Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA An.

H DENGAN DIAGNOSA MEDIS


OTITIS MEDIA AKUT (OMA) DI RUANG ANAK
BLUD UPT PUSKESMAS PAHANDUT
PALANGKA RAYA

OLEH :

PRISCA MARIA WUNGHE MAHARATI

2019.NS.A.07.020

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN PADA An. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS
OTITIS MEDIA AKUT (OMA) DI RUANG ANAK
BLUD UPT PUSKESMAS PAHANDUT
PALANGKA RAYA

STASE KEPERAWATAN ANAK

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Pada Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Anak

OLEH :

PRISCA MARIA WUNGHE MAHARATI

2019.NS.A.07.020

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut pada telinga bagian
tengah yang berlangsung dalam 3 minggu atau bahkan bisa lebih. (Donaldson,
2010).Penyakit ini merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak.
Diperkirakan 70% anak mengalami Otitis Media Akut (OMA) menjelang usia 3
tahun, 20% pada usia 6-11 tahun, namun pada usia dewasa insidennya mulai
berkurang sekitar 10%. Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah variasi musim
dimana OMA lebih sering terjadi pada musim gugur atau musim dingin,
predisposisi genetik, gangguan anatomi, alergi, lingkungan, sosial ekonomi yang
rendah maupun posisi tidur yang salah. Terjadinya penyakit OMA dijabarkan
menjadi beberapa tahap yaitu efusi pada telinga tengah yang akan berkembang
menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, disertai tanda-tanda
inflamasi akut, demam, otalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2016).
Otitis Media Akut (OMA) seringkali terjadi pada anak-anak. Statistik dari
beberapa negara maju menjelaskan bahwa OMA merupakan infeksi yang umum
pada usia dini dan merupakan alasan umum untuk berobat. Prevalensi OMA
disetiap negara berbeda-beda, namun biasanya berada pada kisaran 2,3% – 20%.
Otitis Media Akut bisa terjadi karena infeksi yang bisa disebabkan dari pola
hygiene yang kurang baik dan bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya
seperti meningitis maupun tuli seumur hidup.
Studi epidemiologi OMA di negara-negara berkembang sangat jarang. Di
Thailand, melaporkan bahwa prevalensi OMA pada anak-anak berumur kurang
dari 16 tahun pada tahun 2016-2019 sebesar 0,8%. Prevalensi OMA di negara-
negara maju rata-rata hampir sama dengan di USA. Di Indonesia sendiri belum
ada data baku tentang prevalensi OMA. Berdasarkan survey kesehatan indera
pendengaran tahun 2016-2019 pada tiap provinsi di Indonesia didapatkan
prevalensi penyakit telinga tengah populasi segala umur di Indonesia sebesar
3,9%, hingga saat ini belum ada lagi survey khusus untuk indera pendengaran.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Palangka Raya tahun 2018,
prevalensi gangguan pendengaran khususnya kasus OMA/OMSK pada usia 1-4
tahun sebanyak 0,005 %, usia 2-4 tahun sebanyak 0,03 %, usia 5-15 tahun
sebanyak 0,069%, usia 16-44 tahun sebanyak 0,08 %, usia 45-64 tahun sebanyak
0,04 %, dan usia diatas usia 65 tahun sebanyak 0,02%. Data dari Puskesmas
Kutawis jumlah gangguan pendengaran khususnya kasus OMA/OMSK pada usia
1-4 tahun sebanyak 0,15 %, usia 2-4 tahun sebanyak 0,35 %, usia 5-15 tahun
sebanyak 0,53 %, usia 16-44 tahun sebanyak 0,7 %, usia 45-64 tahun sebanyak
0,34 %, dan usia diatas usia 65 tahun sebanyak 0,39 %. Berdasarkan data
diatas maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan anak dengan
otitis media akut.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pembahasan di atas “Bagaimana Penatalaksanaan Asuhan
Keperawatan pada An.H dengan Diagnosa Medis Otitis Media Akut di Ruang
Anak BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya dengan menggunakan
proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi keperawatan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis laporan kasus singkat ini adalah untuk
memberikan Asuhan Keperawatan pada pada An.H dengan Diagnosa Medis Otitis
Media Akut di Ruang Anak BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya
dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi pengkajian pada An.H dengan Diagnosa Medis Otitis Media
Akut di Ruang Anak BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya.
2) Mengidentifikasi diagnosa An.H dengan Diagnosa Medis Otitis Media Akut di
Ruang Anak BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya.
3) Mengidentifikasi intervensi pada An.H dengan Diagnosa Medis Otitis Media
Akut di Ruang Anak BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya.
4) Mengidentifikasi implementasi pada An.H dengan Diagnosa Medis Otitis
Media Akut di Ruang Anak BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya.
5) Mengidentifikasi evaluasi dan hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
pada An.H dengan Diagnosa Medis Otitis Media Akut di Ruang Anak BLUD
UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Praktis
1). Manfaat Teoritis
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
dan data dasar dalam penelitian selanjutnya terkait dengan kejadian penyakit
Otitis Media Akut pada usia muda.
2). Bagi Masyarakat
Penulisan ini dapat membantu memberikan informasi mengenai faktor
risiko dan dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat Otitis Media Akut sehingga
dapat menjadi dasar dalam upaya pencegahan penyakit Otitis Media Akut
khususnya pada usia muda.
3).Bagi Instansi Kesehatan
Penulisan ini dapat digunakan untuk penyebaran informasi terkait faktor
risiko terjadinya Otitis Media Akut pada usia muda dan sebagai dasar untuk
melakukan promosi kesehatan dalam rangka menanggulangi penyakit tidak
menular khususnya Otitis Media Akut.
4). Bagi Penulis
Sebagai aplikasi teori yang diperoleh selama pembelajaran serta
menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang berharga yang dapat
menjadi bekal untuk memasuki dunia kerja.
5). Bagi peneliti lain,
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan data dasar
dalam penelitian selanjutnya terkait dengan kejadian penyakit Otitis Media Akut
pada usia muda.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain
itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis
media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar,
2017).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala
dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau
sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,
gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran
timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah
(Buchman, 2013). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah
ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas
yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani,
dan otore (Kerschner, 2017).

2.2 Klasifikasi
Menurut Djafar ZA, Helmi dan Restuti RD dalam Noverta (2013) Tanda dan
gejala pada OMA bergantung pada stadium penyakit pasien, dimana pada umumnya
OMA memiliki lima stadium, antara lain :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat adanya tekanan negatif didalam telinga tengah yang terjadi karena absorpsi
udara. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna keruh pucat
2. Stadium hiperemis ( stadium pre-supurasi)
Pada stadium ini dapat dilihat adanya pelebaran pembuluh darah pada
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis disertai
edema.
Gambar 2.1

3. Stadium supuratif

Terjadinya edema yang hebat pada mukosa telinga tengah, hancurnya sel

epitel superfisial, dan telah terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani

sehingga menyebabkan penonjolan (bulging) membran timpani ke arah liang

telinga luar merupakan tanda yang dapat ditemukan pada stadium supuratif ini.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, terjadi peningkatan suhu dan nadi,

serta adanya nyeri telinga yang dirasakan bertambah berat.

Gambar 2.2

4. Stadium perforasi

Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah yang

berada di dalam kavum timpani mengalir ke liang telinga luar. Pasien tampak

lebih tenang dari sebelumnya dan terjadi penurunan suhu.


Gambar 2.3

5. Stadium resolusi

Pada stadium ini membran timpani yang perforasi dapat kembali normal

secara perlahan-lahan tanpa pengobatan jika daya tahan tubuh pasien baik atau

virulensi kuman rendah.

Gambar 2.4

2.3 Anatomi dan fisiologi

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah
dan dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang
pertama kali terbentuk mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester
pertengahan kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk
sempurna saat kelahiran, akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas.
Gambar 2.5

a. Telinga dalam
Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan munculnya
plakoda otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu plakoda tersebut
mengalami invaginasi membentuk lekuk pendengaran, kemudian berdilatasi
membentuk suaru kantong, selanjutnya tumbuh menjadi vesikula auditorius.Suatu
proses migrasi, pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian berlangsung dan
segera membuat lipatan pada dinding kantong yang secara jelas memberi batas
tiga divisi utama vesikula auditorius yaitu sakus dan duktus endolimfarikus,
utrikulus dengan duktus semi sirkuler dan sakulus dengan duktus koklea. Dari
utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip gelang. Lapisan membran yang
jauh dari perifer gelang diserap meninggalkan tiga kanalis semisirkularis pada
perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus koklearis berbenruk
spiral.Secara filogenetik organ-organ akhir khusus berasal dari neuromast yang
tidak terlapisi yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk
krista. Di dalam utrikulus dan sakulus membentuk makula dan dalam koklea
membentuk organon koiti. Diferensiasi ini berlangsung dari minggu keenam
sampai ke 10 fetus, pada saat itu hubungan definitive seperfi telinga orang dewasa
telah siap.
b. Telinga Luar dan Tengah
Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membijana timpani dan
tuba. Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan prgan ini
dimulai pada minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30 fetus, kecuali
pneumatisasi mastoid yang terus berkembang sampai pubertas.
Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua, kecuali
basis stapes yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai minggu
kedelapan sampai mencapai bentuk- komplet pada minggu ke 26 fetus. Liang
telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama.Membrana timpani
mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya liang telinga luar
tertutup sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat, akan tetapi akan
mengalami rekanalisasi.
2.4 Etiologi
1) Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain
tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme
penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%)
dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen
yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),
Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang
menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai
pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga
sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2017).
2) Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase
chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang
menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2013).

2.5 Patofisiologi
Otitis media terjadi karena adanya disfungsi tuba eustasius (TE). Fungsi
normal TE adalah membersihkan cairan telinga tengah dengan pergerakan
mukosilier menuju nasofaring, ventilasi, dan proteksi dari refluks nasofaring.
Otitis media awalnya terjadi karena kongesti dan edema pada mukosa nasal,
nasofaring, dan tuba eustasius sebagai akibat dari proses inflamasi disebabkan
oleh infeksi saluran pernafasan atas atau reaksi alergi. Obstruksi dari isthmus tuba
eustasius (bagian tersempit TE) mengganggu pembersihan dan ventilasi telinga
tengah.
Gangguan pembersihan telinga tengah menyebabkan cairan telinga tengah
statis, gangguan ventilasi menyebabkan peningkatan tekanan negatif pada telinga
tengah sehingga sekresi telinga tengah terakumulasi (otitis media efusi) dan
menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri atau virus dari infeksi
sekunder saluran pernafasan atas. Kolonisasi dan pertumbuhan mikroba pada
telinga tengah mengeluarkan cairan supuratif, dan disertai tanda inflamasi seperti
membran timpani yang menonjol dan merah, serta adanya cairan pada ruang
telinga tengah yang menandakan gejala dari otitis media akut. Otitis media efusi
dapat muncul secara spontan sebagai respon dari disfungsi tuba eustasius atau
respon inflamasi setelah otitis media akut. Efusi dapat bertahan beberapa minggu
hingga bulan setelah OMA sembuh.
Patogenesis Terbaru pada Otitis Media
Patogenesis terbaru pada otitis media dikatakan bahwa selaput biofilm
pada mukosa telinga tengah ditemukan pada anak dengan episode rekuren pada
otitis media akut dan otitis media kronik, sedangkan tidak ditemukan pada
kelompok kontrol yang sehat. Biofilm merupakan permukaan komunitas bakteri
yang dilapisi oleh substansi matriks polimer, lapisan biofilm menyebabkan
resistensi terhadap antibiotik. Pada otitis media akut rekuren, biofilm bakteri yang
ditemukan di telinga tengah sama dengan biofilm bakteri di nasofaring. Di dalam
nasofaring, adenoid merupakan wadah biofilm bakteri patogen.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
a. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.
b. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
c. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
d. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan
jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek)
2.7 Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
a. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber
infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
c. Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
d. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
e. Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada
keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih
keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
2.8 Komplikasi
Menurut Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow membagi komplikasi ini
menjadi dua yaitu :
Komplikasi intrakranial meliputi:
a. Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi
infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui
penyebaran langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada waktu
kuman menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau
stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza, koliform,
atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid
bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang
menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal.
b. Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis
interna. Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap
keadaan gawat darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan
pembedahan segera untuk mencegah kematian.
c. Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan
tulang yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses
ekstradural jika tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan
meningitis, trombosis sinus sigmoid dan abses otak (lobus temporal
atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena.
d. Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan
retrograd kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke
daerah sinus cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman
pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
e. Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat
timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus
temporal di fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai
perluasan langsung infeksi telinga atau tromboflebitis.
f. Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan
cairan serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema
papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
g. Komplikasi intratemporal meliputi :
1) Facial paralisis
2) Labirintitis
3) Abses Subperiosteal
BAB 3
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga,
penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
3) Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang,
riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat(
sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
4) Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami
penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya
sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetic
b. Pengkajian Persistem
1) Suhu meningkat, keluarnya otore
2) Nadi meningkat
3) Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo,
pusing, refleks kejut
4) Nausea vomiting
5) Malaise, alergi
c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2) Aktivitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Tes audiometri : pendengaran menurun
2) Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan
mastoid
e. Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan, tes garputala
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan trauma, respon inflamasi, edema, dan
pembengkakan karena bakteri atau jamur.
b. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di
telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
c. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,
anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran
lebih besar setelah operasi.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi
mengenai penyakitnya
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit

3.3 Rencana Keperawatan

Diagnosa Intervensi (NIC)


No. Tujuan (NOC)
Keperawatan
1 Nnyeri akut yang Pain Control Pain Management
berhubungan Comfort level
dengan trauma, 1. Lakukan pengkajian nyeri
respon inflamasi, Setelah dilakukan tindakan secara komprehensif
edema, dan keperawatan selama 1 x 15
termasuk lokasi, karakteristik,
pembengkakan menit, klien mengungkapkan
durasi, frekuensi, kualitas dan
karena bakteri nyeri berkurang dengan
atau jamur. kriteria hasil : faktor presipitasi
1. Mengenali gejala-gejala
2. Observasi reaksi non verbal
nyeri
dari ketidaknyamanan
2. Menyatakan nyeri sudah
3. Gunakan teknik komunikasi
terkontrol
terapeutik untuk mengetahui
3. Mampu melaporkan
pengalaman nyeri pasien
kepuasan dengan tingkatan
4. Bantu pasien dan keluarga
mandiri
untuk mencari dan
4. Mampu mengekspresikan
menemukan dukungan
kepuasan dengan kontrol
5. Kontrol lingkungan yang
nyeri
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
6. Kurangi faktor presipitasi
7. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
8. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
9. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
10. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
11. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
12. Tingkatkan istirahat
2 Gangguan Kompensasi Tingkah Laku Communication Enhancement
persepsi sensori Pendengaran : Hearing Deficit
pendengaran
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan serumen dengan
dengan obstruksi, keperawatan selama 1 x 15 irigasi, suntion, spoeling atau
infeksi di telinga menit, gangguan persepsi
instrumentasi
tengah atau sensori pendengaran teratasi
2. Kurangi kegaduhan
kerusakan di dengan kriteria hasil :
syaraf lingkungan.
1. Pasien bisa mendengar
pendengaran 3. Ajari klien untuk
dengan baik
menggunakan tanda non
2. Telinga bersih
verbal dan bentuk
3. Pantau gejala kerusakan
komunikasi lainnya.
pendengaran
4. Kolaborasi dalam pemberian
4. Posisi tubuh untuk
terapi obat
menguntungkan
5. Beritahu pasien bahwa suara
pendengaran
akan terdengar berbeda
5. Menghilangkan gangguan
dengan memakai alat bantu
6. Memperoleh alat bantu
6. Jaga kebersihan alat bantu
pendengaran
7. Menggunakan layananan 7. Mendengar dengan penuh
pendukung untuk perhatian
pendegaran yang lemah 8. Menahan diri dari berteriak
pada pasien yang mengalami
gangguan komunikasi
9. Dapatkan perhatian pasien
melalui sentuhan
3 Ansietas Anxiety self-control Anxiety Reduction
berhubungan Anxiety level
dengan Ansietas a. Gunakan pendekatan yang
Coping
berhubungan Setelah dilakukan tindakan menenangkan
dengan prosedur keperawatan selama 1 x 15 b. Nyatakan dengan jelas
operasi, menit, tidak terjadi infeksi
harapan terhadap pelaku
diagnosis, dengan kriteria hasil :
prognosis, pasien
anestesi, nyeri, - Klien mampu
c. Jelaskan semua prosedur dan
hilangnya fungsi, mengidentifikasi dan
apa yang dirasakan selama
kemungkinan mengungkapkan gejala
penurunan prosedur
cemas
pendengaran d. Temani pasien untuk
lebih besar memberikan keamanan dan
- Mengidentifikasi,
setelah operasi
mengungkapkan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk e. Berikan informasi faktual
mengontol cemas mengenai diagnosis, tindakan
- Vital sign dalam batas prognosis
normal f. Dorong keluarga untuk
- Postur tubuh, ekspresi menemani anak
wajah, bahasa tubuh dan g. Lakukan back / neck rub
tingkat aktivitas h. Dengarkan dengan penuh
menunjukkan perhatian
berkurangnya kecemasan i. Identifikasi tingkat
kecemasan
1. pasien menunjukkan tidak
j. Bantu pasien mengenal
cemas, terbuka,
situasi yang menimbulkan
menunjukan prilaku tidak
kecemasan
gelisah k. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
l. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi

4. Defisiensi Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process


Pengetahuan Kowledge : health Behavior
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penilaian tentang
dengan keperawatan selama 1 x 15 tingkat pengetahuan pasien
kurangnya menit, diharapkan tentang proses penyakit yang
pajanan informasi pengetahuan klien meningkat
spesifik
mengenai dengan kriteria hasil :
penyakitnya 2. Jelaskan patofisiologi dari
1. Klien dan keluarga
penyakit dan bagaimana hal
menyatakan pemahaman
ini berhubungan dengan
tentang penyakit, kondisi,
anatomi dan fisiologi, dengan
prognosis dan program
cara yang tepat.
pengobatan
3. Gambarkan tanda dan gejala
2. Klien dan keluarga mampu
yang biasa muncul pada
melaksanakan prosedur
penyakit, dengan cara yang
yang dijelaskan secara
tepat
benar
4. Gambarkan proses penyakit,
3. Klien dan keluarga mampu
dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa
5. Identifikasi kemungkinan
yang dijelaskan
penyebab, dengna cara yang
perawat/tim kesehatan
tepat
lainnya
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
5 Gangguan rasa Relaxation control Relaxation Therapy
nyaman Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan klien untuk
berhubungan keperawatan selama 1 x 15 bernapas dalam ketika merasa
dengan gejala menit, gangguan rasa nyaman
tidak nyaman
terkait penyakit teratasi dengan kriteria hasil :
1. Klien tidak mengeluh 2. Anjurkan klien untuk
lemas beristirahat
2. Klien tidak mengeluh Environmental Management :
pusing Comfort
1. Kaji ketidaknyaman yang
3. Klien dapat meningkatkan
dirasakan klien
ADL
2. Berikan posisi yang nyaman
DAFTAR PUSTAKA
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC: Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.

Nurjaman,Intansari.2015.Nursing Interventions Edisi Bahasa Indonesia.Jakarta:


Moco Media

Nurjaman,Intansari.2015.Nursing Outcomes Edisi Bahasa Indonesia.Jakarta:


Moco Media

Iskandar, Nurbaiti dan Soepardi. 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI

Abidin, Taufik.2019.Otitis Media Akut.http:/library.usu.ac.id(10 September 2009)

Anonim. 2018. Otitis Media Akut. Accessed:

Djaafar, ZA. 2016. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung


Tenggorokan, cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Dunna, D.I. Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach
2 nd Edition : WB Sauders.

Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan, Edisi III, FKUI,1997.

Revai, Krystal et al. 2017. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis
Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age.
PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp. e1408-e1412.

Moses, Scott. 2018. Otitis Media. Accessed: www.fpnotebook.com.

Wong Whaley, Clinical Manual of Pediatric Nursing, Mosby Year Book.

Anda mungkin juga menyukai