Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK E

STRATEGI DAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF


“Model Pembelajaran Teams dan Games Tournaments (TGT) dan
Model Pembelajaran Investigasi Kelompok”

Pelatihan Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI)


Tahun 2020

Nama Anggota Kelompok:

Cesya Rizkika Parahiyanti Fakultas Ekonomi


Cynthia Permata Dewi Fakultas Teknik
Della Ayu Zonna Lia Fakultas Ekonomi
Ferby Mutia Edwy Fakultas Ekonomi
Megasari Noer Fatanti Fakultas Ilmu Sosial
Retno Sulistiyaningsih Fakultas Psikologi
Rista Ayu Mawarti Fakultas Ilmu Sosial
Vidya Purnamasari Fakultas Ekonomi
Vika Annisa Fakultas Ekonomi
Umi Nuraini, S.Pd., M.Pd Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Malang


Agustus 2020
1
“Model Pembelajaran Teams dan Games Tournaments (TGT) dan
Model Pembelajaran Investigasi Kelompok”
Temukan penciri model pembelajaran berbasis masalah berdasarkan empat aspek berikut!
Landasan Teoretis/Prinsip
Tujuan/Hasil Belajar Mahasiswa
Sintaks/Langkah Pembelajaran
Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Contoh penerapannya

Tiap kelompok, mendalami satu model pembelajaran dari berbagai sumber.


Tiap kelompok mendiskusikan karakteristik dari model pembelajaran yang dipelajari dilihat
dari empat fitur berikut: landasan teoretis, tujuan/hasil belajar, sintaks/langkah pembelajaran,
lingkungan belajar dan sistem pengelolaan.

JAWABAN
A. Penciri Model Pembelajaran TGT
1. Landasan Teoretis/ Prinsip
Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) merupakan bentuk
pembelajaran dengan menggunakan strategi kelompok. Team Games Tournament (TGT)
adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang diterapkan dengan melibatkan
seluruh aktivitas mahasiswa tanpa ada perbedaan status sosial, melibatkan peran
mahasiswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur belajar dengan bermain.
Model pembelajaran Teams Games Tournament yang dikembangkan oleh Robert
Slavin, merupakan teknik pembelajaran dengan menggabungkan kelompok belajar
dengan kompetisi tim, dan bisa digunakan untuk meningkatkan pembelajaran beragam
fakta, konsep dan ketrampilan (Silberman, 2006). Dalam model ini kelas terbagi dalam
kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 mahasiswa yang
memiliki kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang berbeda beda. Kemudian
mahasiswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya.
Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, maka diharapkan dapat memotivasi
mahasiswa untuk saling membantu antar mahasiswa yang berkemampuan lebih dengan
mahasiswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini
menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri mahasiswa bahwa belajar secara
kooperatif menyenangkan. Pembelajaran dengan model ini akan merangsang keaktifan
mahasiswa, sebab dalam Teams Games Tournament semua mahasiswa tidak ada yang
tidak aktif menyuarakan pendapatnya, mahasiswa dengan kemampuan kelompok bawah
maupun kelompok atas bekerja sama menyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam
pembelajaran.
Metode TGT adalah suatu metode pembelajaran yang didahului dengan penyajian
materi pembelajaran oleh dosen dan di akhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan
kepada mahasiswa. Setelah itu mahasiswa pindah ke kelompok masing-masing untuk
mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang
diberikan oleh dosen. Sebagai ganti dari tes tertulis, setiap mahasiswa akan bertemu
seminggu sekali pada meja tournament dengan dua rekan dari kelompok lain untuk
membandingkan kemampuan kelompoknya dengan kelompok lain (Asma, 2006).

2
2. Tujuan/ Hasil Belajar Mahasiswa
Berikut merupakan tujuan/hasil belajar Model pembelajaran TGT (Teams Games
Tournaments) (Rusman, 2014):
a. Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar mahasiswa. Karena mahasiswa dapat belajar lebih
rileks, serta dapat menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
b. Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) dapat meningkatkan
keaktifan mahasiswa sehingga lebih dominan dalam kegiatan pembelajaran.
c. Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) dapat meningkatkan rasa
menghormati dan menghargai orang lain.
d. Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) dapat meningkatkan
motivasi belajar mahasiswa terhadap perkuliahan yang sedang berlangsung.
e. Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) dapat menjadikan
mahasiswa tidak bergantung kepada dosen dan menambah rasa kepercayaan
dengan kemampuan diri untuk berfikir mandiri, menemukan informasi dari
berbagai sumber, dan kerjasama dengan mahasiswa lainnya.
f. Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) dapat mengembangkan
kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan secara verbal dan membandingkan
dengan ide-ide mahasiswa lain.
g. Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) membantu
memberdayakan setiap mahasiswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
perkuliahan.
h. Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) meningkatkan
mahasiswa menggunakan informasi dan mengubah belajar abstrak menjadi riil.

3. Sintaks/ Langkah Pembelajaran


Langkah pembelajaran TGT adalah sebagai berikut:

Tahap Perilaku Dosen


ke-

1 Dosen melakukan klasifikasi mahasiswa ke dalam beberapa tingkatan


kemampuan

2 Dosen membagi siswa ke dalam kelompok. Satu kelompok harus terdiri dari
keseluruhan tingkatan kemampuan yang sudah dikelompokkan oleh dosen di
tahap 1

3 Dosen melakukan pembelajaran melalui kuis atau tugas menggunakan


metode turnamen, seperti misalnya dengan model duel atau head to head
antar tim

4 Dosen melakukan evaluasi pembelajaran

5 Dosen dapat memberikan penghargaan ke kelompok pemenang turnamen

Langkah pembelajaran pada model pembelajaran TGT adalah membagi seluruh


siswa atau mahasiswa ke dalam beberapa kelompok. Seandainya di kelas ada 30 siswa,
dosen bisa membagi ke dalam 6 kelompok. Sebelum membagi kelompok, dosen

3
sebaiknya mengetahui grade kemampuan mahasiswa di dalam kelas tersebut dan dosen
dapat mengelompokkan ke 3 level, yaitu mahasiswa dengan kemampuan di atas rata-rata,
mahasiswa dengan kemampuan cukup, dan mahasiswa dengan kemampuan di bawah
rata-rata. Jika 30 mahasiswa dibagi ke dalam 6 kelompok, maka 1 kelompok berisi 5
mahasiswa.
Di dalam satu kelompok tersebut, dosen harus memastikan bahwa kelompok tersebut
berisi anggota dengan seluruh grade yang sudah dikategorikan oleh dosen yaitu
mahasiswa dengan kemampuan di atas rata-rata, kemampuan cukup, dan kemampuan di
bawah rata-rata. Kemudian, dosen menciptakan suasana pembelajaran seakan-akan
seperti di dalam turnamen. Dengan metode TGT, diharapkan mahasiswa yang
berkemampuan di bawah rata-rata akan banyak belajar dengan teman-temannya
khususnya dengan mahasiswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Setiap ada
kuis atau tugas, dosen menilai berdasarkan poin. Ibarat turnamen, misalnya turnamen
bola basket, satu grup adalah satu tim basket di mana dalam turnamen, satu tim harus
bekerja sama untuk mencapai capaian tertinggi sehingga bisa memenangkan turnamen
secara keseluruhan dan menjadi juara.
Dosen bisa melakukan variasi perlombaan seperti misalnya dibentuk duel antar dua
kelompok dan memutar lawan sehingga satu kelompok akan berduel dengan kelompok
yang berbeda di setiap pertemuannya. Pembelajaran TGT ini lebih cocok digunakan
untuk model mata kuliah atau pembahasan materi yang menggunakan jawaban tunggal
tepat atau satu jawaban benar, seperti misalnya matematika, statistika, dan grammatical
pada bahasa inggris. Di akhir pembelajaran, dosen memberikan evaluasi hasil belajar
menggunakan metode TGT dan bisa memberikan reward kepada kelompok pemenang
‘turnamen’. 

4. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan


Menurut Suprijono (2010) lingkungan belajar dan sistem belajar model pembelajaran
kooperatif TGT:
a. Memberikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi;
b. Meningkatkan penghargaan peserta didik pada pembelajaran akademik dan
mengubah norma-norma yang terkait dengan prestasi;
c. Mempersiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan berbagai
keterampilan sosial melalui peran aktif peserta didik dalam kelompok-
kelompok kecil;
d. Memberi peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik dalam
belajar dan terjadinya dialog interaktif;
e. Menciptakan iklim sosio emosional yang positif;
f. Memfasilitasi terjadinya learning to live together;
g. Menumbuhkan produktivitas dalam kelompok;
h. Mengubah peran guru dari center stage performance menjadi koreografer
kegiatan kelompok;
i. Menumbuhkan kesadaran pada peserta didik arti penting aspek sosial dalam
individunya.

5. Contoh penerapannya
Berdasarkan hasil-hasil penelitian, model pembelajaran TGT dapat
diimplementasikan di berbagai jenjang pendidikan, yaitu mulai tingkat Sekolah Dasar
(SD) hingga di perguruan tinggi. Ilustrasi penerapan model pembelajaran TGT di
perguruan tinggi adalah sebagai berikut:

4
Model Pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) Berbasis Studi Kasus
Pada Matakuliah Pengantar Ekonomi Makro

Tahapan dalam proses pembelajaran dibagi menjadi tiga, yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Perencanaan
Dosen mempersiapkan skenario pembelajaran secara lengkap (termasuk penilaian).
2. Pelaksanaan
a. Dosen membagi kelas menjadi beberapa kelompok heterogen (team study), 1
kelompok terdiri atas 4-5 orang. Misalkan 1 kelas dibagi menjadi 4 kelompok.
b. Masing-masing kelompok mendiskusikan studi kasus “Inflasi di negara
Zimbabwe” yang telah diberikan oleh dosen.
c. Jika sudah selesai, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya
d. Langkah-langkah TGT:

1
Meja Tournament
3
Dosen 2

Kelompok 1 Kelompok 2

Kelompok 3 Kelompok 4

Keterangan:
Meja yang di atasnya diletakkan beberapa kartu pertanyaan (terkait inflasi) dan
1
kartu jawabannya.

2 - Salah satu anggota kelompok (misal: kelompok 1) maju ke depan (meja


tournament).
- Mahasiswa tersebut mengambil satu kartu pertanyaan yang sudah diberi nomor.
- Mahasiswa tersebut membacakan dengan keras pertanyaan yang ada dalam
kartu yang dia ambil.
- Kemudian anggota kelompok 1 lainnya menjawab pertanyaan yang dibacakan.
- Jawaban mahasiswa harus sesuai dengan yang tertera pada kartu jawaban.
- Mahasiswa diberi waktu 2 menit untuk menjawab.’
Apabila dalam 2 menit jawaban mahasiswa tidak sesuai atau tidak bisa
menjawab maka pertanyaan dilemparkan pada kelompok lain. Bila siswa
menjawab benar skor yang diperoleh 1, bila menjawab kurang tepat atau salah
skor yang diperoleh 0.
Begitu seterusnya hingga tiap kelompok mendapat kesempatan untuk maju ke
meja tournament.
5
- Dosen memandu pembelajaran dari awal hingga akhir, mulai persiapan,
3 diskusi kelompok (studi kasus), game tournament hingga evaluasi.
- Dosen menilai berdasarkan rubrik penilaian yang sudah dipersiapkan.
- Dosen memberikan penghargaan kepada kelompok yang menjadi juara/
pemenang di game tersebut.
- Dosen memberikan motivasi kepada kelompok yang belum bisa meraih
juara.

3. Evaluasi
Pada tahap ini, dosen mengevaluasi hasil kegiatan pembelajaran berdasarkan hasil
pengamatan maupun penilaian. Setelah itu, dosen mengidentifikasi permasalahan-
permasalahan apa saja yang muncul saat pembelajaran TGT diterapkan sebagai dasar
perbaikan untuk penerapan di pembelajaran berikutnya.

B. Penciri Model Pembelajaran Investigasi Kelompok


1. Landasan Teoretis/ Prinsip
Investigasi kelompok merupakan sebuah bentuk pembelajaran kooperatif yang
berasal dari jamannya John Dewey. Kemudian dikembangkan oleh Thelan dan diperluas
serta dipertajam oleh Shlomo, Yael Sharan, dan Rachel Lazarowitz. Peran dosen dalam
investigasi kelompok adalah sebagai nara sumber dan fasilitator. Dosen berkeliling
diantara kelompok – kelompok dan melihat sejauh mana pengelolaan tugasnya. Selain
itu, guru pun membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam interaksi kelompok,
termasuk dalam kinerja terhadap tugas – tugas khusus yang berkaitan dengan kegiatan
pembelajaran. Model investigasi kelompok sering dipandang sebagai model yang paling
kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Model ini
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi (Hamdani, 2011).
Pendapat lain dikemukakan oleh Burn yang menyatakan bahwa secara umum
perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif investigasi
kelompok adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6
orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok
bahasan) yang akan diajarkan, kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok.
Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada
seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka (Burn dalam
Taniredja, 2011). Model investigasi kelompok merupakan pembelajaran kooperatif yang
melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif,
perencanaan, proyek, dan diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan
mereka kepada kelas. Metode ini paling komplek dan paling sulit diterapkan
dibandingkan metode kooperatif yang lain (Suyatno, 2009).
Dari teori yang telah diuraikan oleh beberapa para ahli mengenai model investigasi
kelompok, maka kelompok kami dapat menyimpulkan bahwa model investigasi
kelompok adalah strategi belajar kooperatif yang dipandang sebagai model yang paling
kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran karena model ini
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi serta menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa
untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-

6
bahan yang tersedia misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui
internet. Model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.

2. Tujuan/ Hasil Belajar Mahasiswa


Penggunaan model pembelajaran investigasi kelompok memiliki beberapa tujuan.
Tujuan yang pertama adalah untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dengan
berbagai macam aktivitas belajar. Pada umumnya, model pembelajaran ini dimulai
dengan pemberian soal-soal atau masalah-masalah. Dalam model ini mahasiswa dituntut
untuk dapat mengidentifikasi permasalahan yang diberikan oleh dosen dengan cara
meneliti beberapa sumber informasi.  Dengan pemberian soal atau masalah, mahasiswa
akan terpicu untuk mengasah kemampuan mereka dalam berpikir kritis dan analitis dalam
mencari solusi atas masalah yang disajikan. 
Tujuan kedua dari metode pembelajaran investigasi kelompok adalah meningkatkan
cara berkomunikasi dalam proses pemecahan masalah. Dalam kegiatan ini mahasiswa
harus terlatih untuk saling bertukar informasi berdiskusi mengklarifikasi atau mensintesis
seluruh gagasan yang ada dalam kegiatan diskusi. Tujuan ketiga dari model investigasi
kelompok adalah peningkatan kemampuan mahasiswa dalam bekerja sama untuk
menyelesaikan masalah. Dalam model pembelajaran ini, kemampuan untuk bekerja
bersama-sama tim, menghargai pendapat orang lain, serta koordinasi dalam penyelesaian
masalah akan sangat menentukan hasil akhir dari kegiatan investigasi kelompok.
Secara garis besar, hasil penerapan model investigasi kelompok dapat meningkatkan
kemampuan mahasiswa baik secara individu maupun kelompok dalam beberapa hal,
antara lain adalah sikap pemecahan masalah, peningkatan sikap tanggung jawab, serta
peningkatan motivasi mahasiswa dalam penyelesaian masalah.

3. Sintaks/ Langkah Pembelajaran


Menurut Slavin (2009), model pembelajaran invesigasi kelompok terbagi menjadi
enam tahapan:
a. Tahap identifikasi topik dan pembentukan kelompok
Tahapan ini dimulai dosen dengan membagi kelas kedalam kelompok kemudian
mengidentifikasi serta membagi topik yang akan diskusikan oleh masing-masing
kelompok.
b. Tahap perencanaan tugas
Pada tahap perencanaan mahasiswa bersama kelompoknya merencanakan tugas-
tugas belajar yang harus dilakukan disertai dengan pembagian tugas untuk masing-
masing anggota.
c. Tahap pelaksanaan investigasi
Dosen mengarahkan mahasiswa untuk menggali informasi, menganalisis data,
dan membuat kesimpulan.
d. Tahap penyusunan laporan
Mahasiswa menyiapkan dan menyusun rencana laporan sebagai bahan untuk
dipresentasikan.
e. Tahap presentasi
Setiap kelompok melakukan presentasi laporan yang telah disusun dihadapan
dosen dan kelompok yang lain.
f. Tahap evaluasi
Pada tahap ini kelompok mengevaluasi hasil laporannya sesuai dengan saran,
kritik, dan masukan dari dosen dan anggota kelompok yang lain untuk kemudian
melakukan revisi laporan.

7
 
4. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Lingkungan belajar yang diciptakan dosen dalam model investigasi kelompok
mengarah pada lingkungan yang berpeluang menjadikan mahasiswa mampu merespon
berbagai tuntutan dan kebutuhan mahasiswa yang menjalankan peran utamanya. Selain
itu, dosen juga mempertimbangkan berbagai kendala dan hambatan yang ada sehingga
kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Lingkungan yang paling tepat
digunakan untuk merealisasikan model pembelajaran ini adalah lingkungan yang berada
di sekitar aktivitas mahasiswa. Seperti lingkungan kelas, kampus, lingkungan pemukiman
di sekitar kampus, atau lingkungan masyarakat luas serta instansi yang berkaitan erat
dengan fokus investigasi. Sedangkan pengelolaannya, dosen dapat mengembangkan
proses pembelajaran melalui menjawab pertanyaan, berbagi informasi apa saja yang
diperlukan, dan mengorganisasikan kelompok untuk memperoleh informasi itu. Masing-
masing kelompok dapat melakukan perencanaan kelompok yang berkaitan dengan
bagaimana cara menyelesaikan masalah yang ada dalam kelompoknya, kemudian
informasi apa saja yang akan digunakan dimana informasi tersebut dapat diperoleh di
lingkungan sekitarnya. Dosen berperan sebagai fasilitator dan sekaligus pengawas yang
siap mendampingi jika proses perencanaan, investigasi, hingga pelaporan hasil investigasi
mengalami kendala.  

5. Contoh penerapannya
Pembelajaran dengan melibatkan peran aktif mahasiswa penting dilakukan karena
proses perkuliahan akan lebih bermakna, terutama jika mahasiswa diberikan kesempatan
untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas perkuliahan. Dosen, sesuai dengan amanat
undang-undang berperan sebagai fasilitator dan mediator, sehingga mahasiswa mampu
berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasikan kemampuannya baik di dalam maupun di
luar kelas. Dalam hal ini, dosen seyogyanya memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya, menyampaikan ide atau gagasan, saran serta memecahkan masalahnya
sendiri, sehingga mahasiswa diharapkan memperoleh pengalaman belajar dan memiliki
keterampilan berpikir yang kritis, kreatif, motivasi belajar yang tinggi serta tumbuhnya
rasa tanggung jawab pada diri mahasiswa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 Pasal 19 mengamanatkan agar pembelajaran dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologi peserta didik dan
memberi keteladanan.
Menurut Rogers dalam Sagala (2008) bahwa praktik pendidikan memfokuskan pada
segi pengajaran, bukan pada mahasiswanya yang belajar. Praktik tersebut ditandai oleh
peran pendidik yang dominan dan peserta didik yang hanya menghafalkan pelajaran
semata. Model pembelajaran yang demikian masih menganut paradigma pembelajaran
yang berpusat pada dosen (teacher centered) yang seharusnya sudah diubah menjadi
berpusat pada mahasiswa (students centered). Pembelajaran kooperatif yang demikian
sangat penting untuk mendukung kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri, membimbing
dan memfasilitasi proses pembelajaran serta mendesain dan mengelola lingkungan
belajar. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan pengalaman belajar yang berbeda
karena suasana belajar dibangun dengan prinsip ketergantungan positif antar sesama
anggota kelompok, mengembangkan tanggung jawab individu, dan keterampilan bekerja
sama secara seimbang. Model pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu pembelajaran
yang menekankan kemampuan siswa untuk bekerja secara berkelompok. Model ini
memberikan penekanan pada kemampuan siswa untuk bisa saling bekerja sama dan

8
saling membantu dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan atau menyelesaikan
tugas yang diberikan. Anggota kelompok yang sudah bisa memahami materi atau sudah
bisa menyelesaikan permasalahan yang ada bisa memberitahu anggota kelompok lain
yang belum paham (Isjoni, 2009; Sugiyanto, 2007).
Dengan melaksanakan pembelajaran kooperatif, mahasiswa dapat meraih
keberhasilan dalam belajar, disamping itu juga melatih mahasiswa untuk memiliki
keterampilan, baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial
(social skill). Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran investigasi
kelompok. Model pembelajaran ini merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang
kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang
berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Tipe ini dapat melatih
mahasiswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Atau dengan kata lain,
model pembelajaran Group Investigation (GI) merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang sesuai dengan teori belajar konstruktivisme. 
Menurut teori belajar konstruktivisme, belajar adalah kegiatan manusia membangun
atau menciptakan pengetahuan dengan cara memberikan makna pada suatu pengetahuan
berdasarkan pengalamannya. Teori belajar yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe GI adalah teori yang dikemukakan oleh Vygotsky. Baharuddin &
Wahyuni (2009) berpendapat bahwa teori Vygotsky ini menyatakan bahwa belajar sangat
berkaitan erat dan sangat bergantung pada komunikasi dan kerjasama antar individu,
sebelum akhirnya proses belajar tersebut menjadi suatu pengetahuan yang berada dalam
individu itu sendiri.
Dalam pelaksanaan tipe ini, interaksi sosial dijadikan faktor yang sangat penting bagi
perkembangan skema mental yang baru. Disinilah pembelajaran kooperatif memainkan
perannya di dalam memberi kebebasan kepada pembelajar untuk berpikir secara analitis,
kritis, kreatif, reflektif, dan produktif. Dengan demikian, motivasi mahasiswa yang
biasanya dijadikan objek pembelajaran oleh dosen, pada penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe investigasi kelompok ini, mahasiswa juga dilibatkan langsung dalam
penentuan pembelajaran. Jika motivasi belajar meningkat, pada akhirnya akan
meningkatkan hasil belajar juga. Pada tipe pembelajaran investigasi kelompok,
mahasiswa diberikan keleluasaan untuk terlibat aktif mengorganisasikan kemampuannya
dalam memecahkan suatu masalah (problem solve). Dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif diharapkan dapat menghasilkan peningkatan kemampuan
akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan
persahabatan.
Kelompok kami menyepakati untuk mengelaborasi antara tipe investigasi kelompok
dengan mind mapping. Mind map merupakan metode mencatat kreatif yang akan
memberikan kemudahan pada siswa untuk mengingat banyak informasi. Setelah selesai,
buatlah catatan membentuk sebuah pola gagasan yang saling berkaitan, dengan topik
utama di tengah dan sub-topik dan perincian menjadi cabang-cabangnya (DePorter,
Reardon & Nourie, 2009). DePotter dan Hernacki (2011) menyatakan bahwa manfaat
peta konsep atau mind mapping adalah fleksibel, dapat memusatkan perhatian,
meningkatkan pemahaman, dan menyenangkan. Lalu bagaimana penerapan tipe
investigasi kelompok ini dalam proses perkuliahan? Sebagai contoh yaitu dalam Mata
Kuliah Sosiologi Lingkungan dan Kebencanaan. Mahasiswa diminta untuk membuat peta
konsep terkait penyebab bencana alam dan non-alam yang terjadi di Indonesia kurun
waktu lima tahun terakhir. Adapun langkah yang harus dilakukan oleh Dosen dan
Mahasiswa dalam pelaksanaan tipe ini, antara lain:
a. Dosen menerangkan materi secara garis besar materi tentang mitigasi kebencanaan
di Indonesia;

9
b. Mahasiswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 orang mahasiswa dan
setiap kelompok diberikan tugas untuk membuat sebuah mind mapping dari materi
yang diajarkan dan membuat ringkasan terhadap suatu sub materi tertentu.
Mahasiswa dibagi secara heterogen (berdasarkan jenis kelamin). Dosen telah
membuat daftar kelompok mahasiswa berdasarkan kesepakatan di kelas. Pada satu
kelompok terdapat mahasiswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
dilihat dari nilai yang diperolehnya;
c. Setiap mahasiswa yang berada dalam satu kelompok yang sama mulai menyeleksi
topik apa saja yang akan dimasukkan dalam mind mapping dan mulai merencanakan
tugas untuk membuat mind mapping dan membuat ringkasan materi;
d. Masing-masing kelompok mulai melaksanakan tugas, yaitu melakukan investigasi
terhadap mind mapping yang akan dibuat dan materi yang dirangkum;
e. Dosen memantau jalannya diskusi untuk memastikan kegiatan pembelajarn berjalan
sesuai rencana;
f. Masing-masing kelompok mulai menyiapkan hasil investigasi kelompoknya;
g. Dosen memanggil anggota dari setiap kelompok atau perwakilan dari setiap
kelompok untuk mempresentasikan hasil dari investigasi kelompoknya dan
kelompok lain bertugas untuk menanggapi. 
h. Dosen melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa
terhadap materi yang dipelajari.
i. Terakhir, Dosen akan melakukan evaluasi perkuliahan berdasarkan aspek penilaian
kinerja, penilaian sikap, dan penilaian portofolio. Tujuannya untuk mengetahui
sejauh mana, mahasiswa berperan aktif dan mengukur pemahaman mahasiswa
terhadap materi yang dibahas. 

Referensi
Fatmawati, Laila. 2014. Implementasi Teams Games Tournament Berbatuan Lectora untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPS SD. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar
Ahmad Dahlan, Vol. 1, No. 1.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar, hlm 90. Bandung: CV Pustaka Setia.
Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran. Bandung: PT Raja Grafindo Persada.
Slavin, Robert E. 2015. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Suyatno.(2009) Menjelajah Pembelajaran Inovatif. hlm 56. Sidoarjo: Masmedia Buana
Pustaka.
Taniredja, T., dkk. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif hlm 72. Bandung: Alfabeta.

10

Anda mungkin juga menyukai