Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

VERTIGO
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang berarti

memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak atau halusinasi gerakan. Vertigo

ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa berputar – putar atau rasa bergerak dari

lingkungan sekitar (vertigo sirkuler) namun kadang – kadang ditemukan juga keluhan berupa

rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal (vertikal linier). Vertigo bukan merupakan

suatu penyakit, tetapi merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan

keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. 3,4

Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo ditujukan untuk membedakan vertigo

sentral yang kelainannya berkaitan dengan susunan saraf pusat atau vertigo perifer yang

berkaitan dengan faktor vestibuler. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan antara lain

aritmia jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemia, dan hipoglikemia.5,6

2.1 Definisi

Terdapat perbedaan beberapa penulis mengenai terminologi peningkatan darah secara

akut. Terminologi yang paing sering dipakai adalah:

1. Hipertensi emergensi (darurat), yaitu peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg

atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ terget. Hipertensi

emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat –

obatan anti hipertensi intravena.1,7,8

2. Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi

emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus

segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat – obatan anti hipertensi oral.1,7,8

2
2.2 Etiologi dan Patofisiologi

Faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.

Peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular dipercaya

menjadi penyebab.8,9 Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas

endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol kemudian berdampak pada kerusakan vaskular, deposisi

platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.1

Tabel 1. Causes of Hypertensive Emergency.[8]

3
2.3. Klasifikasi Hipertensi

Faktor Resiko Krisis Hipertensi

 Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak  teratur minum obat.

 Kehamilan

 Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.

 Pengguna NAPZA

 Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit

vaskular/ kolagen)

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan

gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “Krisis

Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang

ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.

Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari

1 %.

Table 2. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4
(Hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih 120 Hg atau lebih

2.4 Manifestasi Klinis

4
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target yang

ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda–beda setiap pasien. Sakit kepala, perubahan

tingkat kesadaran dan atau tanda neurologi fokal bisa terjadi pada pasien dengan hipertensi

ensefalopati. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan

arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain

manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial

infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan

oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.9

Tabel 03. Hipertensi emergensi (darurat).7


Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg disertai dengan
satu atau lebih kondisi akut berikut:
1. Perdarah intra kranial atau perdarahan subaraknoid
2. Hipertensi ensefalopati
3. Diseksi aorta akut
4. Oedema paru akut
5. Eklamsi
6. Feokhromositoma
7. Funduskopi KW III atau IV
8. Insufisiensi ginjal akut
9. Infark miokard akut
10. Sindrom kelebihan katekolamin yang lain: sindrom withdrawal obat anti
hipertensi.

Tabel 04. Hipertensi Urgensi (mendesak).[7]


Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg, tetapi dengan
minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan
pada tabel 03.
1. Funduskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif.

5
Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:

Gambar 1. Alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi.[1,8]

2.5 Penatalaksanaan

1. Hipertensi Urgensi

Penatalaksanaan Umum

Manajemen penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak

membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan oral aksi cepat akan memberi

manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal (Mean Arterial Pressure (MAP)

dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Pada fase awal goal standar penurunan tekanan darah

dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. 1,8

Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral mauun oral bukan tanpa resiko dalam

menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti- hipertensi dapat

2
menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah.

Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan

hipertensi urgensi.1,8

Obat – obatan spesifik untuk hipertensi urgensi

 Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan

onset mulai 15 – 30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal

kemudian tingkatkan dosisnya 50 – 100 mg setelah 90 – 120 menit kemudian. Efek

yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal

(khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).8

 Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada

psien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan

hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipin atau plasebo.

Nicardipin memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan plasebo yang

mencapai 22% (P=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang

setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering

terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.8

 Labetolol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan memiliki waktu

kerja mulai antara 1 – 2 jam. Dalam penelitian labetolol memiliki dose range yang

sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random

pada 36 pasien, setiap group ada yang diberikan dosis 100, 200 dan 300 mg secara oral

dan menghasilkan penurunan tekan darah sistolik dan diastolik secara signifikan.

Secara umum labetolol dapat diberikan mulai dari dosi 200 mg secara oral dan dapat

diulangi setiap 3 – 4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan

sakit kepala.8

 Clonidin adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergic receptor


3
agonist) yang memiliki onset kerja antara 15 – 30 menit dan puncaknya antara 2 – 4

jam. Doasi awal bisa diberikan 0,1 – 0,2 mg kemudian berikan 0,05 – 0,1 setiap jam

sampai tercapainya tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. efek

samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.8

 Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja antara

10 – 20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi

urgensi kerana dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat

diperidisikan sehingga berhungan dengan kejadian strok. Pada tahun 1995 National

Heart, Lung, and Blood Institute meninjau kembali bukti keamanan tentang

penggunaan obat golongan Ca channel blocker terutama nifedipine kerja cepat harus

digunakan secara hati-hati terutama pada penggunaan dosis besar untuk terapi

hipertensi.6

 Amlodipin adalah golongan calcium channel blocker golongan dihidropiridin. Mula

kerjanya lambat sehingga penurunan tekanan darah yang terjadi pun lambat. Konsentrasi

amlodipine dalam plasma mencapai puncaknya 6-12 jam setelah dikonsumsi setelah melaluii

metabolisme di hati. Kadar plasma semakin meningkat dengan penggunaan amlodipine jangka

panjang sehubungan dengan masa paruh eliminasi yang panjang (35-48 jam) dan efek saturasi

metabolisme hepatik. Kadar plasma ini akan stabil setelah pemberian amlodipine secara rutin

selama 7-8 hari.

2. Hipertensi Emergensi

Penatalaksanaan Umum

Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada

kerusakan organ target. Managemen tekanan darah dilakukan dengan obat- obatan parenteral

secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan

darah bisa dikonrol dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah

4
masih belum jelas, tetapi Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal

dan 15% pada 2 – 3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan

mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.8

Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi

 Neurologic emergency. Kegawat daruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi

emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intrakranial dan strok

iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan

darah > 180/105 mmHg pada hepertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP

harus dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan strok iskemik tekanan

darah harus dipantau secara hati-hati 1 – 2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan

darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahakan > 130

mmHg.8

 Cardiac emergency. Kegawat daruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut

pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi

yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin.

Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah

pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat- obatan β-blocker

(labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan

dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan

tekanan darah sampai target tekan darah yang diinginkan (TD sistolik > 120 mmHg) dalam

waktu 20 menit.8

 Kidney failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi

dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria, hematuria,

oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun

nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat

5
menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara

parenteral dapat menghindari petensi keracunan sianida akibat dari pemberian

nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.8

 Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat

– obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien

dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau

amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat

mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom

withdrawal. Pada orang – orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma,

tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprussid (vasodilator

arteri) atau phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers dapat

diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi

yang dicetuskan oleh klonidin terapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali

klonidin sebagai dosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti-hipertensi yang

telah dijelaskan di atas.8

6
Tabel 05. Obat – obatan parenteral yang digunakan untuk terapi hipertensi emergensi.8

7
8
Tabel 06. Obat – obatan spesifik untuk komplikasi hipertensi emergensi.8,9
2.6 Prognosis

Sebelum ditemukannya obat anti-hipertensi yang efektif harapan hidup penderita

hipertensi maligna kurang dari 2 tahun, dengan penyebab kematian tersering adalah strok,

gagal ginjal dan gagal jantung.[11] Kematian disebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung

kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia

(48%), infark miokard (1%) dan diseksi aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat

ditemukannya obat yang efektif dan penanggulangan yang tepat pada dekade terakhir.5

9
10

Anda mungkin juga menyukai