Anda di halaman 1dari 2

Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tidak

terhingga difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem
optik media penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan)
terlalu kuat atau aksis bola mata terlalu panjang. Pada miopia refraktif dapat didapatkan panjang bola mata
yang normal namun kekuatan refraksi dari mata ( kornea dan/ lensa) tidak normal. Sedangkan miopia
aksial didapatkan panjang bola mata yang terlalu panjang sehingga berkas cahaya difokuskan di depan
retina.2
Hasil RAAB yang dilakukan pada tahun 2014-2016 di 15 propinsi di Indonesia, menunjukkan prevalensi
kebutaan di Indonesia sebesar 3%.1
Miopia diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya seperti sebagai berikut : 5,6
- Miopia aksial, disebabkan oleh bertambah panjangnya diameter antero-posterior bola mata dari normal,
di mana pada orang dewasa penambahan panjang aksial bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan
refraksi sebesar 3.00 D.
- Miopia refraktif, disebabkan oleh bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti intumesensi yang
terjadi pada katarak imatur dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Terdapat
beberapa penyebab terjadinya miopia refraktif, yaitu :
o Kornea terlalu cembung (<7,7 mm)
o Terjadinya hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalina sehingga bentuk lensa kristalina menjadi
lebih cembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal
(imatur)
o Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada penderita diabetes
melitus).

Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam : 2


1. Miopia ringan : < 3 dioptri
2. Miopia sedang : 3-6 dioptri
3. Miopia berat atau tinggi :  6 dioptri

Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah sebagai berikut: 2,5


a. Kongenital, dimana keadaan myopia sudah ada sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
b. Youth-onset miopia, dimana seseorang pertama kali mengalami miopia di usia kurang dari 20 tahun.
c. Early adult-onset miopia, dimana seseorang pertama kali mengalami miopia pada usia 20 hingga 40
tahun.
d. Late adult-onset miopia, dimana seseorang pertama kali mengalami miopia pada usia lebih dari 40
tahun.

Menurut perjalanan miopia, dikenal bentuk : 5,8


a. Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya
bola mata.
c. Miopia miopia degeneratif, yaitu miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi
retina dan kebutaan. Bila miopia maligna lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli, maka
akan terbentuk stafiloma, dan pada bagian temporal papil akan terdapat atrofi korioretina. Atrofi retina
terus berjalan hingga terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch. Hal
tersebut dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.
Miopia dapat menimbulkan gejala sebagai berikut :
1. Pandangan kabur saat melihat jauh

2. Astenopia, biasa terjadi pada pasien dengan miopia derajat ringan

3. Memicingkan mata

Pemeriksaan refraksi terbagi menjadi 2 jenis yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif. Dalam teknik
refraksi subyektif tergantung dari respon pasien dalam menentukan koreksi refraksi. Sedangkan teknik
refraksi obektif tidak tergantung dari respon pasien namun berdasarkan hasil pemeriksaan dengan alat.
Pilihan modalitas terapi yang dapat digunakan dalam tatalaksana kelainan refraksi myopia ringan adalah
dengan menggunakan kacamata.

2. American Academy of Ophthalmology The Eye MD Association. Clinical Optics. BSCS Section 3. San
Fransisco : American Academy of Ophthalmology ; 2017.

5. DG Vaughan, T Asbury. General Ophthalmology. 17th Edition. New York: Mc Graw Hill; 2008. 126-
50.

6. Gary L. Mancil, O.D. Optometric Clinical Practice Guidline Care Of The Patient With Presbyopia. New
York. American Optometric Association. 2011. 1-34.

8. Keirl A, Chistie C. Clinical Optics and Refractions. A Guide for Optometrists, Contact Lens Opticians
and Dispensing Opticians. Elsevier ; 2007, p 214-29.

Anda mungkin juga menyukai