Anda di halaman 1dari 10

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu Kambing


Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3141 No.1 Tahun 2011
(BSN 2011), susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan
bersih, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun
dan belum mendapatkan perlakuan apapun kecuali pendinginan. Menurut
Winarno (1993) susu segar adalah cairan yang berwarna putih yang disekresikan
oleh kelenjar mammae pada hewan mamalia betina yang berguna untuk bahan
makanan dan sumber gizi bagi anaknya (Winarno 1993).
Susu kambing adalah susu yang diperoleh dengan jalan pemerahan seekor
kambing perah yang hasilnya berupa susu segar murni tanpa dicampur, dikurangi,
atau ditambah sesuatu. Susu kambing murni rasanya enak, sedikit manis,
berlemak dan kandungan gizi yang lebih unggul dibandingkan dengan susu sapi
(Sarwono 2004). Di Australia susu kambing menjadi salah satu alternatif karena
kemampuannya dapat menggantikan Air Susu Ibu (ASI). Keistimewaan lain yang
dimiliki oleh susu kambing adalah kandungan protein serta lemak yang lebih
mudah dicerna daripada susu sapi.
Berbeda dengan susu sapi, susu kambing tidak mengandung aglutinin.
Akibatnya globula lemak susu kambing tidak mengalami klusterisasi sehingga
lebih mudah dicerna. Susu kambing mengandung kadar laktosa yang lebih rendah
(4.5%) jika dibandingkan dengan susu sapi (4.7%). Kondisi ini sangat baik bagi
orang yang mengalami intoleransi laktosa (Setiawan dan Tanius 2002).
Susu kambing memiliki komposisi nutrisi yang khas sehingga pada
beberapa kasus dapat digunakan sebagai susu pengganti susu sapi pada bayi-bayi
yang mengalami Hypo-Allergenic Infant Food. Dalam memahami mengapa susu
kambing dapat digunakan sebagai susu pengganti, pada Tabel 1 disajikan
perbandingan nilai nutrisi susu kambing dibandingkan dengan susu sapi (Setiawan
dan Tanius 2002).
Secara umum distribusi komponen protein susu kambing hampir sama
dengan susu sapi, namun komposisi kaseinnya berbeda. Kasein yang dikandung
susu sapi mengandung 55% alfa kasein, 30% beta kasein dan 15% kappa kasein,
5

sedangkan susu kambing komposisinya adalah 19% alfa S-1 kasein, 21% alfa S-2
kasein dan 60% beta kasein. Kasein susu kambing memiliki kandungan glisin
(terutama metionin), arginin serta kandungan sulfur yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan susu sapi.

Tabel 1 Perbandingan antara Komposisi Nutrisi Susu Kambing


dan Susu Sapi (untuk setiap 100 gram) (Setiawan dan
Tanius 2002)
Komposisi Kimia Susu Sapi Susu Kambing
Protein (g) 3.3 3.6
Lemak (g) 3.3 4.2
Karbohidrat (g) 4.7 4.5
Kalori (kal) 61 69
Fosfor (g) 93 111
Kalsium (g) 19 132
Magnesium (g) 13 14
Besi (g) 0.05 0.05
Natrium (g) 49 50
Kalium (g) 152 204
Vitamin A (IU) 126 185
Thiamin (mg) 0.04 0.04
Riboflavin (mg) 0.16 0.14
Niacin (mg) 0.08 0.28
Vitamin B6 (mg) 0.04 0.05

Susu kambing memiliki curd tension yang lebih rendah dibandingkan


dengan susu sapi perah Frisian Hollstein dan Jersey. Hal ini diduga sebagai
penyebab mengapa daya cerna susu kambing lebih baik jika dibandingkan dengan
susu sapi (Maheswari dan Ronny 2008).
Krim susu kambing lebih lambat mengendap jika dibandingkan dengan
krim susu sapi. Hal ini disebabkan oleh ukuran globula lemak susu kambing lebih
kecil. Selain itu susu kambing memiliki globule clustering agent yang lebih
sedikit. Susu kambing memiliki asam lemak linoleat dan arachidonat serta
prosentase asam lemak jenuh rantai pendek yang lebih tinggi. Perbedaan ini
berhubungan dengan lebih mudah dicernanya susu kambing dibandingkan dengan
susu sapi. Perbandingan komposisi asam lemak susu kambing, susu sapi, dan susu
manusia (ASI) disajikan pada Tabel 2.
6

Tabel 2 Perbandingan Komposisi Asam Lemak ASI, Susu Sapi, dan Susu
Kambing (Maheswari dan Ronny 2008)
Asam Lemak ASI Sapi Kambing
Asam butirat 0.4 3.1 2.6
Asam kaproat 0.1 1.0 2.3
Asam kaprilat 0.3 1.2 22.7
Asam kapriat 0.3 1.2 -
Asam laurat 5.8 2.2 4.5
Asam miristat 8.6 10.5 11.1
Asam palmitat 22.6 26.3 28.9
Asam stearat 7.7 13.2 7.8
Asam arachidonat 1.0 1.2 0.4
Asam oleat 36.4 32.3 27.0
Asam linoleat 8.3 1.6 2.6
Asam linolenat 0.4 - -
Asam C22-20 4.2 1.0 0.4
Asam arachidonat 0.8 1.0 1.5

Susu kambing memiliki kandungan asam kaproat, kaprilat, kapriat, dan


laurat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi, sedangkan
kandungan asam palmitat dan stearat susu kambing lebih rendah daripada susu
sapi (Maheswari dan Ronny 2008).
Kandungan abu susu kambing berkisar antara 0.7 – 0.85%. Susu kambing
memiliki kandungan sodium (Na) yang lebih rendah, akan tetapi kandungan
potasium (K) dan klorin (Cl) lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.
Kandungan zat besi (Fe) susu kambing bervariasi bergantung pada cara
pemeliharaan dan pakan kambing. Konsentrasi trace element susu kambing pada
umumnya hampir sama dengan susu sapi kecuali kandungan kobaltnya.
Kandungan vitamin susu kambing hampir sama dengan susu sapi, kecuali vitamin
B6, asam folat dan vitamin B12 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan susu
sapi (Fehr dan Sauvant 1980).

2.2 Probiotik
Probiotik adalah suplemen makanan yang mengandung bakteri bermanfaat
dengan bakteri asam laktat (BAL) sebagai mikroba yang paling umum dipakai.
BAL telah dipakai dalam industri makanan bertahun-tahun karena mampu
memfermentasi gula (termasuk laktosa) dan karbohidrat lain menjadi asam laktat.
Definisi probiotik menurut Fuller (1992) yaitu makanan tambahan berupa
7

mikroorganisme hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi induk


semangnya melalui keseimbangan mikroorganisme usus. Hoover (2000)
menyatakan bahwa bakteri yang terdapat dalam produk probiotik dapat
meningkatkan kesehatan manusia, oleh karena itu produk probiotik digolongkan
sebagai makanan kesehatan (healthy food) dan makanan fungsional (functional
food). Menurut Fuller (1989) probiotik dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi
produk olahan susu fermentasi yang mengandung bakteri dari kelompok
Lactobacilli dan Bifidobacterium. Jenis bakteri asam laktat yang biasa digunakan
sebagai probiotik adalah Lactobacillus acidophilus, L. rhamnosus, L reuteri, L.
casei, Bifidobacterium brevis, dan B. infantis (Fooks et al. 1999).
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan strain
mikroba probiotik, yaitu: (1) mampu melakukan aktivitas dalam
memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat, (2) mampu
menggandakan diri, (3) tahan dalam suasana asam sehingga mampu hidup dan
bertahan dalam saluran pencernaan, (4) menghasilkan produk akhir yang dapat
diterima konsumen, dan (5) memiliki stabilitas yang tinggi selama fermentasi,
penyimpanan, dan distribusi (Hoier 1992).
Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, termasuk
dalam famili Lactobaciliceae, genus Lactobacillus. Bakteri ini termasuk dalam
golongan bakteri Gram positif, tidak dapat membentuk spora, tidak tumbuh pada
suhu 10 oC melainkan dapat tumbuh pada suhu 40 oC dan non termodurik. Bakteri
L. acidophilus bersifat homofermentatif (Rahman et al. 1992). Bakteri ini juga
mampu memfermentasi amigdalin, selobiosa, laktosa, salisin, dan sukrosa akan
tetapi tidak mampu memfermentasi manitol, serta amonia tidak dihasilkan dari
arginin (Robinson 1981). Kerja dari L. acidophilus adalah meningkatkan
mikroflora usus karena dapat hidup di saluran pencernaan (Nakazawa dan Hosono
1992). Selain itu, bakteri ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dalam saluran pencernaan, dapat mengendalikan kadar serum kolesterol,
meningkatkan kemampuan cerna laktosa serta mengurangi risiko sakit perut dan
diare (Gilliland 1989).
Bifidobacterium merupakan populasi terbesar ketiga dalam saluran usus
manusia setelah genera Bacterioides dan Eubacterium. Meskipun memproduksi
8

asam laktat, bakteri ini tidak termasuk dalam famili Lactobacillaceae.


Bifidobacterium merupakan bakteri Gram positif, anaerobik, non motil, non spora,
tidak dapat tumbuh di bawah pH 4.5 dan di atas 8.0 serta memiliki suhu optimal
37 – 41 oC (Holt et al. 1994).

2.3 Prebiotik
Prebiotik menurut Gibson dan Fuller (1998) merupakan bahan pangan
tidak terdigesti yang memberikan efek kesehatan bagi tubuh dengan cara memacu
pertumbuhan probiotik dalam usus besar. Fooks et al. (1999) menyatakan bahwa
penambahan prebiotik pada dasarnya dimaksudkan untuk membantu bakteri
probiotik dengan cara meningkatkan viabilitas atau kemampuan hidup dalam
sistem pencernaan. Peraturan FAO (2007) juga menegaskan bahwa prebiotik
bukan merupakan organisme ataupun obat, dapat dikarakterisasi secara kimia, dan
aman (foodgrade).
Sumber prebiotik secara alami diperoleh dari Air Susu Ibu (ASI), yaitu
dalam bentuk oligosakarida N-acetyl glucosamine dalam kolostrum. Prebiotik ini
hanya tercerna kurang dari 5% di usus serta dapat mendukung pertumbuhan
probiotik Bifidobacterium. Prebiotik dapat diperoleh dari sumber tanaman, seperti
bawang, asparagus, pisang, Cicorium intybus, tanaman Artichoke, dan beberapa
oligosakarida pada kedelai (Surono 2004). Prebiotik dapat diperoleh dengan
beberapa cara, yaitu ekstrasi langsung polisakarida alami dari tumbuhan,
hidrolisis polisakarida alami, atau sintesis enzimatik dengan enzim hidrolase atau
glikosil transferase yang mengatalisis reaksi transglikosilasi hingga terbentuk
oligosakarida sintetik dari mono serta disakarida (Grizard dan Barthomeuf 1999).
Berdasarkan penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa prebiotik
tidak dicerna oleh enzim, tetapi difermentasi oleh bakteri anaerob dalam usus
besar. Prebiotik yang telah difermentasi dalam usus besar menghasilkan asam
lemak rantai pendek (short chain fatty acid /SCFA), menstimulasi pertumbuhan
berbagai bakteri termasuk lactobacilli dan bifidobacteria, serta dapat
menghasilkan gas. Fortifikasi menggunakan bifidobacteria atau lactobacilli usus
dengan prebiotik dapat memperbaiki efek perlindungan usus besar terhadap
berbagai mikroorganisme patogen dalam usus.
9

Probiotik khususnya Bifidobacterium secara selektif akan memfermentasi


fruktan dibandingkan sumber karbohidrat lain, seperti pati, fruktosa, dan pectin.
Beberapa prebiotik khususnya fruktan, seperti inulin dan fruktooligosakarida
(FOS) diketahui mampu mengubah komposisi mikroflora dalam pencernaan ke
arah dominasi Bifidobacterium dan hal ini sering disebut efek bifidogenik (Fooks
et al. 1999). Sementara asupan inulin terbukti dapat mempengaruhi secara
signifikan aktivitas probiotik dalam pertumbuhan dan performa pengasaman
(Oliviera et al. 2009).
Asupan konsumsi prebiotik dari konsumsi harian tidak dapat memenuhi
jumlah kebutuhan prebiotik yang berkhasiat menekan infeksi penyakit, sehingga
konsumsi tambahan prebiotik menjadi penting untuk dilakukan (Daud 2005).
Adapun manfaat prebiotik, antara lain: (1) menghambat bakteri patogen melalui
mekanisme langsung atau tidak langsung dengan memblok sisi reseptor pelekatan
patogen pada mukosa usus dan secara tidak langsung dengan mendukung
pertumbuhan probiotik (Rastall et al. 2005); (2) mencegah kanker usus; (3)
meningkatkan penyerapan kalsium (Ouwehand et al. 1999); (4) menurunkan
kolesterol dengan memicu pertumbuhan probiotik atau BAL yang memproduksi
enzim atau pengikatan kolesterol oleh membran (Surono 2004); (5) meningkatkan
imunitas dengan meningkatkan pertumbuhan probiotik yang berinteraksi dengan
sistem imun (Tzianabos 2000). Prebiotik digunakan luas untuk menambahkan
kadar serat pangan dalam produk susu, sereal, kue kering, yogurt, serta salad
(Karyadi 2003).

2.4 Inulin
Inulin merupakan homopolimer furanosidik, yang berarti inulin
merupakan polimer yang tersusun atas monomer yang sama, yaitu fruktosa yang
berbentuk cincin bersegi lima atau furanosa. Inulin pertama kali diisolasi dari
tanaman Inula helenium. Inulin juga ditemukan dalam chicori, dandelion, dan
artichoke (Roberfroid 2000). Prebiotik ini juga dapat diperoleh dari bawang
merah, bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang, gandum, dan barley
(Tungland 2000). Inulin juga dapat diekstraksi dari umbi dahlia (Zaharanti 2005).
10

Prebiotik jenis inulin tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan seperti
α-amilase ataupun enzim penghidrolisis lainnya, yaitu sukrase, maltase, dan
isomaltase, baik pada pH rendah maupun tinggi (Oku et al. 1984). Oleh karena
itu, inulin akan sampai ke usus dengan utuh sehingga dapat difermentasi oleh
probiotik.
Inulin merupakan fruktan dengan ikatan β (2-1) antar monomer pada poli
atau oligomernya. Terdapat unit glukosa pada ujungnya dengan ikatan α (1-2)
dengan monomer fruktosa, sehingga membentuk sukrosa (Niness 1999).
Roberfroid (1999) menyatakan hal yang sama bahwa fruktan tipe inulin memiliki
komposisi β-D-fruktofuranosa yang saling terhubung dengan ikatan β (2-1),
dengan monomer pertama dari rantainya adalah residu β-D-glukopiranosil atau
β-D-fruktopiranosil. Oleh karena itu inulin mampu digunakan sebagai pengganti
gula.

Gambar 1 Struktur Kimia Inulin.

Inulin sering ditambahkan untuk pengganti lemak, sebagai bahan


pengental, ataupun pemanis untuk produk bagi penderita diabetes. Inulin telah
ditambahkan ke dalam berbagai produk seperti produk susu dan turunannya, selai,
roti dan produk panggangan, sereal sarapan, bahkan dalam bentuk tablet suplemen
11

dengan tujuan untuk memperkaya kandungan serat, serta berperan sebagai


prebiotik (Franck dan Leenher 2005).

2.5 Yogurt
Yogurt merupakan salah satu produk susu fermentasi yang paling dikenal
masyarakat. Yogurt merupakan produk paling penting di Irak, Syiria, maupun
Turki. Sebutan yogurt berasal dari bahasa Turki “jugurt” yang berarti asam
(Rahman et al. 1992). Yogurt menurut SNI 2981 Tahun 2009 adalah produk yang
diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan
bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri
asam laktat lain yang sesuai, dengan/atau tanpa penambahan bahan pangan lain
dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Pada pembuatan yogurt, susu yang
akan difermentasi dipanaskan sampai 90oC selama 15-30 menit, kemudian
o
didinginkan sampai 43 C, diinokulasikan dengan 2% kultur campuran
(L. bulgaricus, S. thermophilus, L. acidophilus, dan Bifidobacterium) dan
dipertahankan pada suhu ini selama 4-5 jam sampai terjadi keasaman yang
dikehendaki yaitu 0.85 – 0.95% dan pada pH 4.0 – 4.5. Produk didinginkan segera
o
sampai 5 C untuk selanjutnya dikemas (Oberman 1985). Streptococcus
thermophilus dan L. bulgaricus mengubah gula susu (laktosa) menjadi asam laktat
sehingga mengakibatkan konsistensi susu cair menjadi yogurt (Water 2003).
Tahap pemanasan pada pembuatan yogurt merupakan salah satu tahap
terpenting. Menurut Early (1998) pemanasan bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme vegetatif penghasil racun pada makanan, membunuh atau
mengurangi mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan makanan sehingga
mencapai level yang dapat diterima, denaturasi protein whey yang bertujuan untuk
mengubah tekstur pada akhir produk.
Komposisi produk fermentasi bergantung pada kondisi susu awal dan
metabolisme spesifik dari pertumbuhan kultur mikroorganisme (Oberman 1985).
Komposisi yogurt menurut SNI 2981 tahun 2009 harus memenuhi beberapa
kriteria nutrisi yang meliputi lemak, protein, abu, keasaman dan bahan kering
tanpa lemak (BSN 2009).
12

Yogurt umumnya dibuat dengan dua jenis kultur bakteri asam laktat
(BAL) yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus. Kedua jenis bakteri asam laktat
ini merupakan kultur yang diutamakan oleh standar United States Food and Drug
Administration (USFDA) untuk produk yogurt di Amerika Serikat (Water 2003).
Yogurt merupakan minuman kesehatan yang baik untuk diet/dietetic
purpose dan pengobatan/therapeutic purpose (Tamime dan Robinson 1999).
Yogurt baik dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa karena memiliki kadar
laktosa yang lebih rendah yaitu 2 – 3% dibanding dengan susu segar sebesar 4,8%
(Robinson 2002).

2.6 Starter
Starter merupakan salah satu komposisi terpenting dalam pembuatan
yogurt. Beberapa aspek penting yang harus diperhatikan pada starter, yaitu bebas
dari kontaminasi, pertumbuhan yang cepat, menghasilkan flavor yang khas,
tekstur dan bentuk yang bagus, tahan terhadap bakteriofage dan juga tahan
terhadap antibiotika. Penyiapan starter harus dilakukan pada kondisi aseptik untuk
menghindari kontaminasi oleh kapang, khamir, bakteri koliform dan infeksi
bakteriofage. Untuk memperolah yogurt dengan aroma dan tekstur yang bagus
diperlukan perbandingan kultur starter yang harus disesuaikan antara jumlah
L. bulgaricus dan S. thermophilus (Rahman et al. 1992).
Lactobacillus bulgaricus dan S. thermophilus jika dibiakkan secara
bersama maka akan memproduksi asam lebih banyak jika dibandingkankan
dibiakkan secara terpisah. Kedua bakteri ini merupakan bakteri asam laktat
homofermentatif yang terutama memfermentasi laktosa menjadi asam laktat.
Lactobacilli terlebih dahulu tumbuh dominan dan menghasilkan asam amino
glisin dan histidin. Asam amino ini akan merangsang pertumbuhan dari
Streptococci (Tamime dan Robinson 1999).

2.6.1 Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus


Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus merupakan bakteri Gram
positif, anaerob fakultatif, homofermentatif, berbentuk batang, tidak berspora dan
bersifat katalase negatif (Gilliland 1986). Bakteri homofermentatif menghasilkan
13

sekitar 90% asam laktat, dengan cara mengubah heksosa menjadi asam laktat
melalui jalur Embden-Meyerhof menjadi glukosa dan 2-Triofosfat (Batt dan Patel
2000). Bakteri L. bulgaricus termasuk jenis bakteri termofilik karena hidup secara
normal pada suhu 45oC. Selain menghasilkan asam laktat, L. bulgaricus juga
menghasilkan asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil dalam jumlah yang cukup
rendah sekaligus mampu membebaskan asam amino valin, histidin, dan glisin
yang diperlukan oleh S. thermophilus. Dalam bentuk koloni bakteri ini mampu
bertahan hidup pada kondisi asam dengan pH 5.5.

2.6.2 Streptococcus thermophilus subsp. salivarus


Streptococcus thermophilus subsp. salivarus merupakan bakteri Gram
positif. Bakteri ini memiliki sifat metabolisme yang serupa dengan bakteri Gram
negatif, yaitu memiliki kemampuan hidup diberbagai habitat dan memiliki
perbedaan pada sifat fisiologinya (Batt dan Patel 2000). Streptococcus
thermophilus bukan merupakan bakteri pembentuk spora, bersifat katalase negatif
dan hidup secara anaerobik fakultatif. Suhu optimal bakteri ini adalah 42 – 45 oC.
Streptococcus thermophilus mampu memfermentasi laktosa, sukrosa,
glukosa, dan fruktosa. Bakteri ini bersimbiosis mutualisme dengan L. bulgaricus,
beberapa mensintesis dan melepaskan komponen yang dapat menstimulasi
pertumbuhan kedua bakteri. Keberadaan kedua bakteri ini secara bersama di
dalam susu dapat meyebabkan pertumbuhan keduannya menjadi lebih cepat
(Helferich dan Westhoff 1980).

Anda mungkin juga menyukai