Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang
hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi
Anatomi FKUI melaporkan bahwa kanker nasofaring hampir tiap tahunnya
menduduki lima besar dari tumor ganas tubuh manusia (Soepardi dkk, 2012).
Secara global kira-kira 65.000 kasus baru dan 38.000 kematian per tahun.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi penderita kanker
nasofaring yang termasuk tinggi selain Cina. Angka kejadian kanker nasofaring di
Indonesia yaitu 4,7 kasus baru per 100.000 penduduk per tahun (Susworo, 2007).
Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003
menunjukan bahwa kanker nasofaring menempati urutan pertama dari semua
tumor ganas primer pada laki-laki dan urutan ke delapan pada perempuan
(Aminullah dkk, 2012).
Penyebab malnutrisi penderita kanker sangat kompleks dan multifaktor.
Hormon dalam saluran pencernaan yaitu serotonin dan bombesin yang
disekresikan oleh sel tumor dapat menekan selera makan sehingga terjadi
anoreksia. Kanker nasofaring juga dapat menyebabkan peradangan pada mukosa
mulut, peradangan pada selaput lendir  (membran mukosa) yang melapisi saluran
pencernaan, nyeri, penurunan sekresi kelenjar ludah, menekan sensasi rasa dan
kerusakan gigi. Asupan nutrisi secara oral yang berkurang dapat menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh, mudah terkena infeksi dan penurunan berat badan.
Terapi terhadap penyakit kanker juga berpengaruh terhadap status gizi penderita,
suatu penelitian didapatkan lebih dari 40% penderita kanker yang mendapat terapi
mengalami malnutrisi (Maskoep, 2008).
Kemoterapi merupakan salah satu penatalaksaan untuk kanker nasofaring.
Obat yang digunakan dalam terapi kanker berfungsi merusak, menekan dan

1
mencegah penyebaran sel kanker yang berkembangbiak dengan cepat. Obat
komoterapi mempengaruhi sel kanker maupun sel normal dan dalam jumlah yang
tertentu dapat menimbulkan efek samping terhadap mukosa oral dan
gastrointestinal, folikel rambut, sistem reproduktif, dan sistem hemopoetik (Aziz
dkk, 2010).
Salah satu dampak dari kemoterapi yaitu terbentuknya radikal bebas dari
obat cisplatin. Asupan vitamin C sebagai antoksidan yang mencukupi dan bahkan
lebih dari cukup dapat menghentikan reaksi berantai radikal bebas dan mencegah
kerusakan sel-sel normal. Makanan atau zat gizi dalam makanan selain dapat
memicu atau mendorong penyebaran kanker, makanan dapat juga mencegah
munculnya atau menghambat penyebaran kanker (Maskoep, 2008).
Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker
payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru (Kemenkes RI). Berdasarkan
GLOBOCAN 2012, 87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya
(dengan 61.000  kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada
perempuan), 51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000
pada perempuan).
Pelayanan keperawatan sangat bermanfaat bagi setiap individu untuk
memenuhi kebutuhan bio, psiko, sosial, dan spiritual. Namun, hal tersebut belum
terwujud sepenuhnya karena masih tingginya jumlah penderita penyakit pada
saluran pernapasan, salah satu nya penderita karsinoma nasofaring.
Sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, dijelaskan
bahwa keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
mempunyai otonomi dan kewenangan dalam melaksanakan proses keperawatan
sebagai metode pemecahan masalah di bidang kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa definisi kanker nasofaring?
1.2.2 Bagaimana etiologi kanker nasofaring?

2
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis kanker nasofaring?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi kanker nasofaring?
1.2.5 Bagaimana WOC kanker nasofaring?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada penderita kanker nasofaring?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan pada penderita kanker nasofaring?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita kanker nasofaring?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui definisi kanker nasofaring
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi kanker nasofaring
1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis kanker nasofaring
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi kanker nasofaring
1.3.5 Untuk mengetahui WOC kanker nasofaring
1.3.6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada penderita kanker
nasofaring
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penderita kanker
nasofaring
1.3.8 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penderita kanker
nasofaring

1.4 Manfaat
Dalam penyunan dan penulisan makalah ini, penulis dan pembaca dapat
memperoleh beberapa manfaat, antara lain :
1.4.1 Bagi penulis
Tugas dan kewajiban dari dosen pengampu dapat terselesaikan dan
penulis mendapat nilai yang diinginkan.
1.4.2 Bagi penulis dan pembaca
Mendapat pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada klien
dengan kasus gangguan sistem sensori dengan baik dan benar.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel karena di dalam organ
tubuh timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang tumbuh abnormal, cepat,
dan tidak terkendali dengan bentuk, sifat dan gerakan yang berbeda dari sel
asalnya, serta merusak bentuk dan fungsi organ asalnya (Dalimartha, 2004).
Kanker sering dikenal sebagai tumor, tetapi tidak semua tumor disebut
kanker. Tumor merupakan satu sel liar yang berada dibagian tubuh dan terus
membesar di lokasi yang tetap atau tidak menyebar ke bagian tubuh lain.
Mengakibatkan terbentuknya benjolan di bagian tubuh tertentu dan jika tidak
diobati dengan tepat sel tumor berubah menjadi kanker. Berbeda dengan sel
tumor yang tidak menyebar kebagian tubuh lain, sel kanker akan terus
membelah diri dengan cepat dan tidak terkontrol menyebabkan sel kanker
sangat mudah menyebar ke beberapa bagian tubuh melalui pembuluh darah
dan pembuluh getah bening (Aprianti, 2012). Kanker nasofaring adalah tumor
ganas yang timbul di daerah nasofaring area di atas tenggorok dan dibelakang
hidung.

Jenis Kanker Nasofaring

1) Jenis karsinoma epidermoid


Tumor yang berasal dari sel yang melapisi organ-organ internal
biasanya timbul dari jaringan epitel kulit atau epidermis kulit dan
kebanyakan berasal dari kelenjar sebasea atau kelenjar yang mengeluarkan
minyak dari dalam kulit.
2) Jenis adenokarsinoma
Tumor yang berasal dari bagian dalam kulit seperti endodermis,
eksodermis, dan mesodermis.
3) Jenis karsinoma adenoid kistik

4
Benjolan kecil yang berkembang dibawah kulit pada batang leher
wajah tumbuh lambat dan sering menyakitkan yang mudah digerakan,
serta berbagai jenis sarkoma dan limfoma maligna.

2.2. Etiologi
Etiologi karsinoma nasofaring sudah hampir dapat dipastikan bahwa
faktor pencetus terbesarnya ialah suatu jenis virus yang disebut virus Epstein-
Barr (Soepardi et al, 1993). Karena pada semua pasien nasofaring didapatkan
titer anti-virus Epstein-Barr (EB) yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari
titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya dan tumor
organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun
(Soepardi et al, 2012). Selain dari itu terdapat juga faktor predisposisi yang
mempengaruhi pertumbuhan tumor ganas ini, seperti:

1) Faktor Ras
Banyak ditemukan pada ras Mongoloid, terutama di daerah Cina
bagian selatan berdasarkan hasil pengamatan cara memasak tradisional
sering dilakukan dalam ruang tertutup dan dengan menggunakan kayu
bakar (Soepardi et al, 1993).
2) Faktor Genetik
Tumor ini atau tumor pada organ lainnya ditemukan pada beberapa
generasi dari suatu keluarga (Soepardi et al, 1993).
3) Faktor Sosial Ekonomi
Faktor yang mempengaruhi ialah keadaan gizi, polusi dan lain-lain
(Soepardi etal, 1993).
4) Faktor Kebudayaan
Kebiasaan hidup dari pasien, cara memasak makanan serta pemakaian
berbagai macam bumbu masak mempengaruhi tumbuhnya tumor ini dan
kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar
nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma
nasofaring (Soepardiet al, 2012). Beberapa penelitian juga menyebutkan

5
hubungan antara kanker nasofaring dengan kebiasaan memakan ikan asin
secara terus menerus dimulai dari masa kanak-kanak. Konsumsi ikan asin
meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak
mengkonsumsi ikan asin (Ondrey dan Wright, 2003 cit Ariwibowo, 2013).
Ikan asin dan makanan yang diawetkan menggunakan larutan garam akan
mengubah senyawa yang terkandung dalam ikan yakni senyawa nitrat
menjadi senyawa nitrosamin. Tubuh mengkonsumsi makanan tinggi
garam dapat menurunkan kadar keasaman lambung, sehingga dapat
memicu perubahan nitrat pada ikan asin atau makanan yang mengandung
tinggi garam menjadi nitrit dan nitrosamin yang bersifat karsinogenik
pemicu kanker (Barasi, 2007). Rendahnya kadar vitamin C sewaktu muda
dan kekurangan vitamin A dapat merubah nitrat menjadi nitrit dan
senyawa nitrosamin menjadi zat karsinogen pemicu kanker (Ballenger,
2010).
5) Letak Geografis
Terdapat banyak di Asia Selatan, Afrika Utara, Eskimo karena
penduduknya sering mengonsumsi makanan yang diawetkan (daging dan
ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian
kanker nasofaring (Soepardi etal, 2012).
6) Jenis Kelamin
Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan
disebabkan kemungkinan ada hubungannya dengan faktor kebiasaan hidup
laki-laki seperti merokok, bekerja pada industri kimia cenderung lebih
sering menghirup uap kimia dan lain-lain (Soepardi et al, 2012).
7) Faktor lingkungan
Faktor yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis
kayu tertentu yang dihasilkan dari memasak menggunakan kayu bakar,
terutama apabila pembakaran kayu tersebut tidak sempurna dapat
menyebarkan partikel-partikel besar (5-10 mikrometer) yang dalam segi
kesehatan dapat tersangkut di hidung dan nasofaring, kemudian tertelan.

6
Jika pembersihan tidak sempurna karena ada penyakit hidung, maka
partikel ini akan menetap lebih lama di daerah nasofaring dan dapat
merangsang tumbuhnya tumor (Ballenger, 2010).
8) Radang kronis daerah nasofaring
Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi
lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan (Iskandar etal, 1989).

2.3. Manifestasi Klinis


Karsinoma Nasofaring bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan,
maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan
penting (Roezin,Anida, 2007). Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan
Tuba Eutachius. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-
kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala
yang sangat dini. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga.
Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan
muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang
diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran
gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran (Roezin, Anida, 2007
dan National Cancer Institute, 2009).

Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya


rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung
atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya
sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah
muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan
tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus
kental.

Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas
untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek
kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang

7
sedang menderita radang (Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute,
2009). Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher,
3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan
pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor
meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh.

Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh


pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada
otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.
Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong
pasien datang ke dokter (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009). Gejala
akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga
tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak
dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopial), rasa baal (mati rasa)
didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan
gangguan pendengaran serta gangguan penciuman.

Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan


tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot
rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu
sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan
mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006 dan Nurlita, 2009). Gejala akibat
metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau
darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang
disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini
terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Pandi,
1983 dan Arima, 2006).

2.4. Patofisiologi
Kanker nasofaring dapat disebabkan oleh banyak hal. Salah satu
penyebab dari kanker nasofaring ini adalah adanya virus eipstein yang dapat

8
menyebabkan ca nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh sel EBV akan dapat
menghasilkan sel-sel tertentu yang berfungsi untuk mengadakan proliferasi
dan mempertahankan kelangsungan virus dalam sel host. Beberapa protein ini
dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1, LPM-1, LPM-
2 dan LPM-2B. EBV dapat mengaktifkan zat karsinogenik yang
menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol,
sehingga terjadilah deferensia dan proliferasi protein laten, sehingga memicu
pertumbuhan sel kanker pada nasofaring terutama pada fossa rossenmuller
(Elizabeth Corwin, 2009).

Dinding tumor biasanya rapuh oleh rangsangan dan sentuhan sehingga


dapat terjadi perdarahan hidung yang ditunjukkan dengan keluarnya darah
secara berulang-ulang dengan jumlah yang sedikit dan kadang-kadang
bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan. Sumbatan hidung
yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan
menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai
dengan ganggguan penciuman dan ingus kental. Sel-sel kanker dapat
berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya.
Kelenjar yang terus melekat pada otot akan sulit untuk digerakan (Elizabeth
Corwin, 2009).

Nasofaring berhubungan dengan rongga melalui beberapa lubang,


maka gangguan syaraf dapat juga terganggu. Jika tumor menjalar melalui
foramen laserum akan mengenai syaraf otak ke III,I V, VI dan dapat
mengenai syaraf otak ke V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda yang
juga disebut diplopia. Proses karsinoma lebih lanjut akan mengenai syaraf
otak IX, X, XI jika menjalar melalui foramen jugular dan menyebabkan
syndrome Jackson. Bila sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom
unilateral, dapat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak. Sel-sel
kanker dapat ikut bersama aliran darah dan mengenai bagian organ tubuh

9
yang jauh dari nasofaring. Organ yang paling sering terkena adalah tulang,
hati dan paru. (Elizabeth Corwin, 2009).

10
2.5. WOC Kanker Nasofaring

11
2.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan nasofaring
2. Biopsi Diagnotik histologik atau sitologik dapat ditegakkan bila
dikirim suatu materialhasil biopsihisapan(aspirasi), atau sikatan
(brush), biopsi dapat dilakukan dengan2 cara, yaitu darihidung
atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan
dengan anestesitopikal dengan xylocain 10%.
3. Pemeriksaan Patologi AnatomiDibagi 3 tipe berdasarkan WHO
yaitu:
a) Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, tipe ini dapat dibagi
lagi menjadi difrensiasibaik sedang dan buruk.
b) Karsinoma non-keratinisasi, pada tipe ini dijumpai adanya
difrensiasi, tetapi tidakditemukan difrensiasi sel skuamosa.
Pada umumnya batas sel cukup jelas.
c) Karsinoma tidak berdiferensiasi, pada tipe ini sel tumor secara
individumemperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval
atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel
tidak terlihat dengan jelas.
4. Mencari dan menentukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan
sekitarnyaFoto Polos, dapat terdeteksi dengan jelas jika tumor
tersebut cukup besar. CT-scan, lebih unggul dari foto polos karena
mampu membedakan bermacam-macamdensitas pada daerah
nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-
perubahan pada tulang.

2.7. Penatalaksanaan
Memilih terapi kanker tidaklah mudah, banyak faktor yang perlu
diperhatikan yakni jenis kanker, kemosensitivitas atau resisten, populasi sel
kanker, persentasi sel kanker yang terbunuh, siklus pertumbuhan kanker,

12
imunitas tubuh dan efek samping terapi yang diberikan (Sukardja, 2000).
Terapi medik yang dapat digunakan untuk mengobati karsinoma nasofaring
ialah :
1) Radioterapi
Terapi radiasi adalah mengobati penyakit dengan menggunakan
gelombang atau partikel energi radiasi tinggi yang dapat menembus
jaringan untuk menghancurkan sel kanker (Kelvin dan Tyson, 2011).
Radio terapi masih memegang peranan terpenting dalam pengobatan
karsinoma nasofaring (SoejiptocitIskandaret al, 1989). Radioterapi
merupakan pengobatan utama, sedangkan pengobatan tambahan yang
diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetra siklin, faktor
transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus
(Soepardiet al, 2012). Dosis yang diberikan 200 rad / hari sampai
mencapai 6000-6600 rad untuk tumor primer, untuk kelenjar leher yang
membesar diberikan 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran diberikan juga
radiasi elektif sebesar 4000 rad (SoejiptocitIskandar et al, 1989). 19
Kesulitan-kesulitan yang dihubungkan dengan pemberian terapi radiasi
dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut. Kompilikasi dini dan
lanjut tersebut dapat berupa mukositis dengan disertai rasa tidak enak pada
faring, hilangnya nafsu makan (anoreksia), nausea (mual) dan membran
mukosa yang kering (Adams, 1994).
2) Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan obatobatan.
Kemoterapi dapat menjalar melalui tubuh dan dapat membunuh sel kanker
dimanapun di dalam tubuh. Kemoterapi juga dapat merusak sel normal
dan sehat, terutama sel sehat dalam lapisan mulut dan sistem
gastrointestinal, sumsung tulang serta kantung rambut (Kelvin dan Tyson,
2011).
3) Terapi Kombinasi

13
Merupakan terapi kombinasi dari beberapa terapi. Seperti kombinasi
antara kemo-radioterapi dengan motomycin C dan 5- fluorouracil
memberikan hasil yang cukup memuaskan dan memperlihatkan hasil yang
memberi harapan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring
(SoetjiptocitIskandaret al, 1989).
4) Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih
ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan
syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih
(SoetjiptocitIskandaret al, 1989). Operasi tumor induk sisa (residu) atau
kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat
akibat operasi.

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Askep Kasus Ca. Nasofaring

Seorang laki-laki bernama Tn. A berusia 26 tahun, suku Jawa, datang ke Unit Gawat
Darurat (UGD) RS. Dr. Soetomo Surabaya pada 4 September 2019 dengan keluhan
mengalami sesak napas sejak satu minggu yang lalu yang membuat pasien susah
untuk tidur. Selain itu pasien juga merasakan nyeri pada kepala sisi kanan sejak satu
bulan yang lalu. Nyeri kepala seperti tertusuk jarum, hilang timbul namun makin
memberat, ketika nyeri terjadi wajah pasien tampak meringis menahan sakit. Nyeri
kepala berkurang dengan obat namun muncul kembali setelah beberapa jam. Skala
nyeri 6. Porsi makan Tn. A berkurang sejak dua minggu yang lalu karena merasakan
sakit ketika menelan. Pasien merokok dan terkadang minum-minuman keras. Pada
pemeriksaan fisik umum, didapatkan kesadaran komposmentis, status gizi kurang,
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 110x/menit, pernapasan 23 x/menit, pH darah
arteri 8 dan suhu aksila 37⁰C. Berdasarkan hasil pemeriksaan, diperoleh diagnosis
medis pada klien yaitu Ca. Nasofaring.

2.3.1. Asuhan Keperawatan Kanker Nasofaring

Tanggal MRS : 4 September 2019 Jam Masuk : 08.10 WIB


Tanggal Pengkajian : 4 September 2019 No. RM : 0123.45XXXX
Jam Pengkajian : 10.15 WIB Diagnosa Masuk : Ca. Nasofaring
Hari rawat ke : 1

IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. A
2. Umur : 26 tahun
3. Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Sales Mobil
7. Alamat : Mulyorejo, Surabaya
8. Sumber Biaya : BPJS

15
KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama : Pasien mengalami sesak napas sejak satu minggu yang lalu yang
membuat pasien susah untuk tidur (tanyakan yg paling
mengganggu)

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Riwayat Penyakit :  Pasien mengalami sesak napas
Sekarang  Pasien kesulitan tidur karena sesak napas
 Pasien merasakan nyeri pada kepala bagian kanan sejak satu bulan
terakhir
 Pasien merasakan sakit saat menelan

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat : Tidak
2. Riwayat penyakit kronik dan menular : Tidak
3. Riwayat kontrol : Tidak
4. Riwayat alergi : Tidak ada
5. Riwayat operasi : Tidak ada

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA : TIDAK ADA (Tidak ada anggota keluarga dengan
riwayat kanker) beri genogram

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan: Masalah Keperawatan :
 Alkohol : Ya (jumlah
Tidak ada
minum)
 Merokok : Ya (brp batang
sehari)
 Obat : Tidak
 Olahraga : Ya
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital
S : 37oC N: 110x/menit T:120/70 mmHg RR: 23 x/menit
Kesadaran : Komposmentis pH arteri : 8
2. Sistem Pernafasan

16
a. RR : 23 kali/menit
b. Keluhan : Sesak
c. Penggunaan otot bantu nafas : Ya (otot apa?)
d. PCH :
e. Irama Napas : Tidak teratur
f. Friction rub :
g. Pola Napas : Dispnea
h. Suara Napas : Wheezing Masalah Keperawatan :
i. Alat Bantu Napas : Ya Bersihan Jalan Napas
Jenis : Flow: lpm
Tidak
Efektif
j. Penggunaan WSD : Tidak
k. Tracheostomy : Tidak
3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 120/70 mmHg Masalah Keperawatan :
b. Nadi : 110x/menit Tidak ada
c. HR : -
d. Keluhan nyeri dada : Tidak ada
e. Irama jantung : Reguler
f. Suara jantung : Normal
g. Ictus cordis : Normal
h. CRT : < 2 Detik
i. Akral : Hangat
j. Sirkulasi perifer : Normal
k. JVP : Normal
l. CVP : Normal
m. CTR : Normal
n. ECG : Normal
4. Sistem Persyarafan
a. S : Normal Masalah Keperawatan :
b. GCS : Normal Nyeri akut
c. Refleks Fisiologis : Normal
d. Reflek Patologis : Normal
e. Keluhan Pusing : Tidak
f. Pemeriksaan saraf kranial
N1 : Normal
N2 : Normal
N3 : Paresis
N4 : Paresis
N5 : Paresis

17
N6 : Paresis
N7 : Normal
N8 : Normal
N9 : Normal
N10 : Normal
N11 : Normal
N12 : Normal
o. Pupil : Normal
p. Sclera : Normal
q. Konjungtiva : Normal
r. Istirahat : Gangguan Tidur : Ada gangguan tidur
s. IVD : Normal
t. EVD : Normal
u. ICP : Normal
5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genetalia : Bersih Masalah Keperawatan :
b. Sekret : Iya Tidak ada
c. Ulkus : Tidak
d. Kebersihan meatus uretra : Bersih
e. Keluhan kencing : Tidak
f. Kemampuan berkemih : Spontan
g. Produksi urin : Normal
Warna : Jernih
Bau : Tidak berbau
h. Kandung kemih : Tidak
i. Nyeri tekan : Tidak
j. Intake cairan : Normal
k. Balance cairan : Normal
6. Sistem pencernaan
a. TB : 165 cm BB : 54 kg
b. IMT : Normal
c. LOLA : Normal Masalah Keperawatan :
d. Mulut : Bersih Ketidakseimbangan
e. Membran mukosa : Iritasi
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
f. Tenggorokan : Edema pada
bagian kelenjar
limfe
g. Abdomen : Normal
h. Nyeri tekan : Tidak

18
i. Luka operasi : Tidak
j. Peristaltik : Normal
k. BAB : 1 kali/hari
l. Konsistensi : Lunak
m. Diet : Lunak
n. Nafsu makan : Menurun Frekuensi : Sekali sehari
o. Porsi makan : Tidak habis
7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior : Normal Masalah Keperawatan :
b. Keluhan nyeri : Tidak Tidak ada
c. Luka Operasi : Tidak
d. Pemerikasaan Penunjang : Tidak
8. Sistem Pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior: Normal Masalah Keperawatan :
b. Tes audiometri : Normal Tidak ada
c. Keluhan nyeri : Tidak
d. Luka operasi : Tidak
e. Alat bantu dengar : Tidak
9. Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi: Bebas
b. Kekuatan otot : Normal
c. Kelainan ekstremitas : Tidak
d. Kelainan tulang belakang : Tidak
e. Fraktur : Tidak
f. Traksi : Tidak
g. Penggunaan spalk/gips : Tidak
h. Keluhan nyeri : Tidak
i. Sirkulasi perifer : Normal
j. Kompartemen syndrome : Tidak
k. Kulit : Normal
l. Turgor : Baik
m. Luka operasi : Tidak ada
n. ROM : Normal
o. POD : Normal
p. Cardinal sign : Normal
10.Sistem integument
a. Penilaian risiko decubitus : Normal
b. Warna : Normal
c. Pitting edema : Tidak
d. Ekskoriasis : Tidak
e. Psoriasis : Tidak
f. Pruritus : Tidak

19
g. Urtikaria : Tidak
11.Sistem Endokrin
a. Pembesaran tyroid : Tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak
c. Hipoglikemia : Tidak
d. Hiperglikemia : Tidak
e. Kondisi kaki DM : Tidak

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL : TIDAK ADA MASALAH Masalah Keperawatan :


KEPERAWATAN Tidak ada

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN : TIDAK ADA Masalah Keperawatan :


MASALAH KEPERAWATAN Tidak ada

PENGKAJIAN SPIRITUAL : TIDAK ADA Masalah Keperawatan :


MASALAH KEPERAWATAN Tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG : TIDAK Masalah Keperawatan :


ADA MASALAH KEPERAWATAN Tidak ada

TERAPI : TIDAK ADA MASALAH Masalah Keperawatan :


KEPERAWATAN Tidak ada
A. Analisis Data

Masalah
Tanggal Data Etiologi
Keperawatan
30 DS : Pertumbuhan sel Hambatan
September Pasien mengeluh abnormal pertukaran gas
2019 mengalami sesak ↓ (Nanda 2018-2020,
napas sejak satu Ca. Nasofaring Domain 3, Kelas, 4)
minggu yang lalu ↓ Kode: 00030
yang membuat Metastase sel
pasien susah untuk kanker ke organ SDKI: Gangguan
tidur hidung pertukaran gas.

20
DO : ↓ D.0003
RR : 25x/menit Sekret berlebih
pH arteri abnormal
(8)
PCo2, PO2
Dispnea
Takikardi
A

30 DS : Pertumbuhan sel Nyeri akut


September Pasien merasakan abnormal (Nanda tahun 2018-
2019 nyeri pada kepala ↓ 2020, Domain 12,
sisi kanan sejak satu Ca. Nasofaring Kelas 1)
bulan yang lalu ↓ Kode: 00132
DO : Metastase sel
Skala Nyeri 6 kanker pada SDKI D.0077
Perubahan selera syaraf Nyeri Akut
makan ↓
Pasien tampak Tekanan
meringis setiap intracranial
nyeri kepala ↓
kambuh Nyeri kepala

30 DS : Pertumbuhan sel Ketidakseimbangan


September Porsi makan Tn. A abnormal nutrisi : kurang dari
2019 berkurang sejak dua ↓ kebutuhan tubuh
minggu yang lalu Ca. Nasofaring
karena merasakan ↓

21
sakit ketika Gejala tumor lain
menelan ↓
DO : Pembengkakan
Status gizi kurang kelenjar limfe
Enggan makan ↓
Ketidakmampuan Sakit untuk
memakan makanan menelan

Porsi makan
berkurang

B. Diagnosis Keperawatan
1. Hambatan pertukaran gas d.d. dyspnea, takikardi, dan pH arteri abnormal
2. Nyeri akut b.d. agens cedera biologis d.d skala nyeri 6, pasien meringis
menahan sakit, perubahan selera makan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. asupan diet kurang d.d enggan
makan, status gizi kurang dan ketidakmampuan memakan makanan

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
Intervensi Rasional
(Tujuan Kriteria Hasil)
Hambatan pertukaran gas Monitor TTV (6680) 1. Berguna untuk mengetahui
d.d. dyspnea, takikardi, dan perubahan status pernapasan
pH arteri abnormal (00030) 1. Monitor status pernafasan 2. Melihat adanya distress
dengan tepat pernapasan
2. Monitor pernafasan sebelum 3. Untuk mengetahui adanya
Setelah dilakukan intervensi dan sesudah aktivitas suara napas tambahan

22
keperawatan selama 2 x 24 3. Monitor irama dan laju
jam diharapkan klien tidak pernafasan, suara paru-paru,
mengeluhkan dyspnea dan pola pernapasan abnormal
dengan kriteria hasil : 1. Untuk membantu pasien agar
Bantuan ventilasi (3390) bisa bernapas dengan normal
Status pernafasan :
kembali
pertukaran gas (0402) 4. Pertahankan kepatenan jalan
2. Posisi semi fowler bisa
napas
1. pH arteri kembali normal mengurangi dyspnea pada
5. Posisikan pasien untuk
(040210) (5) klien
mengurangi dyspnea
2. Dyspnea saat istirahat 3. Kadar oksigen pada pasien
6. Monitor pernapasan dan
tidak ada lagi (040203) mempengaruhi distress
status oksigenasi
(5) pernapasan pada klien
7. Beri obat misal bronkodilater
3. Dyspnea dengan 4. Obat-obatan bronkodilator
atau inhaler, yang
aktivitas ringan bisa memperlancar pertukaran
meningkatkan patensi jalan
berkurang (040204) (4) gas dengan memperluas jalan
napas dan pertukaran gas
napas

Tanda-tanda vital (0802) 1. Untuk mengurangi ansietas


Penghisapan lender pada jalan
4. Tingkat pernapasan pada keluarga
nafas (3160)
normal (5) 2. Untuk memperlancar jalan
8. Informasikan kepada pasien
5. Kedalaman inspirasi napas pasien
dan keluarga tentang
normal (5) 3. Untuk menilai tindakan
pentingnya tindakan suction
keperawatan yang diberikan
9. Aspirasi nasofaring dengan
menimbulkan masalah baru
kanul suction sesuai dengan
atau tidak
kebutuhan
4. Mengetahui adanya
10. Monitor adanya nyeri
abnormalitas pada sistem
11. Monitor status oksigenasi
pernapasan
pasien
5. Mengetahui adanya virus atau
12. Monitor dan catat warna,
kuman pada secret

23
jumlah dan konsistensi secret 6. Agar pasien bisa
13. Intruksikan pasien dan melakukannya ketika kembali
keluarga untuk melakukan kerumah
suction jalan nafas
sebagaimana mestinya.
Nyeri akut b.d. agens cedera Manajemen Nyeri (1400) 1. Memantau dan memberikan
biologis d.d skala nyeri 6, 1. Lakukan pengkajian nyeri gambaran umum mengenai
pasien meringis menahan komperhensif yang meliputi, karakteristik nyeri klien dan
sakit, perubahan selera lokasi, karakteristik, onset indikator dalam melakukn
makan (00132) atau durasi, frekuensi, intervensi selanjutnya
kualitas, intensitas atau 2. Mengurangi skala nyeri pada
Setelah dilakukan intervensi
beratnya nyeri dan faktor klien
keperawatan selama 3 x 24
pencetus. 3. Mencegah terjadinya masalah
jam diharapkan skala nyeri
2. Gali bersama klien faktor keperawatan yang baru
pasien berkurang dengan
yang dapat menurunkan atau 4. Menurunkan reaksi terhadap
kriteria hasil :
memperberat nyeri rangsangan eksternal atau
3. Tentukan akibat dari kesensitifan terhadap cahaya
Kontrol Nyeri (1605)
pengalaman nyeri terhadap dan menganjurkan klien
1. Mengenali kapan nyeri
kualitas hidup pasien. untuk beristirahat.
terjadi (4)
4. Kendalikan faktor
2. Menggambarkan faktor
lingkungan yang dapat
penyebab nyeri (5)
mempengaruhi respon pasien 1. Mungkin diperlukan untuk
3. Skala nyeri berkurang
terhadap ketidaknyamanan. menurunkan rasa sakit.
menjadi (3)
(Misalnya, suhu, Catatan: narkotika
Pengetahuan : Manajemen
pencahayaan, dan suara merupakan kontraindikasi
Nyeri (1843)
bising) karena berdampak pada status
1. Mengetahui tanda dan
Pemberian Analgesik (2210) neurologis sehingga
gejala nyeri (4)
5. Tentukan lokasi, menyulitkan pengkajian.
2. Mengetahui strategi
karakteristik, kualitas dan
untuk mengontrol nyeri
keparahan nyeri sebelum
(4)

24
3. Dapat mengontrol tingkat mengobati klien. 1. Meningkatkan pengetahuan
nyeri (5) 6. Cek adanya riwayat alergi pada pasien dan keluarga
obat 2. Pasien paham tujuan dari
7. Tentukan pilihan obat relaksasi nyeri yang
analgesik (narkotik, non – dilakukan
narkotik atau NSAID) 3. Menurunkan sensari nyeri
berdasarkan tipe dan pada klien
keparahan nyeri 4. Pasien bisa melakukan teknik
8. Tentukan rute pemberian, relaksasi secara mandiri
dosis untuk mencapai hasil
pengurangan nyeri yang
optimal
Terapi Relaksasi (6040)
9. Berikan deskripsi detail
mengenai relaksasi yang
dipilih
10.Spesifikan isi intervensi
relaksasi
11.Minta klien untuk rileks dan
merasakan sensasi yang
terjadi.
12.Tunjukkan dan ajarkan
praktik relaksasi pada klien

Nutrisi kurang dari Terapi Menelan (1860) 1. Agar asuhan keperawatan


kebutuhan b.d. asupan diet 1. Kolaborasikan dengan yang dilakukan memperoleh
kurang d.d enggan makan, anggota tim kesehatan hasil yang bagus pada
status gizi kurang dan lainnya untuk menyediakan keadaan pasien
ketidakmampuan memakan rencana terapi yang berlanjut 2. Menambah pengetahuan
makanan (00002) bagi pasien pasien dan keluarga

25
Setelah dilakukan intervensi 2. Jelaskan rasionalisasi latihan 3. Mendukung terapi
keperawatan selama 1 x 24 menelan ini pada penyembuhan pasien
jam diharapkan nutrisi pasien pasien/keluarga 4. Penggunaan sedotan bisa
seimbang dengan kebutuhan 3. Sediakan/gunakan alat bantu memperburuk prosesn
dengan kriteria hasil : sesuai kebutuhan menelan pasien terlebih
Status Nutrisi (1004) 4. Hindari penggunaan sedotan karena zat kimia pada
1. Asupan gizi tidak untuk minum sedotan tersebut
menyimpang dari rentang 5. Bantu pasien untuk 5. Agar aktivitas makan pasien
normal (5) menempatkan makanan ke tidak terganggu
2. Asupan makanan tidak mulut bagian belakang dan di 6. Asupan nutrisi pasien
menyimpang dari rentang bagian yang tidak sakit terpenuhi
normal (5) 6. Konsultasikan dengan terapis
Nafsu Makan (1014) atau dokter untuk
1. Keinginan makan tidak meningkatkan konsistensi
terganggu (5) makanan pasien secara
2. Energi untuk makan bertahap
tidak terganggu (5)
3. Rangsangan untuk makan
tidak terganggu (5)
Status Menelan (1010)
1. Ketidaknyamanan
menelan tidak terganggu
(5)
2. Penerimaan makanan
tidak terganggu (5)

26
27
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
   Kanker nasofaring adalah penyakit di mana ganas (kanker) sel terbentuk di
jaringan nasofaring.Nasofaring adalah bagian atas faring (tenggorokan) di
belakang hidung. Kanker nasofaring paling sering dimulai di sel-sel skuamosa
yang melapisi nasofaring (Nasional Cancer Institute, 2013), keganasan terbanyak
ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru (Kemenkes
RI). Banyak faktor yang di duga berhubungan dengan tumor nasofaring, yaitu:
adanya infeksi EBV, faktor lingkungan, dan genetik.
4.2 Saran
Perawat sebaiknya mengetahui mengenai penyakit karsinoma nasofaring,
sehingga apabila menemukan kasus secara dini dapat segera ditangani dengan
sesuai dan dapat memberikan asuhan layanan keperawatan yang tepat bagi
penderita karsinoma nasofaring.

28
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, Y., Wiranto., Susilaningsih, N. 2012. Pengaruh Kombinasi Vitamin C dan


E Dosis Tinggi Terhadap Sistem Hemopoetik Penderita Kanker Kepala dan
Leher yang Mendapat Kemoterapi Cisplatin. Jurnal Medica Hospitalia vol 1
(2) : 89-94.

Aziz, M.F., Andrijono., Saifuddin, A.B (ed). 2010. Buku Acuan Nasional Onkologi
Ginekologi. Edisi Ke-2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.Jakarta.
Maskoep, W.I. 2008. Terapi nutrisi pada penderita kanker. Pusat Pengembangan
Paliatif dan Bebas Nyeri RSU Dr. Soetomo. Surabaya.

National Cancer Institute, 2009. Nasopharyngeal Cancer Treatment. U.S.A [diakses


pada 1 September 2019
melalui http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/H
ealthProfessional/page9]
National Cancer Institute, 2013. Nasopharyngeal Cancer Treatment. [diakses pada 1
September 2019
melalui http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Pa
tient/page2].
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2012. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke-7.
Badan Penerbit FKUI. Jakarta.
Susworo, R. 2007. Radioterapi, dasar-dasar radioterapi dan tata laksana radioterapi
penyakit kanker. UI Press. Jakarta dalam Sudiasa, P., Tjekeg, M., Puteri, A.A.
2012. Penurunan Status Gizi Pasien Karsinoma Nasofaring Setelah
Radioterapi dengan Cobalt-60 di RSUP sanglah. Abstrak. Jurnal Ilmiah
Kedokteran. 43 : 179-83.
Ganong, William, F., 1998, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, EGC, Jakarta.

29
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunner, Keperawatan Medikal Bedah, 2002. EGC: Jakarta

Wilkinson, J., & Ahern, n. R. (2013). Buku Saku Diagnosis keperawatan edisi 9
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Faisal, Hamida Hayati. 2016. Gambaran Karakteristik Karsinoma Nasofaring Dan


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.

Huda, A, Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus, Jilid 2. Yogyakarta:
MediAction.

Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap
Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher.
Kampus USU. 2007.

Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher.
Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.

Judith M. Wilkinson, 2009 . Diagnosis Keperawatan ( NIC & NOC )  . Jakarta . EGC

NANDA internasional . 2009 . Diagnosis Keperawatan . Jakarta . EGC

Brunner & suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah. Vol.3. Ed 8: Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief, dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs


culapiu

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi.Jakarta: ECG

30

Anda mungkin juga menyukai