkan Pencegahan insiden merupakan tujuan
ST
keselamatan pasien….” insiden strategis yang paling penitng
“….mengoptimalkan Meningkatkan
Keselamatan pasien merupakan tujuan
PT penerapan patient safety keselamatan
strategis yang paling penting
sebagai budaya kerja….” patient
Menurut anda, “…..sesuai mapping hasil
apa tujuan identifikasi risiko 1 tahun
operasional yang terakhir terdapat beberapa Tujuan operasional yang paling penting
Proses
paling penting WS proses berisiko tinggi yang adalah menangani area-area yang
berisiko tinggi
8 yang harus menjadi prioritas, antara lain memiliki proses berisiko tinggi
diprioritaskan di proses pelayanan farmasi,
RS anda dalam admisi dan laboratorium…”
waktu 12 bulan “…. Identifikasi area yang Identifikasi staf Tujuan operasional yang paling penting
LB
kedepan? berisiko dan identifikasi staf dan area yang adalahmelakukan identifikasi terhadap

207
(pertanyaan 4) atau kelompok yang berisko kelompok staf dan area yan gberisiko di
berisiko….” RS
“….peningkatan
pengetahuan staf terkait
manajemen mutu dan Peningkatan Tujuan operasional yang paling penting
SR manajemen risiko, karena pengetahuan adalah peningkatan pengetahuan staf
kami susah bergera kalau staf tentang MRK
belum memahami sepenuhnya
tentang hal tersebut….”
“……semua staf harus
mengerti dan paham tentang Peningkatan Tujuan operasional yang paling penting
TC risiko dan paham tentang pengetahuan adalah peningkatan pengetahuan staf
pelaporan risiko dan staf tentang MRK
insiden…..”
“….kami ingin meningkatkan
sosialisasi terkait manajemen Peningkatan Tujuan operasional yang paling penting
risiko klinis ini kepada seluruh pengetahuan adalah peningkatan pengetahuan staf
AB staf dan meningkatkan staf tentang MRK yang akan mendorong
keterlibatan serta partisipasi Peningkatan peningkatan partisipasi mereka dalam
aktif dari seluruh pihak di partisipasi staf proses MRK
rumah sakit ini….”
Pengukuran
“….penyelesaian indikator Tujuan operasional yang paling penting
indikator mutu
pengukuran keselamatan untuk dioperasionalkan adalah
UH dan
pasien dan mutu di seluruh melakukan pengukuran indikator mutu
keselamatan
unit….” dan keselamatan pasien di RS
pasien
Tujuan operasional yang harus
“….pengguaan SIMRS yang
diprioritaskan adalah membuat
PL terintegrasi dengan laporan SIMRS
pelaporan mutu unit yang terintegrasi
mutu tiap unit….”
dengan SIRS

208
“….tujuannya adalah untuk Tujuan operasional yang paling penting
Pelaporan
ST meningkatkan pelaporan adalah untuk meninngkatkan sistem
insiden
insiden dari unit-unit…” pelaporan insiden
Tujuan operasional yang harus
“…..pemenuhan standar Standar sesuai
PT diprioritaskan adalah pemenuhan
sesuai SPM….” SPM
standar SPM
“…. Strategi mencegah Fungsi MRK yang paling penting adalah
Pencegahan
WS insiden dan meminimalkan untuk pencegahan insiden jika ia sudah
insiden
dampak….” diterapkan secara sistematis di RS
“….menurut saya fungsi MRK Identifikasi risiko merupakan fungsi
Identifikasi
LB yang paling penting adalah MRK yang paling penting untuk
risiko
identifikasi risiko….” dikembangkan
“….kemungkinan identifikasi
Identifikasi risiko merupakan fungsi
risiko merupakan hal yang Identifikasi
SR MRK yang paling penting untuk
paling penting, saya kurang risiko
Fungsi MRK yang dikembangkan
yakin….”
paling penting
“……fungsi identifikasi dan
untuk
pelaporan, karena ini yang Identifikasi Identifikasi risiko merupakan fungsi
9 dikembangkan
menjadi dasar pembelajaran risiko MRK yang paling penting untuk
menurut anda TC
untuk membuat program Pelaporan dikembangkan kemudian dilanjutkan
adalah?
pencegahan risiko lebih insiden dengan sistem pelaporan insiden
(pertanyaan 5)
lanjut….”
Identifikasi risiko merupakan fungsi
“….saya kira identifikasi Identifikasi
AB MRK yang paling penting untuk
risiko yang paling penting….” risiko
dikembangkan
“…..fungsi pelaporan, harus
Pelaporan Fungsi pelaporan insiden yang paling
UH ada reward pelaporan
insiden penting untuk dikembangkan
insiden….”
“….fungsi patient safety, Pelaporan Fungsi pelaporan insiden yang paling
PL
utamanya pelaporan KTD, insiden penting untuk dikembangkan

209
KNC secara jujur dan terbuka
di setiap unit…”
Pelaporan Fungsi pelaporan iniden dan identifikasi
“….fungsi pelaporan dan insiden risiko penting untuk dikembangkan
ST
identifikasi risiko….” Identifikasi dalam rangka mengoptimalkan
risiko implementasi MRK
“….fungsi yang terpenting
Yang paling penting adalah fungs
menurut kami adalah fungsi Fungsi
PT monitoring terhadap seluruh
pengawasan atau monitoring
pelaksanaan program MRK di RS
monitoring…”
Informasi: Kebutuhan untuk pengembangan MRK
“….. Manajemen dan Profesi
Pemberi Asuhan, seperti Manajemen dan semua PPA harus
Manajemen
WS Perawat, Dokter, Dietisien, dan terlebih dahulu mendapatkan pelatihan
PPA
semua yang langsung terlibat MRK dan keselamatan pasien
pada pelayanan pasien….”
Manajemen harus terlebih dahulu
Menurut anda,
mendapatkan pelatihan MRK dan
pelatihan MRK LB “…. Manajemen….” Manajemen
keselamatan pasien, sebagai pengambil
dan keselamatan
kebijakan.
pasien lebih
10 Perawat harus diprioritaskan untuk
penting diberikan “….perawat, karena mereka
mendapatkan pelatihan tentang MRK
kepada kelompok yang lebih banyak dan lebih
SR Perawat dan keselamatan pasien karena mereka
staf yang mana? sering bersentuhan langsung
yan glebih banyak berinteraksi dengan
(pertanyaan 6) dengan pasien….”
pasien
“…..pelatihan ini prioritas Manajemen sebagai pengambil
diberikan kepada Dokter dan Dokter kebijakan harus mendapatkan pelatihan
TC Perawat serta manajemen. Perawat MRK dan keselamatan pasien, demikian
Dokter dan perawat adalah Manajemen pula dengan Dokter dan Perawat
profesi yang intens kontak sebagai tenaga medis yang paling

210
langsung dengan pasien, banyak berinteraksi dengan pasien
sedangkan manajamen adalah
pengambil kebijakan yang juga
harus paham tentang
manajemen risiko…”
Dokter sebagai penanggungjawab
pelayanan harus diprioritaskan untuk
AB “….kepada DPJP…..” DPJP
mendapatkan pelatihan MRK dan
keselamatan pasien
“…..harusnya kepada seluruh Tenaga medis yang berinteraksi dengan
Dokter
staf, namun prioritas utama pasien harus diprioritaskan untuk
UH Perawat
adalah staf medis, yaitu mendapatkan pelatihan MRK dan
Bidan
dokter, perawat dan bidan…” keselamatan pasien
Tenaga medis yang berinteraksi dengan
“…..rawat inap, IGD, ICU dan pasien harus diprioritaskan untuk
PL Tenaga Medis
OK….” mendapatkan pelatihan MRK dan
keselamatan pasien
Pengetahuan tentang MRK harus
“….pelatihan itu penting
merata pada semua staf, oleh karena itu
ST diberikan kepada semua Semua staf
maka pelatihan perlu diberikan kepada
staf….”
semua staf
Dokter dan Perawat sebagai tenaga
“….harus diprioritaskan
Dokter medis yang paling banyak berinteraksi
PT kepada dokter dan
Perawat dengan pasien harus mendapatkan
perawat….”
pelatihan MRK dan keselamatan pasien
Menurut anda, “……..ada data untuk
Data mutu dari setiap unit sangat
apa kebutuhan menjalankan redesign proses Data untuk
diperlukan untuk melakukan analisa dan
11 terbesar untuk WS atau rancang ulang….” redesign
redesign proses demi peningkatan
menjalankan proses
mutu pelayanan
program MRK di

211
RS anda? “…..meningkatkan
Implementasi MRK akan lebih optimal
(pertanyaan 8) pengetahuan staf tentang Pengetahuan
LB jika semua staf memiliki pengetahuan
manajemen risiko klinis itu staf
yan memada tentang MRK itu sendiri
sendiri….”
“…..harus ada komitmen yang Kommitmen yang sama dibutuhkan
sama dari semua pihak, baik untuk optmalisasi implementasi MRK,
SR Komitmen
itu pimpinan sampai ke staf mulai dari pucuk pimpnan hingga staf
biasa…..” biasa
“…..harus ada staf permanen
yang mengurusi masalah
manajemen mutu dan risiko,
sehingga mereka bisa lebih
Staf tetap Butuh staf yang purna waktu untuk
fokus dan tidak terbagi dengan
Sosialisasi menjalankan ndan mengawasi
TC tupoksi utama mereka.
berkesinambu implementasi MRK sehingga mereka
Sosialisasi kepada seluruh
ng bisa lebih fokus dalam bekerja.
pegawai juga harus selalu
dilakukan untuk menjamin
kesamaan persepsi dan
komitmen….”
Butuh staf yang purna waktu untuk
“….saya kira kami
menjalankan ndan mengawasi
membutuhkan adanya tenaga
implementasi MRK sehingga mereka
yang full time untuk Staf tetap
AB bisa lebih fokus dalam bekerja. Selain
mengurusi masalah ini dan Pelatihan
itu pengetahuan staf tentang MRK juga
pelatihan kepada seluruh staf
perlu agar mereka bisa melaksanakan
terkait manajemen risiko….”
program MRK dengan optimal.
Output dari MRK dapat berupa
“…..dana untuk membiayai
rekomendasi perbaikan yang terkadang
hasil rekomendasi investigasi
UH Dana membutuhkan pembiayaan dalam
kalau keluar dari pagu
pelaksanaannya. Butuh dukungan dana
anggaran…”
untuk mewujudkan hal ini.

212
Kompetensi SDM secara umum
termasuk pengetahuan diperlukan agar
“… kami membutuhkan pelaksanaan program sesuai dengan
SDM
peningkatan SDM serta yang diharapkan, selain itu juga
PL Evaluasi
evaluasi indikator dibutuhkan evaluasi indikator dalam
indikator
keselamatan pasien….” program MRK sehingga ada
pengembangan yang
berkesinambungan.
“….yang sangat dibutuhkan Yang dibutuhkan adalah pelatihan
ST adalah pelatihan bagi seluruh Pelatihan kepada seluruh staf untuk menambah
staf…” pengetahuan terkait MRK
“…..kami sangat Butuh staf yang purna waktu untuk
PERTI membutuhkan tenaga yang menjalankan ndan mengawasi
Staf tetap
WI full time untuk mengurusi hal implementasi MRK sehingga mereka
ini…” bisa lebih fokus dalam bekerja

213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Marsella Wahyuni Olii


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal Lahir : Polewali, 14 Juni 1981
Alamat : BTP Blok B No. 263, Makassar
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Telepon : 085299254151
e-mail : marsellarstc@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. 1987-1993 : SD INP 028 Pekkabata Polewali
2. 1993-1996 : SMP Neg 1 Polewali
3. 1996-1999 : SMU Neg 2 Tinggimoncong, Gowa
4. 1999-2004 : S1 Sarjana Kedokteran Universitas Hasanuddin
5. 2004-2007 : Pendidikan Profesi Dokter Universitas Hasanuddin

230
DOKUMENTASI

Wawancara dengan Ketua Sub Komite Manajemen Risiko RS Dr.Tadjuddin Chalid


Makassar

Wawancara dengan Ketua Departemen Mutu RS Awal Bros

231
Wawancara dengan Ketua Komite Mutu RSUD Sayang Rakyat

Wawancara dengan Ketua PMKP RSKD Pertiwi

232
Wawancara dengan Sekretaris Komite Mutu RS Unhas

Wawancara dengan Ketua Sub Komite Manajemen Risiko RSUP Wahidin


Sudirohusodo

233

Anda mungkin juga menyukai