Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HIDROSEFALUS

Disusun oleh :
Fajar Diyo Nugroho
(N/A)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air,
dan cephalus yang berarti kepala. Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan
sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan
serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf
pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan
serebrospinal.
Jumlah cairan serebrospinal (CSS) dalam rongga serebrospinal yang
berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf.
Keadaan ini disebut hidrosefalus yang berarti ‘kelebihan air dalam kubah
tengkorak’.
Ada dua jenis hidrosefalus yaitu nonkomunikans, yaitu aliran cairan dari
sistem ventrikel ke ruang subaraknoid mengalami sumbatan. Dan komunikans, yaitu
tidak ada sumbatan. Sindroma klinis yang ditampilkan berhubungan dengan dilatasi
yang progresif pada sistem ventrikuler serebral dan kompresi gabungan dari
jaringan-jaringan serebral selama produksi. CSS yang ada meningkatkan kecepatan
absorpsi oleh vili araknoid. Akibatnya berlebihannya cairan serebrospinal dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang-ruang
tempat mengalirnya liquor. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi ialah kelainan bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.

2. Klasifikasi
Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu secara
patologi dan secara etiologi.
a. Hidrosefalus Patologi dapat dikelompokkan sebagai :
1) Obstruktif (non-communicating)
Terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS yang disebabkan oleh
kista, tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling umum, stenosis
aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
2) Non – obstruktif (communicating)
Dapat disebabkan oleh gangguan keseimbangan CSS, dan juga oleh
komplikasi setelah infeksi atau komplikasi hemoragik.
b. Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai
1) Bawaan (congenital)
Sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama intra-uterin.
2) Diperoleh (acquired)
Disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan
intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau
trauma hebat di kepala. Didapat anak
Tekanan normal hidrosefalus (NPH), yang terutama mempengaruhi populasi
lansia. Ditandai dengan gejala yang spesifik: gangguan gaya berjalan, penurunan
kognitif dan inkontinensia urin.

3. Etiologi
Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,
yaitu penyebab prenatal dan postnatal.
a. Penyebab prenatal
Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak lahir
atau segera setelah lahir. Beberapa penyebabnya terutama adalah stenosis
akuaduktus sylvii, malfromasi Dandy Walker, Holopresencephaly,
Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari. Selain itu, terdapat juga jenis
malformasi lain yang jarang terjadi. Penyebab lain dapat berupa infeksi in-utero,
lesi destruktif dan faktor genetik.
Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus pada bayi baru lahir.
Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Insidennya 0,5-1%
kasus/1000 kelahiran. Malformasi Dandy Walker terjadi pada 2-4% bayi yang
baru lahir dengan hidrosefalus. Malformasi ini mengakibatkan hubungan antara
ruang subarakhnoid dan dilatasi ventrikel 4 menjadi tidak adekuat, sehingga
terjadilah hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi lainnya adalah Malformasi
Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini menyebabkan herniasi vermis serebelum,
batang otak, dan ventrikel 4 disertai dengan anomali inrtakranial lainnya. Hampir
dijumpai di semua kasus myelomeningokel meskipun tidak semuanya
berkembang menjadi hidrosefalus (80% kasus).
b. Penyebab postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista arakhnoid
dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran
likuor. Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga merupakan
penyabab yang cukup sering terjadi.

4. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala hidrosefalus yang terjadi :
a) Bayi
1) Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2) Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3) Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
- Muntah
- Gelisah
- Menangis dengan suara ringgi
- Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
4) Peningkatan tonus otot ekstrimitas
5) Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat
jelas
6) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah
diatas iris
7) Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
8) Strabismus, nystagmus, atropi optic
9) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas
b) Anak yang telah menutup suturanya
Tanda – tanda peningkatan intarakranial :
1) Nyeri kepala
2) Mual & muntah
3) Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4) Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5) Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6) Strabismus
7) Perubahan pupil
8) Vena menonjol
9) Perkusi kepala (cracked font side)
5. Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem
ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel
lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan
pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500
ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun
anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke
foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii,
lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke
ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis.
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan.
Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari kasus hidrosefalus,
hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid
(papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus.
Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi
cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid.
Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:
a) Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya
stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
b) Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik saluran
likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid,
dan hematom.
c) Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,
termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili
arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena
cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal.
Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor
serebri.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen foto kepala
1) Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa
imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
2) Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
b. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
c. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua
garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran
kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah
penutupan suturan secara fungsional.
d. Ventrikulografi
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah
menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur
ini telah ditinggalkan.
e. Ultrasanografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
f. CT Scan Kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel
lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering
ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal
dari daerah sumbatan
g. MRI ( Magnetic Resonance Image )
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.

7. Penatalaksanaan
a. Terapi sementara
1) Terapi konservatif medikamentosa (hanya untuk mengurangi gejala)
Berguna untuk mengurangi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid
100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan hanya bisa diberikan
sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena berisiko
menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien
hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi
ventrikular posthemoragik pada anak.
Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi dapat
dilakukan pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih dikenal dengan
drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang dilakukan pasca
drainase ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi.
Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang
dapat dilakukan berulang kali.
2) Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat
saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase (seperti peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi
ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan
fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak
setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan
menyebabkan kematian.
3) Endoscopic third ventriculostomy
Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering
digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus
obstruktif serta diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor
ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi Dandy Walker,
syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma
intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior dan
kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada kasus block shunt atau slit
ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada kondisi hidrosefalus
pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik,
pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan
perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan
ini.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
Identitas Penanggungjawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, tingkat
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan alamat.
b) Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c) Riwayat Penyakit dahulu
1) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
2) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
3) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d) Riwayat penyakit keluarga
e) Pengkajian persiste
1) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
2) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan
nadi
3) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda,
kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat
keatas “ sunset eyes ”, kejang
4) B4 ( Bladder ) : Oliguria
5) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
6) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas
f) Observasi tanda – tanda vital
1) Peningkatan systole tekanan darah
2) Penurunan nadi / bradikardia
3) Peningkatan frekuensi pernapasan
g) Pemeriksaan Fisik
1) Masa bayi :
Kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit
kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi
Cracked- Pot ( tanda macewe), mata melihat kebawah,mudah terstimulasi,
lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran, opistotonus dan
spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi dengan malformasi Arnold-
Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan
bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.
2) Masa Kanak-Kanak
Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah
terstimulasi , Letargy Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.
h) Pemeriksaan Diagnostik
1) Lingkar Kepala pada masa bayi
2) Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang
abnormal
3) Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
4) Opthalmoscopi menunjukan papil edema
5) CT Scan
6) Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi
tulang intra cranial
7) Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di
dalam system ventrikular atau sub – arakhnoid.
i) Perkembangan Mental/ Psikososial
1) Tingkat perkembangan
2) Mekanisme koping
3) Pengalaman di rawat di Rumah Sakit
j) Pengetahuan Klien dan Keluarga

2. Diagnosa Keperawatan
a) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan peningkatan TIK
b) Nyeri kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
c) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada kepala
d) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
e) Gangguan mobilitas
f) Risiko infeksi
g)
NANDA NOC NIC

NANDA NOC NIC


(00049) Penurunan kapasitas adaptif (0603) Keparahan Cairan Berlebihan (2540) Manajemen Edema Serebral
intrakranial berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Definisi : Keterbatasan injuri serebral
peningkatan TIK selama .... x 24 jam maka diharapkan sekunder akibat pembengkakan jaringan
memenuhi kriteria hasil : otak
a. Sakit kepala dari skala 2 menjadi Aktivitas-aktivitas :
skala 4 (ringan) a. Monitor status neurologi
b. Peningkatan tekanan darah dari skala b. Monitor TTV
2 menjadi skala 4 (ringan) c. Catat cairan serebrospinal
c. Sesak nafas dari skala 2 menjadi d. Monitor TIK dan CPP
skala 4 (ringan) e. Monitor status pernapasan
f. Batasi cairan

(00133) Nyeri kronis berhubungan (2102) Tingkat Nyeri (1400) Manajemen nyeri
dengan peningkatan tekanan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Definisi : Pengurangan atau reduksi nyeri
intrakranial selama .... x 24 jam maka diharapkan sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat
memenuhi kriteria hasil : diterima oleh pasien
a. Mengerang dan menangis dari skala Aktivitas-aktivitas :
2 menjadi skala 4 (ringan) a. Observasi adanya petunjuk non verbal
b. Tidak bisa beristirahat dari skala 2 b. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
menjadi skala 4 (ringan) c. Kendalikan faktor lingkungan
c. Kehilangan nafsu makan dari skala 2 d. Berikan situasi yang aman dan nyaman
menjadi skala 4 (ringan) e. Berikan kompres
d. Tekanan darah dari skala 2 menjadi f. Berikan obat jika diperlukan
skala 4 (ringan)
(00047) Risiko kerusakan integritas (1101) Integritas Jaringan : Kulit & (3500) Manajemen tekanan
kulit berhubungan dengan tekanan membran mukosa Definisi : Meminimalkan tekanan pada
pada kepala Setelah dilakukan tindakan keperawatan bagian tubuh
selama .... x 24 jam maka diharapkan Aktivitas-aktivitas :
memenuhi kriteria hasil : a. Letakkan bantalan busa dengan cara
a. Lesi pada kulit dari skala 2 menjadi yang tepat
skala 4 (ringan) b. Lakukan perpindahan kecil anggota
b. Jaringan parut dari skala 2 menjadi badan
skala 4 (ringan) c. Beri bantalan pada tepian anggota
c. Penebalan kulit dari skala 2 menjadi tubuh terkait
skala 4 (ringan) d. Anjurkan keluarga menjaga
d. Pigmentasi abnormal dari skala 2 kebersihan anggota tubuh
menjadi skala 4 (ringan)

Anda mungkin juga menyukai