Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PSIKOLOGI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun Oleh:
Kelompok 2 (Absen 16-30)

Dosen :
Else Sri Rahayu, M.Tr.Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental


yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari
populasi global menderita gangguan depresi, dan 3,6% dari gangguan kecemasan. Jumlah
penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi
merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit ini
dialami orang-orang yang tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah
(WHO, 2017).
Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari
WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Skizofrenia
menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita
gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita
skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis. Gejala skizofrenia muncul pada usia
15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan
(Ashturkar & Dixit, 2013).
Penyebab gangguan jiwa salah satunya adalah adanya tekanan yang berat dalam
peristiwa hidup. Stres berasal dari lingkungan atau biologi ataupun bisa keduanya
(Videback, 2008). Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Republik
Indonesia menyimpulkan bahwa prevalensi ganggunan mental emosional yang
menunjukan gejala depresi dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta
orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa
berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk. Jumlah gangguan jiwa berat atau psikosis/ skizofrenia tahun 2013 di Indonesia
provinsi-provinsi yang memiliki gangguan jiwa terbesar pertama antara lain adalah Daerah
Istimewa Yogyakarta (0,27%), kemudian urutan kedua Aceh ( 0,27%), urutan ketiga
sulawesi selatan (0,26%), Bali menempati posisi keempat (0,23%), dan Jawa Tengah
menempati urutan kelima (0,23%) dari seluruh provinsi di Indonesia (Riset Kesehatan
Dasar, 2013).
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kesehatan mental ?
2.      Apa saja penyebab dan gejala gangguan kesehatan mental ?
3.      Bagaimana pencegahan dan pengobatan gangguan kesehatan mental ?

C.     Tujuan Penulisan


1.      Untuk mengetahui pengertian dari kesehatan mental
2.      Untuk mengetahui apa saja penyebab dan gejala gangguan kesehatan mental
3.      Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan pengobatan gangguan kesehatan mental
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Mental

Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan


dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-peristiwa tersebut
dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka panjang.

Jika kesehatan mental terganggu, maka timbul gangguan mental atau penyakit mental.
Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan
dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri.

Beberapa jenis gangguan mental yang umum ditemukan, antara lain depresi,
gangguan bipolar, kecemasan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan obsesif
kompulsif (OCD), dan psikosis. Beberapa penyakit mental hanya terjadi pada jenis pengidap
tertentu, seperti postpartum depression hanya menyerang ibu setelah melahirkan.

B. Gejala Kesehatan Mental

Gangguan mental atau penyakit mental dapat diawali dengan beberapa gejala berikut
ini, antara lain:

1. Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman.


2. Delusi, paranoia, atau halusinasi.
3. Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
4. Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.
5. Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
6. Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
7. Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.
8. Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
9. Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari.
10. Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar.
11. Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
12. Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam hubungan
dengan orang lain.
13. Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan takut yang
tidak biasa.
14. Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan.
15. Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan narkoba.
16. Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau terlalu
sedikit.
17. Perubahan gairah seks.
18. Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah tidur.
19. Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat anak atau pergi ke sekolah
atau tempat kerja.
20. Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.

C. Penyebab Kesehatan Mental

Beberapa penyebab umum dari gangguan mental, antara lain:

1. Cedera kepala.
2. Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental dalam keluarga.
3. Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.
4. Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak.
5. Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.
6. Mengalami diskriminasi dan stigma.
7. Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat.
8. Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau utang.
9. Merawat anggota keluarga atau teman yang sakit kronis.
10. Pengangguran, kehilangan pekerjaan, atau tunawisma.
11. Pengaruh zat racun, alkohol, atau obat-obatan yang dapat merusak otak.
12. Stres berat yang dialami dalam waktu yang lama.
13. Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian.
14. Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk.
15. Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius, atau kejahatan dan
yang pernah dialami.
D. Faktor Risiko Kesehatan Mental

Beberapa faktor risiko gangguan mental, antara lain:

 Perempuan memiliki risiko tinggi mengidap depresi dan kecemasan, sedangkan laki-
laki memiliki risiko mengidap ketergantungan zat dan antisosial.
 Perempuan setelah melahirkan.
 Memiliki masalah di masa kanak-kanak atau masalah gaya hidup.
 Memiliki profesi yang memicu stres, seperti dokter dan pengusaha.
 Memiliki riwayat anggota keluarga atau keluarga dengan penyakit mental.
 Memiliki riwayat kelahiran dengan kelainan pada otak.
 Memiliki riwayat penyakit mental sebelumnya.
 Mengalami kegagalan dalam hidup, seperti sekolah atau kehidupan kerja.
 Menyalahgunakan alkohol atau obat-obatan terlarang.

E. Diagnosis Kesehatan Mental

Dokter ahli jiwa atau psikiater akan mendiagnosis suatu gangguan mental dengan
diawali suatu wawancara medis dan wawancara psikiatri lengkap mengenai riwayat
perjalanan gejala pada pengidap serta riwayat penyakit pada keluarga pengidap. Kemudian,
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang menyeluruh untuk mengeliminasi kemungkinan
adanya penyakit lain.

Jika diperlukan, dokter akan meminta untuk dilakukan pemeriksaan penunjang,


seperti pemeriksaan fungsi tiroid, skrining alkohol dan obat-obatan, serta CT scan untuk
mengetahui adanya kelainan pada otak pengidap. Jika kemungkinan adanya penyakit lain
sudah dieliminasi, dokter akan memberikan obat dan rencana terapi untuk membantu
mengelola emosi pengidap.

F. Pencegahan Kesehatan Mental

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan mental, yaitu:

 Melakukan aktivitas fisik dan tetap aktif secara fisik.


 Membantu orang lain dengan tulus.
 Memelihara pikiran yang positif.
 Memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah.
 Mencari bantuan profesional jika diperlukan.
 Menjaga hubungan baik dengan orang lain.
 Menjaga kecukupan tidur dan istirahat.

G. Pengobatan Kesehatan Mental

Beberapa pilihan pengobatan yang akan dilakukan dokter dalam menangani gangguan
mental, antara lain:

1. Psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi bicara yang memberikan media yang aman
untuk pengidap dalam mengungkapkan perasaan dan meminta saran. Psikiater akan
memberikan bantuan dengan membimbing pengidap dalam mengontrol perasaan.
Psikoterapi beserta perawatan dengan menggunakan obat-obatan merupakan cara yang
paling efektif untuk mengobati penyakit mental. Beberapa contoh psikoterapi, antara lain
cognitive behavioral therapy, exposure therapy, dialectical behavior therapy, dan
sebagainya.
2. Obat-obatan. Pemberian obat-obatan untuk mengobati penyakit mental umumnya
bertujuan untuk mengubah senyawa kimia otak di otak. Obat-obatan tersebut berupa
golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin-norepinephrine
reuptake inhibitor (SNRIs), dan antidepresan trisiklik. Obat-obatan ini umumnya
dikombinasikan dengan psikoterapi untuk hasil pengobatan yang lebih efektif.
3. Rawat inap. Rawat inap diperlukan jika pengidap membutuhkan pemantauan ketat
terhadap gejala-gejala penyakit yang dialaminya atau terdapat kegawatdaruratan di
bidang psikiatri, misalnya percobaan bunuh diri.
4. Support group. Support group umumnya beranggotakan pengidap penyakit mental yang
sejenis atau yang sudah dapat mengendalikan emosinya dengan baik. Mereka berkumpul
untuk berbagi pengalaman dan membimbing satu sama lain menuju pemulihan.
5. Stimulasi otak. Stimulasi otak berupa terapi elektrokonvulsif, stimulasi magnetik
transkranial, pengobatan eksperimental yang disebut stimulasi otak dalam, dan stimulasi
saraf vagus.
6. Pengobatan terhadap penyalahgunaan zat. Pengobatan ini dilakukan pada pengidap
penyakit mental yang disebabkan oleh ketergantungan akibat penyalahgunaan zat
terlarang.
7. Membuat rencana bagi diri sendiri, misalnya mengatur gaya hidup dan kebiasaan sehari-
hari, untuk melawan penyakit mental. Rencana ini bertujuan untuk memantau kesehatan,
membantu proses pemulihan, dan mengenali pemicu atau tanda-tanda peringatan
penyakit.

H. Kebijakan Pemerintah terhadap Kesehatan Jiwa Lingkup Nasional

Berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018, Indonesia


memiliki prevalensi rumah tangga dengan gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis sebesar
7 per 1.000, artinya setiap 1000 penduduk Indonesia, terdapat 7 kasus penderita
skizofrenia. Angka ini menunjukkan peningkatan dari tahun 2013 yang berkisar di angka
1,7 per 1.000. Selain itu, prevalensi gangguan emosional pada penduduk berumur lebih
dari 15 tahun pada tahun 2018 mencapai 9,8%, angka ini juga mengalami peningkatan dari
tahun 2013 yang sebelumnya sebesar 6%. Peningkatan masalah kesehatan jiwa ini
menunjukkan perlunya perhatian khusus terhadap kesehatan jiwa masyarakat Indonesia.
Upaya bersama antar pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat diperlukan
untuk mengatasi masalah ini.

Sebagai langkah awal untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa, pemerintah telah
melakukan revisi terhadap UU No. 18 Tahun 2014 yang dijadikan sebagai landasan utama
mengenai aturan kesehatan jiwa di Indonesia. Pada pasal satu dijelaskan bahwa kesehatan
jiwa adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. UU No. 18 Tahun 2014 ditujukan untuk menjamin  setiap orang agar 
dapat mencapai kualitas hidup yang baik, serta memberikan pelayanan kesehatan secara
terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.  

Upaya promotif dan preventif termasuk dalam upaya pencegahan. Sedangkan


upaya pengobatan, berupa upaya kuratif dan rehabilitatif. Sesuai dengan UU No. 18 Tahun
2014, upaya promotif merupakan suatu kegiatan dan/atau rangkaian kegiatan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa yang bersifat promosi kesehatan jiwa. Upaya
promotif bertujuan agar kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan jiwa dapat
meningkat.  Sedangkan upaya preventif merupakan suatu kegiatan untuk mencegah
terjadinya masalah kejiwaan dan gangguan jiwa. Menurut Riskesdas tahun 2018, dari total
penduduk berumur lebih dari 15 tahun yang mengalami depresi, hanya 9% yang
melakukan pengobatan. Stigma atau anggapan negatif menjadi salah satu alasan
masyarakat Indonesia enggan berkonsultasi ke psikolog/psikiater.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang


meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-
peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres
berat jangka panjang.

Jika kesehatan mental terganggu, maka timbul gangguan mental atau penyakit
mental. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres,
berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti
diri sendiri.

B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih banyak kekurangan , karena

kurangnya referensi dan pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini, kami sebagi

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami dapat

membuat makalah yang lebih baik lagi. Demikian makalah ini kami buat untuk

menambah pengetahuan daninformasi yang dapat berguna demi kepentingan bersama,

terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai