Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Laryngopharyngeal relfux (LPR) adalah jejas pada laringofaring yang

diakibatkan aliran balik isi lambung ke daerah laringofaring. Karakteristik gejala

berupa suara serak, berdeham, sekret di belakang hidung, kesulitan dalam proses

menelan, batuk setelah makan atau saat berdiri, tersedak, batuk kronik, dan

perasaan menggajal di tenggorok. Lebih dari 50% pasien dengan keluhan LPR

tidak mengalami keluhan rasa terbakar di dada dan regurgitasi, keluhan tersebut

merupakan tanda khas gejala gastroesophageal reflux disease (GERD).2

Beberapa literature menyatakan bahwa GERD tidak sama dengan LPR

karena kedua mekanismenya berbeda, pada GERD kejadian refluks terjadi pada

malam hari, adanya nyeri pada epigastrium, periode terpapar cairan asam

lambung lebih lama, serta adanya gangguan dismotilitas esophagus, juga terdapat

defek di LES (Lower Esophageal Spinchter). Pada pasien LPR kejadian refluks

terjadi siang hari, tidak terdapat nyeri epigastrium, periode terpapar cairan asam

lambung lebih singkat serta tidak adanya gangguan dismotilitas esophagus, defek

terdapat di UES (Upper Eshopageal Spinchter). Perbedaan ini kemungkinan

karena mekanisme dan pola gejala serta manifestasi yang berbeda sehingga

beberapa pasien LPR tidak mempunyai gejala GERD atau beberapa pasien

mempunyai kedua gejala tersebut.2

Laryngopharyngeal reflux (LPR) terdapat manifestasi ekstraesofageal

yang lebih sering daripada gastroesophageal reflux disease (GERD). Keadaan ini

dilaporkan sebanyak 10% dari pasien yang datang ke tempat praktek ahli THT,

1
dan lebih dari 50% pasien dengan suara serak didapatkan penyakit yang

berhubungan dengan refluks. Merupakan hal yang berbahaya apabila tidak

mengetahui adanya LPR, keterlambatan dalam menegakkan diagnosis LPR dapat

menyebabkan biaya pengobatan yang tidak perlu, dan kesalahan diagnosis, yang

pada akhirnya berakibat keterlambatan pada penyembuhan pasien. 10,11

Kesalahan dalam mendiagnosis LPR dapat memicu terjadinya keadaan

overdiagnosis dikarenakan gejala-gejala LPR antara lain; batuk, suara serak, dan

globus pharyngeus (sensasi tenggorok terasa mengganjal) tidaklah spesifik dan

juga dapat disebabkan karena infeksi, vocal abuse, alergi, merokok, iritasi dari

polusi udara, dan alcohol abuse.10

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar 2.1 Region of Pharynx

Laringofaring merupakan bagian paling kaudal dari faring dan

tempat di mana tenggorokan berhubungan dengan esofagus. Laringofaring

terletak inferior dari epiglotis dan melebar hingga lokasi di mana jalur ini

bercabang menjadi jalur pernapasan (laring) dan pencernaan (esofagus).

Pada titik ini, laringofaring berhubungan langsung/menyatu dengan

esophagus secara posterior. Esofagus mengalirkan makanan dan

cairan menuju lambung; sedangkan udara masuk ke laring pada

bagian anterior. Ketika menelan, makanan akan masuk ke jalurnya

sedangkan aliran udara akan sementara terhenti.16

3
Gambar 2.2 Anatomi Faring

Gambar 2.3 Anatomi Laring

4
2.2 Definisi

Penyakit Refluks laringofaring (LPR) disebabkan adanya aliran balik

asam lambung ke daerah laring dan faring yang menimbulkan kontak dengan

jaringan pada traktus aerodigestif atas dan jejas pada laringofaring serta

saluran napas bagian atas dengan manifestasi penyakit-penyakit oral, faring,

laring dan paru. Refluks laringofaring disebut juga extraesophageal reflux,

supraesophageal reflux, gastroesophagopharyngeal reflux, reflux laryngitis,

silent reflux, atypical reflux disease. Diduga LPR berperan pada patogenesis

sejumlah kelainan pada laring, termasuk stenosis subglotik, karsinoma

laring, laryngeal contact ulcers, laringospasme, dan vokal nodul pada pita

suara.14

2.3 Komponen Refluks

Komponen refluks yang berperan menyebabkan kelainan patologi di

daerah laring adalah asam, pepsin, asam empedu dan tripsin. Pepsin dengan

asam telah diketahui menjadi komponen yang paling berbahaya yang

berhubungan erat dengan kejadian lesi di daerah laring. Pada percobaan pada

hewan secara in vitro menunjukkan pepsin menjadi aktif dan menyebabkan

trauma pada sel-sel laring sampai pH 6. Refluks dapat berbentuk gas, cair ,

atau campuran gas dan cairan.1

Mayoritas dari refluks faringeal berbentuk gas, tanpa penurunan pH

yang sama pada orang normal dan pasien laringitis. Refluks yang berbentuk

5
campuran gas dan cairan, serta refluks yang berbentuk gas dengan

penurunan pH yang signifikan lebih sering pada penderita penyakit refluks

laringofaring.1

2.4 Mekanisme Proteksi

Terdapat 4 barrier fisiologis sebagai proteksi dari refluks yaitu

sfingter bawah esofagus (Lower Esophageal Sphincter), acid clearance

melalui fungsi motorik dan esofagus dan gaya gravitasi, resistensi mukosa

esofagus, sfingter atas esofagus atau Upper Esophageal Sphincter yang

disingkat dengan UES.10

Mukosa esofagus terdiri dari 3 lapisan yaitu membran mukosa,

lamina propria dan mukosa muskularis. Membran mukosa dilapisi oleh

epitel berlapis gepeng non keratinisasi (non keratinizing stratified squamous

epithelium) yang merupakan kelanjutan dari epitel di faring dan melapisi

seluruh permukaan esofagus bagian dalam kecuali pada daerah pertemuan

esofagus dan lambung yang dibentuk oleh epitel skuamus dan kolumnar.

Lamina propria merupakan jaringan ikat yang terdiri dari serat kolagen dan

elastin serta pembuluh darah dan saraf. Mukosa muskularis adalah lapisan

tipis otot polos yang terdapat pada seluruh bagian esofagus, semakin ke

proksimal semakin tipis dan semakin ke distal semakin tebal.9

Didalam esofagus, katalisasi dari hidrasi karbondioksida berupa

carbonic anhidrase akan menghasilkan ion bikarbonat yang berada di intra

6
dan ekstrasel. Esofagus sebagai bentuk mekanisme pertahanan, kemudian

esofagus akan mengaktifkan pompa ion bikarbonat ke ruang ekstra sel untuk

menetralisir asam lambung. Akibat adanya peningkatan pH, maka carbonic

anhidrase akan menurunkan aktifitas kerja pepsin. Terdapat 11 jenis

katalisator isoenzym yang berbeda cara kerja, kerentanan dan letak maupun

lokasi di jaringan serta 4 jenis karbonik anhidrase yang terekspresi didalam

epitel esofagus.7,10,11

Ekspresi dari karbonik anhidrase secara fisiologis sangat penting,

sebab akan merangsang sekresi dari ion bikarbonat untuk meningkatkan pH

refluks dari asam lambung sebesar 2,5 poin mendekati nilai normal. Sekresi

ion bikarbonat pada keadaan normal tidak ditemukan pada epitel laring, oleh

karena ekspresi karbonik anhidrase III dengan kadar tinggi tidak didapat

pada epitel laring, namun pada keadaan refluks laringofaring terjadi

penurunan karbonik anhidrase yang signifikan di epitel korda vokalis akibat

peningkatan karbonik anhidrase di epitel komisura posterior. Hal ini

disebabkan oleh karena epitel korda vokalis dan komisura posterior berbeda

sehingga saat terjadi refluks asam lambung ke laring, mekanisme pertahanan

karbonik anhidrase pada komisura posterior yang akan meningkat untuk

menghindari kerusakan epitel.7,10,11

7
2.5 Epidemiologi

Dari population based study tentang GERD, ditemukan prevalensi

dari gejala yang berhubungan dengan refluks laringofaring antar 15%

sampai 20%. Dan diperkirakan hampir 15% dari pasien yang mengunjungi

dokter spesialis THT karena manifestasi dari refluks laringofaring.5

Dari penelitian Belafsky et al. (2001) didapatkan rata-rata umur dari

pasien dengan refluks laringofaring 50 tahun, dimana 73% adalah wanita,

nilai rata-rata RFS 11,5±5,2 dan nilai rata-rata RSI 19,3±8,9. Carrau et al.

(2004) mendapatkan rata-rata umur pasien dengan refluks laringofaring 48

tahun dimana 66,7% adalah wanita. Belafsky et al. (2002) mendapatkan rata-

rata umur penderita refluks laringofaring 57 tahun, dimana 56% adalah pria,

rata-rata nilai RSI 20,9 ± 9,6.5

2.6 Etiologi

Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograd dari asam

lambung atau isinya seperti pepsin kesaluran esofagus atas dan

menimbulkan cedera mukosa karena trauma langsung. Sehingga terjadi

kerusakan silia yang menimbulkan tertumpuknya mukus, aktivitas gerakan

mendehem (throat clearing) dan batuk kronis. Lama kelamaan akan

menyebabkan lesi pada mukosa.15

8
2.7 Gejala klinis

1) Suara serak 

2) Batuk 

3) Globus faringeus 

4) Throat clearing 

5) Disfagia 

6) Nyeri tenggorokan 

7) Laringospasme

8) Halitosis

9) Wheezing

 
GERD LPR
Heartburn + -
Esofagitis + Jarang
Laringitis - (kecuali sangat parah) Selalu laringitis posterior
Perubahan suara - +
Abnormalitas spincter LES UES
Refluks Nokturnal/saat berbaring Siang hari/saat berdiri

2.8 Faktor resiko

9
Beberapa faktor risiko yang potensial untuk terjadinya LPR antara

lain usia, jenis kelamin, gaya hidup seperti kebiasaan mengkomsumsi teh,

kopi, coklat dan riwayat merokok. Indeks massa tubuh (BMI), serta

penggunaan rutin aspirin dan penggunaan obat anti-inflamasi non steroid

merupakan bagian dari faktor risiko terjadinya LPR.8,12

Festi (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan BMI dengan LPR

dan GERD, bila dibandingkan dengan orang yang tidak overweight dan

tidak obesitas, gejala LPR lebih banyak dialami oleh orang yang overweight.

Peningkatan berat badan pasien yang mempunyai BMI normal juga

berhubungan dengan munculnya gejala GERD dan LPR. Locke (1999)

dalam penelitiannya menunjukkan bahwa semakin besar indeks massa tubuh

seseorang semakin besar proporsi gejala LPR, tingginya gejala refluks pada

populasi di negara Barat diduga disebabkan karena faktor diet dan

meningkatnya obesitas.8,12

2.9 Patofisiologi

Berbeda dari GERD, pada LPR sering tidak terdapat gejala rasa

seperti terbakar maupun gejala regurgitasi. Laring sangat rentan terhadap

refluks dari lambung, sehingga pasien lebih banyak mengalami gejala

laringofaringeal dibandingkan gejala seperti terbakar atau regurgitasi.

Terdapat 4 jenis pertahanan fisiologis yang melindungi traktus aerodigestif

dari cedera refluks.15

Patofisiologi refluks laringofaring terjadi karena rusaknya empat

10
sistem pertahanan fisiologis yang dapat mencegah masuknya cairan asam

lambung ke dalam saluran pernafasan atas yaitu sfingter bawah esofagus,

fungsi motorik dari mukosa esofagus, resistensi mukosa esofagus dan

sfingter atas esofagus. 1

Ketika keempat mekanisme perlindungan di atas gagal, maka epitel

pernapasan yang bersilia pada laring posterior menjadi rentan dan

mengakibatkan disfungsi dari silia tersebut sehingga terjadi stasis dari

mukus. Akumulasi dari mukus menyebabkan sensasi post-nasal drip dan

menstimulasi “throat clearing ”. Iritasi langsung dari zat refluks dapat

menyebabkan batuk dan tersedak (laringospasme) karena sensitivitas pada

ujung sensorik laring meningkat akibat inflamasi lokal. Kombinasi dari

faktor-faktor tersebut menyebabkan edema pita suara, ulkus kontak, dan

granuloma, kemudian menghasilkan gejala yang berhubungan dengan LPR:

suara serak, globus faringeus, dan nyeri tenggorokan.15

2.10 Diagnosis

2.10.1 Anamnesis

Menurut survey American Bronchoesophageal Association keluhan

yang tersering yang didapat dari hasil anamnesis penderita refluks

laringofaring adalah throat clearing (98%), batuk yang terus mengganggu

(97%), perasaan mengganjal di tenggorok (95%) dan suara parau (95%). 10

2.10.2 Tanda dan Gejala

11
Untuk penilaian atas gejala pasien dengan penyakit refluks

laringofaring, membuat sembilan komponen indeks gejala yang dikenal

dengan indeks gejala refluks (Reflux Symptom Index = RSI). RSI mudah

dilaksanakan, mempunyai reabilitas dan validitas yang baik, serta dapat

diselesaikan dalam waktu kurang dari satu menit. Skala untuk setiap

komponen bervariasi dari nilai 0 (tidak mempunyai keluhan) sampai dengan

nilai 5 (keluhan berat) dengan skor total maksimum 45 dan RSI dengan nilai

> 13 dicurigai penyakit refluks laringofaring.5

Tabel 2.1. Indeks Gejala Refluks (RSI)

Reflux Symptom Index (RSI)


0 = tidak,
Dalam 1 bulan terakhir, apakah kamu menderita
5 = sangat berat

1 Suara serak/ problem suara 0 1 2 3 4 5

Clearing your throat (sering mengeluarkan lender tenggorok/


2 0 1 2 3 4 5
mendehem)
3 Mukus berlebih / PND (Post Nasal Drip) 0 1 2 3 4 5

4 Kesukaran menelan 0 1 2 3 4 5

5 Batuk setelah makan / berbaring 0 1 2 3 4 5

6 Kesukaran bernafas / chocking 0 1 2 3 4 5

7 Batuk yang mengganggu 0 1 2 3 4 5

8 Rasa mengganjal di tenggorok 0 1 2 3 4 5

9 Heartburn, rasa nyeri di dada, gangguan pencernaan, regurgitasi 0 1 2 3 4 5

12
asam

Sumber : Belafsky et al. ( 2002)

Tanda klinis yang sering ditemukan pada penyakit refluks

laringofaring adalah laringitis posterior dengan eritema, edema dan

penebalan dinding posterior dari glottis. Tanda-tanda lain adalah granuloma

pita suara, contact ulcer, stenosis subglottis.1

Untuk memeriksa keadaan patologis laring setelah terjadinya refluks

laringofaring. Belafsky juga memperkenalkan skor refluks. yaitu Reflux

Finding Score (RFS) yang merupakan delapan skala penilaian dalam

menentukan beratnya gambaran kelainan laring yang dilihat dari

pemeriksaan nasofaringolaringoskopi serat optik lentur. Skala ini bervariasi

dari nilai 0 (tidak ada kelainan) sampai dengan nilai maksimum 26 ( nilai

yang terburuk) dan RFS > 7 yang dianggap tidak normal. RFS merupakan

penilaian kelainan yang mudah dilakukan dan mempunyai inter and

intraobserver reproducibility yang baik. Walaupun setiap komponen bersifat

subyektif tetapi skor secara keseluruhan merupakan penilaian yang dapat

dipercaya dalam melihat perbaikan dengan terapi anti refluks.3

Tabel 2.2. Skor Refluks (RFS)

Reflux Finding Score (RFS)


Edema Subglotik / pseudosulcus 0 = tidak ada
vokalis 2 = ada
2 = parsial
Ventrikular obliterasi
4 = komplit

13
2 = hanya aritenoid
Eritema / hyperemia
4 = difus
1 = ringan
Edema pita suara 2 = moderat
3 = berat
1 = ringan
2 = moderat
Edema laring difus
3 = berat
4 = obstructing
1 = ringan
2 = moderat
Hipertrofi komisura posterior
3 = berat
4 = obstructing
0 = tidak ada
Granula / jaringan granulasi
2 = ada
0 = tidak ada
Mukus kental endolaring
2 = ada

Sumber : Belafsky et al. ( 2001)

2.10.3 Pemeriksaan penunjang

2.10.3.1 Laringoskopi

Tidak ada tanda khas yang spesifik dari iritasi laring dan

inflamasi yang dapat di lihat, tetapi beberapa penemuan dapat

meningkatkan dugaan ke LPR. Meskipun tidak khas, adanya

penebalan, kemerahan dan edema terutama di posterior laring

(laryngitis posterior) paling sering ditemukan. Adanya perlekatan

granuloma yang mempunyai hubungan dengan monitoring pH,

dijumpai pada kasus LPR 65-74% pasien, seringnya terletak di

tepi tengah dari pita suara dan juga terdapat edema infraglotis.13

2.10.3.2 Pemeriksaan pH

14
Dengan pemeriksaan ambulatory 24 hour double-probe

(pharyngeal and esophageal) pH monitoring yang merupakan

gold standard untuk mendiagnosis LPR. Dimana dua buah

elektroda dimasukkan secara intranasal dan diletakkan 5 cm diatas

sfingter bawah esofagus dan 0,5-2 cm diatas sfingter atas esofagus

dengan bantuan manometri.1,2

Namun pemeriksaan ini masih jauh dari kriteria ideal oleh

karena sensitivitas pH- metri yang dilaporkan hanya 50% sampai

80%, sekitar 12% dari pasien THT tidak dapat mentoleransi

prosedur ini, modifikasi diet (untuk standarisasi prosedur) dapat

menghasilkan false-negative dan biaya pemeriksaan pH-metri

masih mahal serta tidak semua pusat pelayanan menyediakan alat

ini.2

2.10.3.3 Tes PPI

Terapi empirik dengan proton pump inhibitor (PPI)

disarankan sebagai tes yang ideal untuk penyakit refluks

laringofaring dan merupakan cara diagnostik yang tidak invasif,

simpel dan juga dapat memberikan efek terapi. Tes PPI dengan

pemberian omeprazole 40 mg perhari selama 14 hari mempunyai

sensitivitas dan spesifitas yang sama dengan pemeriksaan pH

metri 24 jam.15

15
2.10.3.4 Deteksi pepsin pada laring

Penelitian terbaru untuk mendeteksi LPR adalah dengan

menentukan ada tidaknya pepsin pada laring dengan metode

immunoasssay (ELISA). Karena pepsin tidak disintesis oleh sel

tipe apapun dalam saluran napas, maka adanya pepsin pada

saluran napas merupakan bukti nyata bahwa pepsin tersebut

berasal dari refluks isi lambung ke laringofaring, sehingga

pengukuran pepsin pada sekret saluran napas dapat menjadi

petanda diagnostik yang sensitif pada LPR.5

Pepsin juga dapat dideteksi dilaring pada pasien kanker

laring, tetapi tidak dijumpai pada pasien tanpa gejala klinik dari

LPR. Pepsin merupakan enzimatis aktif pada pH normal (pH 7),

dan secara aktif diambil oleh laring dan sel-sel epitel

hypopharyngeal dilingkungan nonasidosis oleh endositosis

dengan cara reseptor dimediasi dan masih dipertahankan dalam

vesikel intraselluler pH rendah dimana aktifitas enzim proteolitik

dapat distabilkan, dimana sampel (saliva) diletakkan pada satu

wadah khusus, sebuah antibodi spesifik terkait dengan enzim

khusus diaplikasikan diatas permukaannya sehingga bisa

mengikat antigen (pepsin). Zat yang mengandung substrat enzim

ditambahkan. Reaksi selanjutnya akan terdeteksi sinyal dalam

16
bentuk perubahan warna dalam substrat, konsentrasi pepsin dalam

saliva diukur dalam pg/ml.5

2.11 Penatalaksanaan

2.11.1 Modifikasi gaya hidup (Non-Medikamentosa)

Pasien dengan gejala LPR dianjurkan melakukan pola diet yang

tepat agar terapi berjalan maksimal. Penjelasan kepada pasien

mengenai pencegahan refluks cairan lambung merupakan kunci

pengobatan LPR. Pasien akan mengalami pengurangan keluhan

dengan perubahan diet dan gaya hidup sehat. Misalnya pola diet yang

dianjurkan pada pasien seperti makan terakhir 2-4 jam sebelum

berbaring, pengurangan porsi makan, hindari makanan yang

menurunkan tonus otot sfingter esofagus seperti makanan berlemak,

gorengan, kopi, soda, alkohol, mint, coklat buahan dan jus yang asam,

cuka, mustard dan tomat menganjurkan pola diet bebas asam atau

rendah asam (A strict low acid or acid free) dalam penelitiannya ada

manfaat yang nyata pada perbaikan RSI dan RFS pada populasi yang

diteliti. Anjuran lain seperti menurunkan berat badan jika berat badan

pasien berlebihan, hindari pakaian yang ketat, stop rokok, tinggikan

kepala sewaktu berbaring 10-20cm dan mengurangi stress.11

2.11.2 Medikamentosa

1. Terapi farmakologi yang dianjurkan berupa PPI seperti

17
Omeprazole, esomeprazole, lansoprazole, pantoprazole dan

rabeprazole. Obat lain yang sering digunakan dalam pengobatan

refluks laringofaring adalah antagonis H2 receptor seperti cimetidine,

ranitidine, nizatidine, famotidine yang berfungsi mengurangi sekresi

asam lambung. Prokinetik agen seperti cisapride, metoclopramide

yang berfungsi mempercepat pembersihan esofagus serta

meningkatkan tekanan sfingter bawah esofagus. Mucosal

cytoprotectan seperti sucralfate yang berfungsi melindungi mukosa

dari asam dan pepsin. Antasida juga dapat diberikan seperti

alumunium hidroksida, magnesium hidroksida atau sodium bikarbonat

yang dapat berfungsi mengurangi gejala refluks.10

Proton pump inhibitor merupakan obat anti refluks paling efektif yang

berfungsi menekan produksi asam lambung dibandingkan dengan

antagonis reseptor H2, dengan cara menghalangi kerja H+/K+ATP ase

dijalur akhir produksi asam dari sel parietal. Rangsangan pada sel

parietal akan mengeluarkan enzim dari tubule vesicles cytoplasmatic

ke membran kanalis sekretorius. Proses ini sangat erat hubungannya

dengan transport K+/Cl-terhadap pergerakan ion potassium ke

permukaan luminal dari enzim. Perpindahan asam dari kanalikulus ke

dalam lumen kelenjar dimulai pada mukosa lambung. Proses

pengasaman ini dibentuk diantara sel sitoplasma parietal dan

kanalikulus. Tingginya kadar pH terjadi pada proses diantara sel

parietal dan kanalikulus, sehingga kerja PPI pada daerah ini dapat

18
mengurangi tingginya kadar pH lambung. Omeprazole bersifat

lipofilik dan basa lemah yang berarti dapat dengan mudah penetrasi ke

membran sel serta terkonsentrasi dalam keadaan asam, mempunyai

waktu paruh yang relatif pendek(kira-kira 1- 2 jam) dan mempunyai

masa durasi yang panjang.10

2.11.3 Terapi pembedahan

Tujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki penahan/ barier

pada daerah pertemuan esofagus dan gaster sehingga dapat mencegah

refluks seluruh isi gaster kearah esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada

pasien yang harus terus menerus minum obat atau dengan dosis yang

makin lama makin tinggi untuk menekan asam lambung. Sekarang ini

tindakan yang sering dilakukan adalah funduplikasi laparoskopi yang

kurang invasif. Akan tetapi tindakan ini bukannya tanpa komplikasi,

perlu dokter yang berpengalaman dan mengerti mengenai anatomi

esofagus serta menguasai teknik funduplikasi konvensional agar angka

komplikasi dapat ditekan Sehingga operasi ini bukan pilihan pertama

pada kasus LPR.11

19
Gambar 2.5 Algoritma penilaian dan penatalaksanaan penyakit refluks

laringofaring berdasarkan American Medical Association.10

2.12 Komplikasi

LPR dapat merupakan faktor pencetus munculnya penyakit seperti

faringitis, sinusitis, asma, pneumonia, batuk di malam hari, penyakit gigi

dan keganasan laring. Salah satu komplikasi yang patut diwaspadai dan

mengancam nyawa adalah stenosis laring. Riwayat LPR ditemukan pada

75% pasien stenosis laring dan trakea.4

20
2.13 Prognosis

Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%,

dengan catatan terapi harus diikuti dengan modifikasi diet yang ketat dan

gaya hidup. Dari salah satu kepustakaan menyebutkan angka keberhasilan

pada pasien dengan laringitis posterior berat sekitar 83% setelah diberikan

terapi 6 minggu dengan omeprazol. Dan sekitar 79% kasus alami

kekambuhan setelah berhenti berobat. Prognosis keberhasilan dengan

menggunakan Lansoprazole 30 mg 2 kali sehari selama 8 minggu

memberikan angka keberhasilan 86%.10,11

BAB III

KESIMPULAN

Refluks laringofaring merupakan suatu manifestasi adanya aliran

retrograd isi lambung ke laringofaring dan menimbulkan kontak dengan saluran

pencernaan bagian atas.

21
Refluks laringofaring dapat memberikan gejala dengan karakteristik suara

serak, throat clearing, secret di belakang hidung, sulit menelan, batuk setelah

makan atau berbaring, tersedak, batuk kronik, dan perasaan mengganjal di

tenggorokan. Prevalensi pasien dengan keluhan relfuks laringofaring berkisar

antara 15-20%

Istilah refluks laringofaring (RLF) sebenarnya merupakan manifestasi

klinik Penyakit Refluks Gastro Esofagus (PRGE) di luar esofagus (Refluks

Ekstra Esofagus/REE) yang menimbulkan manifestasi penyakit-penyakit oral,

faring, laring, dan paru.

22

Anda mungkin juga menyukai