Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
dengan baik.
Penulisan makalah dengan judul “Penyakit Tuberkulosis” ini disusun sebagai
salah satu tugas Epidemiologi Penyakit Menular.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ibu Imelda F.E. Manurung,
S.KM.,M.Kes yang telah memberikan tugas ini kepada penulis. Walaupun awalnya
penulis merasa kurang percaya diri dengan penulisan makalah ini, tapi penulis sadar
bahwa dengan mengerjakan tugas ini penulis mendapatkan banyak manfaat
diantaranya penulis dapat menambah wawasan tentang materi yang penulis kerjakan
dan penulis dapat belajar cara penulisan makalah dengan baik dan benar.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan,
karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Terima kasih.

Kupang, 25 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.................................................................................................................4
A. Distribusi Penyakit TBC.........................................................................................4
B. Etiologi Penyakit TBC............................................................................................7
C. Penularan Penyakit TBC........................................................................................7
D. Masa Inkubasi........................................................................................................8
E. Gambaran Klinis TBC............................................................................................9
F. Laboratorium.........................................................................................................9
G. Pengobatan Penyakit TBC................................................................................10
H. Program Pemberantasan TBC.........................................................................12
BAB III.............................................................................................................................15
PENUTUP........................................................................................................................15
A. KESIMPULAN.....................................................................................................15
B. SARAN..................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perhatian aktivis kesehatan sedunia dikejutkan oleh deklarasi “kedaruratan


global” (the global emergency) tuberculosis (TBC) pada tahun 1993 dari WHO
karena sebagian besar Negara-negara di dunia tidak berhasil mengendalikan
penyakit TBC. Hal ini disebabkan oleh rendahnya angka kesembuhan penderita
yang berdampak pada tingginya penularan. Penyakit ini kembali menjadi
perhatian dengan adanya fenomena ledakan kasus HIV/AIDS dan kejadian MDR
(multidrug resistance). Penyakit tuberculosis merupakan penyakit yang terinfeksi
yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh. Tuberculosis paru
merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting.

Penyakit tuberculosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Menurut
hasil penelitian, penyakit tuberculosis sudah ada sejak Zaman Mesir kuno yang
dibuktikan dengan penemuan pada mumi, dengan penyakit ini juga sudah ada
kitab pengobatan Cina ‘pen tsao’ sekitar 5000 tahun yang lalu. Pada tahun 1882
Ilmuan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberculosis yang merupakan
penyebab penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan
nama “(Mycobacterium tuberculosis)”.

Dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ketahun, diperkirakan


kasus TBC menjadi bertambah (reemerging disease). Ronal bayer, seorang ahli
kesehatan masyarakat dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa kasus TBC
merupakan bukti kegagalan para ahli kesehatan masyarakat, dengan adanya fakta
bahwa peningkatan status ekonomi mampu menurunkan kasus secara signifikan.

1
Tuberkulosis (TB) atau yang dulu dikenal TBC adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). TB
bukan disebabkan oleh guna-guna atau kutukan. TB juga bukan penyakit
keturunan. Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru, tetapi dapat juga
menyerang organ atau bagian tubuh lainnya (misalnya : tulang, kelenjar, kulit,dll)
(Kementrian Kesehatan RI-Badan PPSDM Kesehatan Puslat SDM Kesehatan,
2017). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Brunner & Suddrth.2002). Penyakit Tuberkulosis ini bisa
menimbulkan gejala yaitu terdiri dari gejala utama seperti batuk terus menerus
dan berdahak selama 2 mingggu atau lebih. Sedangkan gejala lainnya adalah
batuk bercampur darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan berkurang berat
badan turun, rasa kurang enak badan (lemas), demam/meriang berkepanjangan,
berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana distribusi penyakit TBC?
2. Bagaimana etiologi penyakit TBC?
3. Apa saja penularan penyakit TBC?
4. Bagaimana masa inkubasi penyakit TBC?
5. Apa saja gambaran klinis penyakit TBC?
6. Bagaimana pemeriksaan laboratorium penyakit TBC?
7. Bagaimana cara pengobatan penyakit TBC?
8. Apa saja program pemberantasan penyakit TBC?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengidentififkasi tentang distribusi penyakit TBC.
2. Mengidentifikasi etiologi penyakit TBC.
3. Menganlisis penularan penyakit TBC.
4. Mengidentifikasi masa inkubasi penyakiT TBC.
5. Menganalisis gambaran klinis penyakitTBC.

2
6. Mengidentifikasi pemeriksaan laboratorium penyakit TBC.
7. Mengidentifikasi cara pengobatan penyakit TBC.
8. Menganalisis program pemberantasan penyakit TBC.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Distribusi Penyakit TBC

Tuberkulosis tersebar di seluruh dunia. Pada awalnya di Negara industri


penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun baik mortalitas
maupun morbiditasnya selama beberapa tahun, namun di akhir tahun 1980-an
jumlah kasus yang dilaporkan mencapai grafik mendatar (plateau) dan kemudian
meningkat di daerah dengan populasi yang prevalensi HIV-nya tinggi dan di
daerah yang dihuni oleh penduduk yang datang dari daerah dengan prevalensi TB
tinggi.

Mortalitas dan morbiditas meningkat sesuai dengan umur, pada orang dewasa
lebih tinggi pada laki-laki. Morbiditas TBC lebih tinggi di antara penduduk
miskin dan daerah perkotaan jika dibandingkan dengan daerah pedesaan. Di AS
insidensi TBC menurun sejak tahun 1994, penderita yang dilaporkan adalah
9,4/100.000 (lebih dari 24.000 kasus). Daerah dengan insidens rendah termasuk
berbaagai wilayah di AS, kebanyakan kasus TBC berasal dari reaktivasi dari
fokus laten yang berasal dari infeksi primer. Di sebagian daerah urban yang luas
1/3 kasus berasal dari infeksi baru. Walaupun TBC menempati rangking terendah
diantara penyakit menular berdasarkan lama waktu pajanan. Namun pajanan
dalam waktu yang lama dalam lingkungan keluarga menyebabkan risiko
terinfeksi sebesar 30%. Jika infeksi terjadi pada anak maka risiko menjadi sakit
menjadi sakit selama hidupnya sekitar 10%. Bila terjadi koinfeksi dengan HIV
risiko pertahun menjadi 2-7% dan risiko kumulatif sebesar 60-80%.

Kejadian Luar Biasa (KLB) dilaporkan terjadi pada kelompok orang yang
tinggal pada ruangan yang tertutup seperti panti asuhan, penampungan

4
tunawisma, rumah sakit, sekolah, penjara, dan gedung perkantoran. Sejak tahun
1989 sampai dengan awal tahun 1990 telah dilaporkan terjadi KLB – MDR yang
cukup ekstensif terutama terhadap rifampisin dan INH di tempat dimana banyak
penderita HIV yang dirawat. KLB ini akan menimbulkan angka mortalitas tinggi
dan terjadi penularan kepada petugas kesehatan. Dengan penerapan dan
pelaksanaan yang ketat pedoman pemberantasan telah berhasil menanggulangi
KLB ini. Prevalensi infeksi TB yang ditemukan dengan tes tuberkulin meningkat
sesuai dengan umur. Insidensi infeksi di Negara berkembang menurun secara
bermakna dalam beberapa dekade ini. Angka infeksi pertahun di AS rata-rata
kurang dari 10/100.000 penduduk walaupun di beberapa daerah di AS angka
kejadian infeksi baru pertahun lebih tinggi. Di daerah dimana terjadi infeksi
dengan mycobacterium lain selain tuberculosis menyebabkan reaksi silang yang
menyulitkan interpretasi hasil tes tuberculin. Infeksi M.bovis pada manusia jarang
terjadi di AS tetapi masih menjadi masalah di beberapa daerah seperti di daerah
perbatasan Meksiko dimana penyakit ini pada ternak tidak ditangani dengan baik
dan masyarakat masih mengkonsusmi susu mentah.

Di Negara industri di seluruh dunia angka kesakitan dan kematian akibat


penyakit TBC menunjukkan menurun. Tetapi sejak tahun 1980-an grafik menetap
dan meningkat di daerah dengan prevalensi HIV tinggi. Morbiotas tinggi biasanya
terdapat pada kelompok masyarakat dengan social-ekonomi rendah dan
prevalensinya lebih tinggi pada daerah perkotaan daripada pedesaan.

WHO memperkirakan terjadi kasus TBC sebanyak 9 juta pertahun di seluruh


dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta orang pertahun
dari seluruh kematian tersebut, 25% terjadi di Negara berkembang. Sebanyak
75% dari penderita berusia 15-50 tahun (usia produk). WHO menduga kasus TBC
di Indonesia merupakan nomor 3 terbesar di dunia setelah Cina dan India.
Prevalensi TBC secara pasti belum diketahui. Asumsi prevalensi BTA (+) di
Indonesia adalah 130/100.000 penduduk.

5
WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia 50%-nya
berasal dari Negara-negara Afrika dan Asia serta Amerika (Brasil). Hamper
semua Negara ASEAN masuk dalam kategori 22 negara tersebut kecuali
Singapura dan Malasyia. Dari seluruh kasus di dunia. India menyumbang 35%
Cina 15% Indonesia 10%.

Penyakit ini menyerang semua golongan umur dari jenis kelamin, serta mulai
merambah tidak hanya pada golongan sosial ekonomi rendah saja. Profil
kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase penderita TBC
terbesar usia 25 sampai 34 tahun (2,67%) diikuti 35 sampai 44 tahun (20,46%),
15 – 24 tahun (18,8%) 55 – 64 tahun (12,32%), lebih dari 65 tahun (6,68%) dan
yang terendah adalah 0 – 14 tahun (1,31 %). Gambaran di seluruh provinsi di
Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 76.230 penderita TBC BTA
(+), terdapat 43,294 laki-laki (56,79%) dan 32,936 penderita (43,21%).

Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapai 70,03 %


dari 85 % yang ditargetkan. Rendahnya angka kesembuhan disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu penderita (perilaku karakteristik, sosial ekonomi, petugas
perilaku keterampilan), ketersediaan obat, lingkungan (geografis), PMO
(Pengawas Minum Obat), serta verulensi dan jumlah kuman.

Penyebab penyakit tuberculosis adalah bakteri Micobactium tuberculosis dan


Mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 –
0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau
tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal dan terdiri dari
lipoid (terutama asam mikolat).

Bakteri mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencurian,


warna dengan asam alkohol, hingga sering disebut Basil Tahan Asam (BTA),
serta tahan terhadap zat kimia dan fisik, kuman tuberculosis juga tahan dalam
keadaan kering dan dingin bersifat dorman dan aerob.

6
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 600 C selama 30 menit, dan
dengan alcohol 70 – 95 % selama 15 – 30 detik, bakteri ini tahan selama 1-2 jam
di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan
bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kantaminasi bakteri
memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam.

B. Etiologi Penyakit TBC

Penyebab infeksi adalah kompleks M.tuberculosis. Kompleks ini termasuk


M.tuberkulosis dan M.afrikanum terutama berasal dari manusia dan M.bovis yang
berasal dari sapi. Mycobacteria lain biasanya menimbulkan gejala klinis yang
sulit dibedakan dengan tuberculosis. Etiologi penyakit dapat diidentifikasi dengan
kultur. Analisis genetic sequence dengan menggunakan teknik PCR sangat
membantu identifikasi non kultur.

C. Penularan Penyakit TBC

Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TB dalam percikan


ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB Paru atau TB Laring pada waktu
mereka batuk, bersin atau pada waktu bernyanyi. Petugas kesehatan dapat
tertulari pada waktu mereka melakukan otopsi, bronkoskopi atau pada waktu
mereka melakukan intubasi. TB laring sangat menular. 546 kontak janga panjang
dengan penderita TB menyebabkan risiko tertulari, infeksi melalui selaput lender
atau kulit yang lecet bisa terjadi namun sangat jarang.

TB Bovinum penularannya dapat terjadi jika orang terpajan dengan sapi yang
menderita TB, biasanya karena minum susu yang tidak dipasteurisasi atau karena
konsumsi produk susu yang tidak diolah dengan sempurna. Penularan lewat udara
juga terjadi pada petani dan peternak TB ekstra pulmoner (selain TB Laring)
biasanya tidak menular, kecuali sinur keluar discharge.

7
Risiko terifeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan
sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetic dan faktor pejamu
lainnya. Risiko tinggi perkembangannya penyakit yaitu anak, ada anak berusia 3
tahun, berisiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa
remaja. Dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran pernapasan dan biasa menyebar ke bagian tubuh lain melalui
peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, hingga
kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17 %. Hasil studi lainnya
melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali
lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah).

Seorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi
menularkan penyakit penularan infeksi, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak
menularkan angka risiko penularan infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar
10/100.000 populasi. Di Indonesia angka ini sebesar 1-3% yang berarti diantara
100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan terinfeksi TBC. Stengah dan mereka
BTA-nya akan positif (0,5%).

D. Masa Inkubasi

Mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala adanya lesi primer
atau reaksi tes tuberculosis positif kira-kira memakan waktu 2-10 minggu. Risiko
menjadi TB Paru dan TB Ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer
biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi latin dapat berlangsung
seumur hidup. Infeksi HIV meningkatkan risiko terhadap infeksi TB dan
memperpendek masa inkubasi.

8
E. Gambaran Klinis TBC

Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberculosis paru apabila


ditemukan gejala klinik utama.

Gejala utama pada tersangka TBC adalah:

1. Batuk berdahak lebih dari 3 minggu.


2. Batuk berdarah.
3. Sesak nafas.
4. Nyeri dada.

Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak tinggi,
meriang dan penurunan berat badan. Dengan strategi yang baru (DOTS, Diretly
Observed Treatment Shortcourse), gejala utamanya adalah batuk berdahak
dan/atau terus-menerus selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut
seorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala
tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikrobiologis.

F. Laboratorium

Untuk menegakkan diagnosis penyakit tuberculosis dilakukan pemeriksaan


laboratorium untuk menemukan BTA (+). Pemeriksaan lain yang dilakukan yaitu
dengan pemeriksaan kutu bakteri, namun biasanya mahal dan hasilnya lama.

Metode pemeriksaan dahak (bukan liur) sewaktu pagi, sewaktu (SPS) dengan
prmeriksaan mikroskopis membutuhkan + 5 ml dahak dan biasanya menggunakan
penawaran panas dengan metode Zilehl Neelsen (ZN) atau penawaran dingin
Kinyoun Gebbet menurut Tanthiam Hok. Bila dari dua kali pemeriksaan
didapatkan hasil BTA (+), maka pasien tersebut dinyatakan positif mengidap
Tuberkulosis Paru.

9
G. Pengobatan Penyakit TBC

Pengobatan Tuberkulosis Paru menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


dengan metode Directy Observed Treatment (DOTS):

1. Katekori I ( 2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC.


2. Kategori II (2 HRZES/HERZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien
yang pengobatan kategori I nya gagal atau pasien yang kambuh).
3. Kategori III (2 HRZ/4H3RE) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+).
4. Sisipan (HRZE) digunakan sehingga tambahan bila pada pemeriksaan
akhir tahap infeksi dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II
ditemukan BTA (+).

Obat diminum sekaligus 1 (satu) jam sebelum makan.

KATEGORI:

1. Tahap diberikan setiap hari selama 2 (dua) bulan (2 HRZE).


 INH (H) : 300 mg – 1 tablet
 Rifanspisin (R) : 450 mg – 1 tablet
 Pirazinamid (Z) : 1500 mg – 3 kaplet @ 500 mg
 Etambutol (E) : 750 – 3 kaplet @ 250 mg

Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali,


Regimen ini disebut KOMBIPAK II.

Tindak Lanjut Pengobatan

Kategori Waktu Hasil BTA Intervensi


Akhir tahap Negatif Diteruskan ke
intensif tahap lanjutan
Positif Terapkan sisipan
selama 1 bulan

10
jika hasil
pemeriksaan
dahak masih (+)
I maka diharuskan
ke tahap lanjutan

Sebulan sebelum positif sembuh


akhir-akhir Negatif Pengobatan
pengobatan gagal, ganti ke
kategori II
Akhir intensif positif Teruskan ke
tahap lanjut
2 kali sembuh
pemeriksaan :
II
negatif

Positif Pengobatan
gagal, pasien
kronis dirujujk ke
Sebulan sebelum
spesialis atau
akhir-akhir
mengonsumsi
pengobatan
INH seumur
hidup

Negatif Teruskan ke
tahap lanjut

Kahir intensif Positif Pengobatan

11
diganti dengan
kategori II

2. Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan


(4H3R3):
 INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
 Rifampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet

Obat tersebut diminum 3 (tiga) kali dalam seminggu (intermiten)


sebanyak 54vkali, Regimen ini disebut KOMBIPAK III.

H. Program Pemberantasan TBC

Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS


yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai penularan
TBC. Terdapat lima komponen utama DOTS:

1. Komitmen politik dan para pengambil keputusan, termasuk dukungan


data.
2. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam
dahak.
3. Terjaminnya persediaan obat anti tuberculosis (OAT).
4. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh pengawas minum obat (PMO).
5. Pencatatan dan pelaporan secara buku untuk memantau dan mengevaluasi
program penanggulangan TBC.

12
TUJUAN:

1. Tujuan Umum
Memutus penularan sehingga penyakit Tuberkulosis diharapkan bukan
lagi mejadi masalah kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Cakupan penemuan kasus BTA (+) sebesar 7%.
b. Kesembuhan minimal 85%.
c. Mencegah Multidrug Resistance (MDR).

SASARAN:

Masyarakat tersangka TBC berusia 15 tahun.

KEBIJAKAN DARI STRATEGI:

1. Pengobatan untuk semua penderita baru.


2. Petugas pengelola TBC harus mengikuti pelatihan strategi DOTS.
3. Monitoring pengobatan.
- Kategori I > akhir bulan ke 2,5,6
- Kategori II > akhir bulan ke 3, 7, 8
- Kategori II > akhir bulan ke 7

KEGIATAN DAN LANGKAH-LANGKAH:

1. Penemuan penderita (case finding) secara lintas program dan lintas sector,
secara aktif (misalnya kontak survei) dan pasif.
2. Pengobatan penderita (case holding).
a. Pengawasan minum obat, terutama pada saat intensif oleh puskesmas.
b. Perencanaan termasuk jadwal minum obat, kunjungan rumah,
pencegahan DO (drop out) dan sebagainya.
c. Pengamatan efek samping.

13
- Tubuh melemah.
- Nafsu makan menurun.
- Gatal-gatal.
- Sesak nafas.
- Mual dan muntah.
- Berkeringat dingin dan menggigil.
- Gangguan pendengaran dan pengelihatan.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Penyakit tuberculosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Menurut
hasil penelitian, penyakit tuberculosis sudah ada sejak Zaman Mesir kuno yang
dibuktikan dengan penemuan pada mumi, dengan penyakit ini juga sudah ada

14
kitab pengobatan Cina ‘pen tsao’ sekitar 5000 tahun yang lalu. Pada tahun 1882
Ilmuan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberculosis yang merupakan
penyebab penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan
nama “(Mycobacterium tuberculosis)”.

Dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ketahun, diperkirakan


kasus TBC menjadi bertambah (reemerging disease). Ronal bayer, seorang ahli
kesehatan masyarakat dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa kasus TBC
merupakan bukti kegagalan para ahli kesehatan masyarakat, dengan adanya fakta
bahwa peningkatan status ekonomi mampu menurunkan kasus secara signifikan.

Tuberkulosis (TB) atau yang dulu dikenal TBC adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). TB
bukan disebabkan oleh guna-guna atau kutukan. TB juga bukan penyakit
keturunan. Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru, tetapi dapat juga
menyerang organ atau bagian tubuh lainnya (misalnya : tulang, kelenjar, kulit,dll)
(Kementrian Kesehatan RI-Badan PPSDM Kesehatan Puslat SDM Kesehatan,
2017). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Brunner & Suddrth.2002). Penyakit Tuberkulosis ini bisa
menimbulkan gejala yaitu terdiri dari gejala utama seperti batuk terus menerus
dan berdahak selama 2 mingggu atau lebih. Sedangkan gejala lainnya adalah
batuk bercampur darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan berkurang berat
badan turun, rasa kurang enak badan (lemas), demam/meriang berkepanjangan,
berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan.

B. SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari

15
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah diatas.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Kunoli, F.J. 2013. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular: Untuk Mahasiswa


Kesehatan Masyarakat. Cetakan I, CV. Trans Info Media, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai