Anda di halaman 1dari 7

ISSN : 1411-0199

Wacana– Vol. 15, No. 4 (2012) E-ISSN : 2338-1884

FENOMENA KEBERADAAN PROSTITUSI DALAM PANDANGAN


FEMINISME
Suhar Nanik 1.2, Sanggar Kamto 2, Yayuk Yuliati 3
1
Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Brawijaya
2
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Brawijaya
3
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Abstrak
Prostitusi merupakan sebuah fenomena yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan prostitusi terjadi karena
adanya dukungan dalam setiap elemen fungsi yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Elemen fungsi dalam
terbentuknya prostitusi yang di teliti dalam penelitian ini adalah Mucikari, Wanita Pekerja Seks dan Tokoh Formal.
Selain itu keberadaan prostitusi pada wanita pada dasarnya adalah adanya ketidak berdayaan dari kaum wanita dalam
aspek kehidupan apabila dibandingkan dengan kaum laki-laki, oleh karena hal tersebut maka kajian dalam perspektif
feminisme menjadi keharusan bagi peneliti dalam mengupas persoalan prostitusi yang terjadi pada wanita. Pendekatan
fenomenologi dilakukan dalam penelitian ini dengan jenis penelitian bersifat kualitatif. Data diambil dari para informan
Mucikari, Wanita pekerja seks dan tokoh formal dengan teknik wawancara mendalam serta observasi data lapang.
Tempat penelitian ini dilakukan di lokalisasi Moroseneng Surabaya Jawa Timur.

Kata kunci : Keberadaan, Prostitusi, Feminisme

Abstract
Prostitution is a phenomenon that exists in society. Life of prostitution due to the support of each element functions
are interlinked with each other. The elements have function, this function can make prostitution in socisty. The
element formation of prostitution in this research is meticulous in Pimps, Female Sex Workers and Formal Leaders.
Besides of the prostitution in women essentially is the helplessness of the women in this aspect of their life when
compared with men, because of that the study of the feminist perspective becomes imperative for researchers to
explore the issue of prostitution that occurs in women. Phenomenological approach in this research with the kind of
qualitative research. Data was taken from the informant Pimps, Female sex workers and formal leaders with in-depth
interviews and observation. This research was conducted in Surabaya East Java at Moroseneng localization.

Keywords: Prostitution, Feminist, Surabaya

PENDAHULUAN 2009). Bahkan (Soekarwo, 2012) menyatakan


Prostitusi merupakan sebuah kegiatan bahwa terdapat 7.217 wanita pekerja seks yang
yang didalamnya terdapat wanita yang tersebar 44 lokalisasi sebagai tempat prostitusi
dipekerjakan oleh mucikari untuk memberikan yang tersebar di beberapa kota dan kabupaten
1
jasa seks terhadap kaum laki-laki. Bahkan Edlund di Jawa Timur .
dan Korn (2002) menyebutkan bahwa prostitusi Dari gambaran secara sosiologis terdapat
adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh adanya kantong-kantong kemiskinan yang
wanita yang memiliki ketrampilan rendah untuk mengisyaratkan bahwa apapun akan dilakukan
mendapatkan gaji yang tinggi. Namun prostitusi warga sekitar lokalisasi untuk melakukan
sebagai tempat menularnya HIV/AIDS dalam penerimaan dalam mendukung tumbuhnya
(Achilles, 1995), dan terdapat 81,9% penularan perekonomian dalam menunjang kebutuhan
HIV/AIDS dilakukan dengan hubungan seks hidup agar terpenuhi. Kantong-kantong
antara laki-laki dengan perempuan dengan cara kemiskinan yang tercermin dari wilayah tersebut
yang tidak aman (DepKes RI, 2012). Prostitusi adalah sebagai daerah pertanian yang sebagian
dianggap sebagai pekerjaan yang melanggar besar penduduknya buruh tani, buruh tambak,
hukum dimana KUHP pasal 296 melarang adanya buruh pabrik. Dengan tumbuhnya lokalisasi
prostitusi. Namun kenyataannya terdapat 99.105 sebagai tempat prostitusi masyarakat setempat
orang diestimasi sebagai pekerja seks (Depkes RI, dapat memperoleh penghasilan tambahan
sebagai penjual makanan dan minuman di sekitar
wisma, menjadi tukang cuci bagi mucikari dan

Alamat korespondensi:
Suhar Nanik
1
Email : nanikoye@gmail.com Sumber: okezone.com (2012). Prostitusi di Jawa Timur.
Alamat : Sengkaling Regency E10, Kabupaten Malang Diakses pada 13 januari 2013.

23
Fenomena Keberadaan Prostitusi Dalam Pandangan Feminisme (Nanik , et al.)

wanita pekerja seks serta menjadi tukang bersih- dengan jenis penelitian kualitatif. Metode ini di
bersih untuk wisma dan penjaga keamanan serta pilih dengan dasar pertimbangan bahwa
tukang parkir bagi para tamu yang datang. prostitusi merupakan sebuah fenomena yang
Moroseneng menjadi tempat prostitusi di nyata ada dalam sebuah kehidupan masyarakat.
perkirakan mulai pada tahun 1970. Moroseneng Mengungkap sebuah fakta yang selama ini
berasal dari bahasa Jawa yang artinya adalah disembunyikan oleh berbagai pihak kepentingan
”datang kesenangan”, arti tersebut mengandung penguasa dalam melindungi citra sebuah kota
makna bahwa barangsiapa yang datang ke atau kabupaten agar terkesan bersih terhadap
daerah tersebut maka akan mendapatkan keberadaan prostitusi. Fenomena ini akan
kesenangan. Moroseneng merupakan sebuah muncul ke permukaan publik apabila terjadi
nama jalan raya yang menghubungkan antara sebuah masalah di dalamnya, seperti kasus
kota Surabaya dengan Kabupaten Gresik. Nama HIV/AIDS yang muncul dari hubungan seks yang
tersebut melekat pada lokalisasi karena cikal tidak aman yang biasa dilakukan dalam kegiatan
bakal awal berdirinya lokalisasi Moroseneng di prostitusi. Penelitian kualitatif biasanya dilakukan
mulai pada pinggir jalan tersebut. Berawal dari pendekatan secara mikro untuk mendapat
sebuah warung pinggir jalan yang menyediakan gambaran secara makro tentang sebuah sistem
jasa wanita dalam melayani seks kemudian dari soial.
warung tersebut menjadi wisma. Karena berada Metode Pengumpulan Data
di tepi jalan, maka jalan tersebut diberi sebutan Demikian juga dalam penelitian yang
“Moroseneng”. Setelah mengalami dilakukan di Moroseneng, Surabaya, Jawa Timur
perkembangan dari tahun ke tahun akhirnya ini melakukan pendekatan penelitian dengan
wisma menjadi semakin banyak dan akhirnya informan kunci pada 4 Mucikari, 4 wanita pekerja
masuk sampai ke dalam gang-gang menuju seks, 3 tokoh masyarakat dan 1 orang
perkampungan. Tumbuh pesatnya wisma perempuan aktivis gender. Lokalisasi
tersebut disambut warga setempat dengan Moroseneng ini menjadi target tempat penelitian
tangan terbuka sebagai tanda kesediaan untuk karena di dalamnya terdapat 437 wanita pekerja
menerima kamunitas para mucikari dan wanita seks dan 103 mucikari (Data Sekunder, 2012).
pekerja seks menjadi bagian dari sistem sosial Metode Analisis Data
masyarakat tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan
Dalam (Soekarwo, 2012) menyatakan metode analisis data yang mengacu pada (Miles
bahwa selama ini pihak pemerintah mengalami dan Haberman, 1992) tentang bagaimana
kesulitan dalam menghapus tempat lokalisasi menganalisis sebuah data kualitatif. Adapun
dikarenakan sebagian dari RT/RW setempat juga kegiatan dalam menganalisa data menjadi
menjadi mucikari dan bahkan ada yang menikah sebuah analisa tulisan yang yang bermakna
dengan salah satu Wanita Pekerja Seks yang dengan hasil yang memuaskan melalui tahapan
terdapat lokalisasi tersebut. Artinya ada sebuah sebagaimana berikut:
proses sosial yang mengarah pada satu 1. Reduksi Data
kepentingan yang saling menguntungkan antara 2. Penyajian Data
masyarakat setempat dengan adanya lokalisasi 3. Penarikan Kesimpulan
ditempat tersebut. Sebagaimana dalam (Setiadi Reduksi data digunakan sebagai proses
dan Kolip, 2011:77) hal tersebut dinamakan pemilihan, pemustan perhatian pada
dengan proses sosial asosatif, yang menandakan penyederhanaan, pengabstrakan dan
adanya interaksi sosial yang berjalan secara transformasi data yang muncul dari catatan
harmoni sehingga muncul kesatuan dalam lapangan. Penyajian data merupakan
mencapai sebuah tujuan dalam bermasyarakat. sekumpulan informasi yang mengarah kepada
Bahkan menurut Parsons dalam (Paloma, penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
2010:180) mengungkapkan bahwa sebuah sistem setelah penelitian dilakukan. Sedangkan
akan berjalan apabila terdapat fungsi-fungsi yang penarikan kesimpulan merupakan sebuah
dijalankan secara maksimal. verifikasi dari kegiatan awal pada saat
pengumpulan data dilakukan kemudian setiap
METODE PENELITIAN data yang diperoleh didapatkan makna yang
Penelitian ini menggunakan paradigma tersembunyi dibalik makna benda-benda, pola-
naturalis yang bersumber dari pandangan pola, konfigurasi-konfigurasi, alur sebab akibat
positivisme. Sedangkan pendekatan yang dan preposisi.
digunakan adalah pendekatan fenomenologis

24
Fenomena Keberadaan Prostitusi Dalam Pandangan Feminisme (Nanik , et al.)

HASIL DAN PEMBAHASAN dalam memandang prostitusi yang terjadi pada


Pelacuran menjadi persoalan yang terjadi kaum wanita.
dalam kehidupan bermasyarakat, dalam Terdapat 11 kabupaten di Jawa yang
prostitusi mengakibatkan multipel traumatik dalam sejarah terkenal sebagai pemasok
diantaranya 71% kekerasan fisik, 63% diperkosa, perempuan untuk kerajaan; dan sampai sekarang
89% tidak menyukai prostitusi tapi tidak berdaya daerah tersebut masih terkenal sebagai sumber
untuk keluar, 75% tidak memiliki rumah dan 68% wanita pekerja seks untuk daerah kota. Adapun
PTSD/ Posttraumatic stress disorder (Farley et al, daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten
2003). Namun disisi lain kerap kali prostitusi Indramayu, Karawang, dan Kuningan di Jawa
menjadi bagian dari sistem masyarakat tersebut Barat; Pati, Jepara, Grobogan dan Wonogiri di
sehingga perannya sangat dibutuhkan dalam Jawa Tengah; serta Blitar, Malang, Banyuwangi
menunjang sebuah kehidupan dalam dan Lamongan di Jawa Timur. Kecamatan Gabus
bermasyarakat. Prostitusi bisa terjadi pada siapa Wetan di Indramayu terkenal sebagai sumber
saja tidak memandang jenis kelamin. Prostitusi pekerja seks; dan menurut sejarah daerah ini
bisa terjadi pada kaum laki-laki (Aggleton, 1999) merupakan salah satu sumber perempuan muda
dan perempuan. Selama ini yang menjadi untuk dikirim ke istana Sultan Cirebon sebagai
persoalan dan menjadi sorotan perdebatan selir (Koentjoro,1996:3). Ada persamaan yang
adalah prostitusi yang terjadi pada kaum telah terjadi dalam temuan dalam penelitian ini
perempuan. Padahal kedua macam prostitusi yang menggambarkan tentang kota atau
tersebut sama-sama mempunyai dampak kabupaten yang menjadi sumber dari para wanita
terhadap penyebaran HIV/AIDS. Perbedaan pekerja seks, sebagaimana yang terdapat dalam
dalam memandang prostitusi yang terjadi pada tabel berikut ini:
kaum wanita tidak terlepas adanya cara pandang Tabel 1. Daerah Asal Wanita Pekerja Seks
yang salah dari sistem sosial yang di dominasi No Asal Daerah Prosentase
oleh kaum laki-laki. Budaya patriarkhi membawa 1. Malang 29,13%
dampak yang buruk terhadap wanita yang 2. Luar Jatim 20,9%
bekerja sebagai wanita pekerja seks. Stigma dan 3. Jember 9,45%
diskriminasi yang diterima pekerja seks wanita 4. Blitar 7,5%
lebih berat bila dibandingkan pekerja seks laki- 5. Lumajang 3,9%
laki. Oleh karena itulah kaum feminis Sumber: Yayasan Genta Surabaya, 2012
memberikan wacana yang baru dalam Data ini diambil oleh peneliti dari Pokja
memandang wanita yang bekerja sebagai pekerja Lokalisasi Moroseneng yang mendata daerah asal
seks. Dalam kamus sosiologi (Collins, 2000) kaum dari wanita yang bekerja sebagai wanita pekerja
feminis melakukan penolakan terhadap kaum seks di wisma-wisma yang tersebut. Data
laki-laki yang selama ini lebih dominan tersebut diperoleh dari 254 wanita pekerja seks
memberikan pandangan terhadap perubahan yang bekerja di Moroseneng dengan menyajikan
sosial dan politik yang terjadi dalam masyarakat lima besar kota dan kabupaten yang memiliki
yang cenderung menguntungkan di pihaknya persentase terbesar diantara kota dan kabupaten
tanpa memperdulikan kepentingan wanita. lainnya di Propinsi Jawa Timur.
Padahal dalam (Synnott, 2003) laki-laki dan Berdasarkan data yang terdapat dari tabel
wanita merupakan dualisme yang berbeda, diatas menunjukkan bahwa di Malang terdapat
namun secara biologis 98 persen kromosom 29,13% wanita pekerja seks yang pergi ke kota
wanita dan laki-laki adalah sama. Surabaya untuk menjadi pekerja seks. Sedangkan
Kaum feminis menganggap bahwa kaum pada urutan yang kedua wanita tersebut berasal
laki-laki sering kali menganggap remeh persoalan dari luar kota Jawa Timur sebesar 20,87%.
yang terjadi pada kaum wanita (Agger, 2003). Daerah asal yang diluar Jawa Timur diantaranya
Untuk itulah kaum feminis perlu memberikan adalah para wanita pekerja seks yang berasal dari
cara pandang yang berbeda dalam menyikapi Semarang, Pati, Jateng, Sragen, Bandung,
berbagai persoalan yang terjadi pada wanita. Purwokerto, Manado, Indramayu, Ciamis, Tasik,
Persoalan prostitusi juga menjadi domain laki-laki Maluku Utara, Batam dan Pekalongan. Daerah
dalam memberikan pandangan dan keputusan- asal yang ketiga adalah para wanita pekerja seks
keputusan selama ini hanya berpijak pada teori- yang berasal dari daerah Jember sebesar 9,45%.
teori laki-laki. Untuk itulah dalam penelitian ini Daerah asal yang ke empat adalah para wanita
akan dibahas tentang cara pandang kaum feminis pekerja seks yang berasal dari Blitar sebesar
Liberal, feminis Radikal dan feminis Sosialis

25
Fenomena Keberadaan Prostitusi Dalam Pandangan Feminisme (Nanik , et al.)

7,48%. Daerah asal yang ke lima adalah para 1) Memfokuskan pada perlakuan yang sama
wanita pekerja seks yang berasal dari daerah terhadap wanita diluar, dari pada di dalam
Lumajang 3,93%. keluarga. Dalam kehidupan wanita yang
Ada beberapa kesamaan yang belum bekerja sebagai pekerja seks tidak
bergeser hingga saat ini, dimana kabupaten dan mendapatkan adanya perlakuan yang sama
kota yang kerap sekali menjadi pengirim wanita dalam keluarganya. Seperti yang dialami
sebagai pekerja seks seperti Malang dan Blitar oleh Yn, sebagai wanita pekerja seks harus
dalam temuan dari penelitian ini dengan bekerja melayani tamu sedangkan suami
penelitian yang telah dilakukan (Koentjoro, atau kiwirnya hanya nunggu di tempat
1996). kosannya aja tidak bekerja, hanya sebagai
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari pengangguran.
informan menyatakan bahwa Moroseneng 2) Memperluas kesempatan dalam pendidikan
berdiri sekitar tahun 70an. Adapun sejarah dianggap sebagai cara paling efektif dalam
terbentuknya lokalisasi ini berasal dari sebuah melakukan perubahan sosial. Terjebaknya
warung yang menjual makanan dan minuman wanita pekerja seks dalam pekerjaan sebagai
untuk para pekerja laki-laki di wilayah tersebut. penjual jasa seks merupakan akibat dari
Para pekerja laki-laki tersebut membutuhkan jasa minimnya kesempatan yang diperoleh
seks untuk memenuhi kebutuhan biologisnya wanita tersebut dalam bidang pendidikan.
dikarenakan mereka jauh dari keluarga dan 3) Pekerjaan-pekerjaan “wanita” seperti
pasangannya. Seperti halnya dalam teori perawatan anak dan pekerjaan rumah
ekonomi dimana ada permintaan maka ada tangga dipandang sebagai pekerjaan tidak
penawaran, begitu pula dalam kehidupan terampil yang hanya mengandalkan tubuh,
prostitusi. Dalam prostitusi juga ada keterkaitan bukan pikiran rasional. Begitu juga pekerjaan
yang erat dengan kebutuhan ekonomi. Kemudian dalam melayani jasa seks, juga dianggap
dari kelompok-kelompok kecil yang berupa sebagai pekerjaan yang tidak membutuhkan
warung pinggir jalan tersebut menyediakan ketrampilan khusus yang hanya
wanita pekerja seks. Akhirnya dari beberapa mengandalkan tubuh saja, sebagaimana
warung yang menyediakan wanita pekerja seks yang disampaikan oleh Edlund dan Korn
sedikit demi sedikit berubah menjadi wisma. (2002), dalam penelitian ini menyebutkan
Pada mulanya wisma hanya berada di pinggir bahwa prostitusi adalah sebuah pekerjaan
jalan raya yang besar saja, namun akhirnya yang dilakukan oleh perempuan dengan
semakin banyak dan masuk ke dalam yang ketrampilan yang rendah namun
berupa gang-gang yang dipenuhi dengan wisma. mendapatkan gaji yang besar. Hal yang sama
Semakin banyak wisma yang terdapat di lokalisasi juga disampaikan oleh Sachsida dan Moreira
Moroseneng menjadi daerah prostitusi yang (2010) dimana prostitusi merupakan
mendapat ijin dari beberapa aparat setempat, pekerjaan dengan gaji yang besar namun
meskipun secara tata aturan hukum parktek pekerja tersebut dalam kondisi buruk.
prostitusi dilarang dan melanggar undang- 4) Perjuangan harus menyentuh kesetaraan
undang. politik antara wanita dan laki-laki melalui
Feminisme Liberal penguatan perwakilan wanita diruang-ruang
Pandangan feminis liberal melihat bahwa publik. Para feminis liberal aktif memonitor
wanita sejajar dengan laki-laki, memiliki hak-hak pemilihan umum dan mendukung laki-laki
yang sama, dan tidak bertentangan melainkan yang memperjuangkan kepentingan wanita.
identik, karena keduanya berasal dari satu Kehidupan para wanita pekerja seks pada
kromosom yang sama (Synnot, 2003). Dalam wilayah politik tidak memungkinkan karena
Perspektif feminisme liberal terhadap wanita kebanyakan wanita yang berada di lokalisasi
pekerja seks menyatakan bahwa pekerjaan pada kota atau kabupaten tertentu bukan
dilakukan tersebut kerena rendahnya pendidikan penduduk asli kota atau kabupaten tersebut
dan ketrampilan. Berikut pandangan feminis sehingga tidak mempunyai hak pilih dalam
liberal yang dianjurkan oleh (Dominella, 2002). kehidupan berpolitik pada kota maupun
Dalam pandangan feminis ini akhirnya kabupaten tersebut. Namun apabila wanita
dipergunakan untuk membahas prostitusi yang pekerja seks tersebut pulang ke daerah
terjadi pada kaum wanita, adapun pandangan asalnya maka secara alami status sebagai
tersebut adalah sebagai berikut: wanita pekerja seks akan hilang, kemudian

26
Fenomena Keberadaan Prostitusi Dalam Pandangan Feminisme (Nanik , et al.)

wanita tersebut mempunyai hak pilih dalam pembagian kerja dan interaksi sosial sehari-
kehidupan berpolitik. hari. Agenda tersembunyi dari sistem sosial
Feminisme Radikal itu adalah memberi kekuasaan melebihi
Perspektif feminisme radikal melihat wanita. Sistem sosial yang dibangun dalam
bahwa status sosial wanita tidak seimbang masyarakat lokalisasi tidak mampu
dengan kaum laki-laki, apalagi kalau wanita menyamakan kedudukan antara wanita dan
tersebut menjadi pekerja seks maka lebih buruk laki-laki. Hal tersebut terjadi karena wanita
status sosialnya. Sedangkan feminisme radikal pada posisi membutuhkan pekerjaan untuk
menurut (Dominella, 2002) yang dipergunakan mendapatkan materi, namun ketrampilan
dalam pembahasan prostitusi pada kaum wanita dan pendidikan yang miliki wanita tersebut
adalah sebagai berikut: rendah. Menjadi pelayan seks merupakan
1) ‘The personal is political’ adalah slogan yang pembagian pekerjaan yang seharusnya
kerap digunakan oleh feminis radikal. dilakukan oleh wanita dalam sebuah institusi
Maknanya bahwa pengalaman-pengalaman keluarga.
individual wanita mengenai ketidakadilan 4) Masyarakat harus diubah secara
dan kesengsaraan yang dialami oleh para menyeluruh, lembaga-lembaga sosial yang
wanita dianggap sebagai masalah-masalah paling fundamental harus diubah secara
personal, pada hakikatnya adalah isu-isu fundamental pula. Para feminis radikal
politik yang berakar pada menolak perkawinan bukan hanya dalam
ketidakseimbangan kekuasaan antara wanita teori, melainkan sering pula dalam praktek.
dan laki-laki. Prostitusi menjebak wanita Jika feminis ini menolak sebuah institusi
dalam lingkungan yang tidak memihak pada keluarga dalam melindungi hak-hak kaum
wanita, kesehatan, keamanan, pelecehan wanita maka bagaimana jika perempuan
dan tekanan lahir serta bathin menjadi dalam prostitusi. Pasti akan semakin ditolak
kehidupan yang dialami wanita tersebut. karena ketidakseimbangan antara laki-laki
Perempuan yang duduk dalam posisi dan wanita terjadi disana.
legelatif saat ini tidak mampu membuat 5) Menolak sistem hierarkis yang berstrata
sebuah kebijakan yang memahami persoalan berdasarkan garis jender dan kelas,
wanita pekerja seks, terbukti KUHP pasal 296 sebagaimana diterima oleh feminisme
tidak mampu melindungi wanita agar tidak liberal. Oleh karena penolakan ini maka
masuk dalam kehidupan prostitusi. seharusnya wanita yang bekerja dalam
2) Memprotes eksploitasi wanita dan sebuah lokalisasi sebagai wanita pekerja seks
pelaksanaan peran sebagai istri, Ibu dan harus di hapuskan. Sebab kedudukan sistem
pasangan seks laki-laki, serta menganggap hierarkis yang terjadi pada wanita pekerja
perkawinan sebagai bentuk formalisasi seks dalam masyarakat lokalisasi berada
pendiskriminasian terhadap wanita. Kalau pada posisi yang sangat rendah sekali.
dalam wilayah institusi keluarga saja wanita Sistem sosial yang dibangun tidak mampu
seharusnya mendapatkan perlindungan membuat wanita pekerja seks naik pada
terhadap pendiskriminasian terhadap posisi hierarkis sosial yang tinggi.
wanita, lalu bagaimana dengan wanita yang Feminisme Sosialis
melayani laki-laki dalam kehidupan Perspektif feminisme sosialis memandang
prostitusi? Adakah sebuah jawaban terhadap bahwa pekerjaan disektor seks harus di beri gaji
wanita agar kedududkannya sama terhadap yang layak dan mendapatkan jaminan kesehatan
laki-laki. Perempuan menjadi bagian yang dan keamanan. Prostitusi melanggar undang-
dilecehkan dan didiskriminalisasikan undang, namun dalam beberapa kebijakan malah
kedudukannya terhadap laki-laki. Kedudukan cenderung melegalkan prostitusi tersebut.
ini terjadi karena laki-laki yang membayar Sebagaimana yang disampaikan oleh (Dominella,
wanita dalam pelayanan jasa seksnya 2002) dalam memahami feminisme sosialis
sehingga mereka mampu lakukan apapun adalah meliputi hal sebagai berikut:
termasuk pelecehan seksual. 1) Wanita tidak dimasukkan dalam analisisis
3) Menggambarkan sexism sebagai sistem kelas, karena pandangan bahwa wanita tidak
sosial yang terdiri dari hukum, tradisi, memiliki hubungan dengan alat-alat
ekonomi, pendidikan, lembaga keagamaan, produksi. Karenanya, perubahan alat-alat
ilmu pengetahuan, bahasa, media massa, produksi merupakan “Necessary Condition”
moralitas seksual, perawatan anak, meskipun belum “Sufficient Condition”,

27
Fenomena Keberadaan Prostitusi Dalam Pandangan Feminisme (Nanik , et al.)

dalam mengubah faktor-faktor yang pada bidang pendidikan, peran publik dan peran
mempengaruhi penindasan terhadap wanita. politik. Dengan hukum dan kebijakan yang
2) Menganjurkan solusi untuk membayar berpihak kepada kaum wanita akan mampu
wanita atas pekerjaannya yang dia lakukan memberikan perlindungan pada wanita agar
dirumah. Status sebagai ibu rumah tangga tidak terjebak dalam pekerjaan seks yang
dan pekerjaanya sangat penting bagi memberikan dampak buruk bagi wanita.
berfungsinya sistem kapitalisme. Prostitusi yang dilegalkan dalam (Farley et al,
3) Kapitalisme memperkuat seksisme, karena 2003) memberikan dampak yang positif untuk
memisahkan antara pekerjaan bergaji menekan kemungkinan adanya traficking dalam
dengan pekerjaan rumah tangga dan prostitusi. Perdagangan manusia dalam prostitusi
mendesak agar wanita melakukan pekerjaan sangat dimungkinkan karena wanita tersebut
domestik. pada awalnya tidak tahu dan tidak menyangka
Dalam pandangan feminisme sosialis kalau pada akhirnya dipekerjakan oleh para
terhadap prostitusi cenderung lebih memahami penyalur tenaga kerja sebagai pekerja seks.
dan tidak melarang adanya transaksi seks ditukar Wanita tersebut didatangkan dari berbagai
dengan uang. Wanita berhak mendapatkan hak daerah yang kehidupan ekonominya minim untuk
berupa gaji dalam rangka pelayanan terhadap mendapatkan pekerjaan dikota besar.
laki-laki dalam jasa seks. Wanita harus dihargai Saran
sebagai pendukung kaum laki-laki dalam Banyak sekali kekurangan yang masih
menjalankan fungsi dan peranya dalam status, harus dipenuhi dalam mengupas tentang
meskipun yang dilakukan oleh pihak wanita kehidupan prostitusi yang berdampak secara
hanya melakukan pekerjaan yang bersifat sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi
domestik termasuk memberikan jasa seks. dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan
Wanita tidak seharusnya menjadi bahasan dalam prostitusi tidak hanya terjadi pada kaum wanita,
mendapatkan status sosial dalam masyarakat namun juga terjadi pada kaum laki-laki dan anak-
karena peran domestik yang dilakukan wanita anak dibawah umur. Oleh karena itu peneliti
tidak memungkinkan untuk mendapatkan hal sangat berharap ada peneliti selanjutnya untuk
tersebut. mengupas tentang fenomena tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMA KASIH


Kesimpulan Terima kasih yang peneliti sampaikan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kepada institusi Universitas Brawijaya yang telah
prostitusi menjadi bagian dari subsistem dalam memberikan support kepada peneliti hingga
sebuah sistem sosial yang diperlukan dalam kegiatan yang berbuah manis ini menjadi nyata.
masyarakat. Dari pandangan feminisme wanita
Penelitian ini tidak berarti apa-apa tanpa ada
selalu berada tidak sejajar dengan kaum laki-laki
keterlibatan dari masyarakat dimana penelitian
dan mendapatkan diskriminasi dari sistem sosial.
Wanita yang bekerja sebagai pekerja seks ini dilakukan, kepada mereka peneliti
marupakan bentuk dari adanya ketidak sejajaran mengucapkan terimakasih atas kesediaannya
yang diterima kaum wanita terhadap laki-laki. menjadi tempat belajar dalam mengupas
Ketidak sejajaran ini terjadi akibat dari kurangnya kehidupan bermasyarakat.
peran wanita dalam mengaakses pendidikan dan
peran politik dalam publik. Kriminalisasi yang DAFTAR PUSTAKA
diperlakukan pada prostitusi tidak mempan Achilles, R. 1995. The Regulation Of Prostitution:
melawan kebijakan dengan kepentingan berbagai Paper. Ottawa:Canadian Public Health
program dan kesepakatan lokal. Saran dari hasil Association.
penelitian ini adalah sistem sosial dan hukum
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. 2011. Pengantar
seharusnya lebih adil dalam melihat fenomena
Sosiologi – Pemahaman Fakta dan Gejala
yang terjadi dalam kehidupan prostitusi. Bukan
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, Dan
malah memberikan strata sosial yang rendah dan
Pemecahannya. Cetakan Pertama.
memberikan perlakuan hukum yang tidak
Kencana Perdana Media Group. Jakarta.
sepantasnya, karena dalam prostitusi yang
bersalah adalah mucikari bukan wanita pekerja Edlund L, Korn E . 2002. A Teory of Prostitution,
seksnya. Kebijakan yang berpihak pada wanita Journal of Political Economy. By University
dengan memberikan lebih banyak kesempatan of Chicago.

28
Fenomena Keberadaan Prostitusi Dalam Pandangan Feminisme (Nanik , et al.)

http://www.depkes.go.id/index.php/component/ Collins. 2000. internet-linked dictionary of


content/article/43-newsslider/2186- Sociology. HarperCollins Publishers.
perkembangan-hiv-aids-di-indonesia- Glasgow.
triwulan-iii-tahun-2012.html diakses pada
Koentjaraningrat. 1996. Prostitusi di Indonesia:
tanggal 6 Mei 2013.
Sebuah Analisi Kasus di Jawa. Universitas
Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Gajah Mada. Yogyakarta.
Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada.
Farley, et al. 2003. Prostitution and trafficking in
Jakarta.
nine Countries: An Update on violence
Dominella, Lena. 2002. “Feminis Theory” dalam and Posttraumatic Stress Disorder. Dapat
Martin Davies (ed), Compananion to Social diakses http://www.haworthpress.com/
Worker,oxford Blackwell. store/ pro duct.asp?sku=JI89
10.1300/JI89v02n03_03
Aggleton, P. 1999. Men Who Sell Sex. London,
UK: Institute Of Education, University Of Milles, M.B dan Haberman. 1992. Qualitative
London. Data Analysis. 2d ed. Thousand Oaks, CA.
Sage Publications.
Synnott, Anthony. 2003. Tubuh Sosial:
Simbolime, Diri, dan Masyarakat. Sachasida A, Moreira TBS. 2010. A Theory of
JALASUTRA. Yogyakarta. Prostitution. Economia e
Desenvolvimento, Recife (PE), V.9.n.1

29

Anda mungkin juga menyukai