Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Manajemen Tanah Dan Air


Persiapan, Macam- Macam dan Tatacara Pengolahan Tanah Sawah
Sistem Konvensional Maupun Sistem SRI (Sistem Rice Intensification)

DISUSUN OLEH :

Nama : Dewi Arum Kusumawati

NIM : C1051181019

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nantikan syafa’atnya di akhirat. Tidak lupa, Saya mengucapkan syukur kepada Allah
SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga saya mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah mengenai Persiapan, Macam
Dan Tatacara Pengolahan Tanah Sawah Sistem Konvensional Maupun Sistem SRI (Sistem
Rice Intensification)
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
sekian dan terima kasih.

Pontianak, 27 Agustus 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
BAB I.........................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.....................................................................................................................2
A. Latar Belakang......................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan...............................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................5
ISI DAN PEMBAHASAN.......................................................................................................5
A. Pengolahan Tanah Sawah......................................................................................................5
1. Sistem Konvensional........................................................................................................5
2. Sistem SRI (Sistem Rice Intensification).........................................................................5
B. Persiapan Pengolahan Tanah Sistem Konvensional dan Sistem SRI (Sistem Rice
Intensification).......................................................................................................................6
C. Macam-macam Pengolahan Tanah Sistem Konvensional dan Sistem SRI (Sistem Rice
Intensification).......................................................................................................................7
D. Tata Cara Pengolahan Tanah Sistem Konvensional...........................................................10
E. Tata Cara Pengolahan Tanah Sistem SRI (Sistem Rice Intensification)......................11
BAB III....................................................................................................................................13
PENUTUP...............................................................................................................................13
A. Kesimpulan..........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Biro Pusat Statistik (2014) menyatakan bahwa luas lahan sawah di Indonesia
sekitar 8.132.345 ha dari total luas lahan tersebut sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa
yang meliputi Jawa Barat seluas 925.565 ha, Jawa Tengah seluas 1.101.851 ha dan terluas di
Jawa Timur mencapai 1.152.875 ha; sedangkan sisanya di Banten 191.020 ha dan D.I.
Yogyakarta 71.868 ha. Tanah sawah didefinisikan sebagai tanah yang digunakan untuk
bertanam padi sawah yang digenangi, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran
dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi
merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian, dan
sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Padi
sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan
dengan jenis tanaman lain,sehingga tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat
beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Hardjowigenoet al. 2004).
Tingkat produktivitas padi sawah di Indonesia bervariasi tergantung jenis tanah dan
tingkat pengelolaannya. Produktivitas lahan sawah terendah 27,81 ku/ha di Bangka Belitung
dan tertinggi 59,53 ku/ha di Jawa Barat, dengan rata-rata produktivitas padi nasional 51,52
ku/ha pada tahun 2013 (BPS 2014).Dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatkan produktivitas
padi sawah nasional dari 49,80ku/ha pada tahun2011 meningkat menjadi 51,36 ku/ha pada
tahun 2012 dan melandai sekitar 51,52 ku/ha pada tahun 2013. Tingkat produktivitas padi
sawah mengalami leveling off/stagnanmulai tahun 1990an. Artinya peningkatan input,
terutama pupuk N,P, K tidak lagi diikuti dengan peningkatan produktivitas yang nyata. Salah
satu penyebab dari leveling off adalah pemberian pupuk yang tidak sesuai dengan
ketersediaan hara tanah dan kebutuhan tanaman, atau yang akhir-akhir ini disebut pemupukan
yang tidak berimbang. Untuk memperoleh tingkat produktivitas padiyang sama diperlukan
inputlebih banyak atau penambahan inputyang banyak tidakdiimbangi dengan penambahan
hasil padi secara proporsional (Setyorini et al. 2004).Jerami padi/sisa panen sebagian besar
dibakar, atau diangkut keluar untuk pakan ternak, bahan baku budi daya jamur, dan keperluan
industri.Apabila keadaan ini terus berlanjut dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar
bahan organik tanah sawah, ketidakseimbangan hara dalam tanah, dan penurunan tingkat
kesuburan tanah. Jerami selain sebagai sumber bahan organik, juga sebagai sumber hara bagi
tanaman, utamanya hara kalium.
Pengelolaan padi sawah biasanya diawali dengan pengolahan tanah awal disamping
petani melakukan persemaian. Pengolahan awal tersebut adalah sawah dibajak, pembajakan
dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah
dibajak tanah dibiarkan selama 2-3 hari, namun beberapa daerah membiarkan tanahnya
setelah dibajak sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi
untuk kedua atau ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam, setelah itu bibit hasil semaian
ditanam. Menurut Michael (1978), perbedaan bahan induk tanah, intensitas penggunaan
sawah, serta teknik pengolahan tanah sawah dapat menyebabkan terjadinya perbedaan sifat
fisika tanah. Pada tanah sawah disamping faktor tersebut, umur sawah juga berpengaruh

2
terhadap sifat fisika tanah sawah terutama keberadaan lapisan tapak bajak. Tanah-tanah yang
sudah mempunyai lapisan kedap (tapak bajak), penggunaan airnya lebih sedikit dibandingkan
dengan tanah sawah yang belum mempunyai lapisan tapak bajak (Moormann dan Breemen,
1978).
Sawah merupakan andalan utama sebagai sumber penghasilan masyarakat, sehingga
secara terus menerus penggunaannya dilakukan yang berakibat pada penurunan kandungan
hara dan membuat kondisi tanah menjadi kurang begitu subur serta mengalami kerusakan
atau degradasi. Saat ini kualitas lahan sawah yang menjadi sentra-sentra produksi padi
dengan pengelolaan secara konvensional telah mengalami penurunan akibat dari degradasi
lahan. Selain itu, kondisi anaerobik, terutama akibat penggenangan seperti pada tanah sawah
secara konvensional dan lahan basah lainnya menjadikan sumber utama dari emisi gas metan
sehingga isu tersebut telah membuat khawatir para pemerhati lingkungan. Sebaliknya
budidaya padi di lahan sawah dengan menerapkan system of rice intensification (SRI) lebih
memperhatikan faktor lingkungan dan efisiensi pada agroinput, yang dilihat dari prinsip
system of rice intensification. Oleh karena itu terobosan inovatif dalam upaya
mengembalikan kembali kesuburan tanah dan produktivitas harus dilakukan. Pada saat ini
pemerintah melalui paket bantuannya telah memberikan pelatihan dan penyuluhan dalam
budidaya padi sawah yaitu melalui sistem pertanian dengan metode system of rice
intensification. Metode ini menekankan pada peningkatan fungsi tanah sebagai media
pertumbuhan dan sumber nutrisi tanaman serta pemanfaatan air. Melalui sistem ini kesuburan
tanah dapat dikembalikan, sehingga daur-daur ekologis kembali berlangsung dengan baik
dalam tanah sebagai penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman. Metode ini diharapkan
kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan baik, demikian juga dengan taraf kesehatan
manusia akan meningkat dengan tidak digunakannya bahan-bahan kimia untuk pertanian.
Penerapan metode konvensional menimbulkan dampak negatif jangka panjang, seperti
pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian yang membahayakan
kesehatan manusia dan hewan disebabkan pestisida serta penurunan keanekaragaman hayati
(biodiversity), meningkatkan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida kimia,
menurunnya daya produktivitas lahan karena erosi, ketergantungan sumber daya alam yang
tidak diperbaharui.
Penerapan System of Rice Intensification (SRI) merupakan kegiatan dalam partisipasi
yang dilakukan petani dalam usahatani padi. Sebelumnya petani belum mengetahui
penerapan SRI sehingga pertanian menggunakan penerapan konvensional, pada penerapan ini
pemeliharaan menggunakan produk kimia, seperti pestisida, herbisida, dan pupuk anorganik.
Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermitten artinya
siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama
kurun waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak
tergenang). Cara ini bisa menghemat penggunaan air sebesar tiga puluh persen. Selain itu
sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman. Disamping menghemat air, budidaya
intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam satu
bibit.

3
B. Rumusan Masalah
Berbagai tipe lahan memiliki karakteristiknya masing-masing dan memerlukan
pengelolaan yang berbeda-beda. Mulai dari pengelolaan tanah maupun manajemen air nya.
Setiap lahan dapat dilakukan pengolahan dengan berbagai sistem dan setiap sistem memiliki
cara yang berbeda mulai dari persiapan dari tahap awal dan akhir sehingga dapat diketahui
sistem apa yang baik digunakan sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara optimal dan
produktivitas lahannya meningkat.

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui persiapan – persiapan ,
berbagai macam dan bagaimana tatacara pengolahan tanah sawah dengan menerapkan sistem
konvensional maupun sistem SRI (Sistem Rice Intensification).

4
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

A. Pengolahan Tanah Sawah


1. Sistem Konvensional
Pengolahan lahan secara konvensional biasanya dilakukan untuk lahan lahan
yang sempit dan memiliki kemiringan tertentu. Metode ini biasanya banyak dilakukan di
lingkungan pedesaan yang sebagian masyarakat banyak menggunakan lahannya sebagai
lahan persawahan dan tanaman sayuran. Alat-alat yang digunakan dalam system
pengolahan ini antara lain cangkul, sekop, bajak, garu, untuk yang dua terakhir
penggunaannya dibantu dan digerakkan oleh hewan. Kelebihan dari metode ini yaitu
tidak dibutuhkan modal yang cukup besar, karena dilakukan oleh tenaga manual dan
biasannya dilakukan secara gotong royong. Tetapi pengolahan lahan dengan system ini
banyak mengalami kekurangan, diantaranya membutuhkan waktu yang lama dalam
pengerjaannya.
Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara
konvensional di dahului dengan pengolahan tanah secara sempurna. Pertama sawah
dibajak. Pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau sapi. Dapat juga melalui
pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama dua hingga tiga
hari. Selanjutnya dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua atau ketiga kalinya
tiga sampai lima hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian
ditanam.Penggunaan air sawah sangat banyak, lebih dari satu per tiga kebutuhan air pada
saat proses pelumpuran. Namun, ketersediaan air semakin terbatas. Tenaga kerja yang
digunakan untuk mengolah tanah sawah cukup banyak. Untuk keperluan pengolahan
tanah, tenaga kerja yang diperlukan dapat mencapai tiga puluh persen dari kebutuhan
tenaga kerja tanam secara total. Dari tahun ke tahun biaya tenaga kerja juga meningkat.
Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi sehingga dapat mengurangi pemasukan bagi
petani. Selain itu waktu yang dihabiskan untuk mengolah tanah cukup panjang, yakni
sekitar satu per tiga musim tanam. Pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa
dilakukan petani menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air
irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan.

2. Sistem SRI (Sistem Rice Intensification)


Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003), pada dasarnya tujuan sistem budidaya
padi konvensional tidak berbeda dengan sistem budidaya padi SRI, yaitu mengendalikan
gulma dan menyiapkan lahan agar menjadi media tumbuh yang baik bagi tanaman.
Perbedaannya terletak pada efisiensi penggunaan sumber daya dalam persiapan lahannya.
Sistem SRI lebih efisien dalam menggunakan air, lahan, dan lebih berwawasan
lingkungan dari pada sistem budidaya padi konvensional. Air dapat dihemat lebih dari
tiga puluh persen. Herbisida yang digunakan dalam penerapan ini harus berwawasan
lingkungan, yaitu herbisida yang tidak meninggalkan residu dalam tanah dan tanaman
serta tidak mencemari air. Herbisida akan bekerja mematikan gulma yang tumbuh serta
batang padi pada sisa pertanaman sebelumnya singgang. Setelah mati, gulma dan
singgang tersebut dapat bermanfaat sebagai mulsa. Mulsa6 ini tidak dibuang melainkan
5
dimanfaatkan untuk pertanaman padi. Mulsa yang berada di areal pertanaman bermanfaat
untuk mencegah kerusakan tanah akibat benturan air hujan, mengurangi penguapan,
meningkatkan bahan organik upaya mencapai kesuburan tanah, serta membantu menekan
pertumbuhan gulma7 yang tumbuh kemudian
Teknologi SRI memperlakukan tanaman padi tidak seperti tanaman air yang
membutuhkan air yang cukup banyak, karena jika penggenangan air yang cukup banyak
maka akan berdampak tidak baik yaitu akan hancurnya bahkan matinya jaringan
kompleks (cortex, xylem dan phloem) pada akar tanaman padi, hal ini akan berpengaruh
kepada aktivitas akar dalam mengambil nutrisi di dalam tanah lebih sedikit, sehingga
pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhambat dan mengakibatkan
kemampuan kapasitas produksi akan lebih rendah.
B. Persiapan Pengolahan Tanah Sistem Konvensional dan Sistem SRI (Sistem Rice
Intensification)
Persiapan Alat Dan Mesin
Macam dan jenis alat pengolahan tanah untuk pertanian digolongkan menjadi 2 golongan
menurut tahap pengolahan tanahnya, yaitu alat pengolah tanah pertama dan alat pengolah
tanah kedua. Kedua golongan alat pengolah tersebut juga digolongkan menurut sumber
tenaga atau tenaga penarik yang digunakan. Sumber tenaga atau tenaga penarik terdiri
dari tenaga manusia, tenaga hewan, dan tenaga traktor.
1. Alat pengolah tanah pertama
Macam alat pengolah tanah pertama yang umum digunakan adalah cangkul, garpu, bajak
1. Cangkul atau Pacul adalah satu jenis alat pertanian tradisional yang digunakan dalam
proses pengolahan tanah pada lahan pertanian. Cangkul digunakan untuk menggali,
mencungkil, ataupun untuk meratakan tanah.
2. Cetok Tanah digunakan sebagai perata tanah dan pencongkel tanah pada sebuah
kebun. Terdapat 2 jenis bahan, yaitu yang terbuat dari plat besi dan yang terbuat dari
plat baja.
3. Bajak

Bajak beroda dua Bajak Singkal

Bajak secara tradisional masih menggunakan sapi atau kerbau sebagai sumber
tenaga dan menggunakan alat berupa alat kecil yang ditarik dengan tangan dengan plat
besi berbentuk V yang dihubungkan atau digandengkan dengan pisau kayu dan
pegangan. Pengoperasian peralatan tersebut menggunakan tenaga sapi atau kerbau.
Sedangkan bajak yang modern yang biasa digunakan meliputi :
a. Bajak Singkal (moldboard plow) untuk pengolahan tanah yang digandengkan dengan
sumber tenaga penggerak. Penarik seperti tenaga penarik sapi, kerbau atau traktor

6
pertanian. Bajak singkal berfungsi untuk memotong, membalikkan, pemecahan tanah
serta pembenaman sisa-sisa tanaman kedalam tanah, dan digunakan untuk tahapan
kegiatan pengolahan tanah pertama.
b. Bajak Piring (disk plow), Piringan dari bajak ini diikat pada batang penarik melalui
bantalan (bearing), sehingga pada saat beroperasi ditarik oleh traktor maka
piringannya dapat berputar. Dengan berputaraya piringan, maka diharapkan dapat
mengurangi gesekan dan tahanan tanah (draft) yang terjadi. Piringan bajak dapat
berada disamping rangka atau berada di bawah rangka.
c. Bajak Berputar (rotary plow) digunakan untuk pengolahan tanah kering ataupun tanah
sawah. Kadang-kadang bajak putar ini digunakan untuk mengerjakan tanah kedua dan
juga dapat digunakan untuk melakukan penyiangan ataupun pendangiran.
d. Bajak Pahat (chisel plow) dipergunakan untuk merobek dan menembus tanah dengan
menggunakan alat yang menyerupai pahat atau ujung skop sempit yang disebut mata
pahat atau chisel point.
e. Bajak Tanah Bawah (subsoil plow) dipergunakan untuk pengerjaan tanah dengan
kedalaman yang lebih dalam, yaitu mencapai kedalaman sekitar (50 – 90) cm.

2. Alat Pengolahan Tanah Kedua


Macam alat pengolah tanah kedua yang umumnya sering digunakan adalah :
bajak rotary, garu sisir dan garu piring
a. Bajak Rotary (Rotary Plow), hasil pembajakan dengan bajak rotary memberikan
tanah olah yang langsung hancur dan merata, karena bajak jenis ini terdiri dari pisau-
pisau rotary yang berputar menghancurkan tanah.
b. Garu, penggunaan garu sebagai pengolah tanah kedua, selain bertujuan untuk
menghancurkan dan meratakan permukaan tanah, juga bertujuan untuk
mengawetkan lengas tanah dan meningkatkan kandungan unsur hara pada tanah
dengan jalan lebih menghancurkan sisa-sisa tanaman dan mencampurnya dengan
tanah. Terdapat beberapa jenis Garu yaitu sebagai berikut
1. Garu paku digunakan untuk menghaluskan dan meratakan tanah setelah
pembajakan. Juga dapat digunakan untuk penyiangan pada tanaman yang baru
tumbuh.
2. Garu sisir dapat digunakan pada tanah sawah (basah) dan juga pada tanah kering.
Kegunaan mata sisir adalah untuk menghancurkan, meratakan dan
membenamkan sisa-sisa tanaman yang sudah terbajak
3. Garu Pegas digunakan pada lahan yang mempunyai banyak batu atau akar-akar,
karena gigi-giginya yang dapat indenting (memegas) apabila mengenai gangguan.
Bahkan dpt digunakan untuk penyiangan garu ini lebih baik, karena dapat masuk
ke dalam tanah lebih dalam.

7
Garu Tradisional Garu Piring

c. Land Rollers dan Pulverizers digunakan untuk penyelesaian dari proses pengolahan
tanah untuk persemaian. Alat ini menyerupai piring-piring atau roda-roda yang
disusun rapat pada satu as. Puingan piring dapat tajam atau bergerigi.
d. Traktor
Traktor roda dua atau traktor tangan (power tiller/hand tractor) adalah mesin
pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan mesin serbaguna
karena dapat juga berfungsi sebagai tenaga penggerak untuk alat-alat lain seperti
pompa air, alat prosesing, gandengan (trailer).

Traktor

C. Macam-Macam Pengolahan Tanah Sistem Konvensional dan Sistem SRI (Sistem


Rice Intensification)
Macam-macam Sistem Pegolahan Lahan :
1. Pengolahan Lahan Sempurna
Pengolahan lahan secara sempurna yaitu pengolahan lahan yang meliputi seluruh
kegiatan pengolahan lahan. Dimulai dari awal pembukaan lahan hingga lahan siap
untuk ditanami, meliputi pembajakan, pemupukan dan rotary.
2. Olah Lahan Minimum.
Pegolahan lahan dengan olah tanah minimum hanya meliputi pembajakan( tanah
diolah, dibalik, kemudian tanah diratakan). Pada pengolahan tanah ini biasanya
banyak dilakukan untuk lahan persawahan.
3. Tanpa Olah Tanah(TOT)
Pengolahan lahan pada system ini hanya meliputi penye,protan guna membunuh
atau menghilangkan gulma pada lahan, kemudian ditungg hingga gulma mati dan

8
lahan siap untuk ditanami. Pada pengolahan lahan ini biasanya digunakan sisti tajuk
dalam proses penanamannya.

Macam-macam pengolahan tanah sawah dari tahap awal hingga akhir meliputi beberapa hal
berikut:
1. Land clearing 
Cara pertama yang bisa dilakukan dalam mengolah tanah lahan pertanian adalah
dengan pembukaan lahan. Istilah ini sering disebut juga dengan land clearing atau
pembersihan lahan yang dilakukan secaa manual. Biasanya dalam pembersihan lahan
dilakukan dengan melibatkan banyak orang, terlebih bila lahan tersebut cukup luas. Alat
yang digunakan pun sangat sederhana seperti cangkul, parang, sabit dan lain sebagainya.

2. Pembajakan tanah 
Mengolah tanah juga bisa dilakukan dengan cara pembajakan. Cara seperti ini bisa
Anda lakukan setelah turun hujan maupun dalam kondisi sebelum hujan. Pembajakan tanah
sangat cocok dilakukan untuk tanah yang memiliki struktur tidak terlalu keras dan juga tidak
terlalu lembek. Masyarakat agraris di pedesaan biasanya masih menggunakan teknik lama
dalam membajak sawah, salah satunya adalah dengan menggunakan hewan ternak seperti
sapi atau kerbau untuk menjalankan alat pembajak. Pembajakan tanah dilakukan pada kondisi
setelah turun hujan atau sebelum turun hujan. Ini karena pada kondisi tersebut tanah memiliki
struktur yang tidak teralu keras dan juga tidak terlalu lembek, dengan begitu tanah akan
mudah dibajak.

3. Penggaruan tanah 
Cara mengolah tanah ini sebenarnya hampir sama dengan teknik land clearing namun
lebih menekankan pada alat-alat tradisional semisalnya garu dan cangkul. Tujuannya adalah
untuk menghancurkan gumpakan tanah keras di suatu lahan. Bila gumpalan sudah rata akan
membuat struktur dan tekstur tanah menjadi lebih mudah untuk ditanami. Penggaruan tanah
dapat dilakukan menggunakan garu, cangkul atau traktor untuk menghancurkan gumpalan-
gumpalan tanah yang keras, sehingga struktur dan tekstur tanah memungkinkan untuk
ditanami.

4. Pemupukan dasar 
Pemupukan dasar bertujuan untuk menambah unsur hara dalam tanah agar tanah
menjadi lebih subur dan tercukupi kebutuhan unsur haranya. Pemupukan dasar yang
diberikan lebih awal dapat merangsang perkembangan akar lebih dalam.. Sebaiknya gunakan
pupuk yang sudah direkomendasikan.
Contohnya untuk pupuk makro tunggal seperti Urea, SP36 dan pupuk makro majemuk seperti
NPK 15 yang sesuai dengan tanaman. Anda juga bisa menggunakan pupuk kandang. Apabila
dalam pemupukan diketahui tanah bereaksi asam, Anda bisa juga menambahkan kapur
dolomit dengan cara ditabur. Ini bertujuan untuk meningkatkan pH tanah di lahan pertanian.

9
D. Tata Cara Pengolahan Tanah Sistem Konvensional
Semua tahapan pengolahan tanah secara konvensional biasanya membutuhkan waktu
16-18 hari tergantung pada lahan yang akan dikelola. Dalam mengolah tanah secara
konvensional sebaiknya dilakukan satu minggu sebelum masa tanam dilakukan, hal tersebut
dilakukan agar dalam kurun setelah pengolahan tanah, hama dan gulma sudah mati dan mikro
organisme tanah dan hara yang dibutuhkan tanaman sudah tersedia dalam tanah. Pengolahan
tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat tertentu hingga memperoleh
susunan tanah (struktur tanah dan tekstur tanah) yang dihendaki oleh tanaman. Langkah-
langkah proses pengolahan tanah yang dilakukan untuk mendapatkan hasil maksimal tersebut
adalah sbb.:
1. Proses pengolahan lahan sawah diawali dengan pembersihan lahan dengan cara
melakukan pemisahan jerami, sisa – sisa panen yang tidak terangkat, rumput dan tanaman
gulma lainnya. Agar supaya jerami dan sisa – sisa tanaman lainya tidak dibakar. Maka
untuk memudahkan proses pengolahan lahan, sebaiknya jerami dipisahkan dan
dikumpulkan disekitar pematang (pinggiran petakan).
2. Pada musim kemarau, tanah sawah sebaiknya digenangi air terlebih dulu selama beberapa
hari agar pori-pori tanah membuka dan tekstur tanah menjadi lembek.
3. Setelah tanah menjadi lembek, siap untuk diolah.
4. Perbaikan pematang/Galengan (mopok) .Sebelum pengolahan tanah dimulai, Pematang
harus diperbaiki, dibuat cukup tinggi dan lebar, agar dapat menahan air dengan baik.
5. Pengolahan pertama dilakukan dengan cara membajak. Pembajakan bisa dengan cara
tradisional maupun modern. Cara tradisional menggunakan bajak/singkal dengan bantuan
tenaga sapi atau kerbau sedangkan cara modern menggunakan bajak traktor tangan. Proses
pembajakan ini dilakukan dengan cara membalikkan lapisan olah tanah agar sisa – sisa
tanaman seperti rumput, dan jerami dapat terbenam. Setelah tanah dibajak, maka dibiarkan
beberapa hari, agar terjadi proses fermentasi untuk membusukkan sisa tanaman dan jerami
di dalam tanah.
6. Selama proses tersebut sebaiknya ditambahkan bahan organik atau pupuk kandang
lainnya. Tujuannya agar kandungan hara dan pertumbuhan mikroba dalam tanah dapat
meningkat. Disamping itu, penggunaan bahan organik dan pupuk kandang dapat
memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah serta faktor-faktor pertumbuhan lainnya
yang biasanya tidak disediakan oleh pupuk kimia (anorganik). Gunakan bahan organik
atau pupuk kandang sebanyak 2-3 ton/ha. Bahan organik atau pupuk kandang tersebut
antara lain berupa kompos, jerami, kotoran sapi atau ayam, pupuk hijau dan pupuk organik
lainnya. Pupuk kandang dan sumber organik lainnya digunakan pada saat pengolahan
lahan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kadar bahan organik tanah.
7. Setelah selesai pengolahan pertama dilanjutkan dengan pengolahan kedua. Dalam
pengolahan kedua ini dilakukan proses penggemburan atau proses pencampuran antara
bahan organik dengan tanah. Proses ini dimaksudkan agar bahan organik dapat menyatu
dengan lapisan olah tanah. Usahakan selama pengolahan ini pasokan air agar mencukupi.
Jangan terlalu kering dan jangan terlalu basah. Proses pencampuran ini dilakukan sampai
bahan organik benar-benar menyatu dan melumpur dengan lapisan olah tanah.
8. Proses selanjutnya permukaan tanah diratakan dengan bantuan alat berupa papan kayu
yang ditarik sapi atau kerbau (tradisional). Atau, dengan menggunakan traktor tangan

10
(modern). Proses ini dimaksudkan agar lapisan olah tanah benar-benar siap untuk ditanami
padi pada saat tandur dilaksanakan.
9. Proses pengolahan lahan ini waktunya disesuaikan dengan persiapan persemaian, agar
tidak terjadi keterlambatan pada saat pindah tanam. Waktu yang ideal berkisar antara 15 –
21 hari

E. Tata Cara Pengolahan Tanah Sistem SRI (Sistem Rice Intensification)

Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi tanah dari
segi kandungan unsur dan hara untuk memperbaiki pengairan (drainase) sehingga tanah atau
lahan siap untuk ditanami dengan harapan memperoleh hasil yang maksimal. Pada dasarnya
proses pengolahan tanah yang dilakukan petani padi organik SRI hampir sama dengan
pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani padi konvensional. Adapun beberapa kegiatan
pengolahan tanah yang dilakukan adalah pembajakan, pembuatan saluran air, perataan tanah
dan babad galeng pematang. Adapun proses pengolahan tanah yang pertama adalah lahan
dibajak dengan menggunakan traktor, kerbau dan cangkul, setelah itu jerami dimasukan ke
lahan, lalu petani biasanya membuat pematang sawah (galengan). Setelah lahan dibajak pada
petakan lahan dibuat saluran air setelah itu pupuk kandang atau kompos dimasukan ke lahan
dan diratakan setelah itu diairi dengan kondisi macak-macak atau tidak terlalu tergenang, ini
dilakukan dengan tujuan agar pupuk tidak mudah terbawa air kemudian lahan diberi pupuk
dan didiamkan selama satu minggu sampai dua minggu. Pada waktu yang bersamaan biasanya
petani merapikan pematang sawah dengan cara pematang dikikis dengan cangkul yang
kemudian dilempar ke lahan, setelah itu pematang kembali ditambal dengan tanah berlumpur
hingga rata. Pengolahan tanah kedua yaitu tanah dicangkul dan diratakan dalam kondisi air
yang tetap macak-macak kemudian endapkan dalam waktu semalam.

Metode SRI pada perinsip pertama terletak Pengolahan tanah dan pemupukan
dilakukan untuk memperoleh tanah sehat,  Tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman
yang sehat pula,  Tanah yang merupakan media tumbuh tanaman untuk mendapatkan media
yang baik,  maka lahan biasanya diolah sebagaimana dibajak, digaru kemudian diratakan.
Lahan yang digunakan terlebih dahulu diairi sampai tergenang lalu diolah dengan bajak baik
dengan mesin traktor maupun hewan ternak. Lahan dibajak sebanyak dua kali di mana setelah
bajak pertama dilakukan penggenangan selama satu minggu kemudian dilakukan pembajakan
kedua dan digenangi lagi selama satu minggu agar terbentuk pelumpuran. Kemudian digaru
dan dibuat saluran sekeliling dan ditengah sawah. Lahan harus dalam keadaan datar agar air
tidak tergenang dipermukaan tanah yang akan ditanami. Pada saat digaru ada istilah dengan
(pengolahan tanah kedua) yaitu dilakukan penaburan pupuk orgnaik, jumlah kebutuhan
pupuk organik berkisar antara 7-10 ton per bektar. Kemudian saat penaburan pupuk organik
atau dengan cara pemupukan non organik (Kristal) dan meratakan tanah sawah,  diusahakan
agar air tidak dipinggir dan hanyut terbawa arus air. Selanjutnya pengairan,  hal ini ditengah
petakan dibuat parit agar mudah dalam mengatur air. Pemupukan dengan bahan pupuk
organik diperlukan agar mikroorganisme di dalam tanah berperan lebih baik dan dapat
berkembang,  yaitu menguraikan menghasilkan humus yang menyediakan nutrisi bagi
tanaman,  media unsur-unsur sebelum dimanfaatkan oleh akar tanaman.  Selain dapat hidup
aktif,ketika bahan organik berada pada tanah  banyak tersedia. Dalam aktivitas dalam tanah

11
cacing dapat berkembang dan hidupnya cacing akan menggali lubang dan memindahkan
tanah bagian bawah ke bagian permukaan. Dari proses ini maka caing berfungsi mengubah
struktur tanah sehingga tercipta ruang ruang dalam tanah dan dalam ruang ruang tersebut
akan tersedia udara atau zat asam.  Penaburun pupuk bisa dilakukan pada saat tanam.Untuk
mendapatkan media tumbuh yang baik maka lahan diolah seperti tanam padi metode biasa
yaitu tanah dibajak sedalam 25-30 cm sambil membenamkan sisa-sisa tanaman dan
rumputrumputan, kemudian digemburkan dengan garu sampai terbentuk struktur lumpur
yang sempurna lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat diberikan air ketinggianya
dipetakan sawah akan merata. Sangat dianjurkan pada waktu pembajakan diberikan pupuk
organik (pupuk kandang, kompos, pupuk hijau) (Anonim, 2006).

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengolahan tanah merupakan proses merubah sifat fisik tanah dengan cara memotong,
membalik, memecah, atau membongkar tanah, sehingga keadaan tanah siap diolah untuk
menanam secara fisis, kemis, maupun biologis dan tanaman yang dibudidayakan akan
tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan
kondisi tanah dari segi kandungan unsur dan hara untuk memperbaiki pengairan (drainase)
sehingga tanah atau lahan siap untuk ditanami dengan harapan memperoleh hasil yang
maksimal. Pada dasarnya tujuan sistem budidaya padi konvensional tidak berbeda dengan
sistem budidaya padi SRI, yaitu mengendalikan gulma dan menyiapkan lahan agar menjadi
media tumbuh yang baik bagi tanaman. Perbedaannya terletak pada efisiensi penggunaan
sumber daya dalam persiapan lahannya. Sistem SRI lebih efisien dalam menggunakan air,
lahan, dan lebih berwawasan lingkungan dari pada sistem budidaya padi konvensional.

Pengolahan tanah yang dilakukan petani dengan sistem SRI (Sistem of Rice
Intensification) hampir sama dengan pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani padi
konvensional. Adapun beberapa kegiatan pengolahan tanah yang dilakukan adalah
pembajakan, pembuatan saluran air, perataan tanah dan babad galeng pematang. Untuk
pemupukan, sistem konvensional memberikan pupuk kimia Urea, SP36 dan NPK seminggu
setelah tanam sedangkan sistem SRI (Sistem of Rice Intensification) pemupukan dilakukan
setelah pembajakan, pupuk yang diberikan adalah pupuk organik padat yang diberikan dalam
dalam dua tahap, yaitu setengah setelah tanam dan sisanya pada umur tiga minggu setelah
tanam. Lahan sawah yang dipupuk organik pada sistem SRI (Sistem of Rice Intensification)
lebih tahan menyimpan air yaitu dapat dihemat lebih 30% sehingga tanah tidak cepat pecah
atau mengering dibandingkan dengan yang menggunakan pupuk anorganik. Sistem pengairan
pada lahan budidaya konvensional selalu tergenang sedangkan pada sistem SRI (Sistem of
Rice Intensification) dalam keadaan macak-macak.

Pengolahan tanah dan pemupukan dilakukan dengan sistem SRI prinsip pertamanya
untuk memperoleh tanah sehat,  tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang sehat
pula,  Teknologi SRI (Sistem of Rice Intensification) memperhatikan semua komponen yang
ada di ekosistem baik itu tanah, tanaman, mikro organisme, makro organisme, udara, sinar
matahari dan air sehingga memberikan produktivitas yang tinggi serta menghindari berbagai
pengaruh negatif bagi kehidupan komponen tersebut dan memperkuat dukungan untuk
terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi secara alami.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustien, S. 2016. Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi Metode Konvensional Dan Metode
Sri. Jurnal Teknik Pengairan, 7(2), 236-247.

Februariani, E. 2011. Pengaruh Penerapan Metode Sri Dan Metode Konvensional Terhadap
Pendapatan Usahatani. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Nurhasanah. 2012. Kesuburan Tanah Pada Sistem Budidaya Konvensional Dan Sri Di
Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan, 1(2), 151-158.

Purwanto, E,D. 2008. Sosialisasi Metode Tanam Padi Sri (System Of Rice Intensification) Di
Kabupaten Karanganyar. Skripsi.Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Rozen , N. 2018. Teknik Budidaya Tanaman Padi Metode Sri (The System Of Rice
Intensification). Edisi Pertama. Depok : Rajawali Pers.

Subari. 2012. Pengaruh Perlakuan Pemberian Air Irigasi Pada Budidaya Sri, Ptt Dan
Konvensional Terhadap Produktivitas Air. Jurnal Irigasi,7(1).

14

Anda mungkin juga menyukai