Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN ANAK I

PRAKTIK KLINIK DARING


LAPORAN PENDAHULUAN
“Meningitis”

disusun oleh :
Dinda Melisri Joesa
183310804

Dosen Pengampu :
Ns. Zolla Amely Ilda, S.Kep, M.Kep

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada meningen atau membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis (Arif Muttaqin. 2008 : 74). Meningitis adalah
radang selaput otak yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. Virus penyebab
meningitis yang paling sering terjadi adalah enterovirus,sedangkan bakteri penyebab
meningitis antara lain meningokokus,hemophilus influenza type B,dan pneumokokus.
Meningitis terkadang sulit dikenali,karena penyakit ini memiliki gejala awal yang serupa
dengan flu,seperti demam dan sakit kepala. (dr. Suririnah. 2009 : 250).
Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan,yaitu melalui
salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain,seperti
selulitis,atau melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatic tulang
wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenic atau hasil sekunder
prosedur invasive (seperti lumbal pungsi) atau alat-alat invasive (seperti alat-alat
pemantauan). Kemudian meningitis juga diklasifikasikan seusuai dengan factor
penyebabnya,yaitu : meningitis asepsis (disebabkan oleh virus),meningitis sepsis
(disebabkan oleh bakteri),dan meningitis tuberkulosa. (Arif Muttaqin. 2008 : 160-161).

B. Penyebab
Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi :
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk puk,terutama
meningokokus,pneumokokus,dan basil influenza.
2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.
3. Organisme jamur.
(Arif Muttaqin. 2008 : 160)
Pada neonates penyebab paling umum terjadinya meningitis adalah SGB,E. coli
K1,dan Listeria,Streptokokus lain,Haemophilus infulenzae yang tidak dapat
digolongkan,Stafilokokus koagulase-positif maupun koagulase-negatif,Klebsiella
Enterobacter,Pseudomas,Treponema pallidum,dan Mycobacterium tuberculosis dapat juga
menyebabkan meningitis. Citrobacter diversus merupakan penyebab abses otak yang
penting. Patogen lainnya meliputi Mycoplasma hominis,Ureaplasma urealyticum,Candida
albicans,dan jamur lainnya,Toxoplasma gondii,dan virus (enteovirus,HSV tipe 2 lebih
sering dari tipe 1,rubella,sitomegalovirus [CMV],virus imunodefisiensi manusia atau
human immunodeficiency virus [HIV]). (Behrman,dkk. 2000 : 655).
C. Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala awal mungkin tidak dapat dibedakan dari penyakit infeksi
dan non-infeksi lainnya pada bayi baru lahir. Tanda-tanda neurologis mungkin ada atau
tidak. Manifestasi neurologis meliputi lesu (50-90%); fontanela yang cembung atau penuh
(20-30%); kaku kuduk (10-20%); dan yang jarang pada saat awal adanya tanda-tanda
tekanan intracranial yang meningkat. (Behrman,dkk. 2000 : 655).
Pada bayi,cara mendeteksi tanda dan gejala meningitis agak berbeda karena bayi
tidak dapat mengekspresikan rasa sakit dan ketidaknyamanan dengan kata-kata. Gejala
kadang berkembang pesat antara 3 dan 5 hari sejak infeksi awal. Adapun gejala yang
terjadi,seperti :
1. Fontanel yang menonjol
2. Demam
3. Ruam
4. Kekakuan
5. Penapasan cepat
6. Lemah
7. Menangis.
(Zen Santosa, 2019)
Adapun gejala infeksi akut,yaitu :
1. Anak menjadi lesu
2. Mudah terangsang
3. Demam
4. Muntah
5. Anoreksia
6. Pada anak yang lebih besar mengeluh sakit kepala
7. Merintih pada neonatus
8. Kesadaran bayi/anak menurun,dari apatis sampai koma
9. Kejang-kejang
10. Ubun-ubun besar menonjol
11. Kaku kuduk atau anak mengeluh sering merasa sakit leher dan punggung.
(Dra. Suryanah. 1996 : 173)

D. Patofisiologi
Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis. Selaput otak
terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu dura meter,arkhnoid,dan pia meter. Dura
meter terdiri atas lapisan yang berfungsi kecuali didalam tulang tengkorak,dimana lapisan
terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus.
Flaks serebri adalah lapisan vertical dura meter yang memisahkan kedua hemisfer
serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari dura meter yang
memisahkan lobus oksiptalis dari serebellum. Arachnoid merupakan membrane lembut
yang bersatu ditempatnya dengan pia meter,diantaranya terdapat ruang subarachnoid
dimana terdapat arteri dan vena serebri dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna
magna adalah bagian terbesar dari ruang subarachnoid disebelah belakang otak
belakang,memenuhi celah di antara serebellum dan medulla oblongata.
Pia meter merupakan membrane halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Pia meter adalah lapisan yang
langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis. (Arif Muttaqin.
2008 : 160).
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen. Dapat
juga,walaupun tidak sering,meningitis akibat dari penyebaran ke daerah sekitar pada
kontaminasi defek neural tube,saluran sinus kongenital,atau luka tembus waktu
pengambilan sampel kulit kepala janin atau monitor elektrokardiografi bagian dalam janin.
Radang otak dan infark sering terjadi pada meningitis bakteri. Pembentukan
abses,ventrikulitis,hidrosefalus,dan efusi subdural terjadi lebih sering pada bayi baru lahir
dari pada anak yang lebih tua. (Behrman,dkk. 2000 : 655).
Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh
yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,misalnya
penyakit Faringitis,Tonsilitis,Pneumonia,dan Bronchopneumonia. Masuknya organisme
melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Penyebaran organsime bias terjadi akibat
prosedur pembedahan,pecahnya abses serebral atau kelainan system saraf pusat. Otorrhea
dan rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat menimbulkan meningitis,dimana
terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal Fluid) dan dunia luar. Penumpukan pada
CSF akan bertambah dan menggangu aliran CSF disekitar otak dan medulla spinalis.
Mikroorganisme masuk kesusunan saraf pusat melalui ruang pada subarachnoid sehingga
menimbulkan respon peradangan seperti pada via,arachnoid,CSF,dan ventrikel. Efek
paradangan yang disebabkan oleh mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan
terjadilah toksekmia,sehingga peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan suhu
tubuh meningkat atau terjadinya hipertermi (Suriadi & Rita Yuliani. 2001).

E. WOC

Agen Infeksi :
virus dan bakteri

Pembuluh darah Penetrasi luka

Iritasi lapisan meningen CSS


Nausea

Nyeri Akut

Gangguan fungsi system regulasi Invasi kuman keselaput otak Peningkatan TIK

Hipertermia
Gangguan kesadaran

Gangguan metabolik otak


Intake nutrisi kurang

Perubahan keseimbangan &


sel netron Defisit Nutrisi

Difusi ion kalium & natrium Resiko Perfusi


Serebral Tidak Efektif

Lepas muatan listrik

Kejang

Berkurangnya koordinasi otot

Resiko Cedera

F. Komplikasi
Menurut (Riyadi & Sukarmin. 2009) komplikasi yang dapat muncul pada anak
dengan meningitis antara lain :
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul
Karena adanya desakan pada intracranial yang meningkat sehingga
memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada meningen
dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung
maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
3. Hirdosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi
Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental
sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju
spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intracranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena
meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksaan yang tepat.
5. Epilepsi.
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis
yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak
sebagai tempat menyimpan memori.

G. Penatalaksanaan
Secara ringkas penatalaksanaan meningitis meliputi pemberian antibiotic yang
mampu melewati barrier darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup
untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin
generasi ke empat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian
antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa) :
1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24jam,oral,2x sehari maksimal 500 mg selama 11/2
tahun
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24jam,oral,1x sehari selama 1 tahun
3. Streptomisin sulfat 20-40 mk/kgBB/24jam,1M,1-2x sehari selama 3 bulan.
Obat anti infeksi (meningitis bacterial) :
1. Sefalosporin generasi ketiga
2. Amfisilin 150-200 mg (400mg)/kgBB/24jam,IV,4-6x sehari
3. Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24jam IV 4x sehari
Pengobatan simtomatis :
1. Antikonvulsi,diazepam IV ; 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis,atau rektal ; 0,4-0,6
mg/kgBB,atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24jam,3x sehari atau Fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24jam,3x sehari
2. Antipiretik : paracetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis
3. Antiedema serebri : diuretic osmotic (seperti mannitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian tambahan
volume cairan intravena.
(Arif Muttaqin. 2008 : 170-171)

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan meningitis meliputi anamnesis riwayat
penyakit,pemeriksaan fisik,pemeriksaan diagnostic,dan pengkajian psikososial (pada
anak perlu dikaji dampak hospitalisasi). (Arif Muttaqin. 2008 :161).

1) Anamnesis
Keluhanan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya kepelayanan kesehatan. Untuk meningitis keluhannya seperti panas
tinggi/demam,kejang,dan penurunan tingkat kesadaran.

2) Riwayat penyakit saat ini


Disini harus ditanya jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan,sembuh,atau bertambah buruk. Pada klien meningitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan
peningkatan TIK. Keluhan gejala awal biasanya sakit kepala dan demam,sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih
mendalam,bagaimana sifat timbulnya kejang,stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang,dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang. Kemudian adanya penurunan kesadaran yang
dihubungkan dengan meningitis bakteri.

3) Riwayat penyakit dahulu


Pengakajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien
mengalami infeksi jalan napas bagian atas,otitis
media,mastoiditis,anemia,tindakan bedah saraf,riwayat trauma kepala,dan
adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumnya. Riwayat penyakit TB
perlu ditanyakan sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis
tuberculosa. Kemudian pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien.

4) Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawatn untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi,kognitif,dan perilaku klien. Apakah ada dampak yang ditimbulkan
klien akibat penyakit ini,yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan,rasa
cemas,rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,dan
gangguan citra tubuh. Perhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family
center. Anak dengan meningitis sangat rentan terhadap tindakan invasive yang
sering dilakukan untuk mengurangi keluhan,hal ini menyebabkan anak stress
dan kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian
psikososial yang terbaik dilaksanakan saat mengobservasi anak-anak bermain
atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu
untuk mengekspresikan perasaan merekan dan cenderung untuk
memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.

5) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per system (B1-B6) dengan focus
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-
keluhan klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan TTV,pada klien meningitis
suhu meningkat yaitu 38-41°,dimulai dari fase sistemik,kemerahan,panas,kulit
kering,berkeringat keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.
Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan
TIK. Apabila disertai dengan peningkatan frekuensi napas sering dihubungkan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada system
pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal
ataupun meningkat.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk,produksi sputum,sesak napas,penggunaan
otot bantu napas,dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering
didapatkan pada klien meningitis disertai adanya gangguan pada system
pernafasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas
pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi
pada klien meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan meningitis tuberkulosa.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler biasanya dilakukan pada klien
meningitis tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami syok.
Dengan tanda-tanda demam tinggi yang tiba-tiba muncul,lesi purpura
yang menyebar,syok,dan tanda-tanda koagulasi intravascular
diseminata.
c. B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran : pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi,stupor,dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian CGS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien.
b) Fungsi serebri : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya,nilai gaya bicara glien dan observasi wajah dan aktivitas
motoric pada klien. Biasanya pada klien tahap lanjut status mental
mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial :
• Saraf I : tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
• Saraf II : ketajaman penglihatan normal. Pemeriksaan
papilledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis
supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
• Saraf III,IV,dan VI : pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran,tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.
Dengan alasan tidak diketahui,klien meningitis biasanya
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang
berlebihan terhadap cahaya.
• Saraf V : umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot
wajah dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan.
• Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal,wajah
simetris.
• Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
• Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik.
• Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk
• Saraf XII : lidah simetris,tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d) System motoric : kekuatan otot menurun,control keseimbangan dan
koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan reflex : reflex patologis yang didapatkan pada klien
meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya reflex Babinski
(+) merupakan tanda adanya lesi UMN.
f) Gerakan involunter : tidak adanya tremor,kedutan saraf,dan
dystonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang
umum disertai demam.
g) System sensorik : pemeriksaan sensorik biasanya normal. Sensasi
proprioseptif dan diskriminatif normal. Adanya ruam,rigiditas
nukal,tanda kernig (+) dan adanya tanda Brudzinski.

d. B4 (Bladder)
Berkurangnya volume haluaran urine hal ini berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
e. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi menurun karena adanya anoreksi dan kejang.
f. B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar. Petekia dan lesi
purpura didahului oleh ruam. Klien sering mengalami penurunan
kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum.
(Arif Muttaqin. 2008 : 161-168)

2. Pengkajian Pada Anak


Pada anak manifestasi klinisnya adalah timbul sakit secara tiba-tiba,adanya
demam,sakit kepala,panas dingin,muntah,dan kejang. Anak menjadi cepat rewel dan
agitasi serta dapat berkembang menjadi fotofobia,delirium,halusinasi,tingkah laku
yang agresif atau mengantuk,stupor,dan koma. Gejala pada gangguan pernapasan atau
gastrointestinal seperti sesak napas,muntah,dan diare. Tanda khas adalah adanya
tahanan pada kepala jika difleksikan,kaku leher,tanda kernig dan Brudzinski (+).
Biasanya kulit anak akan dingin dan sianosis. Gejala lainnya yang lebih spesifik seperti
petekia/purpura pada kulit sering didapatkan apabila anak mengalami infeksi
meningokokus,keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang
mengalami meningitis penumokokus dan sinus dermal kongenital terutama disebabkan
oleh infeksi E. colli.
Pada bayi,manifestasi klinis biasanya tampak pada anak umur 3 bulan samai 2
tahun dan sering ditemukan adanya demam,nafsu makan
menurun,muntah,rewel,mudah lelah,kejang,dan menangis meraung-raung. Tanda khas
dikepala adalah fontanel menonjol. Kaku kuduk sedangkan tanda-tanda Brudzinski dan
kernig dapat terjadi namun lambat atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut.
Pada neonatus,biasanya sukar diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan
tidak spesifik. Neonatus biasanya menolak untuk makan,kemampuan untuk menetek
buruk,gangguan gastrointestinal berupa muntah dan kadang-kadang diare. Tonus otot
lemah,pergerakan ikterus,rewel,mengantuk,kejang,frekuensi napas tidak
teratur/apnea,sianosis,penurunan BB,tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak.
Leher fleksibel atau tidak adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat terjadi kolaps
kardiovaskular,kejang-kejang,dan apnea biasanya terjadi bila tidak diobati atau tidak
dilakukan tindakan yang cepat. (Arif Muttaqin. 2008 : 169).

3. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermia b.d proses infeksi (SDKI. 2017 : 284).
2) Nyeri akut b.d infek (SDKI. 2017 : 172)
3) Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d infeksi otak meningitis (SDKI. 2017 : 51).

4. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa SIKI SLKI
1. Hipertermia Manajemen Hipertermia (SIKI Termoregulasi (SLKI :
berhubungan : 181) 129)
dengan proses Tindakan Setelah dilakukan
infeksi Observasi : intervensi keperawatan
• Identifikasi penyebab 1x24 jam diharapkan suhu
hipertermia tubuh pasien kembali
• Monitor suhu tubuh normal dengan kriteria
• Monitor kadar elektrolit hasil :
• Monitor haluaran urine • Menggigil
• Monitor komplikasi berkurang
akibat hipertermia • Kulit memerah
Terapeutik : berkurang
• Sediakan lingkungan • Kejang tidak ada
yang dingin • Takikardia tidak
• Longgarkan/lepaskan ada
pakaian • Takipnea tidak ada
• Basahi dan kipas • Badikardia tidak
permukaan tubuh ada
• Berikan cairan oral • Dasar kuku
• Ganti linen setiap hari sianotik menurun
atau sering jika • Hipoksia tidak ada
mengalami • Suhu tubuh
hyperhidrosis membaik
• Lakukan pendinginan • Suhu kulit
eksternal membaik
• Hindari pemberian • Tekanan darah
antipiretik atau aspirin membaik
• Berikan oksigen,jika
perlu
Edukasi :
• Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena,jika perlu
Tambahan (jurnal terkait) :
• Tindakan tepid water
sponging
2. Nyeri akut Manajemen Nyeri (SIKI : 201) Tingkat Nyeri (SLKI :
berhubungan Tindakan 145)
dengan infeksi Observasi : Setelah dilakukan
• Identifikasi intervensi keperawatan
karakteristik nyeri 1x24 jam diharapkan
• Identifikasi skala nyeri nyeri pada klien
• Identifikasi respon berkurang denga kriteria
nyeri non verbal hasil :
• Identifikasi factor yang • Kemampuan
memperberat dan menuntaskan
memperingan nyeri aktivitas
• Identifikasi meningkat
pengetahuan dan • Keluhan nyeri
keyakinan tentang nyeri berkurang
• Identifikasi pengaruh • Meringis
buda terhadap respon berkurang
nyeri • Sikap protektif
• Identifikasi pengaruh berkurang
nyeri terhadap kualitas • Gelisah berkurang
hidup • Kesulitan tidur
• Monitor keberhasilan berkurang
terapi komplementer • Berfokus pada diri
yang sudah diberikan sendiri berkurang
• Monitor efek samping • Diaphoresis
penggunaan analgetik berkurang
Terapeutik : • Perasaan depresi
• Berikan teknik non berkurang
farmakologis untuk • Perasaan takut
mengurangi nyeri berkurang
• Control lingkungan • Anoreksi
yang memperberat rasa berkurang
nyeri • Pupil dilatasi
• Fasilitasi istirahat dan berkurang
tidur • Muntah berkurang
• Pertimbangkan jenis • Mual berkurang
dan sumber nyeri dalam • Frekuensi nadi
pemilihan strategi membaik
meredakan nyeri • Pola napas
Edukasi : membaik
• Jelaskan • Tekanan darah
penyebab,periode dan membaik
pemicu nyeri • Proses berpikir
• Jelaskan strategi membaik
meredakan nyeri • Focus membaik
• Anjurkan memonitor • Perilaku membaik
nyeri secara mandiri • Pola makan
• Anjurkan membaik
menggunakan analgetik • Pola tidur
secara tepat
membaik
• Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu
Tambahan (jurnal terkait) :
• Terapi non
farmakologis untuk
meringankan nyeri
yaitu rangsangan audio
murottal al-quran
3. Resiko perfusi Pemantauan Tekanan Perfusi Serebral (SLKI :
serebral tidak efektif Intrakranial (SIKI : 249) 86)
berhubungan Tindakan Setelah dilakukan
dengan infeksi Observasi : intervensi keperawatan
otak/meningitis • Identifikasi penyebab 1x24 jam diharapkan
peningkatan TIK resiko terjadinya perfusi
• Monitor peningkatan serebral tidak efektif pada
TD klien berkurang dengan
• Monitor pelebaran kriteria hasil :
tekanan nadi • Tingkat kesadaran
• Monitor penurunan meningkat
frekuensi jantung • Kognitif
• Monitor ireguleritas meningkat
irama napas • Tekanan
• Monitor penurunan intracranial
tingkat kesadaran menurun
• Monitor perlambatan • Sakit kepala
atau berkurang
ketidakseimbangan • Gelisah berkurang
respon pupil • Kecemasan
• Monitor kadar CO2 dan berkurang
pertahankan dalam • Agitasi berkurang
rentang yg • Demam tidak ada
diindikasikan • Tekanan darah
• Monitor tekanan membaik
perfusi serebral • Kesadaran
• Monitor membaik
jumlah,kecepatan,dan • Reflex saraf
karakteristik drainase membaik
cairan serebrospinal
• Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap
TIK
Terapeutik :
• Ambil sampel drainase
cairan serebrospinal
• Kalibrasi transduser
• Pertahankan strelitas
system pemantauan
• Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
• Bilas system
pemantauan,jika perlu
• Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
• Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
dr Suririnah. 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 bulan. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Behrman,dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Santosa,Zen. 2019. Mendeteksi Infeksi Pada Anak. Yogyakarta : Penerbit CV Alaf
Media.
Thompson,June. 2003. Toddlercare Pedoman Merawat Balita. Jakarta : Erlangga.
Suryanah. 1996. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Suriadi,dan Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : Sagung
Seto.
Riyadi,Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
JurnalKeperawatan
Jurnal KeperawatanVolume
Volume11
11NoNo1,1,Hal
Hal33
33- -40,
40,Maret
Maret2019
2019 ISSN
Sekolah 2085-1049
Tinggi (Cetak) Kendal
Ilmu Kesehatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal ISSN 2549-8118 (Online)

PENURUNAN SUHU TUBUH MENGGUNAKAN TEPID WATER SPONGING


DENGAN PENDEKATAN KONSERVASI LEVINE
Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh1, Nani Nurhaeni2, Dessie Wanda2
1
Program studi ners, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Keilmuan Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
khabib.ners@yahoo.com

ABSTRAK
Peningkatan suhu tubuh menyebabkan rasa tidak nyaman, gelisah pada anak, sehingga waktu untuk
istirahat menjadi terganggu.Tatalaksana pada anak dengan demam dapat dilakukan dengan metode
farmakologi dan non farmakologi. Tepid water spongingmerupakan tatalaksana non farmakologi.
Konservasi adalah serangkaian sistem agar tubuh manusia mampu menjalankan fungsi, beradaptasi
untuk melangsungkan kehidupan. Perawat mempunyai peran untuk membantu anak dalam mengatasi
gangguan termoregulasi. Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penurunan suhu
tubuh menggunakan tepid water sponging dengan pendekatanl konservasi Levine di ruang rawat
infeksi. Efektifitas diukur dalam pemberian asuhan keperawatan berdasarkan proses keperawatan yang
terdapat dalam model konservasi Levine yaitu: pengkajian, menentukan trophicognosis, menentukan
hipotesis, intervensi dan evaluasi. Terdapat lima kasus yang dibahas. Hasil penerapan model
konservasi Levine mampu meningkatkan kemampuan anak dalam mempertahankan fungsi tubuh dan
beradaptasi terhadap perubahan. Kombinasi tepid water sponging dan terapi farmakologi mampu
mengatasi demam dengan cepat dibanding terapi farmakologi.

Kata kunci: termoregulasi, tepid water sponging, teori model konservasi Levine

REDUCTION OF BODY TEMPERATURE USING TEPID WATER SPONGING


WITH THE LEVINE CONSERVATION APPROACH

ABSTRACT
Increased body temperature causes discomfort, anxiety in children, so that the time to rest becomes
disturbed. Management of children with fever can be done by pharmacological and non-
pharmacological methods. Tepid water sponging is a non-pharmacological treatment. Conservation
is a series of systems so that the human body is able to function, adapt to life. Nurses have a role to
help children overcome thermoregulation disorders. This scientific work aims to determine the
effectiveness of decreasing body temperature using tepid water sponging with the approach of Levine
conservation in the infectious care room. Effectiveness is measured in the provision of nursing care
based on the nursing process contained in the Levine conservation model, namely: assessment,
determining trophicognosis, determining hypotheses, intervention and evaluation. There are five
cases discussed. The results of the application of the Levine conservation model are able to improve
the ability of children to maintain body functions and adapt to changes. The combination of tepid
water sponging and pharmacological therapy is able to overcome fever quickly compared to
pharmacological therapy.

Keywords: thermoregulation, tepid water sponging, Levine conservation model theory

PENDAHULUAN mengalami peningkatan akibat stimulus


Demam disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, pirogen, prostaglandinakan meningkatkakn
tumor, stres dan trauma. Bakteri atau virus titik basal termoregulator tubuh sehingga
yang masuk dalam tubuh manusia akan menyebabkan peningkatan suhu dalam tubuh
menstimulus sel makrofag yang akan (Chiappini, et al, 2009)
melepaskan pirogen didalam pembuluh darah.
Pirogen yang diproduksi masuk dalam Demam menyebabkan rasa tidak nyaman pada
pembuluh darah akan terbawa sampai anak, anak menjadi rewel sehingga waktu
hipotalamus. Produksi prostaglandin akan untuk istirahat menjadi terganggu. Setiap

33
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 1, Hal 33 - 40, Maret 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

peningkatan suhu tubuh 10C akan menitikberatkan pada konservasi energi,


meningkatkan metabolisme tubuh sebesar konservasi integritas struktur, konservasi
10%-20%. Dampak dari peningkatan integritas personal serta konservasi integritas
metabolisme adalah meningkatnya kehilangan sosial. Konsep model ini terdiri atas wholism
cairan, meningkatnya konsumsi oksigen, (menyeluruh), adaptasi dan konservasi. Model
beban kerja jantung meningkat. Rasa tidak konservasi menjelaskan cara yang kompleks
nyaman akibat demam dan komplikasi yang yang dilakukan individu dalam melakukan
ditimbulkan menjadi alasan utama untuk adaptasi untuk melanjutkan fungsi. Adaptasi
mengatasi demam secepatnya (James, Nelson, dilakukan oleh individu untuk menghadapi
& Ashwill, 2013). perubahan yang terjadi baik internal maupun
eksternal. Proses adaptasi inilah yang akan
Tatalaksana pada anak dengan demam dapat yang membantu individu bertahan dan tetap
dilakukan dengan metode farmakologi dan non menjalankan fungsi tubuh. Dalam melakukan
farmakologi. Tatalaksana farmakologi dengan adaptasi individu akan menghadapi hambatan
memberikan obat golongan antipiretik seperti yang harus di hadapi (Tomey & Alligood,
asetaminofen, aspirin, dan obat golongan non 2010).
steroid anti inflamation drug (NSAID).
Sedangkan tatalaksana nonfarmakologi Konservasi energi pada anak dengan demam
meliputi pengaturan suhu lingkungan, akan menjadi penting, konservasi akan
kompres, manajemen cairan, monitor derajat membantu mempertahankan menjaga
dehidrasi. Kombinasi antara terapi farmakologi keseimbangan antara energi yang dibutuhkan
dan non farmakologi akan mempercepat dan energi yang terbuang. Dukungan sosial
penurunan suhu (James, Nelson, & Ashwill, dan pengetahuan sangat penting dalam
2013). Penggunaan kompres dingin untuk membantu anak dan keluarga untuk
mengurangi demam tidak lagi mempertahankan energi. Pengetahuan yang
direkomendasikan karena akan mengakibatkan dimiliki pasien dan keluarga akan
vasokontriksi pembuluh darah yang akan memungkinkan keluarga untuk mandiri dan
mengakibatkan tubuh menggigil. tidak selalu tergantung pada perawat atau
petugas kesehatan. Keluarga merupakan
Italian Pediatric Society Guidelines lingkungan terdekat pada anak yang dapat
menjelaskan bahwaTepid water sponging membantu anak dalam mencapai konservasi
merupakan salah satu metode yang dapat energi.
digunakan untuk mengatasi demam. Pemberian
tepid water sponging merupakan metode yang Model konservasi Myra E. Levine memiliki
menguntungkan pada anak dengan demam pendekatan yang menyeluruh sehingga dapat
karena memiliki efek samping yang terbatas digunakan sebagai panduan dalam
dan bersifat sementara serta tidak memberikan asuhan keperawatan pada anak
mempengaruhi pusat pengaturan suhu di yang mengalami demam akibat infeksi. Model
hipotalamus. Tepid water sponging ini sesuai dengan salah satu prinsip asuhan
direkomendasikan untuk anak yang mengalami keperawatan pada anakyaitu family center care
kenaikan suhu, meskipun harus dilakukan dan developmental care, dimana dalam
penelitian lebih lanjut, karena penelitian memberikan asuhan keperawatan tidak hanya
tentang tepid water sponging masih sedikit berpusat pada kebutuhan pasien tetapi secara
(Chiappini et al, 2009). menyeluruh dengan memaksimalkan semua
potensi yang berada di lingkungan anank.
Penelitian yang dilakukan oleh Thomas, Sistem pendekatan menyeluruh dan mencakup
Vijaykumar, Naik, Moses and Bantonisamy, berbagai dimensi yang dimiliki model
(2009) di India tentang penggunaan tepid konservasi menjadi dasar penulis memilih
sponge mendapatkan hasil bahwa kombinasi model pendekatan ini untuk mengatasi masalah
tepid water sponging dengan antipiretik lebih demam pada anak akibat infeksi di ruang
cepat menurunkan panas dibandingkan dengan infeksi.
pada pasien yang hanya mendapatkan
antipiretik. Model konservasi yang METODE
dikemukakan oleh Myra E. Levine merupakan Metode yang digunakan adalah metode studi
model pendekatan keperawatan yang kasus. Kasus yang diambil sebanyak 5 kasus

34
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 1, Hal 33 - 40, Maret 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

infeksi. Tempat yang digunakan adalah ruang ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
rawat anak infeksi, pengelolaan kasus kebutuhan dan resiko infeksi.
dilakukan pada bulan Februari 2016- April
2016. Pasien yang dikelola adalah anak yang Kasus 2.
mengalami gangguan temoregulasi (demam) An. S. usia 11 bulan dengan diagnosa medis
yang dirawat di ruang rawat anak infeksi. meningitis,encephalopati, failur to thrive
(FTT), multiple congeietal anomaly, HAP.
HASIL Pasien dibawa ke IGD pada tanggal 16 maret
Kasus 1 karena panas suhu 39,5 oC, kejang dirumah 5
An. K (3 bulan) dengan diagnosa medis kasus kali dengan kaki dan tangan kaku, tidak ada
pneumonia, laringomalasia tipe 1, gizi buruk muntah. pasien dipindahkan di ruang infeksi,
marasmus, dan paten duktus arteriosus(PDA). selama di ruang infeksi kesadaran
Riwayat pasien sekarang: pasien dibawa ke composmenti. Terapi yang didapatkan
IGD karena panas (38,6oC) dan sesak napas. fenobarbital 2x125 mg IV, omeprazole 2x5 mg
Pengkajian menggunakan model konservasi IV, fenitoin 2x125 mg IV, paracetamol 60 mg
Levine pada tanggal 12 april jam 8:00. jika panas, ceftazidin 4x250 mg IV, ventolin
Konservasi energi: pasien terpasang naso 4x1 respul+NaCl 0,9.
gastric tube (NGT), mendapat susu formula 60
ml x 8, pasien tidur 15-18 jam/24 jam, hanya Pengkajian menggunakan model konservasi
bisa miring kanan-kiri, terpasang oksigen nasal Levine pada tanggal 30 maret. Konservasi
kanul 2.5 liter/menit. Nadi: 148 x/menit, suhu energi: pasien terpasang naso gastric tube
38,30C, pernapasan 48 x/menit. Konservasi (NGT), mendapat susu formula 120 ml x 8.
integritas struktur: terdapat retraksi dinding Nadi: 138 x/menit, suhu 39,90C, pernapasan 34
dada, terdengar ronchi, pasien mendapatkan x/menit. Konservasi integritas struktur:
imunisasi Hb1.Konservasi integritas personal: terdengar ronchi kedua lapang paru.
BB: 3,9 kg,PB: 54 cm, nilai Z-score: <-3, Konservasi integritas personal: BB: 4,9 kg,
pasien bisa miring kanan-kiri, pasien hanya PB: 66 cm, nilai Z-score: <-3, pasien bisa
bisa menangis.Konservasi integritas sosial: miring kanan-kiri, pasien hanya bisa menangis.
pasien merupakan anak ke-2, diasuh oleh Konservasi integritas sosial: pasien merupakan
orang tua, selama dirawat pasien ditunggui anak pertama, diasuh oleh neneknya.
ibunya.
Pemeriksaan laboratorium kimia klinik tanggal
Terapi farmakologi: ventolin 1 respul + NaCl 29 maret 2016 : PH 7,448, p CO2 28,2 mm
0,9 3 ml (inhalasi) 6 kali/hari, zink salf 3 Hg, p O2 84,2 mm Hg, p CO3 19,7 mmol/L,
kali/hari, paracetamol 40 mg P.O. jika panas, Base Excess -2,7 mmol/L, saturasi O2 97 %,
omeprazole 2x5 ml P.O., cefotaxim 2x 200 mg HCO3 19,7 mmol/L. Hasil pemeriksaan
intra vena. Pemeriksaan laboratorium kimia ronntgen thoraks: infiltrat paru kanan atas,
klinik tanggal 9 april 2016 : PH 7,413, p CO2 perihilier paracardial kiri, konsolidasi
51,90 mm Hg, p O2 102,8 mm Hg, p CO3 paratrakheal bilateral. Pemeriksaan MSCT
33,50 mmol/L, total CO2 35,10 mmol/L, Base Scan dengan kontras: lesi mencefalon sisi kiri
Excess 35,10 mmol/L, saturasi O2 97.80%, suspect focal cerebritis. Hasil laboratorium
HCO3 32,2 mmol/L, standard base excess 8,7 tanggal 29 april 2016: Hb 10,3 gr/dl, Ht 29,2
mmol/L. Hasil pemeriksaan sputum: B pertusis %, leukosit 16.790 , trombosit 650.000, LED
dan B para pertusis negatif. 45, Na 140, K 4,4, Cl 90. Tripochognosispada
pasien ini adalah: inefektif bersihan jalan
Hasil pemeriksaan ronntgen thoraks: napas, hipertemi, gangguan perfusi jaringan
kardiomegali, infiltrat paru kanan atas, serebri.
perihilier paracardial kanan, gambaran
pneumonia. Pemeriksaan serologi: kalsitonin Kasus 3
0,08 ng/mL. Hasil laboratorium tanggal 7 april An. F usia 2 tahun 6 bulan di bawa ke IGD RS
2016: Hb 11,1 gr/dl, Ht 32%, leukosit 19.200 , Harapan Kita dengan keluhan panas 2 hari,
trombosit 334.000, Na 132, K 4,8, Cl 109. terdapat batuk dn pilek, pasien memiliki
Tripochognosis padapasien ini adalah: riwayat kejang demam, pada tanggal 21 maret
inefektif bersihan jalan napas, hipertemi, di pindah diruang perawatan infeksi dengan
diagnosa medis dengue haemoragic fever

35
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 1, Hal 33 - 40, Maret 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

(DHF), kesadaran komposmentis pasien PB: 65 cm, nilai Z-score: <-3, pasien bisa
terpasang IVFD KaEn IB 1800 cc/24 jam, miring kanan-kiri, pasien hanya bisa menangis.
terapi yang diberikan paracetamol 3x250 mg Konservasi integritas sosial: pasien merupakan
IV, bioxan 1 x 2 gram IV, cefixim 2x 1 gram anak ke 4, diasuh oleh ayah ibu.
1V, imunos 2x1 cth.
Pemeriksaan laboratorium kimia klinik tanggal
Pengkajian menggunakan model konservasi 3 maret 2016: Hb 6,9 gr/dl, Ht 21,7 %, leukosit
Levine pada tanggal 22 maret. Konservasi 8,81 10ˆ3µL , trombosit 264.000 µL, MCV
energi: pasien malas makan, porsi makan 93fL, MCH 30 pg/ml, MCHC 32 g/dl, SGOT
dihabiskan 1/3 porsi, tampak lemah. Nadi: 128 98, SGPT 116, albumin 2,50 g/dl, CD4 absolut
x/menit, suhu 38,40C, pernapasan 26 x/menit, 512, CD4 % 16 %. Pemeriksaan ronntgen
BB: 20 kg, PB: 105 cm, nilai Z-score: >3. thoraks: intertitial pneumonia. Tripochognosis
Konservasi integritas struktur: terdengar ronchi pada pasien ini adalah: inefektif bersihan jalan
kedua lapang paru. Konservasi integritas napas, hipertemi, ketidakseimbangan nutrsi
personal pasien senang jika diajak bercanda kurang dari kebutuhan.
dan senang jika sebelum tindakan diberi
mainan, pasien sudah bisa menungkapkan Kasus 5
keinginan dan keluhan, selalu minta An. P. usia 1 tahun 6 bulan dengan diagnosa
digendong.Konservasi integritas sosial: pasien medis diare persiten dehidrasi ringan sedang
merupakan anak pertama, diasuh oleh (DADRS), epilepsi, CP spastik. Pasien datang
orangtuanya, selama perawatan ditemani ayah- di IGD RSCM tanggal 20 april dengan
ibu secara bergantian. Pemeriksaan keluhan diare 10 x sebelum masuk rumah
laboratorium kimia klinik tanggal 20 maret sakit, muntah, panas 3 hari dan batuk. Pasien
2016: Hb 10,7 gr/dl, Ht 33,0 %, leukosit 7,98 dipindahkan di ruang perawatan infeksi pada
10ˆ3µL , trombosit 261.000 µL, pemeriksaan tanggal 21 april jam 8, selama di ruang infeksi
serologi dengue NS1 positif. kesadaran composmentis. Terapi yang
Tripochognosispada pasien ini adalah: cefotaxim 2x250 mg IV, cefotaxim 3x400 mg
hipertemi, ketidakseimbangan nutrisi kurang IV, metronidazole 3x7,5 ml PO, paracetamol
dari kebutuhan, resiko infeksi. 3x150 mg IV, renalyte 150 ml tiap diare,
renalyte 75 ml tiap muntah, zinc 1x20 mg PO.
Kasus 4 Pengkajian menggunakan model konservasi
An. A.usia 1 tahuan 5 bulan dengan diagnosa Levine pada tanggal 22 april. Konservasi
medis HIV kategori 4, failur to thrive (FTT), energi: pasien terpasang naso gastric tube
bronkopneumonia, gizi buruk marasmus. (NGT), mendapat susu formula 75 ml x 6.
Pasien rujukan dari RSUD Serang datang Nadi: 126 x/menit, suhu 38,90C, pernapasan
tanggal 16 maret dengan gizi buruk, panas dan 34x/menit. Konservasi integritas struktur:
batuk. Pasien dipindahkan di ruang infeksi, mukosa bibir pucat, turgor lambat. Konservasi
selama di ruang infeksi kesadaran integritas personal: BB: 15 kg, PB: 81 cm,
composmenti setelah dilakukan pemeriksaan nilai Z-score: 2< SD < 3, pasien bisa miring
secara lengkap anak A di diagnosis HIV kanan-kiri, pasien hanya bisa menangis.
kategori 4 dan pneumonia. Terapi yang Konservasi integritas sosial: pasien merupakan
cefotaxim 2x250 mg IV, Ccasditin 4x1ml PO, anak ke 2 dari 2 bersaudara, diasuh oleh ayah
cortrimosazol 1x25 ml PO, ZnSO4 2x10 mg ibu.
PO, asam folat 2x 1mg PO. Paracetamol 3x 50
ml PO jika panas, micostatin 4x0,5 ml. Pemeriksaan laboratorium kimia klinik tanggal
21 april 2016: Hb 11,6 gr/dl, Ht 32,4 %,
Pengkajian menggunakan model konservasi leukosit 16,27 10ˆ3µL , trombosit 323.000 µL,
Levine pada tanggal 30 maret. Konservasi MCV 86,4 fL, MCH 30 pg/ml, MCHC 35,8
energi: pasien terpasang naso gastric tube g/dl, SGOT 238, SGPT 71, kreatinin 0,20 g/dl,
(NGT), mendapat susu formula 120 ml x 8. ureum 10 mg/dl. Na 124 mEq/l, K 4,13 mEq/l,
Nadi: 140 x/menit, suhu 38,10C, pernapasan 39 Cl 82,4 mEq. Prokalsitonin 0,10. Pemeriksaan
x/menit. Konservasi integritas struktur: analisis tinja warna kuning, konsistensi
terdengar ronchi kedua lapang paru, terdapat lembek, lendir tidak ada, darah tidak ada, pus
retraksi dinding dada, iga gambang. tidak ada, leukosit 1-2 LBP, eritrosit 1-2 LBP,
Konservasi integritas personal: BB: 5,65 kg, telur cacing negatif, amoeba negatif, lemak

36
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 1, Hal 33 - 40, Maret 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

negatif, serta tumbuhan negatif, serat otot laju endap darah (LED), dan
negatif, darah tinja negatif. prokalsitonin.Sistem kekebalan tubuh
Tripochognosispada pasien ini adalah: dikontrol oleh leukosit (sel darah putih), sel
hipertermi, kekurangan volume cairan, resiko darah putih berfungsi melindungi tubuh dari
ketidakseimbangan elektrolit. infeksi dan membantu penyembuhan.Sistem
kekebalan tubuh mencakup sitem spesifik dan
PEMBAHASAN bawaan (innate), sitem spesifik melibatkan
Pengkajian dilakukan berdasarkan teori pengaktifan sel B dan sel T yang mampu
keperawatan model konservasi merespon secara cepat dan spesifik.Pada sitem
Levine.Pengkajian dilakukan komprehensif bawaan yang merespon adanya infeksi adalah
dengan menggunakan model konservasi neutrofil, basofil, eosinofil, monosit dan
Levine yang meliputi konservasi energi, makrofag.Respon peradangan dirangsang
konservasi integritas struktur, konservasi setelah terjadi infeksi dengan mengalirkans el
intergritas personal dan konservasi integritas darah putih ke daerah yang terinfeksi untuk
sosial. Kasus yang dikelola adalah anak membatasi kerusakan dan meningkatkan
dengan gangguan kebutuhan termoregulasi penyembuhan (Corwin, 2008). Tubuh
demam akibat infeksi.Pada kasus utama, merupakan satu kesatuan (holism) dimana jika
diagnosa medis adalah pneumonia. Panas dan terjadi gangguan pada salah satu sistem tubuh
batuk pada pasien akan menyebabkan maka sitem yang lain akan melakukan upaya
meningkatnya konsumsi energi untuk proses untuk menyeimbangkan (Tomey & Alligood,
adaptasi dan penyembuhan. Selain itu panas 2006).
yang muncul meningkatkan laju
metabolisme.Hasil pengkajian pada 5 kasus Demam merupakan masalah serius yang harus
kelolaan, semua pasien mengalami masalah diatasi, komplikasi akibat panas dapat
demam dengan suhu diatas 38 OC pada mengakibatkan ketidaknyamanan bahkan
pengukuran aksila. kematian, salah satu komplikasi akibat adanya
demam adalah kejang (Fetveit, 2007). Monitor
Kasus kelolaan yang diambil, 3 kasus (An. K, suhu harus dilakukan secara kontinyu sehingga
An.A dan An. S) mengalami infeksi pada komplikasi akibat demam dapat dicegah.
saluran pernapasaan yaitu pneumonia, Pengukuran suhu pada anak kurang dari 4
sedangkan pada kasus An. F diagnosa minggu dilakukan dengan menggunakan
medisnya adalah DHF dan pada An. P dengan termometer infra merah. Pengukuran
masalah sitem pencernaan. Pada An. K, An.A, menggunakan termometer inframerah
An. F trhopicognosis teratasi, pada An. P membuat anak lebih nyaman karena
masalah demam teratasi tetapi diare belum pengukuran tidak dilakukan dengan kontak
teratasi.Pasien An. S. Meninggal dunia.Pada langsung ke kulit pasien, dan waktu lebih
An. K selain mengalami masalah pada sistem cepat. Pada anak usia lebih dari 4 minggu
pernapasan, pasien juga memiliki kelianan pengukuran dapat mengunakan termometer
kongenital yaitu laringomalasia tipe 1 dan digital dan termometer inframerah, lokasi
PDA. Pasien An. A juga mengalami masalah pegukuran suhu di dahi, telinga, aksila dan
pada imunologi dan nutrisi yaitu infeksi HIV anal (Chiappini et al, 2009). Pengukuran suhu
dan gizi buruk marasmus.Selain pneumonia, dilakukan secara kontinyu, dilakukan sebelum
An. S mendapatkan diagnosa meningitis dan dan sesudah mendapat terapi farmakologi dan
multiple congenital anomal.Pada An. P. Selain terpai non farmakologi. Di ruang infeksi setiap
diare, juga memiliki riwayat CP spastik. pasien sudah memiliki termometer digital
aksila, residen juga mengajarkan cara
Hasil pengkajian pada kelima kasus kelolaan melakukan pegukuran suhu kepada orang tua
menunjukkan manifestasi yang sama berupa pasien.
peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu
tubuh terjadi akibat adanya infeksi Pengukuran suhu dapat dilakukan di oral,
mikroorganisme dan virus yang masuk rektal, aksila, dahi dan kulit. Daerah timpani
kedalam tubuh.Akibat infeksi tersebut, sistem memiliki suplai darah arteri yang sama dengna
kekebalan tubuh mengalami masalah.Hasil hipotalamus, sehingga suhu timpani masuk
pemeriksaan laboratorium pada kelima kasus dalam kategori suhu inti. Lokasi pengukuran
menunjukkan adanya peningkatan leukosit, yang memberikan hasil mendekati suhu inti

37
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 1, Hal 33 - 40, Maret 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

berada di rektal, suhu rektal mendekati suhu klinis yang ditemukan pada pasien.
inti dibandingkan pemeriksaan di lokasi lain. Trophicognosis utama yang muncul pada anak
Tetapi pengukuran suhumelalui rektal harus ganguan infeksi adalah peningkatan suhu
lebih dipertimbangkan karena jika dilakukan tubuh. Selain penngkatan suhu tubuh,
terlalu sering akan mengakibatkan gangguan Trophicognosis lain bisa muncul tergantung
pada daerah rektal (Hockenberry & Wilson, data yang dikumpulkan saat pengkajian.
2009). Pada anak yang kurang kooperatif Trophicognosis yang sudah disusun akan
pengukuran suhu melalui rektal sulit dilakukan pembuatan prioritas.
dilakukan, semua kasus kelolaan dilakukan
pengukuran suhu menggunakan termometr Trophicognosis peningkatan suhu tubuh terjadi
digital dan dilakukan di aksila.Pengkajian pada semua pasien kelolaan. Pada An. K
tentang riwayat kesehatan dilakukan secara (kasus utama), pasien mengalami peningkatan
mendalam terutama pada pasien yang suhu tubuh dengan suhu aksila 38,6OC.
mengalam riwayat kejang, pasien dengan Demam pada An. K berlangsung selama satu
multiple diagnosis.Selain pada pasien minggu, selain demam An. A mengalami
pengkajian juga dilakukan pada orang tua masalah inefektif bersihan jalan napas, hal ini
mengenai pengetahuan dan kemampuan orang karena akibat produksi sekret yang berlebihan
tua jika anak mengalami demam. dan ditambah adanya kelainan pada laring.
Pada tabel dibawah dapat dilihat
Trophicognosis bukan sebagai pengganti Trophicognosisyang muncul pada apsien yang
diagnosa keperawatan tetapi merupakan terpilih, selain hipertermi terdapat
alternatif lain dalam menegakkan masalah Trophicognosislain yang mencul selama pasien
keperawatan yang muncul pada pasien (Tomey menjalani perawatan.
& Alligood, 2010). Trophicognosis disusun
berdasarkan hasil pengkajian dan manifestasi

Tabel 1.
Trophicognosis Pada Kasus Terpilih (n=5)
No Pasien Trophicognosis
1. An. K 1. Inefektif bersihan jalan anpas
2. Hipertermi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Cemas
5. Resiko infeksi
2. An. S 1. Inefektif bersihan jalan anpas
2. Hipertermi
3. Gangguan perfusi jaringan serebral
4. Cemas
3. An. F 1. Hipertermi
2. Cemas
3. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Resiko infeksi
4. An. A 1. Inefektif bersihan jalan anpas
2. Hipertermi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Cemas
5. Resiko infeksi
5. An. P 1. Hipertermi
2. Kekurangan volume cairan
3. Resiko ketikseimbnagan elektrolit
Hipotesis disusun berdasarkan kesalahan penyusuan Trophicognosis. Hipotsis
Trophicognosisyang sudah diputuskan yang disusun bertujuan untuk membantu
sebelumnya.Sebelum menyusun hipotesi, pasien dalam mencapai kesimbangan dan
perawat melakukan validasi pada kondisi proses adaptasi.
pasien.validasi dilakukan untuk menhindari
38
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 1, Hal 33 - 40, Maret 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Berikut adalah hipotesis yang disusun oleh akan menyebabkan tubuh mengalami
residen untuk mengatasi Trophicognosis hipermetabolisme,. Metaboleme yang
peningkatan suhu pada kasus utama: monitor meningkat akan meningkatkan konsumsi
suhu tubuh, berikan kompres dengan teknik oksigen dan cairan dan meningkatnya beban
tepid water sponging, atur suhu lingkungan, kerja jantung. Demam akan mengakibatkan
anjurkanorang tua memberikan pakaian yang kerusakan pada organ-organ lain,salah satunya
tipis, berikan hidrasi adekuat, kolaborasi medis adalah kerusakan pada otak (Fetveit, 2007).
pemberian antipiretik, kolaborasi dengan Konsumsi oksigen yang meningkat akan
nutrisionis, berikan informasi tentang kodisi mengakibatkan paru-paru melakukan
pasien, berikan pendidikan kesehatan pada kompensasi dengan melakukan hiperventilasi.
orang tua.
Konservasi integritas sosial menjadi bagian
Pelaksanaan intervensi berdasarkan prinsip yang tidak terpisahkan, residen melibatkan
konservasi yang meliputi konservasi energi, keluarga dalam membantu pasien ntuk
konservasi integritas struktural, konservasi mengatasi maslaah demam.Pemeberian
integrtas personal dan konservasi integritas informasi tentang demam dan dampak pada
sosial.Intervensi bertujuan menjaga keutuhan, anak, manajemen demam non farmakologis,
mempertahanka sosial dan mempromosikan pentingnya cairan pada anak demam diberikan
adaptasi (Alligood & Tomey, 2006). pada keluarga sehingga keluarga tidak
menggantungkan pada perawat.Selain itu,
Peningkatan suhu tubuh merupakan masalah sesuai dengan prisip keperawatan anak yang
yang serius yang sering dialami oleh anak- berpusat pada keluarga (family centered
anak, peningkatan suhu yang tiddak tertangani care).Lima pasien kelolaan belum bisa mandiri
denngan baik dan segera akan mengakibatkan dan masih tergantung penuh pada
komplikasi yang dapat mengakibatan masalah keluarga.Pengehuan yang dimiliki orang tua
kesehatan bahkan kematian (Arica, Arica, akan mempengaruhi sikap dan perilaku ketika
Onur, Gulbayzar, Dag & Obut, 2011). anaknya mengalami demam, pada orang tua
Intervensi pada konservasi energi akan yang memiliki penegetahuan tentang demam
membantu mencegah kehilangan energi yang akan lebih cepat mengambil keputusan untuk
berlebihan dan mempercepat penyembuhan, mengatasi demam (Arica, Arica, Onur,
pada konservasi integritas sosial, keluarga Gulbayzar, Dag & obut, 2011).
dipersiapkan dan dilatih untuk mampu
membantu pasie dalam melakukan adaptasi. Evaluasi dilakukan secara periodik setelah
Konservasi integritas struktur dengan pasien mendapatkan tindakan dan setiap
melakukan kolaborasi pemberian cairan dan selesai sift jaga. Dari lima kasus kelolaan yang
antipiretik.Antipiretik diberikan jika suhu diambil, 4 pasien dengan trophicognosis
tubuh berada diatas 38 OC. Semua pasien demam akibat infeksi dapat diatasi dibuktikan
kelolaan mendapatkan obat anti piretik, residen dengan suhu pasien berda pada rentang
melakukan kombinasi pemeberian antipiretik normal. Satu pasien (An S.) meningal dunia
dan teknik Tepid Water Sponginguntuk kareana gagal napas.Evaluasi dengan
mempercepat penurunan suhu.Tepid Water menggunakan model konservasi Levine dilihat
Spongingdiberikan dengan menggunakan air pada respon organisme ketika selesai
hangat dengan cara menyeka ke seluruh tubuh dilakukan intervensi.Respon organismik pada
dan mengompres pada daerah aksila dan anak dengan demam berbeda-beda, ada yang
inguinalis. Kombinasi antara tepid spone stabil berada pada suhu normal tetapi ada juga
dengan antipiretik lebih cepat menurunkan uang masih mengalami naik turun, hal ini
suhu dibandingakan hanya mendapat dikarenakan masalah medis pada pasien lebih
antipiretik saja.Pemberian kompres dingin dari satu. Pada apsien utama respon
sudah tidak direkomendasikan karena organismik menunjukkna suhu tubuh stabil
menjadikan anak menggigil dan meningkatkan berada pada rentang suhu normal
ketidaknyamanan (Chiappini et al, 2009).
SIMPULAN DAN SARAN
Konservasi integritas struktur menjadi fokus Simpulan
utama dan menonjol karena demam harus Berdarsarkan penelitian yang dilakukan
diatasi secepatnya. Peningkatan suhu 1 OC terhadap perawat yang bekerja di rumah sakit

39
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 1, Hal 33 - 40, Maret 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

bahwa rata-rata kepuasan kerja perawat masuk t%202017.pdf


dalam kategori netral dilihat dari kategori gaji,
promosi, supervisi, tunjangan tambahan, Puspita, W. (2012). Faktor-faktor yang
penghargaan, kondisi kerja, sifat pekerjaan dan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja
komunikasi di tempat kerja namun pada rekan perawat di ruang rawat inap rs pku
kerja terdapat ketidak puasan. muhammadiyah yogyakarta naskah
publikasi disusun oleh: widyapuspita
Saran 080201005 program studi ilmu
Sebaikannya untuk pihak rumah sakit agar keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
menciptakan lingkungan kerja yang baik untuk Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta 2012.
meningkatakan kerukunan kerja di rumah sakit
tersebut dengan membuat suatu kegiatan yang Sianipar, A. R. B., & Haryanti, K. (2014).
bisa mengakrapkan setiap perawat yang Hubungan Komitmen Organisasi Dan
bekerja di rumah sakit tersebut dan untuk Kepuasan Kerja Dengan Intensi
peneiliti selanjutnya agar dapat menggunakan Turnover Pada Karyawan Bidang
variable yang lain seperti well-being terhadap Produksi Cv. X. Journal Psikodimensia,
kepuasan kerja perawat yang bekerja di rumah 13(1),98–114.
sakit. https://doi.org/10.24167/psiko.v13i1.28
1
DAFTAR PUSTAKA Sofyan, D. khairani. (2013). Pengaruh
Alfiah, J. (2013). Pengaruh Konflik terhadap Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Kepuasan Kerja Melalui Kepercayaan. Kerja Pegawai BAPPEDA.
Jurnal Ilmu Manajemen, 1(1), 197–208. Malikussaleh Industrial Engineering
Journal, 2(1), 18–23.
Ilahi, D. K., Mukzam, M. D., & Prasetya, A. https://doi.org/2302 934X
(2017). Pengaruh kepuasan kerja
terhadap disiplin kerja dan komitmen Sudibya, I. G. A., & Utama, I. W. M. (2012).
organisasional (Studi pada karyawan PT Pegawai Di Lingkungan Kantor Dinas
PLN (persero) distribusi Jawa Timur Pekerjaan Umum. Manajemen, Strategi
area Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, Dan Kewirausahaan, 6(2), 173–
Bisnis (JAB),44(1),31–39. 184.
https://doi.org/10.3390/s110303094
Trisnaningsih, S. (2011). Pengaruh Komitmen
Mulyono, M. H., Hamzah, A., & Abdullah, A. Terhadap Kepuasan Kerja Auditor:
Z. (2014). Faktor Yang Berpengaruh Motivasi Sebagai Variabel Intervening
Terhadap Kinerja Perawat Di Rumah (Studi Empiris pada Kantor Akuntan
Sakit Tingkat III Ambon Factors. Akk, Publik di Jawa Timur). Jurnal Riset
2(1), 18–26. Akuntansi Indonesia.
Nur, D., Dharmayati, S., & Utoyo, B. (2013). UMK. (2010). SK Gubernur Tahun 2015.
Hubungan antara Psychological Well- Nusa Tenggara Timur, 22(2), 178–
being dan Kepuasan Kerja pada PNS 189.
Organisasi Pemerintahan di Yogyakarta
(The Relationship Between
Psychological Well-Being and Job
Satisfaction Among Civil Servant in
Yogyakarta ), (1999), 1–16.

Pusat Data dan Informasi Kementerian


Kesehatan. (2017). Situasi Tenaga
Keperawatan.12Mei.https://doi.org/http:
//www.depkes.go.id/resources/download
/pusdatin/infodatin/infodatin%20perawa

40
UI Proceedings on Health and Medicine Vol. 4 2019

AUDITORY STIMULATION OF QUR’ANIC MUROTTAL ON PATIENT


WITH TUBERCULOUS MENINGITIS
Raudha Ilmi Farid1*, Sri Yona2

1. Faculty of Nursing, University of Indonesia, Citayam, Bojong Gede, West Java, 16922, Indonesia
2. Faculty of Nursing Universitas Indonesia, Prof. Bahder Djohan Street, Depok, West Java, 16424, Indonesia

E-mail: raudha.ilmi@ui.ac.id, sriyona@ui.ac.id

Abstract
Objective:One of serious complications of tuberculosis is tuberculous meningitis that affects the brain. Headache and
pain are among clinical signs manifesting in patient with TB meningitis. Modification of interventions to treat pain in
clients with TB meningitis is necessary. Providing stimulation of Qur'anic Murottal as an effort to relieve pain may be
used as a modification of intervention.

Methods: This study used case study analysis of patient with meningitis TB in Neurology Ward of RSCM for 7 days.
Patient was provided with murottal al qur'an stimulation for seven days and the level of pain was evaluated by using Adult
Nonverbal Pain Scale instrument.

Results: The study result indicated that there was a decrease in pain level according to Adult Non-Verbal Pain Scale
(ANVPS) score from 7 to 1.

Conclusion: The development of further research in audio stimulation application of murottal al qur'an on client with
TB meningitis should be conducted as an innovation of nursing intervention for client affected by pain, especially TB
meningitis.

Keywords: meningitis, murottal al qur’an, pain, tuberculosis

Introduction tuberculosis that may affect human brain is called


Indonesia is one of developing countries with high tuberculous meningitis. TB meningitis is one of the
density population. The population density is not evenly serious complications due to invasion of TB bacteria
distributed throughout Indonesia, but is concentrated in into brain tissue. TB meningitis occurs when M.
several major cities. Unequal population density is tuberculosis bacteria enters the brain causing
caused by urbanization. It is projected that by 2035 the inflammation and the brain will show a decline in
level of national urbanization in Indonesia will reach function. Inflammation also results in pain due to
66.6%, with DKI Jakarta claimed the highest percentage increased pressure within the brain. Meanwhile,
of urbanization in 2035 reaching above 801. The high decreased brain function can cause an altered
rate of urbanization will certainly have its own impact consciousness.
or impact on the life of big cities in Indonesia, one of
which will have an impact on the health aspects of urban Some interventions that could be provided include
society. providing a stimulus that triggers brain work or
stimulation that prevents worsening of the brain's
One of the health problems caused by population density functions. The stimulations include touch, sound and
that spread through the respiratory tract is TB light activity. Several previous studies suggested that
(tuberculosis). The most severe complication of one of the interventions that could be applied in

International Nursing Student Symposium and Festival 2018 67


UI Proceedings on Health and Medicine Vol. 4 2019

neurological rehabilitation was music-based problems based on data analysis included


intervention. These interventions include listening to ineffectiveness of airway clearance, ineffectiveness of
music, singing, or playing a musical instrument. The cerebral tissue perfusion, and acute pain. Then, the
results of previous studies showed the influence of intervention of nursing care was provided to client for
music-based intervention on cognitive function, motoric seven days. One modification of the intervention was
and emotional function in patients with several applied on the problem of headache felt by the client. In
neurological disorders. Music-based interventions the initial assessment of pain using the Adult Nonverbal
provide positive impact on motor movements, speech, Pain Scale, the client's pain score was 7 or severe pain.
and cognitive abilities in clients2. Music-based therapy Interventions were provided with the
is also an effective intervention to be applied to clients following conditions:
with chronic pain, migraine, and clients with chronic a. The intervention was applied whether the client
tinnitus 3. did or did not feel pain.
b. The stimulation provided was murottal al-qur'an
of Juz 2.
Several experimental studies have been conducted to c. The stimulation is provided by using a rotating
analyze music therapy for pain. One of the study device via a cellphone connected to the headset
suggested that there were statistical differences that to the client's ear.
showed clients provided with music therapy had a 70% d. Pain assessment was performed at the initial
assessment and every day after the intervention
greater likelihood of a 50% reduction in pain than clients
is given.
who did not listen to music4. e. The stimulation was given for 30 minutes.
f. The stimulation was given at 10.00 WIB and
Music therapy can be modified according to the 16.00 WIB, twice in one day.
characteristics of the patient and family. One of the
music therapies that can also be applied by prioritizing After the intervention was applied for 7 consecutive
the spiritual aspect is listening to al-qur'an. Previous days, the client showed development on the seventh day
studies related to audio stimulation analysis of murottal as indicated by no signs of headache both during the day
al-qur'an Ar-rahman's letter was performed at maternal and at night. In addition, stiffness in both client
labor when 1st phase was active. extremities after observation appeared to be reduced.
Following is the table of client development after being
Based on the aforementioned phenomena and provided with audio stimulation intervention of murottal
descriptions, authors were concerned to analyze the al-qur'an.
application of the intervention of music stimulation
modification by using murottal al-qur'an in nursing
clinical practice with a health approach to urban Table 4.2 Evaluation
problems. Audio stimulation intervention with murottal Date Face Activ Posi VS Resp Total
al-qur'an was applied to client with TB meningitis ity tion Score
affected by headache and treated in neurology ward of 30/04 2 2 2 0 1 7
Cipto Mangunkusumo Hospital. 03/05 2 2 2 0 0 6
04/05 2 1 2 0 0 5
05/05 2 1 2 0 0 5
07/05 2 1 1 0 0 4
Method 08/05 1 1 1 0 0 3
This study method was case study. This study was 09/05 0 1 1 0 0 2
conducted by conducting a literature study on pain
10/05 0 1 0 0 0 1
intervention modification, then applying it to client for
seven days. After seven consecutive days of Discussion
intervention, an evaluation of murottal al qur'an audio Based on the results of the intervention, the client
stimulation of TB meningitis client pain was carried out. experienced a decrease in pain level after provided with
intervention for the past 7 days. On the last day, the
Result client showed no signs of grimacing and decreased
After initial assessment, data analysis was obtained with
stiffness in the extremities. Both client extremities were
three main nursing problems. The three main nursing

International Nursing Student Symposium and Festival 2018 68


UI Proceedings on Health and Medicine Vol. 4 2019

more relaxed than previous position which suggested stimulation of music or murottal alquran to the clients
abnormal flexion, but on the last day of intervention the provides great benefits for client’s comfort.
upper limb was straight along the body line. The client's
fingers were more flexible and the range of movement The application of music stimulation can be explained
of the client joint increased. The family also said that scientifically and evidenced by evidence-based through
clients did not show signs and symptoms of pain at night the explanation that gate control theory can reduce the
and could sleep soundly. level of pain. This theory explains that somatosensory
stimulation (such as palpation, joint stiulation) in the
During the intervention procedure, the client seemed five senses can generate nerve impulses that will be
calm, responding occasionally to the eye followed by transmitted by three systems located on the spinal cord.
eye movements that have not followed the response. The three systems include subtantia gelatinosa on the
dorsal horn, dorsal coloumn fibers, and the center of cell
He was also asleep during the intervention. The client's transmission that affects the nociceptor impulse. Pain
facial expression generally showed a calm expression stimulation is influenced by the 'gate mechanism'. When
without grimace or frown. Based on the results of the 7- the gate closes, stimulation of large nerve fibers will
day intervention process, murottal al-qur'an therapy was inhibit the transmission of pain. However, stimulation of
effective on pain in recovery phase characteristics. The small nerve fibers makes the gate open. This gate
client had gone through the critical phase of the main mechanism is affected by descending nerve impulses
pathological condition which generated headache with a from the brain. This theory explains that large nerve
scale of severe headache with a scale of 7 points to mild fibers can activate selective cognitive processes through
(score 3-6). Client with severe pain scale 8-10, the modulation properties of the spinal cord8.
especially in the critical phase require additional
intervention including the medication and primary The theory also proposes that sensory modulation of
treatment of the main pathological conditions of the pain depends on stimulation of interneurone inhibitors
client which caused by inflammation of the brain. between first-order nociceptive neurons of
Murottal al-qur'an audio stimulation is also effective as peripheralorder nociceptive neurons and second-order
one of the programs planned for home care, so that it spinal tracts. When stimulation is given by A-delta
may included as a point of education in discharge fibers, the gate will open, and interneurons allow the
planning to the families before client is discharged and transmission of pain to the brain. The interneuron is also
doing home-care. stimulated by a neurotransmitter glutamate from the
largediameter A-beta sensory fibers that transmit
sensations such as touch or pressure. When stimulated
Decreasing level of pain can also be explained through by A-beta fibers transmission of the sensation of pain
hormonal mechanisms. A study was conducted through the interneuron is inhibited and the 'gate' is said
experimentally on two intervention and control groups. to be closed9. That way, inhibitory interneurons can
In the intervention group given music therapy there was affect the descending inhibitory pathways of the brain.
a decrease in cortisol levels, while in the control group These descending neurons secrete neurotransmitters,
that did not use music therapy there was an increase in such as serotonin and adrenaline which will suppress
cortisol levels5. pain. Inhibitory inhibitors also secrete peptides such as
endorphins and encephalians which are natural opioids
The same thing was also applied in studies that analyzed and inhibit pain.
the effect of murottal quran therapy on pain in clients
with burns. The results of the study showed that the This explains that psychosocial support for clients with
treatment of listening to the Qur'an reduced pain scale pain will have a major influence on decreasing client’s
up to 2 scales6. An investigation also revealed that the pain levels. The action of rubbing the area hit on the
effects of music therapy on clients with burn and showed body, relaxation with touch, relaxation with audiovisual
positive correlation between music stimulation and stimulation are some efforts that utilize the gate control
lower level of pain, anxiety, and pulse in patient with theory to reduce the level of pain with non-
burn7. This indicates that the provision of audio pharmacological management. Therefore, giving the

International Nursing Student Symposium and Festival 2018 69


UI Proceedings on Health and Medicine Vol. 4 2019

intervention of audio stimulation of music to client with clinical manifestations experienced by individuals with
pain can be done as an effort to reduce the level of pain. meningitis is severe headache. The author analyzed
In addition, somatosensory stimuli on clients can also be interventions that can be implemented to relieve the
applied through passive ROMs and touches from nearby level of pain in the form of audio stimulation of murottal
families. quran. The results of the analysis of interventions carried
out for 7 days in a row found that the client experienced
Listening to music scientifically is also able to improve a decrease in pain level which also had an impact on
the connectivity of brain neurons in healthy individuals. joint mobility and increased sleep time from before.
Meanwhile, musical activities can also increase Based on this study, giving music stimulation in the
neuronal plasticity and induce white matter changes and form of murottal quran may be implemented in a
gray matter in some parts of the brain 2. An experiment neurological rehabilitation program.
also indicated that that the level of pain in the
intervention group experienced a significant decrease Recommendation
compared to the control group10. The author hopes that the results of the analysis serve as
inspiration and innovation in providing nursing care for
Audio or auditory stimulation is not only in the form of clients with neurological disorders, especially
murottal quran. Previous research has also been meningitis. Modification to the intervention is required
conducted by analyzing audio stimulation with various according to the characteristics of the client and family.
types of music. One research that analyzes music Nurses may implement an evidence-based practice,
therapy as one of neurologic therapies revealed that especially in modifying audio stimulation to pain clients
listening to music may reduce the level of stress, in a neurology ward.
anxiety, and pain in clients, so it is also recommended
for neurological rehabilitation interventions2. The author realizes that there are many limitations in this
study. Therefore, the authors hope that further research
In addition, the provision of murottal qur'an stimulation will be carried out on the analysis of the relationship of
interventions can be done by listening to certain letters interventions to clients with neurological disorders with
and verses. Some choices of verses or letters that are a larger sample population. In addition, the provision of
used can be in the form of verses that explain the audio stimulation as an intervention that the author did
motivation of life, patience through life, or other verses on this scientific work, can be modified to the variable
that can emotionally provide a therapeutic effect for the according to the characteristics of the existing client.
client. Murottal stimulation can also be combined with
listening to the translation of the verse. Providing
sequential stimulation from 1-30 juz can also be done.
References
This makes the client more varied in listening to the
verses of the Qur'an. 1. Central Bureau of Statistics. Badang Pusat Statistik.
(2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Conclusion 2. Sihvonen A.J., Sarkamo T., Leo V., Tervaniemi M.,
Based on the scientific work that the author has Altenmuller E., Soinila S. (2017) . Music-based
described above, it can be concluded that tuberculous interventions in neurological rehabilitation. The Lancet
Neurology, 16 (8) , pp. 648-660.
meningitis is one of the complications of the https://doi.org/10.1016/S1474-4422(17)30168-0
pathological conditions of pulmonary tuberculosis, 3. Nickel, A. K., Hillecke, T., Argstatter, H., & Bolay, H. V.
which many people experience with dense populations (2005). Outcome research in music therapy: a step on the
long road to an evidence-based treatment. Annals of the
and less clean environments. Tuberculous meningitis New York Academy of Sciences, 1060, 283–293.
results in an increase in intracranial pressure caused by https://doi.org/10.1196/annals.1360.021
inflammation that occurs in the meninges membrane. 4. The Joanna Briggs Institute Best Practice Information
Sheet: Music as an intervention in hospitals. Nursing &
Increased intracranial pressure can then affect level of
Health Sciences, 13: 99-102.
consciousness. doi:10.1111/j.14422018.2011.00583.xesthesiol Scand,
Loss of consciousness due to meningitis increases 57: 1010-1016. doi:10.1111/aas.12100
client’s need for special care. One of the most common 5. Graversen, M. and Sommer, T. (2013), Soft music in
laparoscopic cholecystectomy. Acta Ana The Joanna

International Nursing Student Symposium and Festival 2018 70


UI Proceedings on Health and Medicine Vol. 4 2019

Briggs Institute, (2011),


6. Rantiyana, et al. (2017). Pengaruh Terapi Murottal Al
Qur'an Terhadap Nyeri pada Pasien Luka Bakar. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan Vol.13, No.2, 167-177.
7. Li, J., Zhou, L., & Wang, Y. (2017). The effects of music
intervention on burn patients during treatment procedures:
a systematic review and meta-analysis of randomized
controlled trials. BMC Complementary and
Alternative Medicine, 17, 158.
http://doi.org/10.1186/s12906-017-1669-4
8. Lewis, S. L. (2014). Medical surgical nursing: assessment
and management of cliical problems. St. Louis, Missouri:
Elsevier.
9. Sue W. (2011). Neuroscience Nursing Evidence-Based
Practice. UK: Willey Blackwell.
10. Kilic P, S. , Karadag, G. , Oyucu, S. , Kale, O. , Zengin, S.
, Ozdemir, E. and Korhan, E. A. (2015), Music in the
emergency department. Japan Journal of Nursing
Science, 12: 44-53. doi:10.1111/jjns.12047

International Nursing Student Symposium and Festival 2018 71

Anda mungkin juga menyukai