Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga
jemaat HKBP dan menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku di HKBP. Lebih jelasnya hal ini
diatur dalam buku, Aturan dohot Paraturan (AP) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tahun
2002 bagian ketiga yaitu Peraturan Bab I Pasal 2 ayat 1 mengenai Kewargaan HKBP, bahwa
warga HKBP adalah:

W
1.1 Yang sudah dibaptis dan hidup dalam ketaatan kepada Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
1.2 Yang tunduk pada konfessi, Aturan Peraturan, Peraturan Penggembalaan dan Siasat Gereja, serta norma-

D
norma kekristenan di HKBP.
1.3 Namanya tertulis pada buku keluarga atau buku register warga jemaat.

K
Mengenai hak warga terdapat dalam buku AP HKBP tahun 2002 bagian kedua yaitu mengenai
Aturan Bab X pasal 13, bahwa:

U
Setiap warga berhak memperoleh bagian dalam pelayanan baptisan kudus, sidi, perjamuan
kudus, pemberkatan pernikahan, dan menerima penggembalaan, penghiburan bagi yang sakit,
yang berdukacita bimbingan kepada keluarga yang terkena sanksi hukum negara maupun

©
Peraturan Penggembalaan dan siasat Gereja; doa syafaat dan berbagai berkat rohani melalui
pelayanan jemaat.

Melalui pasal di atas diketahui bahwa sebagai warga HKBP salah satu hak warga adalah
memperoleh bagian dalam pelayanan pemberkatan pernikahan. Ini berarti kepada setiap warga
jemaat yang ingin membangun rumah tangga, pihak gereja harus mempersiapkan suatu ibadah
pemberkatan pernikahan untuk mereka.

Sebelum pemberkatan pernikahan diberikan, calon pasangan suami dan istri harus diperiksa
terlebih dahulu sesuai dengan aturan yang berlaku di HKBP. Jika didapati hal-hal yang membuat
tidak dimungkinkannya pelaksanaan suatu pemberkatan pernikahan, gereja berhak menyatakan
halangan pemberkatan pernikahan. Salah satu halangan yang menyebabkan tidak dapat
dilangsungkannya suatu pemberkatan pernikahan di HKBP yaitu jika diketahui bahwa jemaat
yang ingin diberkati ternyata telah hamil (sedang mengandung). Sebab kepada orang yang
diketahui telah hamil sebelum menikah secara resmi, akan diberlakukan Hukum Penggembalaan

1
dan Siasat Gereja yang dalam HKBP disebut Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP) di
HKBP. Berkenaan dengan kasus hamil sebelum menikah secara resmi, diatur dalam RPP Bab III
mengenai Bentuk dan Jenis Pelanggaran yang Bertentangan dengan Hukum Taurat No. 6
Berkaitan dengan Titah Ketujuh (Berzinah) bagian C.

Berzinah dalam RPP Bab III No. 6 C, diterjemahkan dari kata na marlangka pilit secara harafiah
dapat diartikan sebagai “yang salah langka” termasuk di dalamnya yang diketahui telah hamil
sebelum menikah secara resmi di gereja.1 Dengan demikian orang yang telah hamil itu tidak
dapat menerima pemberkatan pernikahan namun kepada mereka diberikan penggembalaan dan
diharapkan mereka dapat mengakui dosa kepada gereja dan kemudian setelah mereka melakukan

W
pengakuan dosa kepada gereja di depan para pelayan dan jemaat sesuai dengan tata kebaktian
(agenda HKBP) yang diatur oleh gereja, mereka akan diterima kembali oleh gereja dan statusnya
sebagai jemaat dipulihkan.

D
Di HKBP Makassar beberapa kali dijumpai ada jemaat HKBP yang mengalami kehamilan
sebelum menerima pemberkatan pernikahan di gereja dan biasanya yang mengalaminya adalah

K
anak muda. Keluarga yang mengetahui bahwa anaknya telah hamil atau yang telah menghamili
seorang gadis, akan segera mencari solusi bagaimana agar mereka dapat segera dinikahkan

U
secara resmi sebelum anak yang dikandung lahir. Mengetahui bahwa aturan di HKBP tidak
memperkenankan untuk melakukan pemberkatan pernikahan bagi pasangan yang telah hamil,
biasanya ada dua macam respon yang dipilih oleh keluarga itu.

©
Respon pertama, keluarga tersebut akan mempertimbangkan apakah tetap ingin mengikuti
kebijakan gereja atau respon kedua, pergi ke gereja lain yang bersedia melakukan pemberkatan
pernikahan bagi anaknya yang telah hamil. Jika mereka memilih respon pertama yaitu mengikuti
kebijakan yang ditetapkan oleh HKBP, maka mereka akan memegang status sebagai jemaat yang
sedang digembalakan sesuai dengan aturan Hukum Penggembalaan dan Siasat gereja (RPP
HKBP). Mereka (pasangan suami-istri yang hamil sebelum menikah resmi) akan diberikan
pendampingan secara khusus kemudian mereka diharapkan agar dapat melakukan pengakuan
dosa sehingga kemudian mereka akan diterima kembali sebagai jemaat dan status mereka
sebagai suami-istri akan diakui.2 Tetapi walau demikian pasangan yang telah hamil itu tetap

1
Na marlangka pilit adalah kata yang digunakan dalam Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP)
yang menggunakan bahasa Batak. Sedangkan kata “berzinah” merupakan kata yang dipakai dalam buku terjemahan
RPP ke dalam bahasa Indonesia yakni Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja yang diterjemahkan oleh Pdt. A.A.
Zaitun Sihite, M.Th yang adalah pendeta HKBP Ressort Yogyakarta.
2
Di HKBP ketika ada orang yang akan menerima siasat gereja akan dilaksanakan suatu kebaktian
pelaksanaan siasat gereja (Pasahathon dongan tu uhuman Huria) dan ketika ia telah mengakui dosanya juga akan

2
tidak akan pernah menerima pemberkatan pernikahan dari HKBP. Sedangkan jika memilih
respon kedua yaitu mereka tetap mengharapkan menerima pemberkatan pernikahan, maka
mereka harus pergi ke gereja lain yang bersedia melayankan pemberkatan pernikahan kepada
mereka. Namun dengan demikian mereka akan kehilangan status sebagai jemaat HKBP karena
dianggap telah meninggalkan gereja dan terdaftar sebagai jemaat di gereja lain. Di HKBP
Makassar, pasangan yang tidak dapat memperoleh pemberkatan nikah di HKBP karena diketahui
telah hamil, biasanya memilih respon yang kedua yaitu pergi ke gereja lain yang bersedia
melayankan pemberkatan pernikahan bagi mereka.

Alasan yang lazim dikemukakan oleh gereja (HKBP) ketika ditanyakan mengapa orang yang

W
telah hamil tidak dapat diberikan pemberkatan pernikahan adalah karena dosa. Mereka telah
melanggar hukum Allah yakni perintah jangan berzinah. Selain itu dalam pandangan HKBP
yang merupakan gereja dengan mayoritas jemaat menghidupi budaya Batak, memandang bahwa

D
laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama dan memiliki anak sudah dikatakan sebagai
keluarga (pasangan suami dan isteri) meskipun mereka tidak pernah menikah secara resmi sesuai

K
aturan di gereja, adat maupun di negara.3 Jadi mereka tidak perlu diberikan pemberkatan
pernikahan sebab pemberkatan pernikahan diberikan kepada orang yang baru mau memulai
suatu hubungan suami dan istri. Sedangkan alasan yang biasanya terdengar tentang mengapa

U
orang yang tidak dapat diberkati di HKBP memilih untuk beralih ke gereja lain yang bersedia
memberikan mereka pemberkatan pernikahan, antara lain adalah karena mereka malu untuk

©
mengakui dosa kepada gereja dan mereka menginginkan agar mereka tetap diberkati walaupun
mereka sadar telah melakukan dosa atau pelanggaran. Tidak diketahui apa alasan pasti yang
melatarbelakangi mengapa mereka tetap menginginkan mendapatkan pemberkatan pernikahan
dari gereja namun dengan adanya sikap warga jemaat yang bersedia diberkati di gereja lain
memperlihatkan bahwa ada sesuatu yang mereka rasa pantas untuk diperjuangkan dan mereka
memiliki alasan untuk memperjuangkannya.

Adanya dua macam respon dari warga jemaat terhadap sikap gereja yang seakan-akan membeda-
bedakan orang yang berhak dan tidak berhak menerima pemberkatan pernikahan memancing
saya untuk berpikir sebenarnya hal apa atau gagasan apa yang ada dalam pikiran warga jemaat
mengenai ritual pernikahan. Mengapa ada jemaat yang tetap mengupayakan ritual pernikahan
tetapi juga ada yang bisa menerima aturan gereja yang tidak memperkenankan mereka terlibat

dilaksanakan kebaktian penerimaan kembali anggota (Paluahon angka na hona uhum parhuriaon) sesuai dengan
tata kebaktian yang telah diatur dalam buku tata kebaktian HKBP (agenda HKBP).
3
Bagi masyarakat suku Batak laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama dan memiliki anak sudah
dikatakan sebagai satu keluarga, berbeda dengan masyarakat Indonesia yang melihat hal itu sebagai kumpul kebo.

3
dalam ritual pernikahan. Respon yang diambil oleh warga jemaat mungkin dipengaruhi oleh
suatu gagasan yang mereka pikirkan mengenai pemberkatan pernikahan.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berkenaan dengan gagasan mengenai pemberkatan pernikahan, Remco Robinson


mengemukakan adanya dimensi sosial dan teologis dari suatu ritual pernikahan yang diadakan di
gereja. Secara sosial, kebaktian pemberkatan pernikahan merupakan suatu ritus transisi yakni
ritus yang mempersiapkan orang dalam masa peralihan dan atau sebagai ritus konfirmasi yakni
ritus yang mengonfirmasi status orang yang telah menikah.4 Sementara secara teologis,
kebaktian pemberkatan pernikahan ritual merupakan ritual yang dilakukan di gereja karena ada

W
tujuan teologis tertentu yang ingin disampaikan yaitu pernikahan sebagai hal yang bersifat
transenden dan imanen.5

D
Salah satu alasan mengapa orang Kristen ingin menikah di gereja adalah agar mereka dapat
memperoleh pengakuan Yuridis dari negara dan masyarakat. Sebab Di Indonesia suatu

K
perkawinan dianggap resmi oleh negara apabila ada pernyataan dari lembaga agama yang
menyatakan bahwa pasangan suami dan isteri telah menikah menurut aturan dalam agama yang

U
dianut oleh pasangan suami dan isteri tersebut. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku di Republik Indonesia, Pasal 2:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

©
kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
6
yang berlaku. Pernyataan dalam undang-undang tersebut mengimplikasikan bahwa pasangan
suami dan isteri yang hendak mendapatkan pengakuan resmi dari negara yakni pencatatan sipil
harus memiliki surat keterangan menikah yang sah dari institusi agama atau gereja yang
bersangkutan. Adanya pengakuan resmi ini akan memberi dampak bagi penerimaan masyarakat
terhadap status pasangan yang telah menikah. Dalam hal ini ritual pernikahan yang diadakan di
gereja memiliki dampak sosial bagi relasi pasangan yang menikah dengan lingkungan sosialnya.
Melalui ritual pernikahan, gereja terlibat dalam proses peralihan yang dialami pasangan suami
istri dan melalui ritual pernikahan hubungan mempelai dikonfirmasi kepada masyarakat bahwa
mempelai bukanlah pria dan wanita yang sekedar menjalin relasi berpacaran tetapi sebagai
pasangan suami istri yang berkomitmen untuk hidup bersama selamanya.
4
Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,
(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 25-30
5
Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,
(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 187-188
6
Diunduh dari http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm pada hari senin, 09 Juni 2014 pukul 20.51

4
Mengenai dimensi teologis ritual pernikahan dapat dilihat sebagai ritus yang bersifat transenden
dan imanen.7 Dalam pemahaman yang imanen, pernikahan dilihat sebagai kepentingan atau
urusan dari pria dan wanita yang menjalin relasi dan memutuskan untuk menikah. Janji
pernikahan yang dibuat adalah janji kepada komunitas dimana mereka berada dan melalui
pernikahan yang disaksikan oleh sejumlah orang, membuat mereka memiliki tanggung jawab
untuk terus memegang janji pernikahan itu.8 Sementara dalam pemahaman yang transenden,
pernikahan dipahami sebagai inisiatif Allah bagi manusia. Bahwasanya sejak awal mula Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang dipanggil untuk saling tertarik,
saling membutuhkan, dan bahkan untuk hidup bersama (Kej 2:21-24) sehingga janji pernikahan
yang diucapkan merupakan janji kepada Allah.9 Mengenai hal ini Martasudjita mengatakan

W
Perjanjian Lama sangat menghargai ikatan perkawinan sebab perkawinan dilihat sebagai yang
dikehendaki oleh Allah sendiri, bahkan perkawinan digunakan oleh Perjanjian Lama sebagai
gambaran sejarah hubungan antara Yahwe dan umat-Nya Israel.10 Dengan demikian hidup

D
berkeluarga tidak hanya sekedar urusan pribadi melainkan juga sebagai panggilan Tuhan. Maka
alasan lain yang membuat warga jemaat sangat mengharapkan adanya pelayanan pemberkatan

K
pernikahan mungkin karena mereka melihat bahwa pernikahan disamping bersifat sosial juga
memiliki arti teologis bahwa mereka menikah mengucapkan janji kepada suami atau istri, juga

U
kepada seluruh orang yang hadir, sekaligus juga janji kepada Allah yang telah mempertemukan
dan memanggil mereka untuk menjalin ikatan sebagai suami dan istri.

©
Anne K. Hershberger mengatakan bahwa perkawinan juga adalah berkat khusus bagi gereja jika
gereja dapat memberkati dan menguatkan komitmen (perkawinan). Perkawinan orang Kristen
juga menghasilkan keintiman spiritual – berbagi iman, berbagi pandangan dunia, dan berbagi
rasa tentang pimpinan dan kehadiran Allah. Ketika gereja yang dikatakan sebagai persekutuan
orang percaya kepada Kristus mendukung kesatuan mempelai, saat sebuah keluarga baru
diteguhkan, maka lapisan keluarga yang lain (warga gereja) juga turut mendukung dan
meneguhkan janji yang menguatkan pasangan tersebut sekaligus juga turut merayakan
perkawinan mereka.11

7
Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,
(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007 p. 48
8
Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,
(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), P. 74
9
Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,
(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 75
10
Martasudjita, Sakramen Gereja, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), p. 353
11
Anne K. Hershberger, Seksualitas Pemberian Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), p. 95-96

5
Warga jemaat yang cenderung memilih respon kedua yakni pergi ke gereja lain yang bersedia
memberikan pemberkatan pernikahan, kemungkinan karena menganggap ritual pernikahan
adalah hal yang penting. Entah apa yang melatarbelakangi mengapa mereka berusaha
mendapatkan pemberkatan pernikahan, tapi yang pasti mereka memiliki alasan yang
diperjuangkan sehingga mereka berusaha untuk mendapatkannya.

Selain pemberkatan pernikahan di gereja, masyarakat Batak Toba juga melihat pernikahan adat
sebagai hal yang penting. Dalam budaya Batak, pernikahan adat memiliki arti yang sangat
penting sebab perkawinan bagi orang Batak merupakan suatu pranata yang melibatkan keluarga
luas dan perkawinan mengikat seluruh anggota-anggota marga yang tercakup di dalam sistem
kekerabatan budaya Batak yang biasa disebut sebagai dalihan natolu.12 Dalam hal ini saya

W
melihat orang Batak cenderung memahami pernikahan adat sebagai hal yang bersifat sosial
yakni relasi dalam sistem kekerabatan. Perkawinan juga memiliki tujuan untuk menaikkan status

D
dalam keluarga sebab apabila seseorang telah berkeluarga, ia sudah berhak diundang menghadiri
adat, memperoleh hak warisan dan memberikan pendapat dalam acara adat. Selain itu orang

K
Batak juga memiliki pandangan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk mempunyai keturunan.
Mempunyai keturunan merupakan hal yang penting bagi orang Batak sebab keturunan akan
meneruskan nama dari orangtua. Orangtua juga akan banggsa apabila semua anaknya sudah

U
berkeluarga karena bagi orang Batak salah satu keberhasilan orangtua dalam merawat dan
membesarkan anak-anaknya diukur dari keberhasilan anak-anaknya termasuk keberhasilan anak

©
dalam membangun keluarga. Ketika orangtua telah meninggal dunia pada saat semua anaknya
sudah berkeluarga, kepada orangtua akan diberikan ritual adat saur matua sebagai penghargaan
atas keberhasilan orangtua dalam merawat dan membesarkan anak-anaknya.

Dalam tahap-tahap aktivitas perkawinan adat Batak, acara pemberkatan (pamasu masuon) di
Gereja termasuk dalam salah satu aktivitas pada tahap peresmian perkawinan. 13 Tetapi tidak
diketahui apakah pemberkatan pernikahan di gereja dilakukan karena mereka menganggap
pemberkatan pernikahan adalah hal yang penting dan memiliki tujuan khusus ataukah
pernikahan di gereja hanya sebagai rangkaian dari pernikahan adat atau sebagai keharusan bagi
orang Kristen. Namun untuk membantu memahami bagaimana warga jemaat HKBP Makassar
memahami arti pemberkatan pernikahan sebagai ritual pernikahan di gereja, dapat dilihat dari

12
Harry Waluyo, Perkawinan Adat Batak di Kota Besar, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian Pengkajian dan
Pembinaan NIlai-Nilai Budaya, 1993) p. 34
13
Harry Waluyo, Perkawinan Adat Batak di Kota Besar, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian Pengkajian dan
Pembinaan NIlai-Nilai Budaya, 1993), p. 40

6
bagaimana anggota jemaat HKBP Makassar memahami pernikahan adat Batak Toba.
Pemahaman warga jemaat terhadap arti penting pernikahan adat akan membantu untuk
mengetahui mengenai ide atau gagasan apa yang dipikirkan atau yang dipahami warja jemaat
mengenai arti penting dan tujuan gereja melaksanakan pemberkatan pernikahan. Dalam hal ini
gagasan pernikahan dalam budaya Batak Toba memiliki kolerasi dengan gagasan warga jemaat
HKBP mengenai ritual pemberkatan pernikahan.

Bagi warga jemaat HKBP Pernikahan adat adalah hal yang penting karena memiliki tujuan sosial
dan merupakan ungkapan spiritual dari tradisi yang dihidupi oleh orang Batak. Dalam kaitannya
dengan gagasan warga jemaat HKBP mengenai gagasan ritual pernikahan, ada kemungkinan

W
warga jemaat juga melihat ritual pemberkatan pernikahan di gereja memiliki tujuan yang bersifat
sosial atau bahkan memiliki nilai teologis sehingga warga jemaat merasa perlu untuk menerima
pemberkatan pernikahan dari gereja.

D
Melihat pentingnya pernikahan adat dalam pandangan orang Batak menimbulkan pertanyaan
besar, bagaimana orang Batak khususnya warga jemaat HKBP Makassar memahami arti

K
pemberkatan pernikahan sebagai ritual pernikahan yang diadakan di gereja? Apakah pernikahan
di gereja tidak lebih penting dari pada pernikahan adat sehingga ada warga jemaat yang bersedia

U
jika tidak mendapatkan pelayanan ritual pernikahan di gereja, ataukah warga jemaat melihat
ritual pernikahan di gereja sama pentingnya atau bahkan lebih penting dari pernikahan adat
sehingga walaupun HKBP tidak memperkenankan mereka menerima pemberkatan pernikahan

©
mereka tetap berusaha mencari cara agar mereka dapat memperoleh pemberkatan pernikahan
walaupun harus melalui gereja yang lain?

Gereja melakukan suatu pemberkatan pernikahan tentunya bukan sebagai formalitas belaka
melainkan ada suatu pandangan atau tujuan tertentu gereja melakukan pemberkatan pernikahan
bagi pasangan yang ingin menikah. Berkaitan dengan hal ini Remco Robinson dalam
disertasinya memperlihatkan hasil penelitian empiris mengenai gagasan tentang ritual pernikahan
yang dilakukan di gereja. Ia menjelaskan bahwa ritual pernikahan memiliki tujuan sosial dan
tujuan teologis.14 Robinson menguraikan tujuan sosial ritual pernikahan ke dalam dua hal yakni
transisi dan konfirmasi, begitu juga dengan tujuan teologis dibagi menjadi dua hal yakni tujuan
transenden dan tujuan imanen.

14
Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage
Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 2007) p. 12-14

7
Pertama yang berhubungan dengan dimensi sosial pernikahan yaitu tujuan “transisi” 15. Dalam
menjelaskan tujuan transisi pernikahan, Remco menggunakan teori Van Gennep yang
mengkategorikan ritual pernikahan sebagai ritus peralihan sebab dalam satu peristiwa pernikahan
setidaknya salah satu pasangan (suami atau istri) akan meninggalkan rumah dan keluarganya
untuk tinggal di rumah yang baru bersama keluarga yang baru dengan demikian pasangan yang
menikah mengalami suatu transisi yakni perubahan keadaan tempat tinggal, keluarga dan
lingkungan sosial.16 Perubahan keadaan yang dialami oleh pasangan yang menikah atau
memutuskan hidup bersama akan membawa mereka kedalam suatu keadaan krisis sosial,
psikologis dan spiritual. Dalam hal ini ritual berperan untuk mempersiapkan orang menghadapi
krisis tersebut dan melalui ritual pernikahan kehadiran seluruh jemaat merupakan ungkapan

W
bahwa mereka akan turut mendampingi tahap-tahap peralihan atau proses transisi yang akan
dialami pasangan suami dan isteri.

D
Yang kedua adalah tujuan “konfirmasi”17. Selain untuk mempersiapkan seseorang dalam masa
transisi, ritual pernikahan juga mengonfirmasi status dan relasi pasangan yang menikah bahwa

K
mereka kini adalah suami dan isteri yang akan hidup bersama selamanya. Partisipasi mereka
dalam ritual pernikahan menyatakan bahwa mereka telah siap untuk hidup sebagai suami istri
dengan komitmen dan ikatan perkawinan. Dengan demikian mereka berjanji akan setia pada

U
pernikahan mereka. Selain itu melalui ritual pernikahan, umat yang hadir turut mengonfirmasi
status pasangan yang menikah bahwa mereka bukan laki-laki dan perempuan yang tinggal

©
bersama tanpa ikatan melainkan kini mereka adalah suami dan isteri yang berjanji untuk hidup
bersama selamanya.

Dalam pemahaman yang transenden, orang memahami bahwa sejak semula Allah menciptakan
laki-laki dan perempuan bagi satu sama lain, Allah yang mempertemukan mereka dan
mempersatukan mereka dalam ikatan perkawinan, janji yang diucapkan pada saat pernikahan
merupakan janji mereka kepada Allah karena itu mereka harus terus memegang janji itu sampai
selamanya.18 Dalam pemahaman yang imanen, orang memahami bahwa pernikahan adalah
inisiatif manusia, merekalah yang memilih dan memutuskan untuk hidup bersama pasangannya

15
Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage
Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 2007), p. 25-26
16
Remco Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage
Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 13
17
Remco, Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church
Marriage Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 27-30
18
Remco Robinson, , Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage
Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 2007 p. 75

8
dalam ikatan perkawinan, Janji yang diucapkan mempelai saat pernikahan di depan seluruh
orang yang hadir membuat mereka memiliki kewajiban untuk tidak melanggar janji tersebut. 19

Dalam tradisi gereja Katolik, panggilan hidup berkeluarga sebagai pasangan suami-istri
diteguhkan dalam sakramen perkawinan. Maurice Eminyan dalam buku Teologi Keluarga
mengatakan, keluarga yang mempersatukan diri ke dalam misteri Kristus melalui sakramen,
memperoleh berkat anugerah yang lebih penuh sehingga mereka mampu terus hidup bersama.
Roh Kristus yang meresapi pasangan suami-istri dalam perayaan sakramen perkawinan
memberikan meterai Allah tidak hanya pada jiwa pasangan suami-istri sendiri, tetapi juga pada
persekutuan mereka serta pada seluruh hidup mereka sebagai suami-istri, sehingga keluarga
berkembang menjadi keluarga yang dibentuk secara baru.20 Bahkan Groenen melihat ada

W
hubungan pekawinan dengan Allah Pencipta dan Allah Penyelamat.21 Gereja Protestan memiliki
tradisi yang berbeda dengan gereja katolik dalam hal upacara perkawinan. Gereja protestan tidak

D
melakukan sakramen pernikahan melainkan melakukan suatu pemberkatan pernikahan kepada
calon pasangan suami-istri. Pemikiran mengenai pernikahan bukan sakramen yang dihidupi

K
dalam liturgi pernikahan di gereja reformasi, dipengaruhi oleh gagasan pemikiran para
reformator yaitu Martin Luther dan Johannes Calvin mengenai pernikahan gereja. Luther
mengemukakan bahwa pernikahan adalah urusan duniawi dan bukan sakramen, tetapi harus

U
dilangsungkan di gereja sebab gereja berperan sebagai penyalur anugerah Allah untuk
melindungi pernikahan dari perzinahan.22 Sementara Calvin memandang pernikahan gereja

©
secara pastoral dan teologis. Umat yang menikah dilibatkan dalam liturgy tetapi kebaktian nikah
bukan kebaktian yang lebih istimewa atau lebih rendah kedudukannya daripada kebaktian
jemaat.23 Dari gagasan yang dikemukakan Eminyan mengungkapkan bahwa sakramen
pernikahan memiliki arti penting dalam keberlangsungan pernikahan orang yang memasuki
hidup berkeluarga. Sementara para reformator yakni Luther dan Calvin walaupun tidak
memasukkan pemberkatan pernikahan sebagai sakramen, mereka tetap memandang bahwa
gereja perlu melakukan pemberkatan pernikahan bagi pasangan yang ingin hidup berkeluarga
(membangun rumah tangga).

19
Remco Robinson, , Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage
Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 2007 p. 74
20
Maurice Eminyan, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), p. 181 - 183
21
Dr. C. Groenen, Perkawinan Sakramental – Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik,
Spiritualitas, Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), p. 293-298
22
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), p. 143
23
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), p. 155

9
1.3 Pertanyaan Penelitian

Melihat adanya dimensi sosial dan teologis dari suatu pernikahan serta tujuan sosial dan teologis
diadakannya ritual pernikahan di gereja serta adanya sikap gereja yang seakan-akan membeda-
bedakan manakah orang yang boleh dan tidak boleh menerima pemberkatan pernikahan,
pertanyaan yang ingin ingin saya ajukan untuk diteliti adalah:

1. Sampai sejauh mana warga jemaat HKBP Makassar memahami dimensi sosiologis dan
teologis ritual pernikahan?
2. Bagaimana pemahaman warga jemaat terhadap ritual pernikahan dievaluasi dengan
konsep dan tindakan pastoral gereja?

W
Kedua pertanyaan di atas dipilih sebab dirasa relevan dengan fenomena yang diuraikan pada
bagian latar belakang masalah. Bahwa pemahaman warga jemaat mengenai ritual pernikahan

D
akan mempengaruhi tindakan atau sikap warga jemaat terhadap pernikahan. Misalnya, jika
diketahui ternyata warga jemaat melihat ritual pernikahan adalah hal yang penting karena

K
memiliki dimensi sosial dan teologis, maka kita dapat memahami mengapa orang yang tidak bisa
menerima pemberkatan pernikahan di HKBP tetap mengupayakan agar mendapatkan

U
pemberkatan pernikahan dari gereja lain. Sementara pertanyaan kedua merupakan pertanyaan
yang bersifat reflektif yang akan diuraikan dalam bab IV sebagai evaluasi teologis yakni
bagaimana gereja menggunakan pemahaman warga jemaat terhadap ritual pernikahan untuk

©
mengevaluasi praktek pemberkatan pernikahan di HKBP. Sebab jika penelitian hanya berhenti
pada pertanyaan yang pertama maka hal itu akan berlalu begitu saja karena itulah pemahaman
tersebut perlu dievaluasikan kembali agar gereja bisa melakukan tindakan pastoral yang relevan
dan menjawab pergumulan iman warga jemaat.

1.4 Batasan Penelitian

Melihat begitu luasnya komponen yang berkaitan dengan HKBP, maka saya membatasi
penelitian sebagai berikut:

1. Dalam skripsi ini yang akan diteliti adalah pemahaman warga jemaat mengenai ritual
pernikahan. Penulis memilih warga jemaat untuk diteliti karena warga jemaat adalah
peserta atau yang akan menjadi peserta dari ritual pernikahan di gereja. Dengan
Mengetahui pemahaman dan harapan warga jemaat terhadap suatu ritual pemberkatan

10
pernikahan, dapat menjadi pertimbangan gereja dalam meninjau kembali kebijakan
pelaksanaan ritual pernikahan serta pesan pastoral dari suatu ritual pernikahan.
2. HKBP Makassar dipilih menjadi tempat melaksanakan penelitian jemaat karena di HKBP
Makassar beberapa kali terjadi kasus dimana ada warga jemaat yang meninggalkan
HKBP Makassar supaya bisa mendapatkan pemberkatan pernikahan di gereja yang lain.

1.5 Judul Skripsi

“Ritual Pemberkatan Pernikahan”

Sebuah upaya memahami sikap warga jemaat HKBP Makassar mengenai tujuan

W
pemberkatan pernikahan

D
Penjelasan judul:

Ritual : Kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis berdasarkan

K
suatu agama atau tradisi dari komunitas tertentu.

Pernikahan : Dari kata “nikah” yakni perkawinan yang dilakukan dengan diawali

U
mengikat perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita untuk
menjalin hubungan rumah tangga24. Maka pernikahan merupakan upacara

©
yang mensahkan suatu perkawinan.

Ritual Pernikahan : Suatu ibadah pemberkatan pernikahan bagi pasangan yang ingin menikah
di HKBP

Penjelasan Sub Judul:

Sebuah upaya memahami sikap warga jemaat HKBP Makassar mengenai tujuan pemberkatan
pernikahan.

Upaya untuk melihat bagaimana warga jemaat HKBP Makassar memahami tujuan pemberkatan
pernikahan sebagai ritual pernikahan yang diberikan bagi pasangan yang ingin membangun
rumah tangga di HKBP.

24
Tim PrimaPena, Kamus Besar Bahasa Indonesia - Edisi Terbaru, (Tim PrimaPena: Gitamedia Press)

11
1.6 Tujuan Penulisan

a). Mengetahui pemahaman warga jemaat HKBP Makassar mengenai pemberkatan pernikahan
sebagai ritual pernikahan di gereja.
b). Dengan mengetahui pemahaman warga jemaat mengenai ritual pernikahan penulis berharap
dapat memahami hal apa yang menjadi pertimbangan warga jemaat dalam merespon sikap
gereja yang tidak memperkenankan orang yang telah hamil untuk diberikan pemberkatan
pernikahan.
c). Sumbangsih pemikiran dalam ranah pastoral terhadap jemaat mengenai penghayatan dan
pemahaman terhadap arti penting serta tujuan dilaksanakannya suatu ritual pernikahan bagi

W
pasangan yang terpanggil untuk hidup bersama dalam suatu pernikahan.

1.7 Metode Penelitian

D
Metode yang akan digunakan untuk menemukan pemahaman warga jemaat HKBP Makassar
mengenai tujuan ritual pemberkatan pernikahan sebagai upaya memahami sikap warga jemaat

K
HKBP terhadap ritual pemberkatan pernikahan di HKBP Makassar adalah dengan menggunakan
pendekatan lingkaran empiris yang memiliki lima tahapan:

U
1. Pengamatan dan pertanyaan teologis, fenomena yang muncul dan digambarkan dalam
latar belakang masalah dilihat sampai memunculkan pertanyaan teologis.

©
2. Perumusan Masalah dengan menggunakan kerangka teoritis (Induksi), melihat
permasalahan teologis mengenai konsep pemberkatan pernikahan sebagai ritual
pernikahan yang berpengaruh pada pemahaman warga jemaat terhadap pemberkatan
pernikahan terkait dengan fenomena, maka kacamata kerangka teoritis yang akan
digunakan adalah konsep tentang ritual pemberkatan pernikahan.
3. Pengartikulasian konsep dalam operasionalisasi (Deduksi), menentukan variabel-
variabel yang berlandaskan kerangka teoritis. Variabel-variabel ini sekaligus dijadikan
sebagai alat untuk memeriksa dan meneliti mengenai realita praktek yang terjadi di
jemaat mengenai konsep ritual pernikahan.
4. Analisa Empiris, langkah yang dilakukan ketika telah melakukan penelitian dengan
menggunakan variabel yang telah ditentukan pada langkah deduksi.
5. Evaluasi Teologis, menjelaskan mengenai bagaimana sikap warga jemaat terhadap ritual
pernikahan dievaluasi dengan tindakan pastoral yang sesuai dengan konteks HKBP
Makassar.

12
Adapun dalam pengumpulan data, penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif yaitu
dengan mewawancarai secara mendalam 15 orang warga jemaat HKBP Makassar yang dipilih
sebagai informan. Wawancara di lapangan dilakukan dengan mengacu pada variabel-variabel
penelitian yang telah dirumuskan berdasarkan kerangka teoritis.

1.8 Sistematika Penulisan

Bab I: Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan dan pertanyaan penelitian dan tujuan
penulisan skrispsi.
Bab II: Teori mengenai Ritual Pemberkatan Pernikahan

W
Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa pandangan dari beberapa tokoh mengenai pemahaman
ritual pernikahan yang diselenggarakan di gereja.

D
Bab III: Penelitian dan Analisa Pemahaman Warga Jemaat HKBP Makassar Mengenai
Ritual Pemberkatan Pernikahan

K
Pada bagian ini akan dilihat bagaimana warga jemaat HKBP Makassar memahami arti penting
ritual pemberkatan pernikahan bagi pasangan yang ingin membangun rumah tangga.
Bab IV: Evaluasi Teologis dan sumbangsih pemikiran pastoral terhadap pemahaman

U
tentang ritual pemberkatan pernikahan yang kontekstual di HKBP Makassar
Pada bagian ini akan dipaparkan suatu refleksi bagaimana pemahaman jemaat mengenai ritual

©
pernikahan dapat dievaluasi dengan tindakan pastoral gereja untuk dapat membantu jemaat lebih
memahami arti penting dan tujuan dilaksanakannya suatu pemberkatan pernikahan di gereja.
Bab V: Kesimpulan dan Refleksi Etis
Seluruh hasil dari proses penelitian dan pengkajian permasalahan mengenai konsep ritual
pernikahan akan digunakan sebagai bahan refleksi etis terhadap realitas yang terjadi di HKBP
yang tidak memperkenankan orang yang telah hamil sebelum menikah secara resmi
mendapatkan pemberkatan pernikahan. Sehingga semua proses tersebut dapat mengantar masuk
kepada persoalan praktis tentang vitalisasi gereja dalam gambarnya sebagai suatu persekutuan
orang-orang yang saling mengasihi dalam Yesus Kristus.

13

Anda mungkin juga menyukai