Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)

Di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar minggu

Jl. TB. Simatupang No. 1, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu,


Jakarta Selatan, 12550

Disusun oleh :

Yuniar Kusumawardani

1610711015

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2019
1) Pengertian
PPOK/Penyakit paru-paru obstrutif kronis merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama (Grace & Borlay, 2011) yang ditandai oleh adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Padila, 2012).
PPOK adalah kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smeltzer
& Bare, 2006) yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward. 2012).
PPOK adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan
yang disebabkan oleh enfisema / bronkitis kronis. Penyakit paru obstruktif
kronis merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara
dari dan ke luar paru. (Arif Muttaqin,2008).
Jadi, PPOK merupakan penyakit paru-paru yang berangsur lama yang
disebabkan karena adanya respon inflamasi dan dapat menyebabkan adanya
penurunan aliran keluar masuknya udara dari paru paru sehingga dapat
mempengaruhi gangguan pernapasan

2) Penyebab PPOK adalah :


Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff adalah :
a. Merokok
Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru
secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan
penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada
anak.
b. Polusi udaradan kehidupan perkotaan berhubungan dengan
peningkatan resiko morbiditas PPOK(debu, asap dangas-gas kimiawi)
c. Pemajanan di tempat kerja (thd batu bara, kapas, padi padian )
d. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
e. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
f. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok
g. Infeksi paru berulang
Pada masa kanak – kanak berhubungan dengan rendahnya tingkat fungsi paru
maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK saat
dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia
mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.

3) Manifestasi klinis PPOK adalah


a. Batuk
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun
terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat
terjadi sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
b. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami
adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak
ini tidak dikeluhkan.
c. Mengi atau wheeze
d. Berdahak Kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang
pasien menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk.
Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika
bangun tidur.
e. Ekspirasi yang memanjang
f. Penggunaan otot bantu pernapasan
g. Suara napas melemah

4) Klasifikasi PPOK
a. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan
terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
b. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan
anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding
alveolus:
1) Emfisema Centriolobular Merupakan tipe yang sering muncul,
menghasilkan kerusakanbronchiolus, biasanya pada region paru atas.
Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar
tetap bersisa
2) Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak ruang udara pada
seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini
bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang
perokok.
3) Emfisema Paraseptal Merusak alveoli pada lobus bagian bawah
yang mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal
emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar
timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin.
Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner,
seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.
c. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang
cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic
dan reversible akibat bronkospasme.

5) Komplikasi PPOK
a. Acute respiratory failure (ARF)
terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh saat tidur .Acute Respiratory Failure (ARF) terjadi ketika
ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat
istirahat. Analisa gas darah bagi pasien penyakit paru obstruksi menahun
menunjukkan tekanan oksigen arterial PaO2 sebesar 55 mm Hg atau kurang
dan tekanan karbondioksida arterial (PaCO2) sebesar 50 mm Hg atau lebih
besar. Jika pasien atau keluarganya membutuhkan alat-alat bantu kehidupan
maka pasien tersebut dilakukan intubasi dan diberi sebuah respirator untuk
ventilasi secara mekanik.
b. Cor Pulmonale.
Cor pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran
ventrikel kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit
pulmo. Komplikasi jantung ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi
sekunder bagi paru-paru yang rusak pada penderita penyakit paru obstruksi
menahun.
Cor pulmonary merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara
menyeluruh. Apabila terjadi malfungsi pada satu sistem organ maka hal ini
akan merembet ke sistem organ lainnya. Pada penderita dengan penyakit
paru obstruksi menahun, hipoksemia kronis menyebabkan vasokonstriksi
kapiler paru-paru yang kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler
pulmonari. Efek domino dari perubahan ini terjadi peningkatan tekanan
dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih kuat dalam memompa
sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertrofi atau
membesar.Perawatan penyakit jantung paru meliputi pemberian oksigen
dosis rendah dibatasi hingga 2 liter per menit, diuretik untuk menurunkan
edema perifer dan istirahat. Edema perifer merupakan efek domino yang lain
karena darah balik ke jantung dari perifer atau sistemik dipengaruhi oleh
hipertrofi ventrikel kanan. Digitalis hanya digunakan pada penyakit jantung
paru yang juga menderita gagal jantung kiri. Cor Pulmonale Merupakan
pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan oleh over loading akibat dari
penyakit pulmo.terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-
paru yang rusak bagi penderita PPOK.
c. Pneumothoraks.
Pneumotoraks merupakan komplikasi PPOM serius lainnya. Pnemo berarti
udara sehingga pneumotoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam
rongga pleural. Rongga pleural sesungguhnya merupakan rongga yang
khusus yakni berupa lapisan cairan tipis antara lapisan viseral dan parietal
paru-paru Fungsi cairan pleural adalah untuk membantu gerakan paru-paru
menjadi lancar dan mulus selama pernafasan berlangsung. Ketika udara
terakumulasi dalam rongga pleural, maka kapasitas paru-paru untuk
pertukaran udara secara normal, menjadi melemah dan hal ini menyebabkan
menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia. (Merupakan akumulasi udara
dalam rongga pleural)
d. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap
lanjut timbul cyanosis.
e. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
f. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya
dyspnea.
g. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema
berat juga dapat mengalami masalah ini.
h. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
i. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali
tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu
pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

6) Patofisiologi PPOK
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen komponen
asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus.
Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan
silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan. (Jackson, 2014). Komponen-komponen asap rokok juga
merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator
peradangan secara progresif merusak strukturstruktur penunjang di paru.
Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara
akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley,
2011).

7) Penatalaksanaan PPOK adalah


a. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh Haemophilus Influenza dan
Streptococcus Pneumonia, maka digunakan ampisilin atau eritromisin.
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah Haemophilus Influenza. Pemberian antibiotik
seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10
hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2) Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3) Fisioterapi dada membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan
tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin .
c. Terapi jangka panjang di lakukan :
1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2)   Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.
3) Fisioterapi dada.
4) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5) Mukolitik dan ekspektoran
6) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
7) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari
depresi.

8) Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi atau bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkhitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi
misalnya bronkodilator.
c. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma,
penurunan emfisema.
d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.
e. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit
kronis misalnya paling sering PaO 2 menurun, dan PaCO2 normal atau
meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada
asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder
terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
f. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
inspirasi, kolaps bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran
duktus mukosa yang terlihat pada bronkus.
g. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
h. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk
meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
i. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan
alergi.
j. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang
P (asma berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada
lead II, III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).
k. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam
mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi
bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program latihan.
l. Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan
spirometri.The National Heart, Lung, dan Darah Institute merekomendasikan
spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih tua, terutama mereka
yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak persisten.Meskipun
spirometri merupakan gold standard dengan prosedur sederhana yang dapat
dilakukan di tempat, tetapi itu kurang dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.
PHATWAY PPOK

Asap tembakau / polusi udara

Gangguan kebersihan paru

Peradangan bronkus

Hipoventilasi alveolar Dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah

Bronkitiskronik Saluran nafas kecil kolap saat ekspirasi

Emfisema

Penyempitan saluran nafas Berkurangnya elastis paru

Saluran nafas kecil Saluran nafas besar

n nafas menjadi kecil lebih kecil berkelok-kelok dan beroblitrasi


Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

Metaplasia sel goblet

Obstruksi jalan nafas

PPOK

Sekresi mukus PCO2 & PO2


Kontraksi otot
meningkat Meningkat

Gangguan
Resistensi
Bersihan jalan nafas pertukaran gas
pernafasan
tidak efektif

Frekuensi nafas
meningkat
dyspneau

Ketidakefektifan pola
nafas
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1) Biodata Penyakit
PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering di
jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga
kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan di
usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah dispnea (bias
sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi(pada beberapa kasus lebih
banyak paroksismal).
3) Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini, di
antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah
( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyakit
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukanadanya penyakit yang
sama pada anggota keluarganya.
5) Riwayat Psikososial
6) Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
7) Pengkajian Pola Gungsi
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
b. Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan.
c. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan
obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
d. Pola nutrisi dan metabolisme
e. Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
f. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasiendengan efusi
pleura keadaan umumnya lemah.
8) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus digestivus.
9) Pola aktivitas dan latihan

a. Akibat sesak napas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.

b. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

c. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.

d. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.

10) Pola tidur dan istirahat

a. Adanya nyeri dada, sesak napas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

b.Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya.

11) Pemeriksaan Fisik

a. Status kesehatan umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara


umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.

b. Sistem Respirasi

1. Inspeksi pada pasienBentuk dada simetris


2. Palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.Tidak ada pembengkakan pada paru, tidak ada nyeri tekan.
3. Suara perkusiHipersonor.

4. Auskultasi, Suara nafas wheezing dan kadang terdengar ronchi.

c. Sistem kardiovaskuler

1. Pada inspeksi perlu diperhatikan letak icus cordis, normal berada pada ICS-5
pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.

2. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus diperhatikan


kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictus cordis.

3. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar


pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.

4. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

d. Sistem Pencernaan

1. Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

2. Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai


normalnya 5-35 kali per menit.

3. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.

4. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor)

e. Sistem Heurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji disamping jugadiperlukan


pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolenatau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.

f. Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

g. Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-
kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

12) Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd adanya mukus
3. Gangguan pertukaran gas bd ventilasi perfusi
13) Intervensi

NO DX DIAGNOSA NOC NIC

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway Management


pola nafas bd tindakan keperawatan 1. Posisikan pasien untuk

hiperventilasi 2x24 jam masalah memaksimalkan ventilasi

(00032) ketidakefektifan pola 2. Lakukanfisioterapi dada

nafas teratasi jikaperlu

Kriteria : 3. Keluarkansekretdenganbatu

1. RR normal 16-24 katausuction

2. Adanya kesimetrisan 4. Auskultasisuaranafas,

ekspansi dada catatadanyasuaratambahan

3. Tidak menggunakan 5. Aturintakeuntukcairanmeng

otot nafas tambahan optimalkankeseimbangan.

4. Tidak ada pernafasan 6. Monitor respirasi dan status

cuping hidung saat O2

beraktifitas 7. Berikanbronkodilator bila

5. Tidak ada nafas perlu (amonophilin 1

pendek amp/24 jam)

2 Bersihan jalan Setelah dilakukan Airway Management


nafas tidak tindakan keperawatan Intervensi :
efektif bd 2x24 jam masalah 1. Posisikan pasien untuk
adanya mukus bersihan jalan nafas tidak memaksimalkan ventilasi
efektif dapat teratasi 2. Lakukan fisioterapi dada
Kriteria : jika perlu
1. RR normal 3. Berikan minum hangat
2. Tidak ada kecemasan kepada pasien
3.Mampu membersihkan 4. Ajarkan batuk efektif
secret 5. Auskultasi suara nafas,
4. Tidak ada hambatan catat adanya suara tambahan
dalam jalan nafas
5. Tidak ada batuk
3 Gangguan Setelah dilakukan Monitoring pernafasan :
pertukaran gas tindakan keperawtan 2x24 1. Monitor rata-rata, ritme,
bd ventilasi jam masalah gangguan kedalaman, dan usaha
perfusi pertukaran gas teratasi pernafasan
Kriteria : 2. Monitor pola nafas :bradipnea,
Status pernafasan: takipnea,
pertukaran gas 3. Palpasi kesimetrisan ekspansi
1. Kemudahan bernafas paru
2. tidak ada sesak nafas 4. Perkusi dada anteriordan
dalam istirahat posterior dari apeks sampai
3. tidak ada sesak nafas bawah
saat beraktivitas 5. Auskultasi suara pernafasan,
4.Tidak ada kelelahan catat area yang mengalami
5.Tidak ada sianosis penurunan ventilasi dan
6.PaCO2 DBN (35-45) adanya suara tambahan
7.PaO2 DBN (80-104) 6. Monitor adanya dispnea dan
kejadian yang meningkatkan
dan memperburuk keadaan
pasien
7.tidur menyamping untuk
mencegah aspirasi

DAFTAR PUSTAKA
Tamsuri, Anas .2008.Seri Asuhan Keperawtan Klien Gangguan Pernafasan.Jakarta : EGC
Herdman,T.Heather.2010.Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2009-
2011.Jakarta : EGC
Tim PDPI.2008.Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru.Jakarta : Sagung
Seto
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik),
pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2011.
Brashers, Valentina L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi : pemeriksaan dan
manajemen ; alih bahasa H.Y Kuncara ; editor edisi bahasa Indonesia, Devi Yulianti,
Edisi 2. Jakarta : EGC
.

Anda mungkin juga menyukai