Askep Anak
Askep Anak
OLEH :
2019.NS.A.07.020
OLEH :
2019.NS.A.07.020
2.2 Klasifikasi
Menurut Djafar ZA, Helmi dan Restuti RD dalam Noverta (2013) Tanda dan
gejala pada OMA bergantung pada stadium penyakit pasien, dimana pada umumnya
OMA memiliki lima stadium, antara lain :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat adanya tekanan negatif didalam telinga tengah yang terjadi karena absorpsi
udara. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna keruh pucat
2. Stadium hiperemis ( stadium pre-supurasi)
Pada stadium ini dapat dilihat adanya pelebaran pembuluh darah pada
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis disertai
edema.
Gambar 2.1
3. Stadium supuratif
Terjadinya edema yang hebat pada mukosa telinga tengah, hancurnya sel
epitel superfisial, dan telah terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
telinga luar merupakan tanda yang dapat ditemukan pada stadium supuratif ini.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, terjadi peningkatan suhu dan nadi,
Gambar 2.2
4. Stadium perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah yang
berada di dalam kavum timpani mengalir ke liang telinga luar. Pasien tampak
5. Stadium resolusi
Pada stadium ini membran timpani yang perforasi dapat kembali normal
secara perlahan-lahan tanpa pengobatan jika daya tahan tubuh pasien baik atau
Gambar 2.4
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah
dan dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang
pertama kali terbentuk mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester
pertengahan kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk
sempurna saat kelahiran, akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas.
Gambar 2.5
a. Telinga dalam
Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan munculnya
plakoda otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu plakoda tersebut
mengalami invaginasi membentuk lekuk pendengaran, kemudian berdilatasi
membentuk suaru kantong, selanjutnya tumbuh menjadi vesikula auditorius.Suatu
proses migrasi, pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian berlangsung dan
segera membuat lipatan pada dinding kantong yang secara jelas memberi batas
tiga divisi utama vesikula auditorius yaitu sakus dan duktus endolimfarikus,
utrikulus dengan duktus semi sirkuler dan sakulus dengan duktus koklea. Dari
utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip gelang. Lapisan membran yang
jauh dari perifer gelang diserap meninggalkan tiga kanalis semisirkularis pada
perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus koklearis berbenruk
spiral.Secara filogenetik organ-organ akhir khusus berasal dari neuromast yang
tidak terlapisi yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk
krista. Di dalam utrikulus dan sakulus membentuk makula dan dalam koklea
membentuk organon koiti. Diferensiasi ini berlangsung dari minggu keenam
sampai ke 10 fetus, pada saat itu hubungan definitive seperfi telinga orang dewasa
telah siap.
b. Telinga Luar dan Tengah
Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membijana timpani dan
tuba. Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan prgan ini
dimulai pada minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30 fetus, kecuali
pneumatisasi mastoid yang terus berkembang sampai pubertas.
Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua, kecuali
basis stapes yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai minggu
kedelapan sampai mencapai bentuk- komplet pada minggu ke 26 fetus. Liang
telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama.Membrana timpani
mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya liang telinga luar
tertutup sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat, akan tetapi akan
mengalami rekanalisasi.
2.4 Etiologi
1) Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain
tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme
penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%)
dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen
yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),
Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang
menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai
pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga
sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2017).
2) Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase
chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang
menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2013).
2.5 Patofisiologi
Otitis media terjadi karena adanya disfungsi tuba eustasius (TE). Fungsi
normal TE adalah membersihkan cairan telinga tengah dengan pergerakan
mukosilier menuju nasofaring, ventilasi, dan proteksi dari refluks nasofaring.
Otitis media awalnya terjadi karena kongesti dan edema pada mukosa nasal,
nasofaring, dan tuba eustasius sebagai akibat dari proses inflamasi disebabkan
oleh infeksi saluran pernafasan atas atau reaksi alergi. Obstruksi dari isthmus tuba
eustasius (bagian tersempit TE) mengganggu pembersihan dan ventilasi telinga
tengah.
Gangguan pembersihan telinga tengah menyebabkan cairan telinga tengah
statis, gangguan ventilasi menyebabkan peningkatan tekanan negatif pada telinga
tengah sehingga sekresi telinga tengah terakumulasi (otitis media efusi) dan
menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri atau virus dari infeksi
sekunder saluran pernafasan atas. Kolonisasi dan pertumbuhan mikroba pada
telinga tengah mengeluarkan cairan supuratif, dan disertai tanda inflamasi seperti
membran timpani yang menonjol dan merah, serta adanya cairan pada ruang
telinga tengah yang menandakan gejala dari otitis media akut. Otitis media efusi
dapat muncul secara spontan sebagai respon dari disfungsi tuba eustasius atau
respon inflamasi setelah otitis media akut. Efusi dapat bertahan beberapa minggu
hingga bulan setelah OMA sembuh.
Patogenesis Terbaru pada Otitis Media
Patogenesis terbaru pada otitis media dikatakan bahwa selaput biofilm
pada mukosa telinga tengah ditemukan pada anak dengan episode rekuren pada
otitis media akut dan otitis media kronik, sedangkan tidak ditemukan pada
kelompok kontrol yang sehat. Biofilm merupakan permukaan komunitas bakteri
yang dilapisi oleh substansi matriks polimer, lapisan biofilm menyebabkan
resistensi terhadap antibiotik. Pada otitis media akut rekuren, biofilm bakteri yang
ditemukan di telinga tengah sama dengan biofilm bakteri di nasofaring. Di dalam
nasofaring, adenoid merupakan wadah biofilm bakteri patogen.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
a. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.
b. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
c. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
d. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan
jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek)
2.7 Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
a. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber
infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
c. Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
d. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
e. Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada
keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih
keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
2.8 Komplikasi
Menurut Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow membagi komplikasi ini
menjadi dua yaitu :
Komplikasi intrakranial meliputi:
a. Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi
infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui
penyebaran langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada waktu
kuman menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau
stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza, koliform,
atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid
bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang
menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal.
b. Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis
interna. Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap
keadaan gawat darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan
pembedahan segera untuk mencegah kematian.
c. Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan
tulang yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses
ekstradural jika tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan
meningitis, trombosis sinus sigmoid dan abses otak (lobus temporal
atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena.
d. Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan
retrograd kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke
daerah sinus cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman
pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
e. Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat
timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus
temporal di fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai
perluasan langsung infeksi telinga atau tromboflebitis.
f. Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan
cairan serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema
papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
g. Komplikasi intratemporal meliputi :
1) Facial paralisis
2) Labirintitis
3) Abses Subperiosteal
BAB 3
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga,
penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
3) Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang,
riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat(
sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
4) Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami
penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya
sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetic
b. Pengkajian Persistem
1) Suhu meningkat, keluarnya otore
2) Nadi meningkat
3) Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo,
pusing, refleks kejut
4) Nausea vomiting
5) Malaise, alergi
c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2) Aktivitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Tes audiometri : pendengaran menurun
2) Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan
mastoid
e. Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan, tes garputala
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan trauma, respon inflamasi, edema, dan
pembengkakan karena bakteri atau jamur.
b. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di
telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
c. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,
anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran
lebih besar setelah operasi.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi
mengenai penyakitnya
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
Iskandar, Nurbaiti dan Soepardi. 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI
Dunna, D.I. Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach
2 nd Edition : WB Sauders.
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan, Edisi III, FKUI,1997.
Revai, Krystal et al. 2017. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis
Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age.
PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp. e1408-e1412.